14 Manusia Suci

Point

Diterjemahkan dari:

A Brief History of the Fourteen Infallibles, terbitan

WOFIS, Teheran, tahun 1884.

Penerjemah: Drs. Yudi Nur Rahman

Penyunting: Saefuddin

Hak penerjemahan dilindungi undang-undang

All rights reserved

Cetakan Pertama, Ramadhan 1410/April 1990

Cetakan Kedua, Syawwal 1415/Maret 1995

Cetakan Ketiga, Rajab 1421/Oktober 2000

Diterbitkan oleh PUSTAKA HIDAYAH

JI. Rereng Adumanis 31, Bandung 40123

Telp./fax. (022) 2507582

Desain sampul: Studio Integral

p:1

Point

بسم الله الراحمن الرحیم

p:2

14 Manusia Suci

p:3

Diterjemahkan dari:

A Brief History of the Fourteen Infallibles, terbitan

WOFIS, Teheran, tahun 1884.

Penerjemah: Drs. Yudi Nur Rahman

Penyunting: Saefuddin

Hak penerjemahan dilindungi undang-undang

All rights reserved

Cetakan Pertama, Ramadhan 1410/April 1990

Cetakan Kedua, Syawwal 1415/Maret 1995

Cetakan Ketiga, Rajab 1421/Oktober 2000

Diterbitkan oleh PUSTAKA HIDAYAH

JI. Rereng Adumanis 31, Bandung 40123

Telp./fax. (022) 2507582

Desain sampul: Studio Integral

p:4

DAFTAR ISI

MANUSIA SUCI 1 Nabi Suci Muhammad saw... 9

MANUSIA SUCI 2 Fathimah Az-Zahra...43

MANUSIA SUCI 3 Imam Pertama Amirul Mu'minin Ali bin Abi Thalib (ra.)...57

MANUSIA SUCI 4 Imam Kedua Al-Hasan bin Ali Al-Mujtaba...87

MANUSIA SUCI 5 Imam Ketiga Al-Husain bin Ali, Sayyidusy-syuhada...97

MANUSIA SUCI 6 Imam Keempat Ali bin Al-Husain Zainal Abidin...117

p:5

MANUSIA SUCI 7 Imam Ke Lima Muhammad bin Ali Al-Baqir...125

MANUSIA SUCI 8 Imam Keenam Ja'far bin Muhammad Ash-Shadiq...133

MANUSIA SUCI 9 Imam Ketujuh Musa bin Ja'far Al-Kadzim...143

MANUSIA SUCI 10 Imam Kedelapan Ali bin Musa Ar-Ridha...151

MANUSIA SUCI 11 Imam Kesembilan Muhammad bin Ali Al-Jawad (At-Taqi)...161

MANUSIA SUCI 12 Imam Kesepuluh Ali bin Muhammad Al-Hadi (An-Naqi)...171

MANUSIA SUCI 13 Imam Kesebelas Al-Hasan bin Ali Al-'Askari...179

MANUSIA SUCI 14 Imam Keduabelas Muhammad Al-Mahdi...185

p:6

MANUSIA

SUCI

p:7

p:8

MANUSIA SUCI 1 NABI MUHAMMAD SAWW

Point

Nama : Muhammad

Gelar : al-Mushthafa

Nama Julukan : Abul-Qosim

Nama Ayah : Abdullah bin Abdul Muththalib

Nama Ibu : Aminah binti Wahb.

Kelahiran : Makkah, Jum'at, 17 Rabi'ul-awwal, pada tahun Gajah.

Wafat : Di Madinah, usia 63 tahun, Senin, 28 Shafar, 11 H; dimakamkan di dalam kamarnya yang berdampingan dengan Masjid Madinah.

gambar.Adam, Nuh, Ibrahim

p:9

SILSILAH

Nabi Suci bersabda:

Mahluk pertama yang diciptakan Allah adalah nur-ku. Suku yang paling tua dan terhormat di seluruh Arab adalah Bani Hasyim. Mereka adalah keturunan Nabi Ibrahim melalui anaknya, Ismail. Bangsa Arab menghormati dan mencintai mereka karena kebaikan, pengetahuan dan keberanian.

ABDUL MUTHTHALIB

Abdul Muthalib adalah kepala suku Bani Hasyim dan juga pelindung Ka'bah. Di antara sepuluh orang putranya, Abdulah adalah ayah dari Nabi Suci, dan Abu Thalib adalah ayah dari Ali ra.

MUHAMMAD

Di Makkah, bayi Muhammad lahir pada tanggal 17 Rabi'ul awwal, tahun 570 Masehi. Ayahandanya, Abdullah, putra Abdul Muthalib, wafat sebelum ia lahir. Dan ketika berusia enam tahun, beliau kehilangan ibundanya yang tercinta, Aminah binti Wahb.

Datuk beliau, Abdul Muthalib, mengambil alih tanggung jawab dalam mendidik anak yatim tersebut (Muhammad). Pada usia tujuh tahun ia kehilangan datuknya yang mulia. Menjelang wafatnya, dia menunjuk putranya, Abu Thalib, sebagai wali Muhammad.

Ramah, bicaranya lemah lembut, tinggi dan rupawan, Muhammad ikut serta dalam kafilah dagang Abu Thalib, melintasi gurun-gurun, memberikan wawasan yang dalam kepadanya tentang alam semesta dan manusia.

p:10

Nabi Suci Muhammad saw. Semasa mudanya, Muhammad berpartisipasi dalam Hilf (persekutuan) al-Fudhul untuk menolong para janda dan anak-anak yatim, serta melindungi kaum tertindas.

KHADIJAH

Janda bangsawan yang kaya, Khadijah, mencari orang untuk mengurus kafilah dagangnya yang mewah, dan ia memilih Muhammad sebagai orang yang dipercaya. Mampu dan berdagang dengan jujur, Muhammad menjadi seorang yang sangat sukses. Khadijah menjadi seorang pengagum Muhammad sampai kemudian ia la-

mar untuk menikah. Muhammad ketika itu berusia dua puluh lima tahun, sedang Khadijah berusia empat puluh tahun. Sekalipun ada perbedaan dalam umur, pernikahannya ternyata merupakan pernikahan yang sangat bahagia.

Diangkat sebagai Nabi

Sebagai pecinta alam dan ketenangan yang senantiasa memikirkan penderitaan-penderitaan manusia, Muhammad sangat sering memencilkan diri di Gua Hira untuk merenung. Suatu malam, laitul-qadr (malam kemuliaan), sebuah suara menyapanya dan memerintahkan “Bacalah dengan nama Tuhanmu.” Dengan penuh ke-

gembiraan atas kunjungan utusan Allah yang berwujud “aneh” itu, Muhammad bergegas pulang menemui istrinya yang mendengarkan perkataannya dengan penuh perhatian, Khadijah, sang istri, kemudian berkata: “Aku bersaksi bahwa engkau adalah Rasul Allah.”

Setelah beberapa saat, suara dari langit menyerunya lagi: “Hai orang yang berselimut, bangunlah dan peringatilah dan agung-kanlah Tuhanmu.” Ini merupakan tanda baginya untuk memulai mengajarkan kebenaran mutlak, yaitu ajaran tentang Keesaan Allah. Pada mulanya, Muhammad hanya mengajak kerabat dekatnya

saja untuk menerima keyakinan baru itu. Wanita pertama yang

p:11

masuk Islam adalah Khadijah dan laki-laki pertama adalah Ali. Setelah itu Zaid bin Haritsah menjadi muallaf, diikuti oleh Abu Bakar dan Utsman. Umar yang saat itu merupakan musuh Islam yang paling keras, terkenal keburukannya karena penganiayaan terhadap kaum Muslimin dan seorang musuh yang sengit, kemudian masuk Islam.

Selama tiga tahun beliau bekerja secara diam-diam untuk menghentikan kaumnya dari menyembah berhala. Selama itu hanya berhasil menarik tiga puluh orang pengikut. Muhammad kemudian memutuskan untuk tampil di depan umum di hadapan kaum Quraisy untuk menghentikan penyembahan terhadap berhala dan

menyeru mereka terhadap Islam.

Beliau mengundang empat puluh orang kerabatnya dalam suatu jamuan. Pada saat berkumpul, Muhammad mengatakan bahwa selama ini dia telah tinggal dan hidup di antara mereka, sampai kemudian beliau bertanya, apakah selama itu mereka pernah menemukan dia berbohong? Orang-orang menjawab: “Kami tidak pernah menemukan engkau berbohong, wahai al-Amin!"

Nabi bertanya lagi, apakah jika beliau mengatakan kepada mereka bahwa musuh-musuh mereka telah berkumpul di balik bukit untuk menyerang mereka, mereka akan percaya? Mereka menjawab: “Ya, kami percaya.”

“Apakah kalian akan percaya apa yang akan aku katakan sekarang?” Lagi-lagi mereka menjawab: “Ya.” Nabi kemudian berkata kepada mereka: “Aku tahu, tiada seorang pun dari seluruh bangsa Arab yang dapat memberikan kepada keluarganya, sesuatu yang lebih berharga daripada yang aku tawarkan sekarang. Aku tawarkan kepada kalian kebahagian di

p:12

dunia dan di akhirat nanti. Allah yang Mahakuasa telah memerintahkan aku untuk menyeru kepada-Nya. Oleh karena itu, siapa di antara kalian yang akan membantuku di dalam hal ini, dan menjadi saudaraku dan khalifahku?”

Dengan ragu-ragu, mereka semua menolak seruan Nabi. Ali (yang kemudian oleh Nabi diberi gelar “Amirul-Mu'minin") berdiri dan menyatakan kesediaannya membantu Nabi, dan dengan suara lantang mengancam mereka yang menentang beliau.

Dengan menunjukkan kasih sayangnya yang besar, Muhammad memeluk Ali dan mengatakan kepada semua yang hadir untuk mendengarkan dan patuh kepada Ali sebagai wakil dan khalifahnya. Orang-orang yang berkumpul tertawa terbahak sambil mengejek Abu Thalib, bahwa mulai sekarang dia harus tunduk kepada anaknya.

ISLAM

Muhammad adalah pendiri agama besar, yaitu Islam, yang berarti: tunduk, berserah diri kepada Allah. Pemeluk Islam biasanya ditandai dengan kata sifat yang sesuai, yaitu Muslim. Bangsa Parsi menggunakan kata sifat yang berbeda yaitu Musalmaan, yang diambil dari kata Anglo-India, yaitu Mussulmaan. Tetapi tentu

saja kaum Muslimin tidak menyukai istilah Mohammedan dan Mohammedianisme, karena, menurut mereka, hal itu mempunyai konotasi sebagai penyembahan terhadap Muhammad sebagaimana orang Kristen dan agama Kristen menyatakan penyembahan terhadap Yesus.

Ajaran Islam adalah sederhana, mudah, praktis, dan bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Islam memerintahkan agar pemeluknya beriman dan berbuat baik, memelihara shalat dan membayar zakat. Dua perintah yang memberikan empat prinsip cara hidup yang berhasil.

p:13

Agama baru ini telah menggerakkan suatu revolusi yang dahsyat, menggoncangkan keyakinan dunia yang sudah berakar. Orang-orang yang mempunyai kepentingan, raja-raja, para pendeta, pemeras dan para tiran, semua menentang dan bersatu untuk menghancurkan Islam.

Para pemelihara Ka'bah dan para pemilik berhala, datang kepada Abu Thalib dan memintanya menghentikan Muhammad dari mengatakan “Laa ilaaha illa Allah.” Paman, sekaligus pelindung Nabi itu, menyampaikan permintaan delegasi untuk memberi Muhammad kekayaan yang lebih banyak daripada yang dimiliki oleh siapa pun, menjadikan dia sebagai kepala dan bahkan seorang raja, jika dia setuju menghentikan misinya. Tapi Muhammad menolak. Para kepala suku Arab menjadi marah, dan mengancam melakukan boikot sosial, pengrusakan dan pembunuhan. Abu Thalib yang sebenarnya adalah Muslim tetapi tidak memberitahukan keyakinannya agar dia dapat membela Nabi, berjanji un-

tuk membela Muhammad.

Anak-anak kecil dan penduduk desa di Makkah mulai melempari dan mencaci-maki Muhammad. Orang-orang yang pemberani dan setia, yaitu Ali, putra Abu Thalib, menghentikannya dengan kepalan tangannya yang kuat. Gangguan dan penganiayaan yang dilakukan Quraisy terhadap Muhammad dan kelompok kecil pengikut setiannya, semakin menjadi-jadi. Beberapa orang yang beriman diseret di atas pasir yang panas, dipenjarakan, dicambuk, dipaksa menderita kelaparan, tetapi mereka tetap berpegang teguh terhadap keyakinannya sampai mati. Ummayah, majikan Bilal, membawa Bilal kepada padang pasir, dan dengan tidak sopan menelanjangi Bilal seperti kuda tanpa pelana pada tengah hari dan menaruh batu besar di atas dadanya sambil berkata: “Engkau akan tetap dalam keadaan begini sampai engkau mati, atau engkau

menyumpahi Islam.” Hampir mati kehausan karena panas, Bilal hanya menjawab "Ahad! Ahad! Allah Mahaesa!"

Sepuluh tahun kerja keras dan berdakwah, sekalipun penuh

p:14

dengan hambatan, menghasilkan di atas seratus pengikut. Kekejaman fisik dan boikot sosial membuat hidup di Makkah tidak tertahankan lagi. Nabi Suci menganjurkan pengikut-pengikutnya untuk mencari tempat perlindungan di negeri tetangga, yaitu Ethiopia. Delapan puluh orang laki-laki dan delapan belas orang wanita berangkat ke negeri yang diperintah oleh Raja Negus yang ramah, dibawah pimpinan Ja'far Ath-Thayyar (saudara Ali) dan sepupu Nabi Suci. Para kepala suku Arab mengejar mereka, dan

menuntut ekstradisi.

Ja'far mengajukan pembelaan mengenai sebab pengungsian dengan mengatakan kepada raja: "Wahai raja! Kami, dahulu, tenggelam dalam kebodohan dan kebiadaban; kami menyembah berhala-berhala, berbuat zina, memakan bangkai manusia, berbicara buruk, tak mengindahkan rasa kemanusiaan dan kewajiban akan kesediaan menerima tamu dan kewajiban hidup bertetangga; kami tidak tahu hukum, kecuali dengan kekuatan. Tuhan memunculkan di antara kami seorang manusia yang asal-usulnya, kebenaran kata-katanya, kejujuran dan kesuciannya kami ketahui; dan dia menyeru kami kepada keesaan Tuhan dan mengajarkan kepada kami agar tidak mempersekutukan-Nya; dia melarang kami menyembah berhala; dan memerintahkan supaya berkata benar, setia kepada keyakinan kami, bermurah hati dan memperhatikan hak-hak tetangga; dia melarang kami merendahkan kedudukan wanita atau memakan hak anak yatim; dia memberitahukan kami untuk melepaskan sifat buruk dan menjauhkan diri dari perbuatan jahat; memerintahkan untuk mendirikan shalat, membayar zakat, melaksanakan shaum. Kami pun beriman kepadanya, menerima ajaran-ajaran dan perintah-perintah-nya untuk beribadah kepada Allah dan tidak mempersekutukan-Nya. Atas alasan ini, kaum kami bangkit melawan kami, menganiaya kami supaya tidak melakukan ibadah kepada Allah dan kembali menyembah berhala yang terbuat dari batu dan kayu, dan serangkaian kebencian lainnya. Mereka menyiksa dan melukai kami sampai kami tidak

p:15

mendapatkan keamanan hidup di antara mereka. Karni pun akhirnya datang ke negeri Anda dan mengharapkan perlindungan Anda dari tekanan mereka.”

Permintaan Quraisy kemudian ditolak, dan mereka pun kembali ke Makkah. Beberapa kali para kepala suku datang kepada Abu Thalib dengan mengatakan, "Kami menghormati usia dan kedudukan Anda, tetapi kami tidak dapat bersabar lagi terhadap keponakan Anda. Hentikanlah dia atau kami akan memerangimu."

Abu Thalib meminta pendapat Muhammad. Dengan berlinang air mata, Rasulullah dengan tegas menjawab, "Wahai paman-ku! Seandainya mereka meletakkan matahari di tangan kananku, rembulan di tangan kiriku, untuk memaksaku meninggalkan misiku, aku tidak akan berhenti sampai Allah menunjukkan alasan-Nya, atau aku binasa dalam usaha ini.”

PERISTIWA-PERISTIWA MENYEDIHKAN

Dalam suatu periode yang sulit, cobaan dan kesengsaraan merupakan dua peristiwa menyedihkan yang menimpa Muhammad. Pertama, paman yang mulia, sekaligus pelindungnya, Abu Thalib, wafat. Dan kedua, tak lama setelah itu, istrinya yang mulia, yaitu Khadijah, juga wafat, meninggalkan putrinya Fathimah ra. — putri satu-satunya yang melihat ayahhandanya wafat — yang merawat ayahandanya sedemikian rupa sehingga Nabi memanggilnya dengan Ummu abiihaa (ibu dari ayahnya).

PERIODE MUSLIM

Dengan wafatnya kepala keluarga yang dituakan, yaitu Abu Thalib, pemuka-pemuka Makkah merencanakan untuk membunuh Nabi.

p:16

Di bawah bimbingan Allah, beliau meminta Ali untuk tidur di ranjangnya, dan Muhammad meletakkan selimut hijaunya di atas tubuh Ali. Ketika para pembunuh keliru menyergap Muhammad karena ternyata adalah Ali, Rasulullah meloloskan diri menuju Madinah.

Penanggalan kaum Muslimin; yaitu hijrah, dinamai setelah peristiwa ini, dan ditentukan tanggalnya, yaitu 17 Rabi'ul awwal, 622 M.

Ketika beliau tinggal di Madinah, beliau merupakan tokoh yang paling agung, yang darinya lampu sejarah yang sesungguhnya, bersinar. Kini beliau adalah pemimpin manusia, penguasa hati manusia, kepala pemberi hukum dan hakim tertinggi, pendakwah yang tidak mementingkan materi, lebih hebat dari penguasa manapun di bumi ini. Tak ada raja dengan mahkotanya yang ditaati seperti beliau dengan jubah pakaiannya sendiri.

Beliau meletakkan dasar negara kaum Muslimin dan menyusun sebuah piagam yang telah diakui sebagai suatu karya kenegaraan tertinggi. Beliau juga diakui sebagai seorang pengacara pada zamannya, dan juga seluruh zaman.

Berbeda dengan orang Arab, Nabi tak pernah menggunakan senjata, tetapi beliau sekarang terpaksa menggunakan kekuatan senjata untuk membela Islam. Di mulai dengan perang Badr, maka telah dilaksanakan serangkaian peperangan, yaitu sekitar delapan puluh kali yang di dalamnya masyarakat Islam yang masih berusia sangat muda, berhasil dipertahankan.

Suatu hari, Muhammad sedang tidur di bawah pohon, jauh dari kemahnya. Beliau dibangunkan oleh musuhnya, yaitu Du'thur bin al-Harits, dengan pedang yang diletakkan ke tubuh beliau. "Hai Muhammad! siapa yang akan menyelamatkan kamu sekarang?” katanya dengan nada mengejek. ”Allah!" jawab Nabi. Orang Badui liar itu tiba-tiba gemetar, dan menjatuhkan pe-

p:17

dangnya. Nabi mengambil pedang tersebut dan bertanya, "Sekarang, siapa yang akan menyelamatkan kamu?” "Aduh! tidak ada!" jawabnya ketakutan, "Maka, belajarlah dariku untuk menjadi orang yang murah hati,” kata Nabi lagi. Hati orang Arab tersebut dapat di atasi, dan dia masuk Islam.

PERANG UHUD

Tahun berikutnya, abu Sufyan, musuh lama Islam yang paling terkenal, kembali memerangi kaum Muslimin di Uhud. Hamzah, pembawa bendera Islam pertama, dan adalah paman Nabi, terbunuh dalam perang tersebut, sekalipun mendapat peringatan keras dari Nabi, sejumlah pasukan Muslimin meninggalkan pos mereka ketika kemenangan sudah dekat. Hal ini mengubah jalannya peperangan. Khalid bin al-Walid menyerang Nabi, dan situasi yang sangat gawat tersebut dapat teratasi dengan tibanya Ali pada waktu

yang tepat. Musuh kemudian melarikan diri dan hasilnya menjadi nyata. Muhammad sangat berduka cita atas terbunuhnya Hamzah.

MUBAHALAH

Pada tahun kesepuluh Hijrah, sebuah perutusan Nasrani dari Najran datang kepada Nabi di Madinah, untuk bercliskusi mengenai masalah agama. Walaupun telah diberikan argumen-argumen yang meyakinkan, orang-orang Nasrani menolak untuk mempercayai, karena mereka tidak mau melepaskan agama mereka untuk diganti dengan Islam.

Berdasarkan perintah Allah dalam Kitab Suci Alquran: “Barang siapa membantah engkau tentang kebenaran itu, sesudah

p:18

datang kepada engkau ilmu pengetahuan, maka katakanlah (kepada-nya): 'Marilah kamu, kami, panggil anak-anak kami dan anak-anakmu, perempuan kami dan perempuan kamu dan diri kami dan dirimu, kemudian kita bersungguh berdoa, lalu kita mintakan kutuk Allah atas orang-orang yang dusta.” (QS. 3:61)

Muhammad mengusulkan bahwa pagi berikutnya, orang-orang Nasrani harus membawa wanita-wanita mereka, anak-anak dan kerabat-kerabat dekat mereka, dan Nabi pun akan membawa orang-orang yang sama, dan mereka harus berdoa memohonkan kutukan Allah kepada para pendusta untuk mengakhiri perdebatan.

Pada waktu shubuh, Muhammad memasuki halaman dengan cucu-cucunya, menuntun Hasan dengan tangannya, menggendong Husain di lengannya, putri tercintanya mengikuti beliau, dan Ali berjalan di belakang Fathimah dengan membawa bendera Islam. Orang-orang yang menyaksikan iringan-iringan ini dari jauh, sampai kepada kesimpulan bahwa benar Muhammad adalah Nabi Allah, karena dia telah membawa orang-orang yang paling dicintai dan paling dekat dengannya.

Orang-orang Nasrani itu kemudian datang kepada Nabi, memberitahukan beliau bahwa mereka tidak bersedia memohonkan kutukan kepada orang-orang yang berdusta. Sebagai gantinya, mereka mau membawar jizyah, dan datang untuk menyelesaikan hal tersebut. Nabi menyerahkan hal itu kepada Ali guna menentukan syarat-syaratnya.

HUDAIBIYYAH

Kaum Muslimin diasingkan selama enam tahun dan mulai merasakan kerinduan yang dalam atas tanah air mereka, yaitu Makkah. Nabi ingin menunaikan ibadah haji di Makkah. Ketika meninggal-

p:19

kan kota kelahirannya, keadaan beliau dan kaum Muslimin sudah cukup kuat. Namun beliau tidak menggunakan kekuatannya untuk memaksa masuk ke dalam kota suci. Ketika mendapatkan sambutan yang bermusuhan dari Quraisy, Muhammad saw. mengadakan perjanjian yang dikenal dengan perdamian Hudaibiyyah, yang nampaknya tidak begitu menguntungkan kaum Muslimin, tetapi hal tersebut menunjukkan sikap yang tidak semena-mena dan keluhuran budi yang merupakan watak Islam. Untuk menjadi kuat, sikap menguasai diri dan kesabaran merupakan inti dari keteguhan hati yang sebenarnya. Ketika hampir tiba di gerbang tempat kelahiran mereka, dengan hati yang meluap-luap karena rindu untuk memasukinya, kaum Muslimin memperbarui langkah mereka dengan tenang menuju Madinah, dengan membawa perjanjian yang mengijinkan mereka untuk melaksanakan ibadah haji pada tahun berikutnya.

PERANG KHAIBAR

Gangguan dan pembunuhan yang dilakukan oleh orang-orang Yahudi, memaksa Nabi saw. untuk memimpin pasukan Islam berperang di Khaibar pada tahun ketujuh Hijrah. Kaum Muslimin, di bawah komando Umar dan yang lainnya, pulang dalam keadaan berputus asa. Nabi saw. kemudian berkata: "Besok aku akan serahkan

komando pasukan kaum Muslimin kepada seorang yang akan dikaruniai kemenangan oleh Allah.”Dini hari, terlihat bendera Islam berkibar dengan megahnya di tangan Ali ra. Perang yang amat menentukan ini dimulai dengan trampilnya seorang jagoan prajurit Yahudi, yaitu Marhab. Dengan teriakan Allahu Akbar yang menggemparkan, Dzulfiqar (pedang Ali ra.) hinggap di kepala Marhab, menembus tengkoraknya. Dalam pertempuran masal yang terjadi setelah itu, orang-orang Yahudi

p:20

dapat dikalahkan. Kemenangan besar Islam telah diraih, dan ini menjadikan Ali ra. sebagai penakluk abadi atas Khaibar.

PEMBEBASAN MAKKAH

Menjelang akhir tahun, Muhammad saw. beserta pengikut-pengikutnya menggunakan kesempatan perjanjian genjatan senjata Hudaibiyyah untuk melaksanakan ibadah haji. Selama tiga hari, kaum Quraisy mengosongkan kota dan menyaksikan kaum Muslimin menunaikan ibadah haji. Ketaatan yang sempurna terhadap

syarat-syarat perjanjian, sikap mengekang diri dan hormat terhadap janji mereka seperti yang diperlihatkan oleh kaum Mukminin, menciptakan kesan yang mendalam pada hati para penyembah berhala. Tersentuhlah oleh kebaikan hati dan kemuliaan sikap Muhammad saw., banyak kepala suku Quraisy yang kemudian

masuk Islam. Pada tahun kedelapan Hijrah, para penyembah berhala melanggar perjanjian Hudaibiyyah dengan melakukan serangan terhadap kaum Muslimin. Musuh-musuh itu dapat dikalahkan, dan Makkah ditaklukkan.

Nabi saw. yang mengasingkan diri dari Makkah sebagai pelarian, sekarang kembali ke Makkah sebagai rahmatan lil 'Alamin (rahmat bagi semesta alam) memasuki kota Makkah dengan menundukkan kepala, sebagai rasa syukur kepada Allah yang Maha-kuasa, dan memberikan amnesti umum sebagai ganti atas pembu-

nuhan massal kepada mereka yang menganiaya beliau dan para pengikutnya.

PERANG TABUK

Di pertengahan tahun kesembilan Hijrah, Nabi saw. harus me-

p:21

memimpin suatu ekspedisi ke Tabuk, sebuah kota dekat perbatasan Syria, karena adanya ancaman dari kaisar Romawi. Orang-orang munafik dan orang-orang yang memiliki rasa iri, mengejek Ali ra., yang tinggal di Madinah memegang pimpinan selarna Nabi tidak ada. Tidak tahan atas ejekan orang-orang munafik, Ali ra. yang pemberani dan setia, menunggang unta yang cepat dan menyusul pasukan Muslimin. Ali ra, menceritakan kepada Nabi saw. ejekan orang-orang munafik yang menganggapnya sebagai penakut dan bahwa Nabi tidak senang kepadanya. Muhammad saw. tersenyum dan mengatakan: “Hai Ali! Tak cukupkah bagimu bahwa kedudukanmu terhadapku, adalah seperti kedudukan Harun terhadap Musa, hanya saja tidak ada Nabi lagi setelah aku?" Ali menjadi tenang, dan ia kembali ke Madinah. Pasukan kaum Muslimin hampir tiba di Tabuk, tapi pasukan Romawi menghindar. Nabi pun kembali ke Madinah tanpa berperang.

ISTRI-ISTRI NABI

Sejumlah besar pasukan kaum Muslimin terbunuh dalam perang Badr, Uhud, Khaibar, Hunain dan di tempat lain, meninggalkan istri dan anak-anak. Bagaimana mengurus para janda dan anak-anak yatim, merupakan masalah serius yang mengancam perceraian struktur moral masyarakat Muslim. Muhammad saw. memu-

tuskan untuk menikahi para janda dan memberi contoh kepada para pengikutnya untuk melakukan hal yang sama.

Sebelum datangnya Islam, seseorang dapat menikahi sejumlah wanita, tetapi apa vang dilakukan Nabi Islam yang Suci, berbeda sama sekali. Sejarah membuktikan, pribadi Muhammad saw. tidak mempunyai cacat hingga berusia dua puluh lima tahun ketika beliau menikahi seorang janda, yaitu Khadijah tetap menjadi istrinya dan merupakan istri satu-satunya sampai dia wafat, sedang saat itu Muhammad saw. berusia lima puluh tahun. Di usia

p:22

lanjut, yaitu lima puluh tahun saat gairah sudah agak berkurang, untuk memecahkan masalah yang timbul akibat perang, yaitu adanya para janda dan anak-anak yatim, beliau mulai menikahi seorang istri setelah yang lainnya, secara berturut-turut, sekalipun beliau sudah lanjut usia dan dibebani dengan tanggung jawab

kenabian dan urusan-urusan negara. Syarat-syarat untuk menikahi seorang istri lebih dari satu begitu ketatnya sehingga hampir tidak ada orang yang dapat memenuhinya, dalam keadaan tidak terjadi pertempuran (damai). Allah berfirman:

“Maka kawinilah olehmu perempuan-perempuan yang baik bagimu, dua, tiga, atau empat orang. Tetapi jika kamu tidak dapat berlaku adil, maka kawinilah seorang saja...." (QS.4:3)

PEMIMPIN YANG AGUNG

Walaupun berstatus seorang Nabi dan pemimpin, Muhammad saw. adalah manusia sebagaimana manusia lainnya. Beliau duduk dan makan bersama orang banyak. Membagi kesenangan dan duka cita bersama mereka, menolong yang lemah, para janda dan anak yatim, dan ikut merasakan penderitaan orang lain. Beliau menemukan dunia ini tenggelam jauh dalam kebodohan yang menurunkan martabat, takhayul, perbuatan jahat dan kekejaman. Beliau mendapati masyarakat terpecah belah dan terus menerus saling berperang, melakukan kekejaman yang paling menjijikkan; anak-anak perempuan dikubur hidup-hidup dan para janda diwariskan atau dijual oleh anak yang tertua. Di tengah-tengah kekacuan seperti itulah, Muhammad saw. membentuk kelompok dan mengilhami mereka kepada keyakinan akan keesaan Allah; melarang menyembah berhala, membuat mereka berpikir tidak hanya tentang masalah dunia saja, tetapi juga tentang akhirat, yang jauh lebih tinggi,

p:23

lebih suci dan jauh lebih indah; menyuruh mereka supaya beramal, berbuat baik, berlaku adil dan layak serta saling mencintai. Seluruh misinya berhasil ditegakkan selama masa hidupnya.

LIMA ORANG YANG DISUCIKAN ALLAH

"Sesungguhnya Allah bermaksud hendak menghilangkan dosa dari kamu, hai Ahlul Bait, dan mensucikan kamu sesuci-sucinya.” (QS. 33:33).

Lima orang yang disucikan-Muhammad saw. Ali ra., Fathimah ra. dan dua putra mereka Hasan dan Husain ra.-menjadi teladan yang sempurna bagi tingkah-laku manusia. Mereka menjalani suatu kehidupan yang penuh ketaatan, kesetiaan, kegunaan, kebajikan, kepercayaan dan kemurahan hati; memberikan suatu standar nilai kepada manusia bagi setiap gerak kemanusiaan. Hidup mereka merupakan karya yang mulya dan tepat, mengajarkan keesaan Allah, persamaan manusia dan menghapuskan kezaliman, melepaskan belenggu pertikaian keyakinan, upacara ritual yang bersifat menindas, dogma-dogma yang meremukkan jiwa. Mereka

mematahkan ritangan-rintangan kekastaan, hak-hak istimewa kelompok tertentu dan kezaliman orang yang punya kepentingan tertentu. Mereka memproklamirkan pentingnya ilmu pengetahuan dan kerja keras.

Walaupun Nabi Suci sibuk mengurus urusan-urusan manusia, tetapi beliau juga selalu memberikan perhatian khusus bagi Ahlul Bait-nya. Beberapa orang yang beriman meminta izin beliau untuk membeli tanah dan membangun rumah untuk beliau. Jawabnya diwahyukan dari Allah:

“Katakanlah: Aku meminta upah kepadamu atas seruan ini kecuali kecintaan kepada keluargaku...., Sesungguhnya Allah Maha Pengampum lagi berterima kasih.” (QS. 42:23)

p:24

Oleh sebab itu kaum Muslimin bertanya kepada Nabi tentang siapa yang wajib dicintai oleh mereka? Nabi Muhammad saw. menjawab:"Cintailah Ali, Fathimah, Hasan dan Husain.”

HAJI WADA

Menjelang masa akhir hidup beliau, atas bimbingan wahyu dari Allah, Muhammad saw. bersiap-siap untuk melaksanakan ibadah haji perpisahan (haji wada’) di Makkah. Sebelum menyelesaikan seluruh upacara ibadah haji, beliau berbicara dari puncak gunung Arafah kepada orang yang jumlahnya sangat banyak, tepatnya pada tanggal delapan Dzul Hijjah, tahun ke 11 Hijriyah, dengan kata-kata yang akan selalu berdenging dan “hidup” di atmosfir:

“Wahai manusia! dengarkanlah kata-kataku, karena aku tidak tahu apakah di tahun yang lain aku diizinkan berada di antara kalian di tempat ini. Jiwa dan harta kalian suci dan tak dapat diganggu gugat satu sama lain sampai berkumpul di hadapan Allah sebagaimana hari dan bulan ini adalah suci bagi semua, dan ingatlah bahwa kalian harus menghadap Allah dimana Allah meminta tanggung-jawab semua perbuatan. Hai manusia! Kalian mempunyai hak atas istri dan istri mempunyai hak atas kalian.....perlakukanlah istri dengan baik dan kasih sayang. Sesungguhnya kalian telah mengambil mereka atas jaminan Allah dan menjadikan mereka sah bagi kalian dengan kata-kata Allah. Peliharalah kepercayaan yang diberikan kepada kalian dan hindari dosa. Kalian dilarang melakukan praktek riba.

Orang yang berhutang mengembalikan hutang hanya pokoknya saja, dan yang akan dijadikan awalnya adalah hutang pamanku, Abbas, putra Abdul Muthalib. Mulai sekarang, balas dendam dengan darah yang dipraktekkan pada jaman Jahiliyah, dilarang; dan semua dendam kesumat berdarah yang dihapuskan itu dimulai atas pembunuhan Ibnu Rabi'ah, putra al-Harits, putra Abdul Muthalib.

p:25

Dan budak-budak kalian! Perhatikanlah, bahwa kalian telah benar-benar memberi mereka makan dari apa yang kalian makan, dan berilah mereka pakaian seperti yang kalian pakai; dan jika mereka melakukan suatu kesalahan dan kalian cenderung tidak memaafkan, maka berpisahlah dari mereka, karena mereka adalah

hamba-hamba Allah dan tidak boleh diperlakukan dengan kasar. Hai manusia! Dengar dan camkan kata-kataku.. Ketahuilah bahwa semua Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lain. Kalian adalah satu persaudaraan, sesuatu yang menjadi milik seseorang tidak halal bagi saudaranya, kecuali kalau diberikan sebagai

suatu kebajikan. Jagalah dirimu dari berbuat tidak adil. Yang hadir hendaknya memberitahukan hal ini kepada yang tidak hadir. Beruntunglah mereka yang mengingatnya, dan itu lebih baik daripada dia yang telah mendengarkannya."

HADIS AL-GHADIR

(1)

Segera setelah melaksanakan ibadah haji. Nabi Suci pulang ke Madinah. Di tengah perjalanan, yaitu di Ghadir Khum, terdengar suara dari langit, yang berseru:

"Hai Rasul! Sampaikanlah apa yang telah diturunkan kepadamu dari Tuhanmu. Jika tiada engkau perbuat, niscaya belumlah engkau menyampaikan risalah-Nya. Allah akan memeliharamu daripada (kejahatan) manusia. Sesungguhnya Allah tiada menunjuki kaum yang kafir.” (QS. 5:67)

p:26


1- 1. Hadits al-Ghadir adalah mutawatir baik menurut Syi'ah maupun Sunni, karena telah diriwayatkan melalui banyak rangkaian perawi di kedua mazhab terse- but sehingga tidak diragukan lagi. Mengenai sanad hadis ini, dalam mazhab Syi'ah, lihat al-Bihah, hal. 108-253; dan mengenai yang lainnya, lihat buku Imamah, oleh S.S.A Rizvi, bab II, hal. 39-105, 1985.

Muhammad saw. segera memerintahkan Bilal untuk memanggil kembali kaum Muslimin yang berada dibarisan depan, di belakang dan yang sedang berjalan pulang ke rumah di persimpangan jalan, agar kembali berkumpul. Ahli ilmu kalam (mutakallimin) sunni yang terkenal dan juga seorang mufasir, Fakhrudin ar-Razi, dalam tafsirnya At-Tafsir al-Kabir, jilid XII, hal. 49-50, menulis bahwa Nabi memegang tangan Ali dan bersabda:

“Barangsiapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka Ali adalah pemimpinnya. Ya Allah! Cintailah orang yang mencintai Ali, dan musuhilah orang yang memusuhinya; tolonglah orang yang menolong Ali dan tinggalkanlah orang yang meninggalkannya."

Ar-Razi lebih lanjut menulis, bahwa Abu Bakar dan Umar mengucapkan selamat kepada Ali ra. dengan kata-kata sebagai berikut: "Selamat, wahai putra abu Thalib! Pagi ini engkau menjadi pemimpin (maula)ku dan pemimpin orang-orang yang beriman, laki-laki dan perempuan.".

Kemudian, sekali lagi suara dari langit mengumunkan: “Pada hari ini Aku sempurnakan bagimu agamamu dan Aku cukupkan nikmat-Ku untukmu, dan Aku ridha Islam menjadi agamamu.” (QS. 5:3)

WAFAT

Sejak Muhammad saw. kembali ke Madinah, beliau sibuk membereskan organisasi daerah-daerah dan suku-suku yang telah masuk Islam. Kekuatan fisik beliau dengan cepat menurun. Tak lama kemudian, berakhirlah hidup sejak awal hingga akhir senantiasa abadikan hanya untuk Allah dan kemanusiaan; Nabi Suci wafat

pada tanggal 28 Shafar, tahun 11 Hijriah. Pendakwah sederhana yang bangkit menjadi penguasa Arab, Nabi Muhammad saw., tidak hanya membangkitkan rasa takzim,

p:27

tetapi mencintai kerendahan hatinya, kemuliaan, kesucian, kecermatan, kehalusan budi bahasa dan kesetiaannya, menjadi kewajiban bagi manusia. Allah mengilhami manusia yang datang untuk berhubungan dengannya. Beliau membagikan makanannya yang hanya sedikit; memulai makannya dengan nama Allah dan menyudahinya dengan mengucapkan rasa syukur; mencintai dan menghormati orang miskin, mengunjungi orang yang sakit dan menghibur orang yang bersedih; memperlakukan musuh-musuhnya yang sengit dengan pengampunan dan kesabaran, mengadili orang-orang yang bersalah terhadap masyarakat; kemampuan intelektualnya sangat luar biasa dan beliau mengatakan bahwa manusia tidak dapat hidup tanpa usaha yang terus menerus.

Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah Rasul Allah: kedamaian dan rahmat Allah baginya dan keturunannya. Kehidupan Muhammad saw. dan Ali ra. begitu eratnya sehingga seseorang tidak dapat menulis tanpa menyebutkan keduanya.

Imam Ali ra. berkata:

"Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan kecuali Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan dan Nabi Allah yang diutus bersama keimanan yang masyhur dan Kitab tertulis dengan perintah-perintah dan larangan-larangan yang keras untuk menghilangkan keraguan-keraguan takhayul, dan memberikan alasan-alasan serta bukti-bukti.

"Dia diutus agar manusia takut akan isyarat-isyarat Allah dan hukuman-Nya. Allah telah memberikan anugerah yang sangat besar kepada kita dengan mengutus Nabi semacam beliau sehingga kita bisa mengikutinya.

"Allah menugaskan Muammad saw. sebagai seorang saksi, pemberi kabar gembira dan peringatan, sebagai anak yang paling baik di alam semesta dan yang paling suci ketika beranjak dewasa; yang paling suci dari yang disucikan dalam tingkah laku, paling dermawan di antara mereka yang dermawan.

"Hati orang-orang yang saleh dan orang yang baik tertuju

p:28

kepadanya. Dialah yang menegakkan persaudaraan. Kata-katanya adalah kata-kata Allah. Beliau menyampaikan wahyu dari Allah kepada mereka tanpa mengurangi atau menambahnya.” Beliau memberikan perhatian kepada mereka yang bersungguh-sungguh memerlukan bimbingan dan beliau mengajarkan Quran Suci. Beliau adalah sumber ilmu dan cahaya dunia. "Beliau adalah seorang 'tabib'besar. Pengetahuannya akan cara-cara penyembuhan(1) sangat efektif dan tak habis-habisnya.

Beliau menyelidiki rumah-rumah di tengah tidak adanya kedamaian dan merajalelanya kekacauan.

"Semoga Allah meninggikan tempat beliau dari lain lain, meninggikan kedudukannya, memberikan kesempurnaan cahayanya. Dalam memberikan penghargaan atas kenabian, terimalah Ya Allah tugas-tugas, kesaksiannya, dan jadikanlah ucapannya dicintai karena ucapannya adalah adil dan keputusan-keputusannya tegas.

Semoga Allah menempatkan kami dan beliau dalam kesenangan hidup, karunia yang tak putus, kepuasan hasrat, kenikmatan, ketentraman hidup, kedamaian pikiran dan kehormatan. "Dia adalah wakil-Mu dan mengetahui rahasia-rahasia-Mu.

Dia akan menyaksikan Hari Kiamat. Rahmatilah dia dengan rahmat yang banyak. Jadikanlah dia sebagai wasilah bagi pengikut-pengikutnya, karena dia adalah adil dan dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk. "Segala puji bagi Allah, yang tak dapat dikhayalkan tak se- orang pun dapat mengetahui-Nya.”

Muhammad adalah yang terakhir dari seluruh Nabi setelah beliau. Wahyu berakhir dengan kewafatannya. Putra-putra Nabi Suci adalah putra-putra yang terbaik, dan Ahlul Baitnya adalah Ahlul Bait yang terbaik. Ikutilah Imam-imam keturunan Rasulullah."

p:29


1- 2. Yang dimaksud adalah ahli dalam mengobati penyakit-penyakit ruhani.

BEBERAPA HADIS RASULULLAH S.A.W.

Rasul adalah manusia yang paling rupawan, paling dermawan dan paling dicintai. Beliau bersabda:

1. Tiada menyampaikan kepada yang lain kata-kata melainkan dariku, maka ketahuilah bahwa itu benar.

2. Barangsiapa menganggap suatu ajaran atau perintah berasal dariku, padahal bukan dariku, orang tersebut akan masuk neraka.

PEMFITNAH

3. Pengumpat dan pemfitnah akan dicegah masuk ke surga

AMAL

4. Amal kebajikan mencegah bencana yang akan datang.

5. Zakat harus dikumpulkan dari orang-orang kaya dan diberikan kepada orang miskin.

6. Orang yang memberikan satu lempengan perak dalam hidupnya, adalah lebih baik baginya daripada memberi seratus lempengan ketika hampir mati.

7. Menemui kawan-kawan dengan perasaan gembira dan mengundang mereka untuk makan, adalah perbuatan-perbuatan orang yang suka beramal.

8. Memberikan perhatian terhadap tetangga dan pengirim hadiah kepada mereka adalah perbuatan-perbuatan orang yang suka beramal.

KEMATIAN

9. Jangan mengharapkan kematian sebelum waktunya tiba.

10. Berbicaralah tentang kebaikan orang yang meninggal, tahanlah diri dari berbicara tentang keburukannya.

p:30

11. Bunuh diri adalah salah satu dari dosa-dosa besar.

MARTABAT KERJA.

12. Barangsiapa mampu dan sehat tetapi tidak bekerja untuk dirinya atau untuk orang lain, Allah benci padanya.

13. Mereka yang mencapai suatu kehidupan yang jujur adalah kekasih Allah.

14. Allah mengasihi orang yang memperoleh penghidupan dengan usahanya sendiri, dan bukan dengan mengemis.

15. Barangsiapa keluar rumah untuk mengemis, Allah akan membukakan baginya kemiskinan.

16. Ya Allah, jagalah aku dari ketidakmampuan dan kemalasan.

17. Orang yang memonopoli perdagangan adalah orang yang berdosa.

PENDIDIKAN

18. Mencari ilmu adalah wajb bagi semua kaum Muslimin, laki-laki ataupun perempuan.

19. Manusia mempunyai kebebasan berbuat, dan bertanggung jawab atas perbuatannya.

20. Tinta ulama itu lebih suci daripada syuhada.

21. Barangsiapa melakukan perjalanan mencari ilmu, baginya Allah menunjukkan jalan ke surga.

22. Carilah ilmu walaupun ke negeri cina.

23. Raihlah ilmu, karena yang meraihnya berarti berada di jalan Allah dan melaksanakan suatu amal yang saleh; yang membicarakannya berarti memuji Allah; yang mencarinya berarti mencintai Allah; yang mengajarkannya berarti memberikan sedekah; yang menanamkannya kepada sasaran-sasaran yang tepat berarti berlaku setia kepada Allah. Ilmu memungkinkan pemiliknya untuk dapat membedakan apa yang dilarang dan yang tidak; ilmu adalah sinar ke surga; teman di padang pasir,

p:31

sahabat di kesunyian, sahabat ketika kehilangan teman. Ilmu membimbing kita menuju kebahagian, menahan kita dari kesengsaraan. Ilmu adalah perhiasan kita bersama teman-teman; ilmu berguna sebagai baju baja terhadap musuh-musuh kita. Dengan ilmu, mahluk Allah muncul kepuncak kebajikan dan kepada kedudukan yang mulia, menghubungkan kita dengan yang paling berkuasa di dunia ini, dan membantu kita mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan berikutnya.

24. Orang yang paling buruk adalah orang yang tidak terpelajar dan orang yang terpelajar adalah orang-orang yang terbaik.

25. Dia yang tidak mati, adalah orang yang mengambil pelajaran.

MUSUH-MUSUH ALLAH

26. Musuh Allah yang terbesar adalah mereka yang mengaku Islam dan melakukan tindakan-tindakan yang tidak Islami, dan mereka yang menumpahkan darah manusia tanpa sebab.

27. Yang termasuk dosa-dosa besar adalah menyekutukan Allah, menyakiti orangtua, membunuh sesama manusia, bunuh diri dan bersumpah untuk berdusta.

IRI HATI

28. Jangan mencari-cari kesalahan orang lain, dan jangan iri hati.

29. Jauhkanlah dirimu dari iri hati, karena iri hati mnenelan dan menghapuskan perbuatan-perbuatan baik, seperti api memakan dan membakar kayu.

30. Orang yang berpuasa, bila tidak meninggalkan dusta dan fitnah, Allah tak akan memperdulikan puasanya.

KEKASIH ALLAH

31. Siapakah yang paling dicintai Allah? Dialah yang paling banyak berbuat kebajikan terhadap mahluk-Nya.

p:32

32. Sesungguhnya Allah mencintai seorang Muslim yang sedikit keluarganya, dan menahan diri dari yang haram dan mengemis.

PENGAMPUNAN

33. Barangsiapa menahan amarahnya ketika dia kuasa untuk menunjukkan amarah tersebut, Allah akan memberikan padanya pahala yang besar.

34. Orang yang paling mulia dalam pandangan Allah ialah orang yang suka memaafkan orang lain yang telah menyakitinya disaat dia mempunyai kekuatan untuk membalas.

35. Tidaklah kuat dan berkuasa, seseorang yang menjatuhkan orang lain, tetapi orang yang kuat itu ialah orang yang dapat menahan diri dari amarah.

36. Demikian kata Allah: 'Sungguh mereka yang sabar menghadapi cobaan-cobaan dan suka memaafkan, merekalah orang yang berbudi.'

ORANG-ORANG MUNAFIK

37. Orang munafik adalah dia yang bicaranya dusta, membuat janji dan mengingkarinya, dan dia yang diberi kepercayaan tetapi berkhianat.

38. Yang disebut Muslim ialah mereka yang melaksanakan kepercayaan, kata-katanya tidak mengecewakan dan memelihara janjinya.

ISLAM DAN LAIN-LAIN

39. Salah seorang pengikut Nabi meminta kepada beliau untuk mengutuk orang-orang kafir. Kata Nabi: "Aku diutus bukan untuk itu, tetapi aku diutus sebagai rahmat bagi manusia.”

40. Setiap anak yang dilahirkan condong kepada agama fitrahnya (Islam). Orang tuanyalah yang menjadikan dia seorang Yahudi, Nasrani atau Majusi.

p:33

41. Hadapilah orang dengan ramah-ramah, dan jangan kasar, hiburlah mereka dan jangan mengutuk.

TATA KRAMA

42. Dan banyak diam dan mempunyai watak yang baik; tidak ada dua pekerjaan yang lebih baik daripada dua hal ini.

43. Teman yang paling baik adalah dia yang baik dalam tingkah laku dan karakter.

44. Pelaksanaan kewajiban-kewajiban agama tidak akan menebus kesalahan dari lidah yang kejam.

PERNIKAHAN

45. Nikah adalah wajib bagi semua yang mampu atau yang memiliki kesanggupan.

KESOPANAN

46. Bukanlah seorang Muslim, dia yang tidak mempraktekkan kesopanan, dan tidak menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang memalukan.

47. Perzinaan mata ialah memandang istri orang lain dengan syahwat; dan zina lidah ialah mengucapkan apa-apa yang terlarang.

48. Demi Allah, tidak sesuatu yang Allah begitu mengutuknya, seperti hamba sahaya laki-laki dan perempuan yang melakukan perzinaan.

49. Orang yang minum-minuman keras, melakukan perzinaan dan mencuri, wajib baginya hukuman berat.

KAUM MUSLIMIN DAN PERSAUDARAAN MUSLIM

50. Seorang Muslim adalah yang tangan dan lidahnya aman bagi Muslim yang lain.

p:34

51. Seorang Muslim yang sebenarnya adalah yang bersyukur kepada Allah ketika dalam keadaan makmur, dan bertawakal atas kehendak-Nya dalam kesengsaraan.

52. Adalah tidak pantas seorang yang suka berbicara tentang kebenaran, mencela orang lain.

53. Bukanlah seorang Muslim yang sempurna, yang perutnya kenyang dan membiarkan tetangganya dalam keadaan lapar.

54. Tidak ada yang beriman sempurna, sampai dia menginginkan (mengharapkan) bagi saudaranya seperti dia mengharapkan bagi dirinya sendiri.

55. Kaum Muslimin ibarat sebuah dinding, bagian-bagiannya saling memperkuat yang lain; dalam keadaan demikian mereka harus saling mendukung.

56. Kaum Muslimin itu bersaudara dalam beragama, mereka tidak boleh saling menindas dan tidak saling tolong menolong, tidak boleh saling mencela; dan milik seorang Muslim tidak halal bagi yang lain, darahnya, tanah dan nama baiknya.

57. Mencaci-maki seorang Muslim adalah suatu ketidaktaatan kepada Allah, dan memeranginya adalah suatu kekafiran.

58. Kewajiban seorang Muslim terhadap Muslim lainnya ada 6

(enam) yaitu:

1. Mengucapkan salam ketika bertemu,

2. Memenuhi undangannya.

3. Memberikan nasehat ketika diminta.

4. Mengucapkan ‘rahimakallah' ketika saudaranya bersin.

5. Mengunjungi ketika sakit.

6. Mengikuti usungan jenazahnya ketika dia meninggal.

PENINDASAN

59. Allah tidak menyukai orang-orang zalim, dan Dia tidak menginginkan kezaliman di dunia ini.

p:35

ANAK-ANAK YATIM

60. Rumah tangga Muslim yang paling baik ialah yang di dalamnva ada seorang anak yatim yang terurus dengan baik.

61. Aku dan wali-wali anak yatim akan berada dalam satu tempat di akhirat seperti dua jari tanganku, saling bersentuhan satu sama lain.

QURAN, NABI DAN KERABAT-KERABAT DEKATNYA

62. Ya Tuhan! Anugerahilah aku dengan kecintaan kepada-Mu; rahmatilah aku dengan kecintaan kepada mereka yang mencintai-Mu. Anugerahilah sehingga aku dapat melakukan tindakan-tindakan yang memperoleh kecintaan-Mu; jadikanlah kecintaan-Mu itu lebih berharga dari cinta kepada diri, keluarga dan kekayaan.

63. Sungguh, Allah memerintahkan aku supaya hidup sederhana, rendah hati, tidak angkuh, dan tidak boleh seorang menindas yang lainnya.

64. Nabi akan keluar lebih dahulu untuk menyambut putrinya Fathimah ketika dia datang dari rumah suaminya.

65. Aku telah tinggalkan dua pusaka yang berharga di antara kalian dan kalian tidak akan tersesat selama kalian berpegang teguh kepada keduanya-yang satu adalah Kitab Allah (Quran) dan yang lainnya adalah kerabat dekatku (Ahlul Bait-ku).

66. Aku dan Ali diciptakan dari satu cahaya (nur). 67. Aku adalah kotanya ilmu dan Ali adalah pintu gerbangnya

68. Hai Ali; kedudukanmu terhadapku adalah sama seperti kedudukan Harun terhadap Musa, hanya perbedaannya ialah bahwa tidak ada lagi Nabi setelah aku.

69. Barangsiapa percaya aku ini sebagai pemimpinnya (maula), maka Ali adalah pemimpinnya juga. Ya Tuhan! tolonglah orang yang menolong Ali dan dan musuhilah orang yang memusuhi Ali.

p:36

70. Fathimah adalah bagian dari jantung-hatiku.

71. Husain adalah dari aku dan aku dari Husain

72. Hasan dan Husain adalah pemimpin kaum muda di surga.

SURGA

73. Seseorang tidak akan masuk surga bila dalam hatinya ada keangkuhan walaupun sebesar atom.

74. Neraka itu terselubung dalam kesenangan-kesenangan, dan surga terselubung dalam kesukaran-kesukaran dan penderitaan.

75. Mereka yang akan memasuki kebun kebahagiaan adalah yang berada dalam kebenaran, kesucian, dan hati yang penyayang.

76. Jagalah dirimu dari lima hal dan aku jadi jaminanmu ke surga:

1. Kalau kamu berbicara, berbicaralah yang benar;

2. Laksanakan janjimu;

3. Tunaikan amanat yang diberikan kepadamu;

4. Tahan tanganmu dari menyerang; dan

5. Dari mengambil yang tidak halal dan buruk.

ORANG TUA DAN KELUARGA

77. Surga itu terletak di telapak kaki ibu.

78. Keridhaan Allah berada dalam keridhaan orangtua, dan kemurkaan Allah berada dalam kemurkaan kedua orang-tua.

79. Barangsiapa ingin masuk surga, ia harus menyenangkan ayah-bundanya.

80. Adalah sayang, orang muda tidak dapat mencapai surga karena tidak melayani orangtuanya yang sudah lanjut.

81. Seorang manusia harus berbuat baik kepada orang tuanya, walaupun mereka pernah menyakitinya.

82. Kebajikan adalah tanda iman, dan barangsiapa tidak mempunyai kebajikan berarti tidak mempunyai iman.

p:37

83. Tidak ada seorang ayah yang memberikan sesuatu kepada anaknya yang lebih baik daripada tingkah laku yang baik.

84. Rawatlah anak-anak dengan maksud untuk menanamkan rasa hormat dalam diri mereka.

85. Barangsiapa berbuat baik terhadap anak-anak perempuannya, dia akan selamat dari neraka.

86. Seorang Muslim yang paling sempurna ialah dia yang watak-nya paling disukai oleh orang lain.

KEBANGGAAN AKAN KETURUNAN

87. Tak ada seorangpun yang pikirannya terpusatkan seluruhnya pada dirinya, yang dapat tumbuh menjadi besar, kuat dan bagus wataknya.

88. Suatu masyarakat harus berhenti dari membanggakan nenek moyang mereka. Semua manusia adalah anak Adam dan berasal dari tanah.

BUAH DARI USAHA

89. Benda pertama yang diciptakan Allah adalah nurku.

90. Pikiran-pikiran yang mulia menciptakan hasil-hasil yang mulia pula.

AMAL BAIK

91. Jihad yang paling besar adalah menaklukkan diri sendiri.

92. Perbuatan yang paling baik dalam pandangan Allah ialah yang terus menerus dilakukan, walaupun dalam kadar yang kecil.

93. Ikatlah untamu, baru kamu bertawakal kepada Allah.

94. Perbuatan yang paling baik adalah mengambil jalan tengah.

MENGINGAT ALLAH

95. Watak yang baik, pertimbangan yang masuk dalam bekerja

p:38

dan menggunakan jalan tengah dalam segala urusan, adalah sifat para Nabi.

96. Ada cara untuk menjadikan segala sesuatu berkilauan, jalan untuk membuat hati berkilauan adalah dengan mengingat Allah.

97. Barangsiapa suka menemui Allah, maka Allah pun suka menemuinya.

98. Shalat lima waktu yang ditetapkan, menghapus dosa-dosa yang telah dilakukan selama jarak waktu di antaranya, jika mereka tidak melakukan dosa-dosa besar.

99. Shalatlah sambil berdiri, jika tidak sanggup, lakukanlah sambil duduk, dan jika tidak sanggup juga, lakukanlah di atas tempat tidur.

100. Perintahkanlah anak-anakmu untuk melaksanakan shalat yang telah ditetapkan ketika mereka berusia tujuh tahun, dan hukumlah mereka jika tidak melakukan ketika berumur sepuluh tahun, dan saat menyampai usia sepuluh tahun tersebut, pisahkanlah kamar mereka.

KECURIGAAN

101. Prasangka adalah kebohongan yang paling hitam (membahayakan).

SIMPATI

102. Allah tidak menyayangi orang yang tidak menyayangi orang lain. Orang yang tidak menyayangi ciptaan Allah dan anak-anaknya sendiri, Allah tidak akan menyayanginya.

103. Orang yang mau berbuat baik terhadap fakir miskin, maka Allah akan berbuat baik juga kepadanya, di dunia maupun di akhirat.

104. Barangsiapa mengunjungi orang yang sakit, seorang malaikat menyeru dari langit: “Bahagialah di dunia ini dan baha-

p:39

gialah dalam perjalananmu, dan ambillah tempat tinggalmu di surga."

WANITA

105. Istri yang saleh adalah perhiasan yang paling baik bagi laki-laki.

106. Janganlah kamu memukul istrimu, karena hal itu berarti kamu memperlakukannya bagaikan seorang budak.

107. Seorang Muslim jangan menyakiti istrinya. Bila dia tidak senang terhadap salah satu sifatnya, biarlah dia disenangkan oleh sifat yang baik.

108. Barang yang halal tetapi tidak disukai oleh Allah adalah perceraian.

109. Jangan cegah istrimu untuk datang ke masjid; tetapi rumah-rumah mereka adalah lebih baik bagi mereka.

110. Apabila seorang wanita melaksanakan shalat lima waktu, puasa di bulan Ramadhan, suci serta taat pada suaminya, maka dikatakan kepadanya untuk memasuki surga dari pintu mana yang dia sukai.

DUNIA

111. Cinta kepada dunia adalah sumber dari segala kejahatan

112. Kekayaan yang digunakan sebagaimana mestinya, merupakan rahmat; dan seseorang secara hukum boleh berupaya untuk meningkatkannya dengan cara yang jujur.

p:40

14 MANUSIA SUCI

p:41

p:42

MANUSIA SUCI 2 FATHIMAH AZ-ZAHRA sa

Point

Nama : Fathimah

Gelar : az-Zahra.

Nama julukan : Ummul-A'immah

Nama Ayah : Muhammad bin Abdullah.

Nama Ibu : Khadijah binti Khuwailid.

Kelahiran : Makkah, Jum'at, 20 Jumadits-Tsaniyah, tahun ke 5 setelah deklarasi Kenabian (615M.).

Wafat : Pada usia 18 tahun di Madinah, 14 Jumadil-Ula, 11 H. (632 M); dimakamkan di pemakaman yang disebut Jannatul-Baqi', di Madinah.

Fathimah adalah putri bungsu Nabi Suci (Rasulullah saw.) dari Khadijah. Saat kelahirannya digambarkan oleh Khadijah sebagai berikut: Pada waktu kelahiran Fathimah, aku meminta bantuan wanita-wanita Quraisy tetanggaku, untuk menolong. Mereka menolak mentah-mentah sambil mengatakan bahwa aku telah menghianati mereka dengan mendukung Muhammad. Sejenak aku bingung

p:43

dan aku terkejut luar biasa ketika aku melihat empat orang tinggi besar yang tak kukenal, dengan lingkaran cahaya di sekitar mereka mendekati aku. Mendapati aku dalam kecemasan, salah seorang dari mereka menyapaku,"Wahai Khadijah! Aku adalah sarah, ibunda Ishaq, dan tiga orang yang bersamaku adalah Maryam,

ibunda Isa; Asiyah, putri Muzahim; dan Ummu Kutsum, saudara perempuan Musa. Kami semua diperintahkan oleh Allah untuk menguraikan ilmu keperawatan kami jika anda bersedia."Sambil mengatakan hal tersebut, mereka semua duduk di sekelilingku dan memberikan pelayanan kebidanan sampai putriku Fathimah lahir.

PERNIKAHAN

Ketika Fathimah sudah dewasa, sejumlah calon tampil untuk melamar. Nabi suci sedang menantikan perintah Allah mengenai hal ini, sampai Imam Ali ra. menemui beliau dan meminang putri beliau. Rasulullah saw. mendatangi Fathimah dan bertanya, "Anakku! apakah engkau setuju untuk dinikahkan dengan Ali, sebagaimana diperintahkan oleh Allah?”.

Fathimah menundukkan kepalanya dengan sopan. Ummu Salamah menceritakan; Wajah Fathimah berkembang riang, dan diamnya begitu mendalam sehingga menarik perhatian. Nabi Suci kemudian berdiri, dengan mengucapkan: “Allahu Akbar. Diamnya adalah tanda bahwa dia setuju."

Pada hari Jum'at, 1 Dzul-Hijjah, tahun kedua Hijriah dilangsungkanlah upacara pernikahan. Semua kaum Muhajirin dan Anshar berkumpul di masjid, sementara Imam Ali ra. duduk dihadapan Rasulullah saw. sebagai pengantin laki-laki yang penuh dengan kesederhanaan. Nabi saw. pertama-pertama membaca khutbah yang mengesankan, kemudian mengumunkan: “Aku telah

p:44

diperintahkan oleh Allah untuk menikahkan Fathimah dengan Ali, dan dengan ini saksikanlah bahwa aku melangsungkan upacara ikatan perkawinan antara Ali ra, dengan Fathimah, dengan mahar 400 mitsqal perak.”

Kemudian menanyai Imam Ali ra."Apakah engkau setuju, hai Ali? “Ya”, aku setuju wahai Nabi Allah!" Jawab Imam Ali. Kemudian Nabi Suci saw. mengangkat tangannya berdoa:

“Wahai Tuhanku! Rahmatilah mereka berdua, sucikanlah keturunannya, dan berilah mereka kunci-kunci kemurahan-Mu, kebijaksanaan-Mu yang amat berharga, dan kesanggupan-Mu; jadikanlah mereka sebagai sumber rahmat dan perdamaian bagi umat-ku.

Putra-putri beliau; Imam Hasan, Imam Husain, Zainab dan Ummu Kultsum, terkenal akan kesalehan, kebajikan dan kemurahan hatinya. Kekuatan watak dan tindakan mereka mengubah jalan sejarah, dan memperkuat Islam, yang jika tidak, maka umat manusia akan tersesat.

SIFAT-SIFAT FATHIMAH

Fathimah diwarisi kejeniusan dan kearifan, keteguhan hati dan ketekunan, kesalehan, kesucian, kedermawanan, kebajikan, kesetiaan dan kekuatan beribadah kepada Allah, pengorbanan diri, keramah-tamahan, ketabahan dan kesabaran, pengetahuan serta kemuliaan watak ayahandanya yang termasyur, sekaligus menyatu dalam kata dan perbuatan. "Aku sering menyaksikan ibu,” Kata Imam Husain, “Asyik beribadah (shalat) dari petang hingga subuh.”

Kedermawanan dan perasaan ibanya terhadap orang-orang miskin sedemikian rupa sehingga tidak pernah ada orang papa atau pengemis, yang pulang dari rumahnya tanpa suatu kepuasan.

p:45

TANAH FADAK

Rasulullah saw. semasa hidupnya telah memberi Fathimah sebuah hadiah berupa tanah pertanian yang luas yang dikenal sebagai Fadak, yang telah didokumentasikan atas namanya (Fathimah) sebagai tanah milik sepenuhnya. Wafat Nabi saw. sangat mempengaruhinya, ia sangat sedih, berduka, dan hatinya menangis, menjerit sepanjang waktu. Setelah wafat ayahandanya, ia dihadapkan pada masalah pencabutan hak kepemimpinan yang sah atas Imam Ali ra. dan perampasan hak warisnya, yaitu Fadak. Sepanjang sisa hidupnya, ia tidak pernah berbicara kepada mereka yang telah menindas dan mencabut haknya yang sah. Ia meminta agar mereka tidak diizinkan menghadiri pemakamannya.

Orang-orang yang ingin menyakitinya mengambil jalan kekerasan fisik, pernah pintu rumahnya dikepung. Mendapat penganiayaan dan dilanda kesedihan yang melampaui batas kesabaran dan ketabahan, ia menuliskan penderitaan-penderitaan dalam sebuah syair ratapan yang dibuatnya sendiri, sebuah ratapan kepada ayahandanya, Nabi Suci saw. sebuah bait syair ratapannya, berkenaan dengan keadaannya yang menyedihkan, adalah:

“Wahai ayahku! setelah engkau wafat, aku banyak menderita penganiayaan dan kezaliman sehingga hal itu ditimpakan kepada cahaya siang, niscaya akan berubah menjadi malam.

WAFAT

Fathimah hidup tidak lebih dari tujuh puluh lima hari setelah wafat ayahandanya. Ia menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 14 Jumadil-Ula, tahun 11 Hijriah. Sebelum wafatnya, beliau mewasiatkan keinginannya kepada Imam Ali ra. sebagai berikut:

p:46

1. "Wahai Ali! Engkau sendirilah yang harus melaksanakan upacara pemakamanku”.

2. "Mereka yang tidak menyenangkanku, tidak boleh menghadiri pemakamanku.”

3. "Jenazahku harus dibawa ke tempat pemakaman pada malam hari.”

Imam Ali memenuhi keinginannya, melaksanakan semua upacara pemakaman disertai kerabat tertentu alamarhumah serta putra-putri beliau yang membawa jenazahnya pada malam hari menuju Jinnatul-Baqi', tempat jenazah kemudian dikuburkan. Keinginannya pun terpenuhi.

Rasulullah saw. bersabda:

“Barangsiapa menyakiti Fathimah, berarti menyakiti aku; dan barangsiapa menyakiti aku berarti menyakiti Allah; Barangsiapa menyakiti Allah berarti mempraktekkan kekafiran. Wahai Fathimah! jika timbul kemarahanmu, berarti itu kemarahan Allah; dan jika engkau bahagia, hal itu membuat Allah rela”

Pendapat M.H. Shakir:

Fathimah, putri bungsu Rasulullah saw., lahir di Makkah pada tanggal 20 Jumadts-Tsani, 18 tahun sebelum Hijrah, Wanita yang setia dan mulia Khadijah, dan Rasul Allah melimpah seluruh kecintaan alami mereka, perhatian dan kesayangan kepada putri yang memikat hati. Sebaliknya, dia juga sangat mencintai orang tuanya.

“Putri di Rumah-tangga Nabi ini sangat cerdas, berbakat dan periang. Wejangan-wejangan, syair-syair dan ungkapan-ungkapannya menunjukkan kekuatan karakter dan kemuliaan pikirannya. Karena sifat-sifatnya, ia mendapat gelar “Wanita yang bercahaya” (Az-Zahra).

"Tubuhnya tinggi, ramping dan dikaruniai kecantikan yang luar biasa yang menyebabkan beliau dipanggil 'az-Zahra'. Ia dise-

p:47

but az-Zahra karena cahayanya bisa bersinar di antara ahli surga. "Setelah tinggal di Madinah, ia menikah dengan Ali ra. pada tahun pertama Hijriah, dan melahirkan tiga putra dan dua putri. Putra-putrinya, Hasan, Husain, Zainab dan Ummu Kultsum terkenal akan kesalehan, kebaikan dan kemurahan hatinya. Kekuatan

karakter dan semangat mereka merubah jalannya sejarah.

Nabi Suci saw. bersabda:

'Fathimah adalah bagian dari jantung-hatiku.' Nabi senantiasa keluar untuk menerima putrinya, kapan saja dia datang dari rumah suaminya. Setiap pagi dalam perjalanannya menuju masjid, beliau akan melewati rumah Fathimah dan berkata, 'as-Salamu 'alaikum ya ahl baiti-nubuwwah wa ma'danir-risalah' (keda-

maian untuk kalian, hai keluarga Rumah Tangga Kenabian, dan sumber risalah).

"Fathimah terkenal dan diakui sebagai 'Sayyidatun nisa-il ‘ala-min' (penghulu wanita semesta alam) karena kenabian Muhammad saw. tidak akan kekal tanpa dia. Nabi Muhammad saw. adalah contoh yang sempurna bagi kaum laki-laki, tetapi tidak dapat demikian bagi kaum wanita. Seluruh ayat yang diwahyukan dalam

Alquran yang ditujukan bagi kaum wanita, adalah Fathimah yang tampil sebagai contoh yang sempurna, yang menerjemahkan setiap ayat ke dalam perbuatan. Dalam masa hidupnya, ia adalah seorang wanita yang sempurna, menjadi putri, istri dan ibu pada waktu yang bersamaan."

“Semasa hidupnya, Muhammad saw. memberikan suatu hadiah kepada Fathimah berupa tanah pertanian yang sangat luas, dikenal sebagai Fadak, yang didokumentasikan atas namanya sebagai milik pribadi.”

“Fathimah tidak menempuh kehidupan yang mewah, sekalipun beliau adalah seorang ahli waris atas sisa kekayaan ibundanya, putri dari seorang Nabi yang sekaligus seorang pemimpin, seorang istri yang suaminya adalah penakluk suku-suku Arab, dan orang

p:48

kedua terhadap ayahandanya dalam pangkat dan kedudukan. Walaupun demikian besar kekayaan dan miliknya, tetapi ia tetap bekerja, berpakaian, makan dan hidup dan sederhana. Ia sangat murah hati; dan tidak ada seorang pun yang datang ke rumahnya, pulang dengan tangan hampa. Sering ia memberikan semua

yang ada padanya, sedang ia sendiri pergi tanpa makanan.

“Sebagai seorang putri, ia sangat mencintai kedua orang tuanya sehingga ia memperoleh cinta dan perhatian mereka sampai sedemikan besar, di mana Nabi Suci akan berdiri menyambutnya, kapan saja ia mengunjungi beliau. Sebagai seorang putri, Fathimah sangat setia. Sepanjang hidupnya ia tidak pernah meminta apapun

kepada Ali ra."

Sebagai seorang ibu, ia mengasuh dan membesarkan putra-putrinya yang memikat hati, mereka telah meninggalkan bekas-bekasnya di muka bumi yang tak mungkin dilupakan sepanjang masa. Wafat Rasululah saw. sangat mempengaruhi, ia sangat bersedih, berduka, dan tangis hatinya memekik sepanjang waktu.

Sayang sekali, setelah Wafat Nabi, pemerintah mengambil alih tanah Fadak dan menyerahkannya sebagai milik negara.

Wafat ayahandanya dan peristiwa-peristiwa keras yang terjadi setelah itu, sungguh tidak sepadan dengan kelemah-lembutan, kesensitifan wanita. Beliau menghembuskan nafas yang terakhir

pada tanggal 14 Jumadial-Ula, tahun ke 11 H., tepat 75 hari setelah wafat ayahnya, Nabi Islam yang Suci. Fathimah wafat pada usia yang “relatif masih muda”, yaitu 18 tahun dan dimakamkan di Jannatul-Baqi', di Madinah. Fathimah ra. berkata: "Allah telah menjadikan Imam (sebagai alat) untuk mensucikan

seorang dari syirik; dan (menjadikan) shalat untuk menjaga seseorang dari keangkuhan; dan (menetapkan) zakat untuk mensuci-

p:49

kan diri dan menambah makanan bagi orang lain; dan (menetapkan) shaum untuk memperkuat ketaatan yang tulus (kepada Allah); dan (menetapkan) ibadah haji untuk meninggikan agama; dan (memerintahkan) keadilan untuk merukunkan hati-hati; dan (memerintahkan) ketaatan kepada kami (Ahlul Bait) untuk mengatur

komunitas Islam; dan kepemimpinan kami (imamah) sebagai suatu akidah untuk menghindari perpecahan; dan (menetapkan) perang suci (jihad) untuk mempertahankan Islam dan menghukum orang-orang kafir dan munafik; dan memerintahkan berbuat baik (amr bil ma'ruf), melarang berbuat jahat (nahi-munkar) untuk kepentingan masyarakat secara umum; dan kebajikan kepada orang-tua sebagai sebuah perisai terhadap kemurkaan dari (Allah); dan penguatan ikatan seseorang dengan keluarga dekat untuk memanjangkan hidup; larangan terhadap minuman keras untuk menjaga seseorang dari kekejian; dan Allah telah melarang syirik untuk ketaatan yang tulus kepada Keesaan-Nya. Maka dari itu (orang-orang yang beriman!) bertaqwalah kepada Allah sebenar-benar taqwa kepada-Nya dan janganlah engkau mati melainkan dalam keadaan Muslim(1) (Q.S. 3:102)."

DUA BELAS IMAM KETURUNAN RASULULLAH SAWW

Rasulullah saw. bersabda:

"Setelah aku akan ada dua belas Imam atau Khalifah. Yang pertama dari kami adalah Muhammad. Yang terakhir dari kami adalah Muhammad. Di antara kami adalah Muhammad. dan kami semua adalah Muhammad. Karena kami semua adalah dari satu nur,"

p:50


1- 3. Sebuah kutipan dari suatu pidato panjang yang diucapkan di Masjid Nabi (di Madinah) dalam mempertahankan haknya mengenai warisan,

IMAM

Nabi Suci, Muhammad saw. bersabda: "Aku akan digantikan oleh dua belas pemimpin agama, semuanya berasal dari Quraisy." (Shahih Bukhari).

p:51

Gambar.BAGAN LANGSUNG DUA BELAS IMAM KETURUNAN RASULULLAH SAW.

p:52

Dua belas Imam adalah tokoh-tokoh suci Nabi dan para pemimpin spiritual yang perihal mereka, Nabi Suci telah meramalkannya. Menunjukkan mereka sebagai sumber dan alat bimbingan bagi umat manusia, Nabi Suci bersabda: "Selama dua belas penggantiku meneruskan pemerintahan, agama ini (Islam) akan hidup (di dunia ini).” (Sunan Abu Daud).

Atas permintaan dari sahabatnya yang terkenal, Jabir bin 'Abdillah al-Anshari, Nabi saw. menjelaskan nama-nama dua belas orang penggantinya, dengan sabda beliau: “Mereka adalah dua belas orang penggantiku, hai Jabir, yang akan datang sesudah aku. Yang pertama setelah yang lainnya (secara berturut-turut) oleh Hasan, Husain, Ali bin Al Husein, Muhammad bin Ali, Ja'far bin Muhammad, Musa bin Ja'far, Ali bin Musa, Muhammad bin Ali, Ali bin Muhammad, Hasan bin Ali, dan yang terakhir oleh Muhammad al-Mahdi, al-Qaim.”

p:53

p:54

MANUSIA SUCI 3

p:55

p:56

MANUSIA SUCI 3 IMAM ALI BIN ABI THALIB as

Point

Nama: Ali

Gelar : al-Murthada (yang diridhai)

Nama Julukan : Abul-Hasan

Nama ayah : Abu Thalib bin Abdul Muthalib

Nama Ibu: Fathimah binti Asad

Kelahiran : Di dalam Ka'bah, Makkah, Jum'at, 13 Rajab, 23 tahun sebelum Hijrah.

Wafat : : Pada usia 63 tahun di Kufah (Irak) Senin, 21 Ramadhan 40 H.; diserang oleh seorang pembunuh yang melukainya dengan sebuah pedang beracun yang mematikan di Masjid Kufah, ketika melaksanakan shalat shubuh pada tanggal 19 Ramadhan; dan dimakam-kan di an-Najfal-Asyraf (Irak).

Imam Ali adalah sepupu Nabi Suci kita. Ia dilahirkan di Ru- mah Suci (Ka'bah). Allah menggerakkan ibundanya menuju Ka'bah. Ketika ibunya sampai di Ka'bah, tiba-tiba merasa kelelahan karena rasa sakit yang hebat akibat kehamilannya. Beliau kemudian bersu-

p:57

jud di hadapan bangunan Suci tersebut, dan dengan rendah hati berdoa kepada Allah. Abbas bin Abdul Muthalib melihat ibunda Ali berdoa kepada Allah. Baru saja Fathimah binti Asad mengang- kat kepalanya dari sujud, tiba-tiba dinding Rumah Suci itu retak oleh suatu kekuatan yang sungguh gaib. Lalu ia masuk ke dalam

Ka'bah, dan bagian dinding tersebut kembali kepada keadaannya yang semula. Abbas dan kawan-kawannya berkumpul di pintu masuk Rumah Suci yang terkunci, kemudian mencoba untuk membukanya, tetapi sia-sia. kemudian mereka memutuskan untuk menghentikannya, sambil terus terpana menyaksikan peristiwa

keajaiban alami tersebut dan kehendak Allah yang sedang berlangsung. Berita tentang peristiwa yang menakjubkan ini segera menyebar dengan cepat di seluruh Makkah.

Ali lahir di dalam Ka'bah dengan mata tertutup dan tubuhnya dalam keadaan bersujud merendah dihadapan Yang Mahakuasa. Fathimah binti Asad, sang ibu tinggal di dalam Ka'bah selama tiga hari dan mendekati hari keempat, beliau keluar membawa "mutiara” di tangannya. Suatu kejutan besar baginya, ia menemukan Nabi Suci saw. sedang menunggu untuk menerima anak yang baru lahir yang berada di dalam tangannya itu, dan ingin sekali memangkunya.

Sepuluh tahun bersama Nabi Suci saw. menjadikannya begitu dekat dengan Nabi, sehingga menyatu dengan Nabi dalam karakter, nilai penghormatan seperti itu.

Beliau dibesarkan di bawah asuhan dan kasih sayang Nabi Suci saw., Sebagaimana dikatakannya sendiri: “Nabi membesarkan aku dengan suapannya sendiri. Aku menyertai beliau kemanapun beliau pergi seperti anak unta mengikuti induknya. Tiap hari satu hal baru dari karakternya akan keluar bercahaya karena

kemuliaan orangnya dan menerima serta mengikutinya sebagai suatu perintah. "(Nahjul Balaghah)”.

Sepuluh tahun bersama Nabi saw. menjadikannya begitu dekat dengan Nabi, sehingga menyatu dengan Nabi dalam karakter,

p:58

pengetahuan, pengorbanan diri, kesabaran, keberanian, kebaikan, kemurahan hati, kefasihan dalam berbicara dan berpidato. Sejak kecil beliau bersujud di hadapan Allah bersama-sama dengan Nabi Allah saw., yang sebagaimana dikatakannya: "Aku adalah orang pertama yang bersujud kepada Allah bersama dengan Nabi suci.”

"Ali terpelihara dalam langkah-langkah Nabi,” Kata al-Mas'udi, ”Sepanjang masa kanak-kanaknya.” Allah menciptakan beliau bersih dan suci serta tetap setia di

jalan yang lurus. Selain Ali adalah orang pertama yang masuk Islam saat Nabi berseru kepada para pendengarnya untuk melakukan hal yang sama, kenyataan menunjukkan bahwa sejak masa kecilnya beliau dibesarkan oleh Nabi Suci dan mengikutinya dalam setiap gerak dan perbuatan termasuk shalat di hadapan Allah.

Dengan kata lain, bolehlah disebut beliau dilahirkan dalam keadaan Muslim, persis seperti Nabi sendiri.

Seluruh waktunya digunakan untuk menyertai Nabi, menolong dan melindungi beliau dari musuh-musuhnya, Ia biasa menuliskan ayat-ayat Suci Alquran dan mendiskusikannya dengan Nabi Suci saw. segera setelah diwahyukan oleh utusan Suci, yaitu Jibril. Ia bergaul begitu rapat dengan Nabi Suci, sehingga segera

setelah suatu ayat diwahyukan kepada Nabi, baik selama siang atau malam, maka Ali adalah orang pertama yang mendengarnya. Nabi berkata tentang Ali:

"Wahai Ali, engkau adalah saudaraku di dunia ini dan juga di akhirat.” "Aku adalah kota ilmu dan Ali adalah pintu gerbangnya.”

”Tidak seorang pun tahu akan Ali kecuali Allah dan aku.” "Tidak seorang pun tahu akan aku kecuali Allah dan Ali'

"Jika kalian ingin tahu ilmunya Adam, kesalehan Nuh, kesetian ibrahim, keterpesonaan Musa, pelayanan dan kepantangan Isa, lihatlah kecemerlangan Ali.”

p:59

Ketika Nabi saw. tiba Yastrib dan menemui pengikut yang telah datang dari Makkah atas seruannya, beliau segera mempersaudarakan setiap pengikutnya dengan seorang dari Yastrib (Madinah), kemudian golongan itu yang dikenal sebagai kaum Anshar (penolong). Langkah persaudaraan tersebut merupakan suatu

tindakan yang sangat besar artinya bagi para pengungsi yang dikenal sebagai kaum Muhajirin, karena mereka telah rneninggalkan kekayaan dan rumah-rumah mereka di Makkah, dan Hijrah ke Yastrib. Beliau mempersaudarakan orang-orang yang mempunyai usaha dagang atau keahlian kerja yang sama, sehingga dengan

demikian kaum Muhajirin dapat segera dipekerjakan. Ketika Nabi mempersaudarakan seorang Anshar dengan seorang Muhajirin, Ali yang juga lahir di sana tidak dipersaudarakan dengan seorang Anshar pun. Menjawab pertanyaan mengapa beliau tidak mengangkat seorang saudara untuk Ali, Nabi berkata: “Dia akan menjadi

saudaraku.”

Pribadi dan kemampuan Ali sebagaimana dinilai oleh Mas'udi sebagai, "Jika kita mencari nama yang menjadi Muslim pertama, seorang saudara dalam pengasingan, orang yang setia menemani dalam perjuangan untuk keimanan, sahabat karib Nabi dalam hidup dan kerabat beliau: orang yang benar-benar mengetahui

tentang ruh ajaran-ajaran Quran, yang mengorbankan kepentingan sendiri dan melaksanakan keadilan; yang jujur, suci dan cinta kebenaran; yang menguasai hukum dan ilmu pengetahuan, merupakan suatu tuntutan keunggulan; maka semua mesti berkenaan dengan Ali sebagai Muslim yang terkemuka. Kita akan sia-

sia untuk mencari, baik di antara pendahulunya (kecuali seorang), ataupun di antara para penggantinya, sifat-sifat tersebut di atas."

Gibbon berkata: "Kelahiran, persekutuan dan pribadi Ali-lah yang menjadikannya melebihi orang-orang lain yang sebangsa, barangkali membenarkan tuntutannya atas tahta Arabia yang lowong, putra Abu Thalib mempunyai hak sebagai kepala Bani Hasyim dan pelindung kota dan Ka'bah secara turun menurun.

p:60

“Ali mempunyai kualifikasi seorang penyair, prajurit dan seorang yang suci. Kebijaksanaannya masih hidup dalam suatu kumpulan akhlak dan ucapan-ucapan religius; dan setiap penentang dalam pertempuran-pertempuran pedang atau lidah ditaklukkan oleh kefasihan bicara dan keberaniannya. “Sejak awal misinya sampai upacara terakhir pemakamannya, Rasulullah tidak pernah ditinggalkan oleh seorang sahabat yang murah hati, yang beliau sangat senang menyebutnya sebagai persaudaranya, wakilnya, dan Harun yang setia sebagai Musa kedua.”

PERNIKAHAN

Atas perintah Allah, Rasulullah menikahkan putrinya yang tercinta, Fathimah, dengan Ali, sekalipun orang lain yang mencoba melamarnya, gagal. Di antara putra-putrinya adalah; Imam Hasan, Imam Husain, Zainab dan Ummu Kultsum. Mereka telah meninggalkan jejak dan catatan mengagumkan bagi sejarah dunia.

Setelah wafat Fathimah ra., Ali ra. menikahi Ummul-Banin. Beliau dikaruniai seorang putra bernama Abbas. Abbas begitu gagahnya, sehingga dia digelari dengan panggilan “Qamar Bani Hasyim” (Purnama Bani Hasyim). Dia mewujudkan kesetiaan dan keberanian, dan membuktikannya dalam perang di Karbala.

WAFAT

Pada tahun 40 H., saat menjelang shubuh, tanggal 19 Ramadhan, Ali ra. diserang dengan sebilah pedang beracun oleh seorang Kha- warij ketika beliau sedang melaksanakan shalat di Masjid Kufah. Singa Allah, seorang yang mempunyai hati paling berani, dan Muslim mulia yang pernah hidup, yang langsung memulai kehi-

p:61

dupannya dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, dan mengakhirinya dalam pengabdian untuk Islam, telah tiada. “Dan janganlah kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) mereka itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya." (Q.S. 2:154)

PARA IMAM DAN PEMIMPIN ISLAM

(Oleh al-'Allamah Ath-Thabathaba’i)

Pembahasan terdahulu membawa kita kepada kesimpulan bahwa setelah wafat Nabi Suci, secara berkesinambungan akan ada dan akan terus ada dalam masyarakat Islam (ummah), seorang Imam (seorang pemimpin yang dipilih oleh Allah). Banyak hadis-hadis yang bersifat ramalan telah tersebar dalam mazhab Syi'ah berkenan dengan gambaran para Imam, jumlah mereka. Kenyataannya bahwa mereka semuanya dari Quraisy dan dari keluarga Rumah Tangga Nabi dan kenyataan bahwa Mahdi yang dijanjikan adalah di antara mereka dan yang terakhir di antara mereka. Juga adanya kata-kata yang pasti dari Nabi berkenaan dengan keimanan Ali, dan ditunjukkannya Ali sebagai Imam pertama. Begitu pula, ada ucapan-ucapan yang menentukan dari Nabi dan Ali mengenai keimanan Imam yang kedua. Dengan cara yang sama para Imam sebelumnya telah memberikan pernyataan yang pasti berkenaan dengan Imam mereka yang akan datang setelah mereka. Pernyataan-pernyataan itu, sebagaimana termuat dalam sumber-sumber Syi'ah dua belas Iman, bahwa para Imam itu berjumlah dua belas, dan nama-nama tersebut adalah sebagai berikut: (1) Ali bin Abi Thalib; (2) al-Hasan bin Ali; (3) al-Husain bin Ali; (4) Ali bin al-Husain; (5) Muhammad bin Ali; (6) Ja'far bin Muhammad; (7) Musa bin Ja'far; (8) Ali bin Musa; (9) Muhammad bin Ali; (10) Ali bin Muhammad: (11) al-Hasan bin Ali; (12) al-Mahdi.

p:62

IMAM ALI

M.H. Thabathaba'i tentang Imam Ali (1)

Amirul Mu'minin, Ali ra. adalah putra Abu Thalib, kepala Bani Hasyim. Abu Thalib adalah paman dan pelindung Nabi Suci dan orang yang telah membawa Nabi ke rumahnya dan mengasuhnya seperti anaknya sendiri. Setelah Muhammad diangkat oleh Allah sebagai Nabi, Abi Thalib senantiasa mendukungnya, melindunginya dari kejahatan yang dilancarkan oleh orang-orang kafir dari bangsa Arab, terutama orang Quraisy.

Menurut catatan tradisionil, Ali lahir 10 tahun sebelum misi kenabian dari rasulullah. Ketika berusia enam tahun, sebagai akibat dari kekurangan air dan makanan di dalam dan sekitar kota Makkah, ia diminta oleh Nabi dari ayahnya, untuk tinggal bersama beliau. Di sana ia dengan begitu, ia berada lansung di bawah perlindungan dan pemeliharaan Nabi Suci. Beberapa tahun kemudian, ketika Nabi diberi karunia berupa kenabian dan untuk pertama kalinya menerima wahyu Allah di gua Hira, beliau meninggalkan gua untuk kembali ke rumahnya. Di tengah perjalanan, Nabi bertemu dengan Ali. Beliau menceriterakan kepadanya apa yang telah terjadi dan Ali seketika itu pula menerima keyakinan baru.

Dalam suatu pertemuan, ketika Nabi Suci mengumpulkan kerabat-kerabatnya dan mengajak mereka untuk menerima agamanya, beliau berkata bahwa orang pertama yang menerima seruannya akan menjadi wakil, pewaris dan Khalifahnya. Satu-satunya orang yang bangkit dari tempatnya dan menerima agama tersebut adalah Ali dan Nabi menerima pernyataan keimanannya. Oleh karena itu, Ali adalah orang pertama dalam Islam yang menerima keimanan dan orang pertama di antara pengikut-pengikut Nabi yang tidak menyembah selain Allah.

p:63


1- M.H. Thabathaba'i dalam bukunya "Shi'ite Islam”

Ali selalu mendampingi Nabi sampai Nabi Hijrah dari Makkah ke Madinah. Malam itu, ketika Nabi Hijrah ke Madinah, orang-orang kafir telah mengepung rumah Nabi dan memutuskan untuk menyerang rumah pada akhir malam, membunuh beliau saat beliau sedang tidur. Ali tidur di ranjang Nabi, sementara Nabi meninggalkan rumah dan berangkat ke Madinah. Setelah keberangkatan Nabi, atas perintah beliau, Ali mengembalikan kepada orang-orang, barang-barang titipan dan hutang-hutang yang telah mereka serahkan kepada Nabi. Kemudian dia pergi ke Madinah dengan ibunya, putri Nabi dan dua orang wanita lainnya. Di Madinahpun Ali terus menerus berhubungan dengan Nabi, baik secara pribadi atau bersama orang banyak. Ali memberikan Fathimah, putri kesayangan Nabi dari Khadijah kepada Ali sebagai istrinya, dan ketika Nabi membuat ikatan persaudaraan di antara para sahabatnya, beliau memilih Ali sebagai saudaranya.

Ali selalu hadir dalam seluruh peperangan yang diikuti Nabi kecuali perang Tabuk, karena ia diperintahkan untuk tinggal di Madinah sebagai pengganti Nabi. Ia tidak pernah mundur atau berpaling dari musuh, pada setiap peperangan. Ia selau patuh kepada Nabi sehingga Nabi bersabda: "Ali tidak terpisch dari kebenaran dan kebenaran tidak terpisah dari Ali.” Ketika Nabi wafat, Ali berusia tiga puluh tahun. Walaupun beliau yang paling terkemuka dalam kebajikan-kebajikan keagama-

an dan yang paling terkenal di antara para sahabat Nabi, tetapi ia dikesampingkan dari kekhalifahan dengan alasan masih terlalu muda dan mempunyai banyak musuh dalam masyarakat karena telah menumpahkan darah kaum musyrikin dalam peperangannya bersama Nabi. Oleh karena itu, Ali hampir terpencil dari urus-

an-urusan masyarakat. Ia mengasingkan diri di rumah dan mulai mengerahkan kemampuan individualnya dalam ilmu-ilmu Allah, dan dengan cara ini ia melewati waktu dua puluh lima tahun masa kekhalifahan tiga Khalifah pertama yang berkuasa setelah Nabi. Khalifah pertama dipilih oleh beberapa orang Muslim; yang

p:64

kedua ditunjuk oleh Khalifah pertama; dan yang ketiga dipilih oleh enam orang calon tidak seimbang yang ditunjuk oleh Khalifah ketiga. Ketika Khalifah ketiga terbunuh, masyarakat memberikan sumpah setinya kepada Ali dan ia terpilih sebagai Khalifah. Selama masa kekhalifahannya yang hampir empat tahun sem-

bilan bulan, Ali mengikuti cara Nabi secara tepat dan memperlihatkan kekhalifahannya suatu bentuk gerakan spiritual dan pembaharuan. Maka munculah kelompok-kelompok yang berbeda, sebagai reaksi atas perbaikan-perbaikan tersebut. Tentu saja, pembaruan-pembaruan ini berlawanan dengan kepentingan-kepen-

tingan kelompok tertentu yang mencari keuntungan mereka sendiri. Sebagai akibatnya, sekelompok sahabat (yang terkenal di antaranya adalah Thalhah dan Zubair, yang juga memberikan dukungan kepada Aisyah, dan terutama Mu'awiyah) menjadikan dalih kematian Khalifah ketiga sebagai alasan untuk melakukan oposisi dan mulai melawan serta memberontak terhadap Ali. Untuk mengakhiri pemberontakan penduduk dan pendurhakaan, Ali berhasil memenangkan suatu peperangan dekat Basrah, yang dikenal sebagai “Perang Jamal” melawan Thalhah dan Zubair yang di dalamnya Aisyah, “Ummul Mu'minin” ikut terlibat. Beliau memenangkan perang lainnya melawan Mu'awiyah di perbatasan Irsahabat ataupun musuhnya, Ali tidak mempunyai kelemahan dari segi manusiawinya. Dan dalam kebajikan-kebajikan Islam, beliau adalah teladan yang sempurna berkat asuhan dan didikan yang diberikan oleh Nabi Suci. Pembahasan-pembahasan yang telah dilakukan mengenai kepribadiannya, dan buku-buku yang ditulis mengenai subyek ini oleh orang-orang Syi'ah, Sunni dan kelompok lain, dan juga oleh mereka yang berasal dari luar kelompok keagamaan , yang sungguh-sungguh ingin mengetahui sejarah secara benar, mengungkapkan hal yang sama dalam hal kepribadian Ali. Dalam ilmu pengetahuan, Ali adalah yang paling terpelajar di antara sahabat-sahabat Nabi dan kaum Muslimin pada umumnya. Dalam tulisan-tulisannya yang berbobot beliau mende-

p:65

montrasikan logika empiris dalam membahas metafisika (ma'rifah Ilahiyyah). Beliau berbicara mengenai aspek dari Alquran yang hanya diketahui dan dipahami oleh beberapa orang tertentu saja, dan menemukan tata bahasa Arab untuk memelihara bentuk ungkapan Alquran.

Sebagaimana telah disebutkan di bagian terdahulu buku ini, beliau adalah orang Arab yang paling fasih bicaranya. Keberanian Sayyidina Ali sangatlah terkenal. Dalam setiap peperangan yang di dalamnya beliau ikut serta selama masa hidup Nabi Suci dan juga setelahnya, ia tidak pernah menunjukkan ketakutan atau kegelisahan. Walaupun dalam banyak peperangan seperti perang Uhud, Hunain, Khaibar dan Khandaq, para pembantu Nabi dan pasukan Muslimin gemetar ketakutan atau bubar melarikan diri, ia tidak pernah berpaling dari musuh. Tidak pernah ada seorang prajurit atau tentara yang berperang melawan Ali, kembali dalam keadaan hidup. Meskipun begitu, dengan penuh kekesatriaan, beliau tidak pernah membunuh rusuh yang lemah, atau mengejar mereka yang mendadak atau mengalihkan aliran-aliran air. Berdasarkan sejarah, telah nyata dan tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa dalam perang Khaibar, ketika menyerang kubu pertahanan musuh, beliau berhasil mendekati daun pintu gerbang benteng yang terkenal kokoh itu dan dengan gerakan tiba-tiba mendobrak pintu gerbang tersebut dan mencampakkan-nya. Juga pada hari penaklukan Makkah, Nabi memerintahkan Ali untuk menghancurkan berhala-berhala. Hubal adalah berhala yang paling besar di Makkah, sebuah patung batu raksasa yang ditempatkan di puncak Ka'bah. Mengikuti perintah Nabi, dengan dibantu Rasulullah, ia menaiki puncak Ka'bah, menarik Hubal dari tempatnya dan menjatuhkannya ke bawah.

Tidak ada yang menyaingi Ali dalam hal kezuhudan dan ibadah kepada Allah. Dalam menjawab pertanyaan beberapa orang yang telah mengadukan kemarahan Ali kepada mereka, Nabi Suci bersabda: "Jangan menyalahkan Ali, karena dia berada dalam kegembi-

p:66

raan yang luar biasa dan kekaguman Allah.” Abu Darda, salah seorang sahabat, suatu hari melihat tubuh Ali terbaring di atas tanah di perkebunan palm di Madinah, kau seperti kayu. Dia pergi ke rumah Ali untuk memberi tahu istrinya yang mulia, putri Nabi, dan menyampaikan rasa dukacitanya. Putri Nabi berkata: "Misanku tidak

mati. Adalah biasa, dalam keadaan takut kepada Allah dia pingsan. Keadaan seperti ini sering terjadi padanya" Banyak riwayat menceriterakan kebajikan Ali terhadap orang-orang yang rendah, perasaan iba terhadap fakir miskin dan orang yang lemah, kemurahan hati dan kedermawanannya terhadap mereka yang berada dalam kesengsaraan dan kemiskinan. Ali menghabiskan semua yang dimilikinya untuk menolong orang-orang lemah dan fakir miskin, meski dirinya sendiri hidup dengan cara yang paling keras dan paling sederhana. Ali menyukai pertanian dan banyak meluangkan waktunya untuk penggalian sumur-sumur, menanam pohon-pohon, dan mengolah ladang-ladang. Tetapi semua ladang yang beliau olah dan sumur-sumur yang beliau buat diberikan sebagai wakaf bagi orang-orang miskin. Sumbangan-sumbangan beliau yang dikenal sebagai “Shadaqah Ali”, mempunyai penghasilan yang patut diperhatikan, yaitu 24.000 dinar emas sampai akhir hidupnya.

M.A. Shakir tentang Imam Ali' (1)

KELAHIRAN

Beliau lahir di Rumah Allah, Ka'bah, pada tanggal 13 Rajab, 23 tahun sebelum Hijrah. Ketika Abdul Muthalib wafat, Abu Thalib ditunjuk menjadi wali Muhammad dan dibebani tanggung jawab untuk membesar-

p:67


1- 5.Karya M.A. Syakir

kannya. Muhammad dan Ali dibesarkan dalam satu rumah yang sama. Nabi jauh lebih tua dan beliau memelihara serta mendidik Ali dengan penuh kecintaan dan perhatian.

-----

PENGGANTI KHALIFAH

Menurut Kitab Suci Alquran, para Nabi dan para Imam dipilih oleh Allah, bukan diangkat atau ditunjuk oleh manusia. Berikut adalah dasar-dasar yang menunjukkan pengangkatan Ali sebagai pengganti dan Khalifah Rasul:

1. Atas perintah Allah Nabi mengundang 40 orang kepala suku Arab dan menyampaikan pesan Islam, beliau memproklamirkan Ali sebagai pengganti dan penggantinya.

2. Ketika Nabi Suci berada dalam perjalanan pulang ke Madinah setelah melaksanakan haji Wada' di Makkah dan tahun 11 H, beliau, atas perintah Allah, berhenti di Ghadir Khum dan di tengah-tengah kurang lebih 124.000 Muslim, beliau akhirnya secara resmi memproklamirkan Ali sebagai pengganti dan Khalifahnya.(1)

HARI-HARI BERBAHAGIA

Bayi Ali melewati hari-hari yang sangat bahagia dalam pangkuan ibundanya, Fathimah binti Asad, ayahnya, Abu Thalib dan pangkuan sepupunya, Muhammad.

Di bawah kecintaan, perlindungan dan kebahagiaan Ali ber

p:68


1- 6. Di samping dua peristiwa ini, pada beberapa kesempatan lainnya, baik secara langsung atau tidak langsung, mengangkat Ali sebagai pengganti dan Khalifahnya,

kembang menjadi seorang yang tampan, fasih bicaranya, kuat dan merupakan remaja yang berani. Pada waktu itu Muhammad mulai mengajarkan Islam. Tentu

saja, Ali adalah orang pertama yang menyatakan keyakinanya terhadap Allah dan Rasul-Nya.

HARI-HARI PENGANIAYAAN

Berlalulah hari-hari ketenangan dan kedamaian. Orang-orang kafir mulai menganiaya Nabi dengan berbagai cara, tanpa kesalahan lain kecuali karena menyampaikan pesan Allah kepada mereka. Ali menolong dan mendukung Nabi kapan saja diperlukan. Orang-orang kafir memerintahkan anak-anak kecil dan kaum

gelandangan di Makkah, untuk memperlakukan Nabi Suci dengan kejam dan melempari beliau dengan batu. Ali yang setia dan berani, selalu membela Nabi. Dengan kekuatan kepalan tangannya, beliau memberi pukulan-pukulan keras kepada perusuh-perusuh tersebut; setelah itu tak seorang pun dari mereka berani mengganggu Nabi.

HIJRAH

Di Makkah, hidup orang-orang yang beriman menjadi tidak tertahankan lagi karena kekejaman dan penganiayaan dari orang-orang kafir; sehingga Nabi Suci memutuskan untuk hijrah ke Madinah, Pada malam keberangkatan Nabi dari Makkah, Nabi meminta Ali untuk tidur di atas ranjang beliau, sehingga beliau dapat me-

ninggalkan Makkah menuju Madinah tanpa diketahui oleh orang-orang kafir. Walaupun Ali tahu bahwa rumah telah dikepung oleh 40 orang musuh-musuh yang bersenjata, beliau dengan berani tidur sepanjang malam. Nabi tiba di Madinah dengan selamat dan segera setelah itu, Ali bergabung dengan Nabi.

p:69

PEJUANG

Ali melaksanakan setiap pesanan, perintah dan keputusan dari Kitab Suci Alquran dan Rasulullah, sebagaimana seharusnya dan tidak seorang pun yang menyamainya.

PERANG BADAR

Para penyembah berhala tidak akan memperkenankan Islam tumbuh dan menyebar dalam kedamaian. Abu Sufyan, kepala suku Bani Umayyah, seorang musuh sengit Nabi Suci dan Islam berbaris di bagian depan menuju Madinah dengan seribu pasukan yang dipersenjatai dengan lengkap dan terlatih, bertujuan membunuh

Rasulullah dan kaum Mukminin. Nabi Suci mengumpulkan sekelompok kecu pengikutnya yang beriman, yaitu sekitar 313 orang. Pertahanan disusun, terdiri dari

pejuang-pejuang yang diperlengkapi dengan senjata yang sangat sederhana, termasuk anak-anak muda dan orang-orang yang sudah tua.

Daripada menunggu pasukan menyerang, Nabi memutuskan untuk bertemu dengan mereka pada suatu jarak yang dekat dari Madinah, di tempat yang dikenal dengan nama Badar (150 Km dari Madinah).

PERANG UHUD

Tahun berikutnya, Abu Sufyan datang lagi dengan 1.000 pasukan, yang ditugaskan di berbagai tempat pertahanan yang strategis. Sejumlah kaum Muslimin diberi intruksi khusus, yaitu tidak boleh meninggalkan posisi mereka, apapun yang terjadi. Pertempuran dimulai. Dengan pertolongan Allah, kaum muk-

p:70

minin berhasil menimbulkan korban jiwa yang besar dipihak musuh, yang lain kemudian mulai melarikan diri. Sejumlah kaum Muslimin meninggalkan pos mereka dan berlari mengejar musuh untuk mengambil barang rampasan, walaupun ada larangan keras dari Nabi untuk tidak meninggalkan pos mereka.

Khalid bin Walid, seorang perwira Abu Sufyan, yang melihat posisi yang ditempati oleh kaum Muslimin tidak terlindungi, balik menyerang kaum Muk’minin. Banyak orang-orang yang beriman terbunuh, termasuk Hamzah, paman Nabi yang berani dan kemenangan yang sedikit akan diraih, mulai berbalik menjadi suatu

kekalahan. Ali datang untuk menyelamatkan diri Nabi dan meng- halau serangan itu.

Setelah Hamzah dan Ja'far, Ali adalah pembawa bendera Islam. Ali adalah satu-satunya panglima Nabi Suci selama masa hidup Nabi dan tidak ada orang lain yang diberi kedudukan sebagai komandan pasukan Nabi dalam peperangan yang di dalamnya Nabi Suci sendiri ikut ambil bagian.

Istri Abu Sufyan, mengerat hati Hamzah dan meminum darahnya. Lalu dia membuat kalung dari telinga dan hidung para syahid dan memakainya diseputar lehernya. Ketika kaum Muslimin kembali ke Madinah untuk menangisi dan berkabung atas kematian para syahid, Nabi memerintahkan bahwa perkabungan Hamzah dilaksanakan, sebelumnya, perkabungan untuk kematian keluarga-keluarga mereka sendiri.

PERANG KHANDAQ

Perang Khandaq terjadi karena Abu Sufyan mengumpulkan suku-suku dari kaum kafir untuk bersekutu melawan Nabi dan menyerang Madinah. Untuk mengamankan Madinah, Nabi memerintahkan pembuatan parit perlindungan (Khandaq) di sekitar bagian

p:71

kota, dan karenanya perang ini disebut perang Khandaq. Dalam perang ini seorang prajurit musuh, Amr bi Adiwud, menantang kaum Muslimin untuk duel satu lawan satu. Semua sahabat Nabi ada di situ, tak seorang pun yang tergugah, kecuali Ali. Tapi Muhammad menahannya. Tantangan itu diulangi lagi untuk kedua

kalinya, namun tetap saja tak seorang pun bergerak menerima tantangan tersebut kecuali Ali. Tapi sekali lagi Rasulullah menahannya. Ketika dia menantang untuk ketiga kalinya dan lagi-lagi semua membisu, kembali Ali bersiap diri untuk menghadapi Amr, Nabi pun memberikan izinnya. Singa Allah itu pun rneloncat ke

Medan laga dan menerima tantangan. Rasulullah saw. bersabda: "Sekarang, keimanan bertempur melawan kekafiran dan satu sambaran pedang Ali lebih baik dari seluruh shalat dan ibadah mereka yang di langit dan di bumi.."

Dengan satu tebasan pedangnya, Dzul-Fiqar, menewaskan Amr bin Abi-Wud. Dalam pertempuran umum, musuh kemudian dapat dikalahkan.

PERANG KHAIBAR

Orang-orang Yahudi di Khaibar, melanggar perjanjian mereka dengan Nabi, dan mulai mengganggu serta membunuh kaum Muslimin. Suatu pasukan yang dipimpin oleh Rasulullah saw. mengepung kubu-kubu pertahanan Khaibar. Ali berada di Madinah karena sakit mata. Selama beberapa hari, kaum Muslimin menyerbu kubu-kubu itu, tetapi tidak berhasil. Setelah beberapa hari Nabi Suci mengumumkan:

"Besok akan aku serahkan bendera kepada seseorang yang tidak akan melarikan diri. Dia akan menyerang berulang-ulang dan Allah

p:72

akan mengurniainya dengan kemenangan. Allah dan Rasul adalah sahabatnya dan dia adalah sahabat Allah dan Rasul-Nya." Keesokan harinya, segera setelah shalat shubuh, datanglah seseorang dengan menunggang kuda. Larinya kencang, menjadikan debu berterbangan di belakangnya. Dia adalah Ali dan ketika

beliau melompat turun, Rasulullah menanyakan tentang matanya, ketika Ali mengatakan bahwa matanya masih sakit, Nabi kemudian mengusapkan air liurnya. Seketika setelah itu sakitnya hilang dan Ali berkata bahwa penglihatannya tidak pernah merasa lebih baik selain pada waktu itu.

Nabi menyerahkan bendera Islam kepada Ali dan berdoa untuknya. Ali dengan berani bergerak menuju benteng musuh. Marhab, seorang prajurit musuh yang berani, menantang Ali untuk duel. Mengikuti kebiasaan Arab, Marhab menyebut-nyebut tindakan-tindakannya yang berani dan mengatakan bahwa ibunya

menyebut dia Marhab (yang menakutkan). Ali menjawab dengan mengatakan bahwa ibundanya memanggilnya dia Haidar (singa yang hebat).

Ali menebas tubuh Marhab menjadi dua bagian dan benteng Khaibar ditaklukkan oleh Ali.

NEGARAWAN

Di Hudaibiyyah, Ali diminta oleh Nabi Suci untuk membuat konsep perjanjian perdamaian. Waktu Mubahalah dengan orang-orang Nasrani dari Najrah, Nabi Suci meminta Ali untuk membuat syarat-syarat penyelesaian bagi mereka. Ali adalah pembuat sistem pajak tanah yang melindungi hak-hak para peladang tanah. Beliau menyumbangkan sistem ini kepada dunia, karena hal itu tidak diketahui sebelumnya.

p:73

Ali adalah Bapak tata bahasa Arab. Beliau yang menyumbangkan tata bahasa bagi bahasa Arab. Ayat penyelesaian (al-Bara'ah atau at-Taubah) harus disampai-

kan kepada penduduk Makkah, Abu Bakar diperintahkan untuk melaksanakannya dan berangkatlah ia. Malaikat Jibril kemudian datang membawa wahyu dari Allah, meminta Nabi untuk menarik kembali Abu Bakar dan beliau sendiri yang harus pergi atau mengutus seseorang yang seperi beliau. Karena Nabi Suci tidak dapat

pergi, beliau kemudian memutuskan untuk mengutus Ali, dan Ali mewakili Nabi untuk menyampaikan ayat tersebut kepada orang-orang Quraisy.

PERNIKAHAN

Atas perintah Allah, Rasulullah saw. menikahkan putri tercintanya, Fathimah dengan Ali ra. Di antara putra-putrinya adalah: Imam Hasan, Imam Husain, Zainab dan Ummu Kultsum. Dari istrinya yang lain, Ummul Banin, Allah mengaruniai seorang putra yaitu Abbas, yang sangat rupawan sehingga panggilan mesranya adalah “Qamar Bani Hasyim” (Bulan dari Bani Hasyim). Anak ini kemudian ternyata mewujudkan kesetiaan serta keberaniannya dalam medan perang Karbala.

НАDIS NABI TENTANG IMAM ALI

Ketika Nabi memimpin pasukannya ke Tabuk, beliau membiarkan Ali tetap tinggal di Madinah, sebagai wakil, pewaris dan khalifahnya. Pada kesempatan itu Rasulullah bersabda: "Kedudukan Ali terhadapku adalah sama seperti kedudukan Harun terhadap Musa, hanya saja tidak ada Nabi lagi setelah Aku.”

p:74

Rasulullah saw. bersabda:

"Aku tinggalkan dua hal (pusaka) yang sangat berharga; yang satu adalah Kitab Suci Alquran,dan yang satunya lagi adalah keluargaku. peganglah erat-erat keduanya, niscaya engkau tidak akan tersesat.”

Dan Rasulullah bersabda lagi:

Aku, Ali, Fathimah Hasan dan Husain adalah dari nur yang sama. Tetapi bagaikan pasir gunung yang berpindah, masyarakat Arab mengenyampingkan ucapan-ucapan Nabi Suci, sangat disayangkan, hal itu menimbulkan perbedaan di kalangan kaum Muslimin.

WAFAT NABI

Hari-hari terakhir bulan Safar, sakit Nabi semakin parah. para sahabat melihat bahwa Nabi saw. akan segera wafat.

PENGANGKATAN ABU BAKAR

Orang-orang Arab (beberapa orang Anshar dan pada akhir pertemuan ada tiga orang Muhajirin) segera berkumpul di Saqifah untuk mengangkat seorang Khalifah, sedang jenazah Suci Nabi masih belum dimakamkan, dan akhirnya mengangkat Abu Bakar sebagai Khalifah pada tahun ke 11 H. Bani Hasyim dan sebagian

kaum Muslimin, tidak mengikuti pertemuan di Saqifah karena tidak wafat pada tangal 28 Safar 11 H.

Ketika pertemuan sedang berlangsung, Bani Hasyim dan orang-orang Muslim lain, harus melaksanakan tugas Suci mereka, yaitu memakamkan Rasulullah. Alasan untuk peristiwa yang

p:75

mengherankan ini adalah, hasrat untuk menguasai negara. Dalam hampir 80 kali peperangan, tidak ada suku atau keluarga yang anggotanya tidak terbunuh oleh Ali ra. dalam Jihad. Allah dan Rasul-Nya telah memilih Ali sebagai pengganti dan Khalifah. Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah, dia berkata bahwa sekarang ditugaskan untuk mengurus pemerintahan, walaupun dia bukan yang terbaik di antara mereka. Menjelang wafatnya, dia mengangkat Umar sebagai pengganti dan Khalifahnya pada tahun ke 13 H.

PEMERINTAHAN UMAR

Selama 10 tahun Umar menjadi Khalifah, sebelum wafatnya Umar menunjuk satu kelompok yang terdiri dari enam orang, untuk memilih-pengawasan suatu kelompok khusus yang juga ditunjuk di bawah seorang (di antara enam ) sebagai Khalifah. Jika pada batas yang ditetapkan, mereka gagal, mereka harus

dibunuh. Imam Ali menjadi salah seorang dari enam yang dicalonkan, menolak berpegang pada syarat-syarat kelompok untuk memerintahkan dengan mengikuti langkah-langkah yang telah di tempuh dua Khalifah sebelumnya (Abu Bakar dan Umar). Maka kelompok tersebut memilih Ustman yang berasal dari kalangan

Bani Umayyah sebagai Khalifah ketiga, pada tahun ke 23 H.

PEMERINTAHAN USTMAN

Ketika Ustman menjadi Khalifah, keluarga dekatnya, orang-orang Bani Umayyah, menjadi penguasa yang sesungguhnya di wilayah-wilayah Islam. Kekhalifahan Ustman dan gubernur-gubernurnya seperti Mu'awiyah, anak Abu Sufyan (musuh pertama hidup Islam) adalah yang sebelumnya diangkat Umar sebagai gubernur

p:76

di Syiria; dialah yang bertanggung-jawab atas pembunuhan Imam Ali dan Imam Husain. Anak Mu'awiyah, Yazid, membunuh dengan kejam Imam Husain (cucu Rasulullah saw.) di Karbala. Dan orang- orang seperti al-Walid bin Uqbah bin Abu Mu'aits, gubernur Kufah Abdullah bin Abu Sahr, gubernur Mesir, dan yang terpenting, penasehat dekat dan menterinya, Marwan bin al-Hakim, yang mengelilingi Ustman, mengakibatkan urusan-urusan Khalifah menjadi sedemikian luas, sehingga membawa umat Islam kepada pemberontakan terhadap Ustman dan yang mengakibatkan pembunuhan atasnya, pada tahun ke 35 H.

PEMERINTAHAN ALI

Dalam suasana penderitaan dan kehancuran, kaum Muslimin menuntut dan mengangkat Imam Ali sebagai pengganti Nabi suci saw., dan sebagai Khalifah Allah.

Melihat kondisi masyarakat ketika itu, yang di dalamnya setiap orang berlomba mengejar dunia, mula-mula Imam Ali menolak untuk menerima tanggung-jawab kenegaraan. Tetapi pada hari ketiga, dengan penuh keengganan, beliau akhirnya menerima tanggung-jawab tersebut, dan menerima sumpah setia mereka

sebagai seorang Khalifah. Mengikuti langkah-langkah Nabi Suci, Imam Ali membangun toleransi dan keadilan Islam, persaudaraan, dan kebajikan. Beliau menyalakan kembali obor ajaran-ajaran Islam dan kemajuan.

Khutbah-khutbah dan ceramah-ceramah Ali yang terkenal yang disampaikan dari mimbar Masjid Kufah dan pada kesempatan-kesempatan lainnya, telah ipublikasikan dalam sebuah buku yang dinamakan Nahjul Balaghah, yang merupakan bacaan yang berharga Di masa kekhalifahannya, melakukan lebih dari tiga kali Jihad

p:77

dalam peperangan Jamal, Nahrawan dan Shiffin, melawan orang-orang yang memberontak dan menentang pemerintahannya.

TERBUNUHNYA IMAM ALI

Usaha Ali untuk mendirikan kerajaan Allah di Bumi, dirusak oleh pedang pembunuh Ibnu Muljam pembunuh Imam Ali. Saat beliau Shalat Shubuh. Imam Ali dikaruniai kesyahidan pada tanggal 21 Ramadhan, 40 H., dan dimakamkan di An-Najaf al-Asraf (Irak). Lahir di Rumah Allah, Ka'bah dan di bunuh di Rumah Allah,

Masjid Kufah, “Singa Allah" yang mempunyai hati paling berani, seorang Muslim yang ramah yang pernah hidup, yang memulai hidupnya yang mulia dengan ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya, kini dan mengakhiri hidupnya dalam pengabdian kepada Islam.

“Dan jangan kamu mengatakan terhadap orang-orang yang gugur di jalan Allah, (bahwa mereka itu) mati; bahkan (sebenarnya) itu hidup, tetapi kamu tidak menyadarinya."

ALI: PEMUKA PARA WALI ALLAH

Setiap Muslim yang takwa dan saleh mengenal Imam Ali, Waliyullah. Di setiap tempat Imam Ali diakui sebagai pemuka para wali Allah. Kekuatan-kekuatan Imam Ali yang penuh dengan kebajikan, dikenal dan dirasakan sampai sekarang oleh mereka yang mencintainya dan mereka akan terus merasakannya sampai berakhirnya

zaman. Imam Ali, mengerjakan apa-apa yang menyenangkan Allah, dan Allah, sebagai ganjaran, memberikan apa-apa yang menyenangkan Imam Ali.

p:78

Imam Ali pejuang Khandaq yang dahsyat dan luar biasa, penakluk Khaibar yang gagah berani dan tak kenal gentar, adalah penolong yang ramah bagi orang-orang yang sakit dan pemurah tangan terhadap para janda dan anak-anak yatim. Imam Ali, adalah tokoh dermawan, bekerja sangat keras untuk mendapatkan yang, melebihi apa yang dilakukan oleh Hatim Ta'i, yakni orang yang pernah memberikan kereta yang penuh muatan kepada seorang pengemis yang meminta sepotong roti kepadanya. Imam Ali adalah orang yang, dirinya sendiri makan roti gandum kering dan garam, tetapi siap menjamu orang-orang miskin dan pengemis.

Imam Ali adalah lautan ilmu, tak akan bicara kecuali bila ditanya. Untuk menaikkan harga diri bagi pekerja yang jujur, Imam Ali menyingsingkan lengan bajunya dan bekerja di ladang orang-orang Yahudi dan kaum Muslimin sebagai buruh.

Ia adalah Khalifah kerajaan Islam yang kuat dan penakluk delapan puluh tiga perang Besar, yang lebih suka memperbaiki sendiri sepatunya sebagaimana juga Rasulullah saw. melakukannya.

Banyak ungkapan-ungkapan tentang Imam Ali, tetapi tidak ada orang yang pernah mengetahui Imam dengan baik. Nabi Islam yang suci bersabda:

"Tidak ada yang mengetahui Allah kecuali Aku dan Ali; tidak ada yang mengetahui Aku kecuali Allah dan Ali; tidak ada yang mengetahui Ali kecuali Allah dan Aku."

"Jika kalian ingin mengetahui ilmunya Adam, kesalehan Nuh, ketaatan Ibrahim, rasa hormat Musa, pengabdian dan kepantangan Isa, lihatlah kepada wajah Ali yang cemerlang.”

Imam Ali berkata: ”Keturunan (anak cucu Nabi) adalah orang-orang yang kepercaya-

p:79

annya, tempat bernaung perintah-perintahnya, pemelihara ilmu-nya, benteng Alquran, dan gunung-gunung keimanannya. Merekalah yang telah meluruskan kembali dari penyelewengan kaum Muslimin kepada orang-orang kafir, tetapi mereka (Ahlul Bait) tegas dan berani.”

**Tak seorang pun dari pengikut-pengikut Muhammad dapat disamakan dengan Ahlul Bait Nabi. Para penerima tidak dapat disamakan dengan para pemberi rahmat.” "Ahlul Bait Nabi adalah fondasi Islam, dan tiang-tiang agama. Setiap Muslim bergantung kepada mereka dan bimbingan dan pertolongan untuk memperoleh keselamatan. Mereka memiliki hak istimewa dan hak keimanan dan kakhalifahan, yang tetap mereka pelihara. Sekarang dia yang sah dan yang berhak mendapat kekhalifahan telah mendapatkannya."

“Para pemuja dan pengikut kebohongan selalu berada dalam mayoritas dan para pengikut kebenaran selalu sedikit jumlahnya. Ketika Nabi wafat, banyak orang meninggalkan Ahlul Bait dan menyokong orang-orang lain. Mereka meninggalkan Ahlul Bait Nabi yang diperintahkan harus dicintai.”

“Kekhalifahan diserahkan kepada orang-orang lain, yang berpengalaman dalam hal-hal dunia, dengan kelemahan-kelemahan manusia yang sudah lazim. Mereka tak pernah mempunyai atau berhak atas setiap kekuatan-kekuatan spiritual, atau mereka tanpa dosa."

“Wahai Manusia! ketahuilah olehmu bahwa kami adalah keturunan Nabi Suci. Para Malaikat datang kepada kami. Kami adalah sumber pengetahuan. Kami adalah sumber kebijaksanaan dan sumber pengetahuan Allah. Sahabat dan pendukung kami berhak mendapat rahmat Allah, dan mereka yang merupakan musuh

kami, menunggu hukuman dari Allah. Mereka berkata bohong terhadap kami dan berlaku sangat tidak adil terhadap kami.”

“Sesungguhnya para Imam itu dari Quraisy, yaitu keturunan

p:80

Bani Hasyim. Tidak ada yang berhak atas Imamah kecuali Bani Hasyim.”

“Aku nasehatkan kepada kalian, jangan menyekutukan Allah dan jangan merusak Sunnah Nabi. Peliharalah dua tiang ini dan kalian akan terhindar dari kesalahan dan dosa-dosa. Agama kalian adalah agama yang lurus dan Imam kalian adalah Imam bijaksana. Aku adalah sahabatmu selama masa hidup Nabi. Camkanlah,

bahwa para Imam adalah Khalifah-khalifah yang ditunjuk oleh Allah. Mereka memimpin manusia untuk Allah. Ketahuilah bahwa kami adalah sahabat-sahabat Nabi yang sesungguhnya. Kami adalah pintu-pintu ilmu-Nya. Adalah tidak sah memasuki rumah-rumah, kecuali melalui pintu-pintunya. Barangsiapa tidak menghiraukan ketentuan ini, dia adalah seorang pencuri.”

"Hanya mereka yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya yang akan masuk surga, dan mereka yang berbuat sebaliknya akan masuk neraka. Bahwasanya Allah menjadikan kamu Muslim, dan Dia ingin agar kamu menjadi Muslim yang tulus.

Hai manusia! Tanyailah aku (pertanyaan apa saja) sebelum engkau kehilangan aku-karena aku pasti lebih tahu perjalanan-perjalanan di langit daripada perjalanan-perjalanan di bumi dan sebelum kejahatan bersemi di atas kakinya, yang akan menginjak-injak dan merusak amal manusia.”

“Sekarang aku mengucapkan selamat tinggal pada kalian; kalian akan menemukan tempatku kosong dan mengakui kebaikanku. Kalian akan ingat aku, ketika orang-orang lain menggantikan aku untuk Khalifah."

Ketika Imam Ali menderita luka-luka yang menuju kepada kematian, karena pedang beracun Abdurrahman bin Muljam, di saat-saat terakhir, Imam Ali berwasiat kepada Imam Hasan dan Imam Husain ra.:

"Aku wasiatkan kepada kalian berdua agar takut kepada Allah, dan janganlah kalian bersangatan dalam menginginkan (kesenangan) dunia ini, sekalipun mengejar-ngejar kalian. Janganlah

p:81

kalian menyesali segala sesuatu di dunia ini yang telah mengingkari kalian. Katakanlah kebenaran dan berlakulah (dalam pengharapan) untuk pahala. Jadilah musuh penindas, dan jadilah penyokong bagi yang tertindas."

“Aku wasiatkan kepada kalian berdua dan seluruh anak-anakku serta anggota keluargaku dan setiap orang yang padanya tulisanku sampai, untuk kepada Allah, menjaga urusan-urusanmu dengan sebaik-sebaiknva, dan peliharalah hubungan-hubungan baik di antara kalian karena aku telah mendengar datukmu (Nabi Suci) berkata: Perbaikilah atas perbedaan-perbedaan itu adalah lebih baik daripada shalat dan puasa sunnah.”

“(Takutlah) kepada Allah, dan ingatlah akan Allah berkenaan dengan anak-anak yatim. Jangan biarkan mereka kelaparan, dan tidak boleh menjadi rusak dalam pemeliharaanmu.'

"(Bertaqwalah) kepada Allah (dan) ingatlah akan Allah tentang tetangga-tetanggamu, karena mereka yang menjadi sasaran nasehat Rasulullah. Beliaupun begitu memperhatikan mereka, sekaligus kami mengira bahwa beliau akan memasukkan mereka sebagai ahli waris.”

“(Bertaqwalah) kepada Allah, (dan) ingatlah akan Allah berkenaan dengan Alquran. Tak seorang pun boleh mengungguli kalian dalam mengamalkannya.”

“Takutlah) kepada Allah, (dan) ingatlah akan Allah tentang shalat, karena shalat adalah tiang agamamu.”

"(Bertaqwalah) kepada Allah, (dan) ingatlah akan Allah berkenaan dengan Rumah Allah (Ka'bah): jangan mengabaikannya sepanjang hidup kalian, karena jika ditinggalkan, maka kalian tidak akan selamat.”

“Bertaqwalah kepada Allah, dan ingatlah kepada Allah mengenai Jihad dengan harta, jiwa dan lidah kalian di jalan Allah.”

“Kalian harus memegang teguh pertalian kekeluargaan, dan gunakan juga hal itu kepada orang-orang lain. Jangan berhenti

p:82

untuk berusaha mendapatkan kebajikan dan melarang kejahatan, agar orang jahat tidak mendapatkan kedudukan di atas kalian. Jika tidak demikian, dan kalian hanya berdoa, maka doa itu tidak akan diterima."

p:83

p:84

MANUSIA SUCI 4, IMAM KEDUA AL-HASAN BIN ALI AL-MUJTABA as

Point

p:85

p:86

IMAM KEDUA AL-HASAN BIN ALI AL-MUJTABA

Nama : Al-Hasan

Gelar : al-Mujtaba

Nama Julukan : Abu Muhammad

Nama Ayah : Ali Amirul Mu'minin

Nama Ibu : Fathimah (Putri Nabi Suci)

Kelahiran : Di Madinah, selasa, 15 Ramadhan tahun ke 3 H.

Wafat : Pada usia 46 tahun, Madinah - Kamis, 28

Shafar, 50 H,; dimakamkan di Jannatul-Baqi', Madinah.

Imam Hasan adalah putra tertua dan Hadrat Fathimah. Ketika Nabi Suci saw. menerima kabar bahagia atas kelahiran cucunya, beliau datang ke rumah putri tercintanya, memangku bayi yang baru lahir itu, membawakan adzan dan iqamah berturut-turut di telinga kanan dan kirinya dan memenuhi perintah Allah supaya

memberikan nama: Al-Hasan.

p:87

MASA KECIL

7 tahun pertama masa pertumbuhannya, ia diberkati dengan perlindungan yang sangat ramah dari Nabi suci yang menghadiahkan padanya semua sifat mulia beliau, dan memperindahnya dengan ilmu Allah, toleransi, kecerdasan, kemurahan hati dan keberanian, dan dihiasi dengan pengetahuan yang baik sekali oleh Allah.

Imam Hasan dengan segera menjadi seorang yang berpengetahuan luas tentang seluruh kandungan setiap wahyu yang diturunkan saat Nabi Suci akan menyingkapnya kepada para sahabatnya.

MENGINGAT ALLAH

Imam Hasan sangat tekun dalam melakukan shalat, sehingga semua anggota tubuh yang digunakan dalam sujud menghasilkan bekas-bekas dan kesan akibat dari sujudnya itu. Sebagian besar waktu malamnya dilaluinya di atas hamparan shalat. Rasa Khusyu' dan rendah hatinya dalam shalat kepada Allah begitu dalam sehingga beliau seringkali mencucurkan air mata yang banyak karena rasa takut kepada Allah. Ketika berwudhu, beliau gemetar karena rasa takut kepada Allah dan wajahnya menjadi pucat pada waktu shalat. Kekhusyu'annya dalam shalat saat bermunajat kepada Allah, akan membuat beliau benar-benar lupa terhadap keadaan sekeliling

KESALEHAN DAN KEGEMARANNYA

Sesungguhnya Imam Hasan mempunyai kemampuan untuk memiliki dunia ini dan dapat menikmati dengan suatu kehidupan

p:88

yang mewah, tetapi beliau menggunakan semua itu untuk perbaikan kondisi orang-orang miskin. Beliau begitu santun dan rendah hati sehingga tidak ragu-ragu untuk duduk bersama para pengemis di gang-gang jalan-jalan di Madinah, untuk menjawab beberapa pertanyaan tentang agama dari mereka. Melalui sikap yang ramah dan kesediaan menerima tamu itulah beliau tidak pernah membiarkan orang-orang miskin dan orang-orang sederhana merasa rendah terhadapnya, ketika mereka mengunjungi tempat kediamannya.

KEIMAMAN

Wafat Nabi Suci diakui oleh suatu jaman yang penuh kejadian ketika dunia Islam mulai berada dalam cengkeraman deman exspansionisme dan penaklukan. Tetapi, sekalipun berada di bawah situasi revolusioner seperti itu, Imam Hasan mencurahkan dirinya terhadap misi suci, yaitu mendalami Islam dan ajaran-ajaran Nabi Suci dan ayahandanya, Imam Ali. Kesyahidan Imam Ali pada tanggal 21 Ramadhan menjadi tanda awal keimanan Al-Hasan. Mayoritas kaum Muslimin mengikrarkan kesetiaan mereka kepadanya, dan diakhiri dengan cara resmi berupa bai'ah. Tidak lama setelah kendali kepemimpinan berada di tangannya, Imam Hasan harus menghadapi tantangan Mu'awiyah gubernur Syiria yang menyatakan perang terhadap beliau. Memenuhi perintah Allah dan atas pertimbangan supaya tidak menyebabkan pembunuhan besar-besaran terhadap kaum Muslimin, maka beliau mengadakan perjanjian perdamaian dengan Mu'awiyah dengan syarat-syarat (walaupun sama sekali tidak dipatuhi dan dilaksanakan oleh Mu'awiyah), demi menyelamatkan Islam dan menghentikan suatu perang saudara. Tetapi perjanjian

perdamaian ini tidak pernah berarti sebagai suatu penyerahan

p:89

kepemimpinan yang permanen dari beliau kepada Mu'awiyah. Perjanjian itu hanya berarti sebagai suatu pemindahan sementara administratif, dengan syarat bahwa pemerintahan akan diserahkan kembali kepada Imam Hasan setelah kematian Mu'awiyah. Setelah membebaskan dirinya dari tanggung jawab-tanggung jawab administratif, Imam Hasan mempertahankan kepemimpinan agama pada dirinya, dan mencurahkan hidupnya bagi dakwah Islam di Madinah.

SYAHID IMAM HASAN

Kebencian Mu'awiyah kepada Imam Hasan ra. menyebabkan dia bersekongkol dengan istri Imam Hasan, yang bernama Ja’dah, putri Ash'ath. Dia dipaksa untuk meracuni Imam Hasan. Imam Hasan wafat oleh kejahatan fatal Mu'awiyah itu dan mencapai kesyahidannya pada tangal 28 Shafar, 50 H. Pemakamannya dihadiri oleh Imam Husain dan para anggota keluarga Bani Hasyim.

Usungan jenazah beliau saat dibawa untuk dikuburkan ke makam Nabi Suci, dihujani dengan panah oleh musuh-musuhnya, sehingga pemakamannya dialihkan ke Jannatul-Baqi', di Madinah. Makam beliau dihancurkannya pada tangal 8 Syawal, 1344 H. (21 April 1926) oleh yang berkuasa di Hijaz.

Syarat-syarat perjanjian perdamaian dengan cepat dilanggar, tetapi Mu'awiyah hanya memperoleh kejayaan yang tak berlangsung lama. Ternyata kemudian mendatangkan malapetaka dan kehancuran bagi anaknya, Yazid, dan memberi pukulan yang fatal bagi seluruh keluarga Umayyah. Setelah kematian Mu'awiyah,

Imam Husain tampil sebagai puncak kebenaran yang tak dapat diatasi. Dalam tragedi Karbala yang mengerikan, dengan jumlah kekuatan yang lengkap, dan dengan memencilkan 72 anggota rombongan Imam Husain serta menghentikan mereka dari mendapatkan air minum selama 3 hari, Yazid berhasil membunuh ke

p:90

72 orang tersebut termasuk anggota-anggota keluarga Imam yang ikut beserta beliau.

M.H. Thabathaba'i tentang Imam Hasan(1)

Imam Hasan Mujtaba ra. adalah Imam kedua. Ia dan saudaranya, Imam Husain adalah dua putra Amirul Mu'minin Ali dan Fathimah putri Nabi. Seringkali Nabi berkata, “Hasan dan Husain adalah anak-anaku.” Atas dasar ucapan Nabi tersebut, Ali sering akan berkata kepada anak-anaknya yang lain, “Kalian adalah anak-anakku, sedangkan Hasan dan Husain adalah anak-anak Nabi."

Imam Hasan lahir pada tahun ke 13 H., di Madinah dan hidup bersama Nabi lebih dari 7 tahun. Selama waktu tersebut, ia tumbuh di bawah kasih sayang beliau. Sesudah wafat Nabi-menurut beberapa sumber, tiga atau enam bulan lebih awal dari wafat Fathimah-Hasan ditempatkan langsung di bawah asuhan ayahnya yang mulia. Setelah wafat ayahandanya, atas perintah Allah dan menurut, Ali sering akan berkata kepada anak-anaknya yang lain, “Kalian adalah anak-anakku, sedangkan Hasan dan Husain adalah anak-anak Nabi."

Imam Hasan lahir pada tahun ke 13 H., di Madinah dan hidup bersama Nabi lebih dari 7 tahun. Selama waktu tersebut, ia tumbuh di bawah kasih sayang beliau. Sesudah wafat Nabi-menurut beberapa sumber, tiga atau enam bulan lebih awal dari wafat Fathimah-Hasan ditempatkan langsung di bawah asuhan ayah nya yang mulia. Setelah wafat ayahandanya, atas perintah Allah dan menurut wasiat jabatan lahiriah sebagai Khalifah selama hampir enam bulan, mengatur urusan-urusan kaum Muslimin. Selama waktu itu pula, Mu'awiyah, musuh bubuyutan Imam Ali dan keluarganya, yang telah berjuang selama bertahun-tahun dengan ambisi untuk merebut kekhalifahan, mula-mula dengan menuntut

p:91


1- 7. M.H. Thabathaba'i dalam "Shi'ite Islam"

bela kematian Khalifah ketiga, secara terbuka menuntut kekhalifahan, menggerakkan pasukannya Mu'awiyah secara bertahap menarik para jenderal dan pemimpin pasukan Imam Hasan dengan imbalan uang yang besar. Orang-orang itu terpedaya oleh janji-janji, sehingga pasukan berbalik memberontak kepada Imam Hasan. Akhirnya Imam terpaksa membuat perdamaian dan menyerahkan kekhalifahan kepada Mu'awiyah, dengan syarat bahwa kekhalifahan akan dikembalikan kepada Imam Hasan setelah kematian Mu'awiyah, dan keluarga Imam serta para pengikutnya dilindungi dalam segala hal.

Dengan cara ini Mu'awiyah merebut kekhalifahan Islam dan memasuki Irak. Dalam pidato umumnya, dia secara resmi membatalkan semua syarat-syarat perdamian, malah dalam setiap hal ia mengadakan tekanan keras terhadap para anggota keluarga Nabi dan Syi'ah. Selama sepuluh tahun keimanannya, Imam Hasan hidup dalam kondisi yang sangat sulit, ditekan, dan tanpa jaminan keamanan, sekalipun di rumahnya sendiri.

Pada tahun ke 5 H. ia diracun oleh seorang penghuni rumahnya dan syahid, dan sebagaimana dicatat oleh para ahli sejarah, dalam hal ini terdapat andil Mu'awiyah.

Sebagai pribadi, Imam Hasan mengingatkan kita kepada ayahnya dan teladan datuknya yang mulia. Sesungguhnya, selama masa hidup Nabi, beliau dan saudaranya selalu bersama dengan Nabi, yang terkadang memanggul mereka di bahunya. Baik sumber Sunni maupun Syi'ah, keduanya telah merawikan ucapan Nabi Suci ini berkenaan dengan Hasan dan Husain: “Kedua anakku ini adalah para Imam (pemimpin) baik mereka dalam keadaan berdiri atau duduk” (kiasan kepada apakah mereka secara formal menduduki fungsi kekhalifahan atau tidak).” Juga banyak hadis dari Nabi Suci dan Imam Ali mengenai kenyataan bahwa Imam Hasan akan memperoleh kedudukan sebagai Imam setelah ayahnya yang mulia.

p:92

HADIST IMAM HASAN as

Al-Imam al-Hasan bin Ali ra. berkata:

• Jika kamu gagal dari memperoleh dunia, maka anggaplah seperti engkau tidak mencita-citakannya.

• Tidak bermusyawarah suatu kaum, melainkan mereka akan ditunjuki kepada kebenaran.

* Orang yang dekat itu ialah orang yang mencintai sekalipun dia jauh dan orang yang jauh itu ialah orang yang tidak mencintaimu sekalipun dia itu dekat (sebagai kerabat- mu).

Kesempatan adalah sesuatu yang cepat hilang dan lambat kembalinya.

p:93

p:94

MANUSIA SUCI 5, IMAM KETIGA AL-HUSAIN BIN ALI, SAYYIDUSY-SYUHADA as

Point

p:95

p:96

IMAM KETIGA AL-HUSAIN BIN ALI, SAYYIDUSY-SYUHADA

Nama : Al-Husain

Gelar : Sayyidusy-syuhada'

Nama Julukan : Abu Abdillah

Nama Ayah : Amirul Mu'minin, Ali

Nama Ibu : Fathimah (putri Nabi Suci)

Kelahiran : Di Madinah; Kamis, 3 Sya'ban, tahun ke 4 H.

Wafat : Syahid di Karbala (Irak) pada usia 57 tahun, Jum'at, 10 Muharram, 61 H., dan dimakamkan disana.

Di rumah Nabi, yang memberikan bayang-bayang terbaik dari kedua alam—surga dan bumi-seorang anak yang mendatangkan manfaat bagi umat manusia seakan-akan dia adalah “jejak Allah” yang membayangi bumi, lahir pada suatu malam di bulan Sya'ban.

Ayahandanya adalah Imam Ali ra. teladan kebajikan bagi sahabat-sahabatnya dan yang paling berani melawan musuh Islam; sedang ibundanya adalah Fathimah ra. putri bungsu Nabi Suci, yang mewarisi sifat-sifat ayahnya. Imam Husain ra. adalah Imam keturunan Rasul yang ketiga.

p:97

Ketika kabar baik tentang kelahirannya sampai kepada Nabi Suci saw. beliau datang ke rumah putrinya, memangku anak yang baru lahir itu, membacakan adzan dan iqamah berturut-turut di telinga kanan dan kirinya dan pada hari ke 7 kelahirannya, setelah melakukan upacara aqiqah, beliau memberi nama anak itu Al-Husain, memenuhi perintah Allah. Abdullah bin Abbas menceritakan: “Pada hari itu juga ketika Imam Husain lahir, Allah memerintahkan Jibril untuk turun ke bumi dan mengucapkan selamat kepada Nabi Suci atas nama Allah dan atas namanya sendiri. Ketika turun, Jibril melewati sebuah pulau yang di dalamnya Malaikat Futrus dibuang karena lambat-nya membentuk satu panitia yang ditugaskan oleh Allah. Sayapnya dicabut dan dibuang ke pulau tersebut dan tetap tinggal di sana selama beberapa tahun dengan berdoa dan beribadah kepada Allah dan memohon ampunan-Nya. "Ketika Malaikat Futrus melihat Jibril, dia memanggil: 'Hendak

kemana anda, hai Jibril? Jawab Jibril,' Husain, cucu Muhammad telah lahir: karena itulah aku diperintahkan oleh Allah untuk menyampaikan ucapan selamat kepada Rasul-Nya,' Jawab Jibril. Lalu Malaikat Futrus berkata, 'Dapatkah anda membawa saya bersamamu? mudah-mudahan Muhammad mau memohonkan ampun

bagi saya kepada Allah.' Jibril membawa malaikat Futrus bersama-nya datang kepada Nabi Suci, memberikan selamat kepada beliau atas nama Allah dan atas namanya sendiri, dan menyerahkan perkara malaikat Futrus kepada beliau. Nabi Suci berkata kepada Jibril, 'Suruhlah malaikat Futrus untuk menyentuh tubuh anak yang baru lahir itu. Setelah melaksanakan hal tersebut, Malaikat Futrus dengan segera memperoleh kembali sayapnya, memperoleh ampunan Allah dan memuji-muji Allah, Nabi Suci serta cucunya yang baru lahir, lalu terbang ke surga."

Hasan dan Husain, dua putra Imam Suci Ali bin Abi Thalib dan Fathimah, yang bercahaya, dihormati dan dipuja sebagai para

p:98

pemimpin kaum muda di surga sebagaimana dinyatakan oleh Nabi Suci. Nabi Muhammad saw. secara terbuka telah meramalkan bahwa agama Islam akan diselamatkan oleh cucu beliau yang kedua, Husain. Dan itu terjadi ketika Yazid, anak Mu'awiyah, berusaha untuk menghancurkannya. Yazid dikenal karena wataknya yang kejam dan tingkah lakunya yang kasar. Dia dikenal sebagai manusia yang tidak baik. Masyarakat yang sudah tahu dan memahami watak Yazid, membuat

suatu kesepakatan bahwa Mu'awiyah tidak boleh mengangkat Yazid sebagai penggantinya. Perjanjian ini disampaikan oleh Mu'awi- yah kepada Imam Hasan, yang darinya Mu'awiyah telah merenggut kekuasaan. Tapi Mu'awiyah melanggar perjanjain ini dan mengangkat Yazid menggantikan dirinya.

Segera setelah ia berkuasa, Yazid mulai bertindak persis seperti wataknya yang asli. Dia mulai ikut campur dalam pokok-pokok aqidah, dan mempraktekkan setiap sifat buruk dan perbuatan jahat secara bebas dengan kadar kebebasan yang paling tinggi, sambil terus memproklamirkan diri sebagai pengganti Nabi Suci, dan meminta kesetiaan orang bagi dirinya sebagai penuntun agama yang utama. Memberikan kesetiaan kepada Yazid sama saja dengan memberikan suatu pengakuan terhadap seorang penjahat. Jika seorang tokoh yang hebat seperti Imam Husain yang Suci telah mengakui otoritasnya, maka itu benar-benar merupakan suatu rekomendasi bagi rusaknya kemanusiaan di sisi Allah. Dan hal itu mustahil.

Yazid meminta kesetiaan (bai'at) dari Imam Husain, tapi bagaimanapun juga, Imam Husain tidak pernah mengakuinya. Orang-orang yang takut mati dan binasa oleh orang yang zalim tersebut, menyerah padanya karena takut. Imam Husain berkata bahwa apa pun yang terjadi, dia tidak akan pernah menyerah kepada kekuatan jahat sebagai pengganti Allah dan melepaskan apa yang telah ditegakkan oleh datuknya, yakni Nabi Suci.

p:99

Penolakan Imam untuk memberikan kesetiaan ini, menandai permulaan hambatan bagi usaha Imam. Sebagai akibatnya, ia mengasingkan diri ke Madinah, dan menjalani hidup menyendiri. Di sini pun Imam Husain tidak diperkenankan hidup dalam kedamaian dan terpaksa mencari perlindungan ke Makkah. Sekali lagi,

Imam Husain diperlakukan dengan buruk, dan Yazid merencanakan untuk membunuh Imam di daerah itu juga, yaitu di tempat tersuci, Ka'bah.

Untuk melindungi tempat paling Suci tersebut, Imam Husain memutuskan untuk meninggalkan Makkah menuju kufah, persis sehari sebelum pelaksanaan ibadah haji. Ketika ditanyakan alasan keberangkatannya yang aneh dari Makkah tersebut dan tidak menunaikan ibadah Haji yang hanya tinggal sehari lagi, Irnam mengatakan bahwa ia akan melaksanakan ibadah Haji tahun ini di Karbala, memberikan pengorbanan tanpa seekor binatang pun, kecuali handai taulan dan sanak keluarganya dan beberapa sahabat yang setia. Imam menyebutkan satu persatu nama-nama handai taulan dan sanak keluarganya yang akan mengorbankan jiwa mereka bersamanya, dalam suatu pengorbanan besar di Karbala.

Penduduk Kufah yang sudah bosan atas kekuasaan semena-mena, dan zalim dari Yazid, banyak sekali yang menulis surat dan menulis utusan kepada Imam Husain untuk datang memberikan bimbingan agama kepada mereka. Walaupun Imam Husain tahu tujuan akhir dari undangan tersebut, namun sebagai Imam yang

terpilih ia tidak dapat menolak untuk memberikan bimbingan yang diminta itu.

Ketika Imam beserta rombongannya tiba di Karbala, keduanya secara aneh berhenti dan tidak mau bergerak lebih jauh lagi. Atas dasar inilah Imam Husain mengumumkan: "Inilah tanah itu, tanah penderitaan dan penyiksaan.” Imam turun dari kudanya dan memerintahkan pengikut-pengikutnya untuk berkemah di sana

dengan mengatakan: Di sinilah kita akan Syahid, dan anak-anak kita akan dibunuh. Di sini kemah kita akan dibakar dan keluarga

p:100

kita akan ditawan. Inilah tanah dimana datukku, Rasulullah telah meramalkannya, dan ramalannya pasti terpenuhi." Pada tanggal 7 Muharram, saluran air yang menuju kemah Imam diblokir, dan mulailah derita kehausan dan kelaparan. Kemah Imam terdiri dari para wanita, anak-anak kecil yang tak berdosa termasuk bayi-bayi dan beberapa orang pria anggota keluarga Nabi, dan kelompok kecil sahabat setia Imam Husain yang telah memilih syahid bersama Imam, bertempur karena Allah, melawan kezaliman.

HARI ASY-SYURA (10 MUHARRAM)

Pada waktu fajar, Imam melihat sepintas, Imam melihat pasukan Yazid, dan tampaklah Umar bin Sa'ad memerintahkan pasukannya untuk bergerak menuju kepadanya. Imam segera mengumpulkan pengikut-pengikutnya dan berbicara kepada mereka: “Hari ini Allah telah mengijinkan kita untuk melaksanakan suatu Perang

Suci, dan Dia akan memberikan pahala atas kesyahidan kita. Maka, siapkanlah diri kalian untuk berperang melawan musuh Islam dengan kesabaran dan perlawanan. Wahai putra orang-orang yang mulia dan yang mempunyai harga diri, bersabarlah! Kematian tak lain hanyalah suatu jembatan yang harus kalian seberangi setelah menghadapi cobaan dan godaan, untuk mencapai surga dan kesenangannya. Siapa di antara kalian yang tidak suka untuk pergi dari penjara ini (dunia) menuju ketempat yang mulia (Surga)?”

Setelah mendengar pidato Imam, seluruh sahabatnya sangat gembira, dan berseru, “Wahai pemimpin kami, kami siap untuk membela Anda dan Ahlul-Bait Anda, dan siap mengorbankan jiwa kami untuk Islam.”

Imam Husain menyuruh seorang demi seorang, keluar dari kemahnya untuk berperang dan mengorbankan jiwa mereka di

p:101

jalan Allah. Akhirnya, ketika semua lelaki dan anak-anak telah mengorbankan jiwa mereka, Imam Husain membawa seorang bayi, putranya yang baru berusia 6 bulan, Ali Al-Asghar, mengendong bayi itu dengan tangannya sendiri, meminta air untuk bayi yang sangat kehausan itu. Tapi haus bayi itu diredam oleh sebuah anak

panah beracun dari pasukan musuh, yang menembus leher bayi sampai ke lengan ayahnya yang tak berdaya. Akhirnya, ketika bayi berusia 6 bulan itu juga terbunuh, Imam Husain berseru kepada Allah: “Ya Allah! Husain-Mu telah berkorban di jalan-Mu. Apapun yang terjadi Engkau telah merahmatinya. Restuilah aku, wahai Tuhan, dengan menerima pengorbanan ini. Semua yang dapat aku lakukan sampai sekarang, adalah melalui pertolongan-Mu dan Rahmat-Mu. “Akhirnya, Imam Husain menghambur ke dalam medan pertempuran, dan gugur.

Menceritakan secara panjang pembantaian tanpa belas kasihan ini, akan menyayat hati. Pasukan Yazid setelah membunuh Imam Husain, merusak dan memotong kepala beliau dari tubuhnya, dan ditancapkan pada sebuah tombak. Kepala Imam yang terpotong itu, seakan mengagungkan Allah dari ujung tombak dengan mengucapkan, “Allahu-Akbar”, segala kemuliaan bagi Allah, Tuhan Yang Maha Besar!”.

Setelah pembantaian tanpa belas kasih dan paling brutal terhadap Imam Suci beserta kelompoknya yang setia para wanita dan anak-anak yang tak berdaya, dan seorang putra Imam Husain yang sedang sakit, yakni Imam Ali Zainal Abidin ditahan.

BEBERAPA UCAPAN NABI SUCI SAW.BERKENAAN DENGAN IMAM HUSAIN RA.

1. "Hasan dan Husain adalah para pemuka kaum muda di Surga.”

2. ”Husain adalah dari aku dan aku dari Husain, Ailah bersahabat

p:102

kepada mereka yang bersahabat dengan Husain, dan memusuhi mereka yang memusuhinya.”

3. "Barangsiapa ingin melihat seorang yang hidup di bumi tetapi kemuliaannya dihormati oleh para penghuni Surga, lihatlah kepada cucuku Husain.”

4. "Wahai putraku; dagingmu adalah dagingku, dan darahmu adalah darahku: Engkau adalah seorang pemimpin, putra seorang pemimpin dan saudara dari seorang pemimpin: Engkau adalah seorang pemimpin spiritual, putra seorang pemimpin spiritual dan saudara pemimpin spiritual. Engkau adalah Imam yang berasal dari Rasul: putra Imam yang berasal dari Rasul, dan saudara dari Imam yang berasal dari Rasul: Engkau adalah ayah dari 9 Imam, yang ke 9 dari mereka adalah Al-Qa'im (pe-

mimpin spiritual terakhir yang ma'shum).”

5. "Hukumam di neraka yang diberikan kepada pembunuh Husain, adalah sama dengan setengah dari total hukuman yang diberikan terhadap seluruh manusia yang berdosa di dunia.”

6. "Ketika Nabi memberitahu Fathimah tentang kesyahidan yang akan terjadi atas Husain, tiba-tiba Fatimah menangis tersedusedu dan bertanya, 'Wahai ayahku; kapan anakku akan syahid?. Pada suatu saat yang sangat kritis, jawab Nabi Suci, Ketika aku atau engkau ataupun Ali sudah tiada. Hal ini semakin menekan kesedihannya, dan dia bertanya lagi, Wahai Ayahku, lalu siapa yang akan memperingati kesyahidan Husain? Nabi Suci berkata, 'Para lelaki dan wanita dari pengikutku, yang akan menjadi sahabat Ahlul-Baitku, akan berkabung untuk Husain dan memperingati untuk kesyahidannya tiap tahun dalam setiap abad.”

RIWAYAT IBNU SA'AD

Dalam perjalanan menuju Shiffin, Imam Ali melewati gurun pasir Karbala. Ia berhenti dan menangis, Imam Ali mengatakan bahwa

p:103

suatu hari dia mengunjungi Nabi dan menemukan beliau sedang menangis. Saat ditanyakan kepada Rasul Allah apa yang membuat beliau menangis, Nabi menjawab, “Wahai Ali, Jibril baru saja bersa- maku dan memberitahukan kepadaku bahwa anakku, Husain, akan syahid di Karbala, suatu tempat dekat pinggir sungai Euphrat. Ini sangat mengharukan hatiku, sehingga aku tidak tahan untuk tidak menangis.”

Riwayat Anas bin Harits:

Suatu hari Nabi naik ke atas mimbar untuk menyampaikan khutbah kepada para sahabatnya sedangkan Imam Husain dan Imam Hasan duduk di hadapan beliau. Setelah selesai khutbah, beliau meletakkan tangan kirinya pada Imam Husain, dan dengan menengadah ke langit beliau berkata: “Wahai Tuhanku! Aku, Muhammad,

hamba-Mu dan Nabi-Mu; dua anak ini adalah anggota keluargaku yang terkemuka dan saleh, yang akan memperkuat asal-usulku setelah aku. Ya Tuhanku! Rahmatilah sumber keturunanku dalam membalas jasa kesyahidan Husain, jadikanlah dia pemimpin para syahid; jadilah Engkau pelindungnya, dan janganlah Engkau rahmati para pembunuhnya.”

Ucapan Muhammad Iqbal tentang Imam Husain:"Imam Husain, senantiasa menumbangkan kezaliman sampai Hari kebangkitan. Dia menyirami kebun yang haus akan kemerdekaan dengan gelombang darahnya yang menggelora, dan sungguh dia membangunkan kaum Muslimin yang sedang tidur. "Jika Imam Husain bermaksud memperoleh suatu kerajaan duniawi, maka beliau tidak akan melakukan perjalanan yang telah dilakukannya (dari Madinah ke Karbala). Husain mandi darah dan debu demi kebenaran. Oleh karena itu, sesungguhnya dia menjadi landasan bagi teladan kaum Muslimin.”

Ucapan Khwaja Mu’inuddin Chishti tentang Imam Husain:

“Dia mengorbankan kepalanya, tetapi tidak mengorbankan tangannya ke tangan Yazid. Sesungguhnya Husain adalah dasar dari

p:104

Laailaaha Illa Allah. Husain adalah raja dan raja dari segala raja. “Dari Husain sendiri adalah Islam dan pelindung Islam. Walaupun dia mengorbankan kepalanya (untuk Islam), tetapi tidak pernah menggadaikannya kepada Yazid. Sesungguhnya Husain adalah peletak dasar dari praktek prinsip tauhid.”

Ucapan Brown tentang Imam Husain(1):

“Sebagai suatu peringatan, medan Karbala yang berlumur darah, dimana cucu Rasulullah saw. akhirnya gugur, tersiksa oleh kehausan dan dikelilingi oleh mayat-mayat sanak keluarganya; seharusnya mampu membangkitkan emosi yang paling dalam, kesedihan yang sangat membawa kekalutan, semangat jiwa yang menyala-nyala, dan menjadikan perasaan sakit, bahaya dan kematian, menyusut menjadi perkara kecil yang tak perlu dirisaukan. Sekali setahun, pada tanggal 10 Muharram, tragedi itu diulang di Persia, India, Turki, Mesir, dimana saja suatu masyarakat atau perkampungan orang-orang Syi'ah berada....

“Kembali semua itu saya tulis, yakni ketika nyanyian ratapan, isak tangis orang banyak, pakaian putih menjadi merah dengan darah dari luka-luka yang ditimbulkan sendiri, mabuk kesedihan dan simpati..."

Al-Allamah M.H. Thabathaba'i tentang Imam Husain(2)

“Imam Husain (Sayyidusy-Syuhada; pemimpin para syahid), putra kedua dari Ali dan Fathimah ra. lahir pada tahun ke 4 H., dan setelah kesyahidan saudaranya, Imam Hasan Al-Mujtaba, menjadi Imam atas perintah Allah dan wasiat saudaranya. Imam Husain menjadi Imam selama 10 tahun, kecuali 6 bulan terakhir bertepatan waktunya dengan kekhalifahan Mu'awiyah. Imam Husain hidup

p:105


1- 8.Dalam bukunya: "A Literay History of Persia"
2- 9. M.H. Thabathaba'i, Shi'ite Islam

dalam kondisi yang sulit karena tekanan dan penganiayaan. Hal ini sesuai dengan fakta, pertama, bahwa peraturan-peraturan dan hukum-hukum agama bagi mereka telah hilang bobot dan kebanggaannya, dan maklumat-maklumat dari pemerintahan Bani Umayyah telah memperoleh otoritas dan kekuatannya dengan sempurna. Kedua, Mu'awiyah dan para pembantunya menggunakan segala cara untuk menyisihkan dan menutup jalan bagi AhlulBait Nabi dan Syi'ah, dan melenyapkan nama Ali dan keluarganya. Dan di atas semuanya, Mu'awiyah ingin memperkuat basis kekhalifahan anaknya, Yazid, yang karena tidak adanya prinsip dan karena keberatan-keberatan orang banyak, maka ditentang oleh suatu kelompok besar kaum Muslimin. Oleh karena itu, untuk mengatasi semua oposisi, Mu'awiyah melakukan tindakan-tindakan yang lebih baru dan lebih keras. Dengan terpaksa, Imam Husain harus memikul hari-hari yang sulit ini, dan bersabar menghadapi setiap macam siksaan mental dan spiritual, dengan kesusahan yang ditimpakan Mu'awiyah dan para pembantuya, sampai pada pertengahan tahun 60 H, yakni ketika Mu'awiyah wafat dan Yazid menggantikannya.

Bai'at merupakan kebiasaan lama bangsa Arab yang dilakukan dalam peristiwa-peristiwa penting seperti dalam pengangkatan raja dan gubernur. Mereka yang diperintah, dan terutama yang terkemuka di antara mereka, akan memberikan kesetiaan, persetujuan dan ketaatannya kepada raja atau pemimpin mereka, dan

cara ini sekaligus akan menunjukkan dukungan mereka kepada tindakan-tindakannya. Penentangan setelah memberikan kesetiaan dianggap sebagai noda dan kecemaran bagi seseorang dan seperti melanggar suatu perjanjian yang telah ditanda-tangani secara resmi, maka hal itu dianggap sebagai suatu kejahatan yang

nyata. Mengikuti contoh Nabi, orang percaya bahwa kesetiaan, bilamana diberikan dengan kemauan bebas dan tidak melalui paksaan, mempunyai otoritas.

“Mu'awiyah telah meminta orang-orang terkemuka di antara

p:106

rakyat untuk memberikan kesetiaan mereka kepada Yazid, tetapi tidak memaksakan hal ini kepada Imam Husain. Dia telah berkata kepada Yazid dalam wasiatnya yang terakhir, bahwa jika Husain menolak untuk berbai'at, dia harus membiarkannya dan melupakan persoalannya, karena dia mengerti betul konsekuensi bencana yang akan terjadi bila persoalan tersebut didesakkan. Tetapi, karena rasa egois dan kenekadannya, Yazid melalaikan nasehat ayahnya, dan segera setelah kematian ayahnya dia memerintahkan gubernur Madinah untuk memaksa ikrar setia dari Imam Husain, atau jika Husain menolak, mengirimkan kepalanya ke Damaskus.

"Setelah gubernur Madinah memberitahukan perintah itu kepada Imam Husain, Imam meminta waktu untuk berpikir. Pada suatu malam, beserta keluarganya, ia berangkat menuju Makkah. Imam mencari perlindungan di tempat yang dilindungi Allah, yang dalam Islam merupakan tempat yang di dalamnya perlindungan dan keamanan dijamin. Peristiwa ini terjadi pada akhir bulan Rajab, dan awal bulan Sya'ban 60 H. Hampir 4 bulan Imam Husain tinggal di Makkah.

"Berita ini pun menyebar keseluruh dunia Islam. Di satu sisi, banyak orang yang bosan atas ketidakadilan Mu'awiyah dan bahkan lebih tidak puas ketika Yazid menjadi Khalifah, menyurati Imam Husain dan menyatakan simpati mereka kepadanya. Di sisi lain, banjir surat mulai mengalir—terutama dari Irak, dan teristimewa lagi dari Kufah-mengundang Imam untuk pergi ke Irak dan memegang kepemimpinan rakyat di sana, memulai suatu pemberontakan untuk mengatasi ketidakadilan dan kezaliman.

Tentu saja, situasi yang demikian sangat berbahaya bagi Yazid. "Imam Husain tetap tinggal di Makkah sampai musim haji, saat kaum Muslimin dari seluruh penjuru dunia, berduyun-duyun ke Makkah untuk melaksanakan ibadah haji. Imam mengetahui bahwa beberapa orang pengikut Yazid telah masuk ke Makkah untuk berhaji, padahal bermaksud membunuh Imam selama upacara haji dengan senjata yang mereka bawa di balik pakaian khusus

p:107

ibadah haji mereka (ihram).

“Imam memperpendek upacara ibadah hajinya dan memutuskan untuk meninggalkan tempat tersebut. Di tengah kerumunan orang yang sangat banyak, ia berdiri dan dalam suatu pidato singkat, mengatakan bahwa ia akan berangkat ke Irak. Dalam pidato singkat tersebut sekaligus dia mengumumkan bahwa ia akan syahid, dan meminta kaum Muslimin untuk membantunya dalam mencapai tujuan yang telah nampak, dan mengorbankan jiwa mereka di jalan Allah. Esok harinya, Imam berangkat bersama keluarganya dan satu kelompok sahabatnya, menuju Irak.

“Imam Husain memutuskan untuk tidak memberikan bai'at- nya kepada Yazid, dan dia tahu benar bahwa ia akan dibunuh. Dia tahu bahwa kesyahidannya tak dapat dielakkan dalam menghadapi kekuatan militer Bani Umayyah yang sangat dahsyat, yang disokong oleh penyelewengan di sektor-sektor tertentu, kemerosotan spiritual, sementara ia tidak bisa mengharapkan kesetiaan dan dukungan penuh para penduduk Makkah menghalangi

Imam Husain dengan memperingatinya akan bahaya dari gerakan yang dibuatnya. Tetapi ia menjawab bahwa ia menolak untuk berbai'at dan memberikan persetujuannya kepada suatu pemerintahan yang tidak adil dan zalim. Beliau menambahkan bahwa dia tahu, kemanapun ia berjalan atau pergi, ia akan dibunuh. Ia akan meninggalkan Makkah untuk menjaga kehormatan ini dirusak oleh tumpahan darahnya.

“Dalam perjalanan menuju Kufah dan masih memerlukan beberapa hari lagi untuk mencapainya, dia menerima berita bahwa kaki tangan Yazid di Kufah telah menghukum mati wakil Imam di kota itu, dan juga seorang dari para pendukung Imam yang gigih, yang merupakan orang terkemuka di Kufah. Kaki mereka diikat, lalu mereka diseret di sepanjang jalan. Wilayah kota dan sekitarnya dimonitor dengan pengawasan yang ketat, dan pasukan musuh yang tak terhitung banyaknya menunggu kedatangannya.

Tidak ada jalan lain baginya kecuali bergerak maju dan

p:108

menghadapi maut. Di sinilah Imam menyatakan kebulatan tekadnya untuk maju dan syahid; dan beliaupun meneruskan perjalanannya. “Kira-kira 70 km dari Kufah, di suatu gurun pasir yang bernama Karbala, Imam dan rombongannya dikepung oleh pasukan Yazid. Selama 8 hari mereka bermalam di tempat ini, dan lingkaran semakin dipersempit dan jumlah pasukan musuh semakin bertambah banyak. Akhirnya, beserta keluarganya dan sejumlah kecil sahabatnya, Imam dikepung oleh satu pasukan yang berjumlah 30.000 orang. Selama hari-hari tersebut, Imam memperkuat posisinya dan melakukan seleksi terakhir sahabat-sahabatnya. Pada suatu malam, beliau memanggil para sahabatnya, dan dalam satu pembicaraan singkat, beliau menyebutkan bahwa apa yang akan terjadi—tak lain hanya kematian dan kesyahidan. Beliau menambahkan bahwa, karena musuh hanya berurusan dengan dirinya, maka beliau akan membebaskan mereka dari segala kewajiban, sehingga siapa saja yang ingin, dapat menyelamatkan diri dalam kegelapan malam. Kemudian beliau memerintahkan untuk mematikan api, dan kebanyakan dari sahabatnya yang ikut serta bersama beliau demi keuntungan pribadi mereka sendiri, bubar. Hanya sedikit dari mereka yang cinta kebenaran, kurang lebih 40 orang pembantu dekat beliau dan beberapa orang Bani Hasyim sajalah yang tetap tinggal bersama beliau.

“Imam mengumpulkan lagi mereka yang tersisa, dan menguji mereka. Beliau menyeru para sahabatnya dan kerabat Bani Hasyim dengan mengatakan sekali lagi, bahwa musuh hanya berurusan dengan dirinya, dan bahwa setiap orang dapat memanfaatkan kegelapan malam dan meloloskan diri dari bahaya. Tetapi para

sahabat Imam yang setia itu menjawab, masing-masing dengan caranya sendiri, bahwa mereka tidak akan menyimpang sesaat pun dari jalan kebenaran dengan Imam sebagai pemimpinnya, dan tidak akan pernah meninggalkan beliau sendirian. Mereka mengatakan akan membela keluarga beliau sampai tetes darah

p:109

mereka yang terakhir, dan sepanjang mereka dapat mengangkat pedang "Hari kesembilan, tawaran terakhir untuk memilih antara 'bai'at atau perang', dipaksakan oleh musuh kepada Imam. Imam meminta penundaan semalam untuk beribadah, dan pada keesokan harinya, mengambil keputusan untuk menempuh peperangan.

“Pada kesepuluh bulan Muharram, 61 H (680 M), dihadapan musuh, Imam berjajar dengan kelompok kecil pengikutnya, jumlahnya kurang dari 90 orang: 40 orang sahabatnya, 30 orang anggota pasukan musuh yang bergabung dengan beliau pada waktu malam hari dan pada hari perang, keluarga Bani Hasvim yang terdiri dari anak-anak, saudara, keponakan laki-laki, keponakan perempuan, sampai nafas terakhir mereka: dan Imam, pemudapemuda Bani Hasyim serta para sahabat semuanya syahid. Di antara mereka yang gugur adalah dua putra Imam Husain yang baru berusia 13 dan 11 tahun, seorang anak berusia 5 tahun, serta seorang bayi yang masih menyusu, putra Imam Husain.

"Setelah perang usai, pasukan musuh menjarah barang-barang milik Imam dan membakar kemah-kemah. Mereka memenggal kepala dari mayat para syahid, menelanjanginya, dan melemparkannya ke tanah tanpa penguburan. Kemudian mereka membawa para anggota keluarga Imam Suci yang semuanya adalah

wanita dan anak-anak perempuan yang tidak berdaya, bersama-sama dengan kepala para syahid, ke Kufah. Di antara para tawanan terdapat tiga orang laki-laki: seorang putra Imam Husain berusia 22 tahun yang sakit parah dan tidak dapat bergerak, yaitu Ali bin al-Husain, Imam keempat; putra beliau yang berusia empat tahun, Muhammad bin Ali, yang kelak menjadi Imam kelima; dan terakhir Husain al-Mutsana, putra Imam Hasan yang juga adalah menantu Imam Husain. Hasan al-Mutsana terluka selama perang, terbaring di antara orang-orang yang gugur, dan ditemukan hampir wafat, dan lewat perantara seorang jendral, mereka tidak

p:110

memenggal kepalanya. Mereka membawanya bersama tawanan menuju Kufah, dan dari sana ke Damaskus menghadap Yazid. “Peristiwa Karbala, penangkapan para wanita dan anak-anak Ahlul-Bait Nabi, dijadikannya mereka sebagai tawanan dari kota ke kota dan ucapan-ucapan yang dilontarkan oleh putri Imam Ali, yaitu Zainab, dan Imam keempat yang berada di antara tawanan, mencorengkan malu kepada Bani Umayyah. Perlakuan kejam terhadap Ahlu-Bait Nabi semacam itu, menghapus propaganda yang telah dilakukan Mu'awiyah selama bertahun-tahun. Perlakuan tersebut telah melewati batas, sehingga Yazid, di muka umum

memungkiri dan menyalahkan tindakan-tindakan para pejabatnya. Peristiwa Karbala merupakan faktor utama yang menjatuhkan kekuasaan Bani Umayyah, walaupun pengaruhnya lambat. Hal itu jugalah yang memperkuat akar-akar Syi'isme. Akibat yang segera adalah, pemberontakan dan perlawanan yang dibarengi

peperangan-peperangan berdarah yang berlangsung selama dua belas tahun. Mereka yang terlibat dalam peristiwa yang menyebabkan syahidnya Imam, tak seorang pun yang dapat lolos dari pembalasan dan hukuman.

“Siapapun yang mempelajari dengan teliti sejarah kehidupan Imam Husain dan Yazid dan kondisi-kondisi yang berlaku pada masa itu, dan menganalisanya dari segi sejarah Islam, tak akan ragu lagi bahwa dalam keadaan seperti itu, tidak ada pilihan bagi Imam Husain kecuali terbunuh. Bersumpah setia kepada Yazid berarti secara umum menunjukkan kehinaan bagi Islam, sesuatu yang tidak mungkin bagi Imam, karena Yazid, selain tidak menunjukkan respeknya kepada Islam dan perintah-perintahnya, juga secara terang-terangan dan lancang menginjak-injak prinsip-prinsip dan hukum-hukumnya. Orang-orang sebelum dia, sekalipun

mereka menentang perintah-perintah agama, tetapi selalu melakukannya dengan berbuat seolah-olah mereka beragama, dan paling sedikit berpura-pura menghormati agama. Mereka berbangga diri sebagai para sahabat Nabi dan para tokoh keagamaan yang diikuti

p:111

oleh rakyat. Dari sini dapat disimpulkan bahwa pernyataan beberapa analis terhadap peristiwa-peristiwa ini adalah tidak benar ketika mereka mengatakan, bahwa kedua orang bersaudara tersebut, Hasan dan Husain, mempunyai selera yang berbeda, yang satu memilih cara damai yang lainnya memilih jalan perang, sehingga yang satu berdamai dengan Mu'awiyah walaupun mempunyai pasukan empat puluh ribu orang, sedangkan yang satunya lagi pergi berperang melawan Yazid dengan pasukan sebanyak empat puluh orang. Kita melihat, bahwa keduanya sama: Imam Husain yang menolak berbai'at kepada Yazid, hidup selama sepuluh tahun dibawah kekuasaan Mu'awiyah, tanpa menentangnya.

“Harus dikatakan dengan benar, bahwa seandainya Imam Hasan atau Imam Husain memerangi Mu'awiyah, maka mereka akan terbunuh tanpa bermanfaat sedikit pun bagi Islam. Kesyahidan mereka tidak akan mempunyai pengaruh terhadap siasat Mu'awiyah yang pada lahirnya secara berpura-pura menampakkan kesa-

lehan, seorang politisi ulung yang menekankan dirinya sebagai seorang sahabat Nabi Suci, penulis wahyu', dan 'paman orang-orang beriman', dan yang menggunakan segala tipu daya yang bisa digunakan untuk mempertahankan suatu kedok beragama bagi kekuasaannya. Lagi pula, dengan kemampuannya mengatur langkah untuk mencapai keinginannya, dia sudah dapat membuat mereka terbunuh oleh orang-orang mereka sendiri, kemudian ia pura-pura berkabung dan menuntut balas bagi darah mereka, sebagaimana dia mencoba memberi kesan bahwa dia telah menuntut balas atas pembunuhan Khalifah ketiga.”

Kata-kata al-Imam al-Husain bin Ali ra.

• Hati-hatilah dalam memberikan izin terhadap seseorang, karena orang Mu'min itu tidak dapat berbuat dosa dan tidak mengemukakan uzur (alasan untuk tidak melakukan suatu perintah), sedangkan orang munafiq berbuat dosa dan mencari-cari alasan setiap hari.

p:112

• Ketahuilah (perhatikanlah) kebutuhan-kebutuhan manusia kepadamu dari nikmat-nikmat Allah, janganlah kamu bosan memberikan pertolongan, sebab (jika tidak demikian) kenikmatan itu bisa pindah kepada orang lain.

• Banyak manusia mencintai dunia, dan menjadikan Islam hanya sebagai ucapan bibir saja; di kala mereka hidup senang, mereka melangkah dengannya, tetapi mereka mendapat cobaan, sedikit sekali orang yang betul-betul memegang (Islam).

• Pengalaman akan menambah kearifan seseorang.

p:113

p:114

MANUSIA SUCI 6, IMAM KEEMPAT ALI BIN AL-HUSAIN ZAINAL ABIDIN as

Point

p:115

p:116

IMAM KEEMPAT ALI BIN AL-HUSAIN ZAINAL ABIDIN

Nama : Ali

Gelar : Zainal Abidin

Nama Julukan : Abu Muhammad

Nama Ayah : Al-Husain, Sayyidusy-Syuhada

Nama Ibu : Syahr Banu, putri Yazdrajit III, Raja Persia.

Kelahiran : Di Madinah, Sabtu 15 Jumadil-Ula, 36 H.

Wafat : Pada usia 58 tahun, di Madinah: di racun oleh al-Walid bin Abdul Malik bin Marwan, pada tanggal 25 Muharram 95 H; dimakamkan di Jannatul-Baqi', Madinah.

Imam Suci Ali Zainal Abidin adalah Imam keturunan Rasul yang keempat. Julukannya adalah Abu Muhammad dan gelarnya yang terkenal adalah ‘Zainal Abidin', Ibunda Imam ini adalah tokoh kerajaan, Syahr Banu, putri Raja Yazdajit, penguasa Persia terakhir pra Islam.

Imam Ali Zainal Abidin melewatkan dua tahun pertama masa kecilnya dalam pangkuan datuknya Ali bin Abi Thalib, dan selama

p:117

dua belas tahun kemudian ia berada dalam perlindungan yang sangat istimewa dari pamannya, Imam kedua, yaitu Al-Hasan bin Ali. Pada tahun 61 H., ia hadir di Karbala, ketika itu tragedi yang mengerikan berupa pembunuhan besar-besaran terhadap ayahandanya, paman-paman, saudara-saudara, sepupu-sepupunya dan

semua sahabat ayahnya yang saleh; serta mengalami penawanan yang tak mengenal belas kasihan dan hukuman penjara oleh pasukan Yazid yang jahat.

Ketika Imam Husain untuk terakhir kali masuk ke dalam kemahnya guna mengucapkan selamat tinggal kepada keluarganya, Ali Zainal Abidin terbaring setengah sadar di tempat tidurnya, oleh karena itu ia lolos dari pembantaian di Karbala. Imam Husain hanya sempat berbicara secara sangat singkat dengan penghuni

kemah, dan mengemukakan pengangkatan putranya yang sedang sakit sebagai Imam.

Imam Ali Zainal Abidin hidup selama 34 tahun setelah ayahandanya, dan seluruh hidupnya ia lewatkan dalam ibadah dan munajat kepada Allah, serta mengenang ayahandanya yang syahid, karena selalu dalam keadaan beribadah kepada Allah, khususnya bersujud, maka Imam ini terkenal dengan sebutan: as-Sajjad

(si ahli sujud).

Pengetahuan dan kesalehan Imam ini tidak ada bandingannya. Az-Zuhri, Al-Waqidi dan Ibnu Uyainah mengatakan, bahwa mereka tidak dapat menemukan seorang pun yang menyamai kealiman dan kesalehannya. Ia senantiasa ingat kepada Allah, sehingga kapanpun beliau berwudhu untuk shalat, air mukanya akan berubah, dan ketika beliau berdiri untuk shalat, tubuhnya gemetar. Ketika ditanya mengapa demikian ia menjawab: “Kamu tidak mengetahui di hadapan siapa aku berdiri shalat dan kepada siapa aku bermunajat?”

Juga pada hari Asyura yang mengerikan, ketika pasukan Yazid membantai ayahandanya, sanak keluarga, sahabat-sahabatnya ser-

p:118

ta membakar kemah-kemah, Imam ini asyik bermunajat kepada Allah. Ketika pasukan Yazid yang brutal membawa para wanita dan anak-anak sebagai tawanan dengan unta-unta tanpa pelana, mengikat mereka dengan tali; Imam ini, walaupun dalam keadaan sakit, diikat dengan rantai besi yang berat melingkari leher dan

pergelangan kakinya, dan disuruh berjalan dengan kaki telanjang melalui dataran-dataran yang sulit, dari Karbala ke Kufah dan selanjutnya ke Damaskus; selama itu pula orang saleh ini tak pernah mengabaikan munajatnya kepada Allah dan selalu bersyukur dan memohon kepada-Nya.

Amalannya sederhana dan tersembunyi. Setelah wafatnya, rakyat mengatakan, bahwa amal tersembunyi berakhir dengan kepergian Imam ini. Seperti datuknya, Ali bin Abi Thalib, Ali Zainal Abidin biasa memikul dipunggungnya, pada malam hari, karung-karung tepung dan roti untuk keluarga fakir miskin di Madinah,

memelihara ratusan keluarga miskin di kota.

Imam tidak hanya ramah, sekalipun terhadap musuh-musuhnya, tetapi juga secara terus-menerus menasehati mereka ke jalan yang lurus.

Imam Zainal Abidin bersama dengan Ahlu-Bait, mengalami masa-masa yang mengerikan dan sangat berbahaya, karena serangan-serangan dan kekejaman-kekejaman para penguasa zalim telah mencapai puncaknya. Di setiap tempat ada perampasan, penjarahan dan pembunuhan. Ajaran-ajaran Islam lebih banyak

dilanggar. Al-Hajjaj bin Yusuf ats-Tsaqafi, seorang tiran yang kejam, mengancam setiap orang yang menyatakan kesetiaan atau kepatuhan kepada Ahlul-Bait; dan mereka yang tertangkap, dibunuh tanpa kenal ampun. Gerakan Imam sangat dibatasi, dan dilarang bertemu dengan siapapun. Mata-mata digunakan untuk mencari jejak para pengikut Ahlul-Bait. Hampir setiap rumah digeladah, dan setiap keluarga diperiksa dengan teliti.

Imam Ali Zainal Abidin tidak diberi kesempatan untuk melak-

p:119

sanakan ibadahnya dengan tenang, atau menyampaikan khutbah-khutbahnya. Oleh karenanya, wakil Allah di bumi ini, mengambil jalan ketiga yang terbukti sangat bermanfaat bagi pengikut-pengikutnya. Jalan itu ialah dengan menyusun doa-doa untuk penggunaan sehari-hari bagi manusia dalam usahanya mendekatkan diri kepada Allah Yang Mahakuasa. Doa-doa yang disusunnya, yang merupakan himpunan doa yang tak terhingga nilainya,

dikenal sebagai “As-Sahifah Al-Kamilah” atau “As-Sahifah As-Sajjadiyah”;

dikenal juga sebagai “Mazmur keluarga Muhammad”. Himpunan doa tersebut merupakan suatu kekayaan yang tiada terhingga nilainya, berisi doa-doa yang sangat mujarab kepada Allah, dalam bahasa yang indah yang tiada bandingannya. Hanya mereka yang pernah menemukan doa-doa tersebut yang akan mengetahui ke-

unggulan dan pengaruh yang bermanfaat dari doa-doa itu. Melalui doa-doa inilah Imam memberikan semua kebutuhan bimbing-an bagi orang-orang yang beriman selama beliau berada dalampengasingan.

Pada tanggal 25 Muharram 95 H., ketika ia di Madinah, al-Walid bin Abdul Malik bin Marwan, penguasa pada waktu itu, membuat Imam ini syahid melalui racun. Doa pemakaman untuk Imam dipimpin oleh putranya, Imam kelima, Muhammad al-Baqir, dan jenazah beliau dibaringkan dipemakaman Jannatul-Baqi' di Madinah,

Al-Allamah M.H. Thabathaba'i tentang Imam Ali Zainal Abidin as

"Imam Sajjad (Ali bin al-Husain yang digelari Ali Zainal Abidin dan Sajjad) adalah putra Imam ketiga dari istrinya, ratu di antara wanita, putri Yazdajid, Raja Iran. Dia adalah satu-satunya putra Imam Husain yang hidup, karena tiga orang saudaranya, yaitu

10. Dalam bukunya: "Shi'ite Islam”.

p:120

Ali Akbar, 25 tahun; Ja'far, 5 tahun; dan Ali al-Asghar (atau Abdullah), bayi yang masih menyusu; syahid pada peristiwa Karbala. Imam juga menyertai yahandanya dalam perjalanan yang mengantarkan kesyahidannya ke Karbala, tetapi karena sakit keras dan tidak mampu untuk mengangkat senjata atau ikut dalam perang,

maka beliau tercegah dari mengikuti perang suci dan menjadi syahid. Jadi beliau dibawa bersama kaum wanita ke Damaskus.

Setelah menjalani periode hukuman penjara, ia dibawa dengan hormat ke Madinah, karena Yazid ingin menarik hati rakyat: Tetapi, untuk keduakalinya, atas perintah Khalifah Bani Umayyah, Abdul Malik, ia dirantai dan dibawa dari Madinah menuju Damaskus, dan kembali lagi ke Madinah.

“Imam keempat, sekembalinya ke Madinah, mengasingkan diri dari kehidupan publik, menutup pintu rumahnya bagi orang-orang asing, dan meluangkan waktunya dalam ibadah. Beliau hanya berhubungan dengan kalangan terkemuka orang-orang Syi'ah, seperti Abu Hamzah ats-Tsumali, Abu Khalid Kabuli, dan tokoh-

tokoh lain seperti itu. Tokoh-tokoh terkemuka ini menyebarkan di kalangan Syi'ah ilmu-ilmu agama yang mereka pelajari dari Imam. Dengan cara ini ajaran Syi'ah menyebar dan menunjukkan pengaruhnya selama keimanan Imam kelima. Di antara karya-karya Imam keempat ialah sebuah kitab berjudul Sahifah As-Sajjadiyah. Kitab ini terdiri dari lima puluh-tujuh doa mengenai ilmu Allah yang paling luhur dan dikenal sebagai "Mazmur Ahlul-Bait Nabi”.

"Imam keempat wafat (menurut beberapa riwayat Syi'ah diracun oleh al-Walid bin Abdul Malik bin Marwan karena hasutan Bani Umayyah yang bernama Hisyam) pada tahun 95 H. (722 M.) setelah tiga puluh lima tahun menjadi Imam.”

Kata-kata al-Imam Ali bin al-Husain ra:

• Janganlah kamu berdusta, baik kecil maupun besar, serius maupun ketika bersendau gurau, sebab seseorang itu bila

p:121

telah melakukan suatu dusta yang kecil, dia akan berani melakukan kebohongan yang lebih besar lagi. Seseorang seharusnya takut akan dosanya, berharap kepada

Rabb-Nya, malu akan kebodohannya jika tidak tahu karena tidak mau belajar. Dan sabar itu sebagian dari iman, kedudukannya se- perti kedudukan kepala kepada tubuh, oleh karena itu, tidak beriman orang yang tidak sabar.

p:122

MANUSIA SUCI 7, IMAM KE LIMA MUHAMMAD BIN ALI AL-BAQIR as

Point

p:123

p:124

IMAM KE LIMA MUHAMMAD BIN ALI AL-BAQIR

Nama : Muhammad

Gelar : al-Baqir

Nama Julukan : Abu Ja'far

Nama Ayah : Ali Zainal Abidin

Nama Ibu : Fathimah binti al-Hasan, dikenal sebagai Ummu Abdillah

Kelahiran : Madinah, Selasa, 1 Rajab 57 H.

Wafat : Pada usia 57 tahun, di Madinah, Senin, 7 Dzul-Hijjah, 114 H; diracun oleh Hisyam bin Abdul Malik; dimakamkan di Jannatul-Baqi', Madinah.

Imam Muhammad al-Baqir adalah Imam keturunan Rasul yang kelima. Nama julukannya adalah Abu Ja'far, dan dikenal dengan gelar ‘al-Baqir', Ibundanya adalah putra Imam Hasan. Jadi beliau adalah satu-satunya Imam yang bernasab kepada Fathimah az-Zahra, sekaligus dari pihak ayah dan ibu. Imam Muhammad al-Baqir tumbuh dalam pangkuan datuknya, Imam Husain, selama tiga tahun. Selama tiga puluh empat

p:125

tahun kemudian, ia berada dalam perlindungan yang sangat ramah dari ayahnya, Ali Zainal Abidin. Imam hadir di Karbala pada waktu pembantaian yang menge-

rikan terhadap datuknya, Imam Husain, dan sahabat-sahabatnya. Bersama ayahnya dan para wanita anggota keluarga Nabi, ia juga mengalami penawanan tanpa belas kasihan, dan hukuman penjara oleh pasukan Yazid bin Mu'awiyah. Setelah tragedi Karbala, Imam menghabiskan waktunya dengan tenang di Madinah, ber-

ibadah kepada Allah dan membimbing masyarakat ke jalan yang lurus.

Kejatuhan Bani Umayyah telah dimulai sejak Yazid, putra Mu'awiyah, membunuh Imam Husain secara keji. Yazid sendiri mengakui sepenuhnya akibat buruk perbuatan-perbuatannya selama masa kekuasaannya yang pendek. Anak Yazid, Mu'awiyah II, menolak untuk menerima kekhalifahan dengan mengatakan:

“Aku tidak dapat menyetujui takhta yang demikian, yang didiri- kan atas dasar penindasan dan kezaliman.”

Ibnu Hajar al-Haitami, seorang ulama Sunni mengatakan “Imam Muhammad al-Baqir telah menyingkapkan rahasia-rahasia pengetahuan dan kebijaksanaan, serta membentangkan prinsip-prinsip spiritual agama. Tak seorang pun dapat menyangkal pribadinya yang mulia, pengetahuan yang diberikan oleh Allah, kearifan yang dikaruniakan oleh Allah dan tanggung-jawab serta rasa syukurnya terhadap penyebaran pengetahuan. Beliau adalah seorang yang suci dan pemimpin spiritual yang sangat berbakat, dan atas dasar inilah beliau terkenal dengan gelar ‘al-Baqir' yang berarti 'pengurai ilmu'. Baik hati, bersih dalam kepribadian, suci oleh jiwa, dan mulia oleh sifat, Imam mencurahkan seluruh waktunya dalam ketaatan kepada Allah (dan mempertahankan ajaran-ajaran Nabi Suci dan keturunannya). Adakah diluar kekuasaan manusia untuk menghitung pengaruh yang mendalam dari ilmu dan bimbingan yang diwariskan oleh Imam pada hari-hati orang

p:126

beriman. Ucapan-ucapan beliau tentang kesalehan, pengetahuan dan kebijaksanaan, amalan dan ketaatan kepada Allah begitu banyaknya sehingga isi buku ini sungguh tidak cukup untuk meliput semuanya itu."

Imam berhasil mengumpulkan dan menyusun kembali ajaran-ajaran Nabi Suci dan Ahlul-Baitnya dalam bentuk buku-buku. Murid-muridnya menyusun buku-buku dalam berbagai cabang ilmu dan seni, di bawah pengawasan dan bimbingan beliau. Keunggulannya dalam kesucian pribadi dan sifat-sifat alim, menjadikan

Imam Muhammad al-Baqir merupakan suatu model dari Nabi Suci dan datuknya, Ali bin Abi Thalib. Nasehat-nasehatnya menciptakan suatu perasaan beragama yang mendalam di kalangan kaum Muslimin pada umumnya. Beliau tidak hanya ramah terhadap musuh-musuhnya yang paling jahat sekalipun, tetapi juga

secara terus-menerus menasehati mereka ke jalan yang lurus. Beliau mendorong masyarakat untuk memperoleh penghidupannya dengan kerja keras mereka sendiri.

Imam menjelaskan tentang pentingnya untuk mengerahkan majelis dalam memperingati kesyahidan Imam Husain. Kumait bin Zaid al-Asadi, salah seorang penyair yang paling terkenal dan sangat berbakat pada waktu itu, sering membawakan syair mengenang Imam Husain dalam Majlis-majlis itu. Jenis majlis yang demikian juga sangat dianjurkan oleh Imam Ja'far ash-Shadiq dan Imam Ali ar-Ridha, Imam keenam dan kedelapan.

Imam Muhammad al-Baqir melanjutkan dakwahnya dengan damai sampai tahun 114 H. Pada tanggal 7 Dzul-Hijjah, ketika berusia 57 tahun, Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan, penguasa waktu itu, menjadikan Imam syahid dengan meracuninya. Doa pemakaman untuk Imam ini dipimpin oleh putranya, Imam Ja'far

ash-Shadiq, Imam keenam, dan jenazahnya dibaringkan di Jannatul-Bagi’, Madinah.

p:127

Al-Allamah Ath-Thabathaba'i tentang Imam Muhammad Al-Baqir as

“Imam Muhammad bin Ali al-Baqir (kata ‘Baqir' yang membelah dan membedah, merupakan gelar yang diberikan kepada beliau oleh Nabi) adalah putra Imam keempat, dan lahir pada tahun 57 H./675 M. Beliau hadir pada peristiwa Karbala, dan berusia empat tahun. Setelah ayahandanya-lewat perintah Allah dan wasiat para pendahulunya–beliau menjadi Imam. Pada tahun 114 H/732 M, beliau wafat, menurut beberapa riwayat Syi'ah, diracun oleh Ibrahim bin al-Walid bin Abdillah, sepupu Hisyam, Khalifah Bani Umayyah.

"Selama keimamam Imam kelima, sebagai akibat dari kezaliman dinasti Umayyah, pemberontakan-pemberontakan dan peperangan terjadi di beberapa penjuru dunia Islam setiap harinya. Lagi pula terjadi perselisihan-perselisihan di kalangan keluarga Bani Umayyah sendiri yang menjadikan Khalifah sibuk, dan pada

tingkat tertentu membiarkan para anggota Ahlul-Bait Nabi tanpa pengawasan ketat. Dari sisi lain, tragedi Karbala dan penindasan yang dialami oleh Ahlul-Bait Nabi, yang di dalamnya Imam keempat merupakan tokoh penting, telah menarik kaum Muslimin kepada Imam. Faktor-faktor ini menyatu, memungkinkan rakyat

dan terutama kaum Syi'ah, berbondong-bondong pergi ke Madinah, datang menghadap Imam kelima. Kesempatan-kesempatan untuk menyebarkan kebenaran pada Imam-Imam sebelum beliau dimanfaatkan oleh Imam kelima. Bukti dari kenyataan ini adalah hadis-hadis yang tak terhitung banyaknya, yang diriwayatkan dari

Imam kelima, dan banyaknya orang-orang berilmu yang termasyur, serta ulama-ulama Syi'ah yang telah diajarnya dalam berbagai ilmu-ilmu agama. Nama-nama ini tercatat dalam kitab-kitab yang memuat biografi orang-orang terkenal dalam Islam.

Ucapan-ucapan Imam Baqir ra

• Setiap kesempurnaan bisa didapat dengan memperdalam

p:128

Islam, tabah atas penderitaan, dan mampu berusaha.

• Ulama 'alim yang bermanfaat, lebih baik daripada tujuh puluh ribu orang ahli ibadah.

• Orang yang durhaka kepada Allah berarti dia tidak mengenal-Nya

p:129

p:130

MANUSIA SUCI 8, IMAM KEENAM JA'FAR BIN MUHAMMAD ASH-SHADIQ as

Point

p:131

p:132

IMAM KEENAM JA'FAR BIN MUHAMMAD ASH-SHADIQ as

Nama : Ja'far

Gelar : Ash-Shadiq

Nama julukan : Abu Abdillah

Nama Ayah : Muhammad al-Baqir

Nama Ibu : Ummu Farwah

Kelahiran : Madinah, Senin, 17 Rabi'ul-awwal 83 H.

Wafat : Pada usia 65 tahun, di Madinah, Selasa, 25

Syawwal, 148 H; diracun oleh al-Mansur ad-Dawaniqi, Khalifah Abbasiyah.

Imam Ja'far as-Shadiq adalah Imam keenam dari dua belas Imam pengganti keturunan Rasul. Nama julukannya adalah Abu Abdillah, dan gelarnya yang terkenal adalah ash-Shadiq, al-Fadhil dan ath-Thahir. Dia adalah putra Imam Muhammad al-Baqir, Imam kelima, dan ibundanya adalah putri al-Qasim bin Muhammad

bin Abu Bakar. Imam Ja'far as-Shadiq dibesarkan oleh datuknya, Imam Zainal Abidin di Madinah selama dua belas tahun, dan selanjutnya

p:133

di bawah perlindungan ayahandanya, Imam Muhammad al-Baqir selama 19 tahun.

IMAMAH

Setelah ayahandanya wafat pada tahun 114 H., Beliau menggantikannya sebagai Imam keenam dan mengemban tugas dalam memberikan bimbingan spiritual yang diperolehnya secara menurun kepadanya dari Nabi melalui Imam-Imam sebelumnya.

SITUASI POLITIK

Periode keimanannya bertepatan dengan masa yang paling revolusioner dan penuh dengan peristiwa sejarah Islam yang penting antara lain kejatuhan kerajaan Bani Umayyah dan munculnya kekhalifahan Abbasiyah. Peperangan-peperangan intern dan pergolakan-pergolakan politik mengakibatkan perubahan-perubahan

dalam pemerintahan dengan cepat. Jadi, Imam mengalami pemerintahan berbagai raja, mulai dari Abdul Malik, sampai penguasa Bani Umayyah, Marwan. Lebih jauh, Imam hidup sampai zaman Abdul-Abbas as-Saffah dan al-Mansur, dari dinasti Abbasiyah. Karena pertikaian politik di antara dua kelompok, yaitu Bani Umay-

yah dan Bani Abbas untuk memperebutkan kekuasaan, Imam dibiarkan melaksanakan tugas-tugas ibadah, sehingga memungkinkannya dengan tenang melanjutkan misinya untuk dakwah Islam dan menyebarkan ajaran-ajaran Nabi.

Di hari-hari kekuasaan Bani Umayyah, ketika kerajaan mereka goyah dan berada di ambang keruntuhan, situasi diseluruh negeri menjadi sangat kacau dan semrawut. Orang-orang Abbasiyah mengekploitasi keadaan tersebut dan mengambil manfaat dari ketidakstabilan politik itu dengan berkedok sebagai “Para Penun-

p:134

tut Balas Bani Hasyim”. Mereka berpura-pura menuntut balas terhadap Bani Umayyah atas penumpahan darah Imam. Masyarakat sudah jenuh berada di bawah penindasan Bani Umayyah, merasa muak atas kekejaman-kekejaman mereka, dan secara diam-diam merindukan Ahlul-Bait Nabi berkuasa. Mereka sadar bahwa jika kepemimpinan berada di tangan Ahlul-Bait, yang merupakan ahli waris yang sah, maka Islam akan menjadi lebih baik, dan misi Nabi akan tersebar secara murni. Sekelompok orang Abbasiyah secara diam-diam berusaha keras berkampanye untuk meraih kekuasaan dari tangan-tangan Bani Umayyah dengan alasan bahwa mereka bermaksud meraih kekuasan itu hanya untuk diserahkan kepada Bani Hasyim. Padahal, sebenarnya mereka berkomplot untuk tujuan-tujuan mereka sendiri. Masyarakat terpedaya sehingga memberikan dukungan kepada mereka, dan ketika Bani Abbas berhasil merenggut kekuasaan dari Bani Umayyah, mereka berbalik memusuhi Ahlul-Bait.

SITUASI KEAGAMAAN

Kejatuhan Bani Umayyah dan munculnya Bani Abbas merupakan dua hal penting dalam babak sejarah Islam. Periode ini adalah periode yang paling kacau yang di dalamnya moral-moral agama Islam mengalami kemunduran, ajaran-ajaran Nabi diabaikan, dan situasi anarkis semakin menjadi-jadi. Di tengah kegelapan yang

mematikan itulah tokoh berbudi luhur, Imam Ja'far as-Shadiq, hidup bagaikan seberkas cahaya yang memancarkan kilauannya untuk menyinari lautan kegelapan dan dosa di sekitarnya. Dunia menjadi condong kepada keluhuran budinya dan mengagumi kepribadiannya. Abu Salamah al-Khallal menawarkan beliau tahta

kekhalifahan, tetapi Imam-sebagaimana kebiasaan para datuk- nya—secara tegas menolak, dan lebih suka memuaskan diri dengan beribadah dan mengabdi untuk Islam.

p:135

AJARAN-AJARANNYA

Kemampuan Imam Ja'far ash-Shadiq yang luar biasa dalam semua cabang ilmu pengetahuan, disambut dengan gembira oleh seluruh dunia Islam. Tidak sedikit kaum terpelajar dari tempat-tempat yang jauh datang kepada beliau, sehingga jumlah murid-muridnya mencapai tidak kurang dari 4000 orang. Para ulama dan para ahli hukum telah mengutip banyak hadis-hadis dari Imam Ja'far ash-Shadiq. Murid-muridnya menyusun ratusan buku dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan dan seni. Selain itu, juga buku-buku fiqih, hadis tafsir, dan lain-lain. Imam juga mengajar matematika dan kimia kepada beberapa muridnya. Jabir bin Hayyan

at-Thusi, seorang ahli matematika yang terkenal, merupakan salah seorang murid Imam yang beruntung mendapatkan ilmu dan bimbingan Imam, dan mampu menulis 400 buku dalam berbagai subyek bahasan.

Adalah suatu kebenaran sejarah yang tak dapat disangkal lagi bahwa semua ulama besar dalam Islam berhutang budi atas ilmunya kepada Ahlul-Bait yang kehadirannya sangat tepat, yang merupakan sumber ilmu pengetahuan bagi semua.

Al-Allamah ash-Shibi menulis dalam bukunya Sirotun-Nu'man: “Abu Hanifah tinggal selama satu periode yang lama di masa kehadiran Imam Ja'far ash-Shadiq, memperoleh dari beliau suatu penelitian yang sangat berharga tentang fiqh dan hadis. Kedua mazhab Syi'ah dan Sunni-menyakini bahwa ilmu pengetahuan Abu

Hanifah sebagian besar berasal dari pergaulannya dengan Imam Ja'far ash-Shadiq.”

Imam mencurahkan seluruh hidupnya untuk dakwah keagamaan dan penyebaran ajaran-ajaran Nabi dan tidak pernah berjuang untuk kekuasaan. Karena pengetahuannya yang luas dan ajarannya yang benar, orang-orang berkumpul di sekelilingnya, memberikan kesetiaan dan rasa hormat yang merupakan hal yang

patut baginya. Hal ini membangkitkan rasa iri penguasa Abbasiyah,

p:136

al-Mansur ad-Dawaniqi, yang merasa takut melihat popularitas Imam sehingga mengambil keputusan untuk membunuh Imam ra.

Al-Allamah M.H. Thabathaba'i tentang Imam Ja'far Ash-Shadiq(1)

“Imam Ja'far bin Muhammad, putra Imam kelima, lahir pada tahun 83 H/720 M. Beliau wafat pada tahun 148 H/765 M, menurut riwayat Syi'ah, diracun dan syahid melalui intrik Khalifah Abbasiyah, al-Mansur. Setelah wafat ayahnya, beliau menjadi Imam atas perintah Ilahi dan keputusan dari Imam sebelumnya.

"Selama masa keimaman ayahnya, kesempatan-kesempatan yang lebih besar dan lebih menguntungkan terbuka baginya untuk menyebarkan ajaran-ajaran agama. Hal ini merupakan akibat dari pemberontakan-pemberontakan yang terjadi di negeri-negeri Islam, terutama pemberontakan Muswadah, untuk menjatuhkan pe-

merintahan Bani Umayyah. Terbukanya kesempatan yang lebih besar bagi ajaran-ajaran Syi'ah juga merupakan suatu hasil dari kerja yang diusahakan oleh Imam kelima, yakni selama dua puluh tahun masa keimamannya, melalui penyebaran ajaran-ajaran Islam yang benar dan ilmu-ilmu pengetahuan dari Ahlul-Bait Nabi.

“Imam memanfaatkan kesempatan untuk menyiarkan ilmu-ilmu agama hingga masa akhir keimamannya, yang mengalami masa akhir dinasti Bani Umayyah dan awal Khalifah Bani Abbas. Beliau banyak mengajar ulama dalam berbagai bidang intelektual dan menyalurkan ilmu-ilmu, seperti kepada az-Zurarah bin A'yan,

Muhammad bin Muslim, Mu'minut-Taq, Hisyam bin al-Hakam, Aban bin Taghlib Hisyam bin Salim, Huraiz, Hisyam al-Kalbi an-Nassabah, dan Jabir bin Hayyan (ahli kimia). Bahkan beberapa ulama penting dari mazhab Sunni seperti Sufyan ats-Tsauri, Abu Hanifah-pendiri mazhab fiqh Hanafi—al-Qadhi as-Sukuni, al-

p:137


1- 11. Dalam bukunya "Shi'ite Islam".

Qadhi Abul-Bakhtari dan lain-lain, yang mendapat kehormatan bahwa kelas-kelas dan jemaah pengajiannya mencapai jumlah empat ribu orang, meliputi ulama hadits dan ilmu-ilmu lainnya. Jumlah hadis-hadis yang terpelihara dari Imam kelima dan keenam lebih banyak dari seluruh hadis-hadis yang telah tercatat dari Na-

bi dan sepuluh Imam lainnya, meski dijumlah secara keseluruhan.

"Tapi menjelang akhir hidupnya, Imam dikenakan pembatasan-pembatasan yang ketat oleh Khalifah Abbasiyahı, al-Mansur, yang memerintahkan penganiayaan dan pembunuhan kejam terhadap banyak keturunan Nabi yang merupakan kaum Syi'ah, dengan melakukan tindakan-tindakan yang bahkan melampaui batas kekejaman dan ketidakpedulian Bani Umayyah. Atas perintahnya, mereka ditahan secara berkelompok, beberapa di antaranya dimasukkan kedalam penjara-penjara yang gelap, dan disiksa sampai mati, sementara yang lainnya dipenggal atau dikubur hidup-hidup, atau dimasukkan ke dasar (sebagai bagian pondasi) atau di antara dinding-dinding bangunan yang kemudian dibangun di atasnya.

“Hisyam, Khalifah Bani Umayyah, telah memerintahkan agar Imam keenam ditahan dan dibawa ke Damaskus. Kemudian Imam ditahan oleh as-Saffah, Khalifah Abbasiyah, dan dibawa ke Irak. Akhirnya, al-Mansur menahan beliau kembali dan membawanya ke Samarrah, menempatkan Imam dibawah pengawasannya, de-

ngan perlakuan yang sangat kasar, kurang ajar dan beberapa kali merencanakan untuk membunuhnya. Akhirnya Imam diperkenankan kembali ke Madinah. Di sanalah Imam meluangkan masa hidupnya dalam persembunyian sampai beliau diracun dan syahid melalui siasat licik al-Mansur.

"Mendengar berita kesyahidan Imam, al-Mansur menulis surat kepada gubernur Madinah, memerintahkannya pergi ke rumah Imam, berpura-pura menyatakan bela sungkawa kepada keluarganya, meminta wasiat Imam dan membacanya. Siapapun yang dipilih oleh Imam sebagai pewaris dan penggantinya, harus dipenggal

p:138

pada waktu itu juga. Jelaslah, bahwa tujuan al-Mansur adalah untuk mengakhiri seluruh persoalan Imamah dan aspirasi-aspirasi kaum Syi'ah. Ketika gubernur Madinah itu melaksanakan wasiat, ia mendapati bahwa Imam telah memilih, bahkan empat orang, bukan hanya satu, untuk melaksanakan wasiat terakhirnya, yakni

Khalifah sendiri, gubernur Madinah, Abdullah Aftah, putra Imam yang lebih tua; dan Musa, putranya yang lebih muda, Dengan cara ini, maka gagallah rencana al-Mansur."

WAFAT IMAM

Pada tanggal 25 Syawwal 148 H., atas perintah al-Mansur, gubernur Madinah meracuni Imam, dan menjadikan Imam syahid melalui racun. Doa pemakaman dipimpin oleh putranya, Imam Musa al-Kadzim, Imam ketujuh, dan jenazahnya dimakamkan di Jannatul-Baqi'.

Ucapan-ucapan Imam Ash-Shadiq ra.:

• Sebaik-baik manusia ialah yang memiliki kelima sifat berikut: merasa senang ketika berbuat baik; merasa menyesal ketika dia berbuat sesuatu yang buruk; bersyukur saat menerima sesuatu dari Allah; bersabar menahan cobaan-cobaan dari Allah; memberi maaf ketika dia dizalimi orang.

Tiga orang yang ditambahkan kemuliaan oleh Allah kepadanya adalah mereka yang memaafkan orang yang berbuat zalim kepadanya; memberi kepada orang yang tidak pernah memberi kepadanya; dan menyambungkan silaturahmi dengan orang yang memutuskannya.

p:139

p:140

MANUSIA SUCI 9, IMAM KETUJUH MUSA BIN JA'FAR AL-KADZIM as

Point

p:141

p:142

IMAM KETUJUH MUSA BIN JA'FAR AL-KADZIM as

Nama : Musa

Gelar : al-Kadzim

Nama Julukan : Abu Ibrahim

Nama Ayah : Ja'far as-Shadiq

Nama Ibu : Hamidah al-Babariyyah

Kelahiran : Abwa (antara Makkah dan Madinah), Minggu, 7 Safar, 128 H.

Wafat : Pada usia 55 tahun, Baghdad, 25 Rajab, 183 H; diracun oleh Harun ar-Rasyid; dimakamkan di al-Kadzimiyyah, Baghdad.

Imam Musa al-Kadzim adalah Imam keturunan Rasul, yang ketujuh. Nama julukannya adalah Abu Ibrahim dan gelarnya yang terkenal adalah al-Kadzim. Karena ketaatan dan ibadahnya mendapat gelar “Abdush-Shalih” (hamba saleh). Kedermawanannya sangat besar, sesuai dengan namanya, sehingga tidak seorang penge-

mis pun yang pulang dari rumahnya dengan tangan hampa. Bahkan, setelah wafatnya, Imam masih terus melayani dan bermurah hati kepada orang-orang yang setia kepadanya yang datang ke

p:143

makam sucinya dengan doa-doa dan permohonan-permohonan yang selalu dikabulkan oleh Allah. Jadi, satu gelar tarnbahan baginya adalah juga sebagai “Babul-Hawaij” (pintu pemenuhan kebutuhan-kebutuhan).

ORANG TUA

Imam Musa al-Kadzim adalah putra Imam Ja'far ash-Shadiq, Imam keenam. Nama ibunya adalah Hamidah, putri seorang bangsawan yang berasal dari negara Barbary.

MASA KECIL

Imam Musa al-Kadzim melewatkan dua puluh tahun kehidupan sucinva di bawah perlindungan ayahandanya. Kejeniusannya yang melekat pada dirinya dan sifat kebajikannya yang menyatu dengan bimbingan dan pendidikan yang cerah dari Imam Ja'far ash-Shadiq, ditunjukkannya di kemudian hari, terwujud dalam kepribadiannya. Beliau sangat menguasai ilmu Ilahiah sekalipun di masa kecilnya.

Al-Allamah al-Majlisi menceritakan, bahwa suatu saat Abu Hanifah datang ke kediaman Imam Ja'far as-Shadiq untuk bertanya kepada beliau tentang masalah-masalah keagamaan. Imam sedang tidur dan dia tetap menunggu sampai Imam bangun. Sementara itu, Imam Musa al-Kadzim yang pada waktu itu masih

berusia lima tahun, keluar dari rumah. Abu Hanifah setelah mengucapkan salam hormatnya, bertanya: “Wahai Putra Nabi Suci! Bagaimana pendapat anda tentang perbuatan-perbuatan seorang manusia? Apakah dia melakukannya sendiri atau Allah menjadikan dia berbuat seperti itu?'

"Wahai Abu Hanifah," Imam berusia lima tahun tersebut men

p:144

jawab dengan gaya seperti leluhurnya, “Perbuatan-perbuatan seorang manusia dilahirkan atas tiga kemungkinan. Pertama, Allah sendiri yang melakukannya sementara manusia benar-benar tak berdaya. Kedua, Allah dan manusia sama-sama berperan atas perbuatan-perbuatan tersebut. Ketiga, manusia sendiri yang melakukannya. Maka, jika asumsi yang pertama benar, dengan jelas membuktikan ketidakadilan Allah yang menghukum mahluk-Nya atas dosa-dosa yang tidak mereka tidak lakukan. Dan jika kondisi kedua yang diterima, maka Allah pun tidak adil kalau Dia menghukum manusia atas kesalahan-kesalahan yang di dalamnya Allah sendiri bertindak sebagai sekutu. Kedua hal di atas tentu tak mungkin dapat dibenarkan. Jadi, tinggal alternatif ketiga, yakni bahwa manusia sepenuhnya bertanggung-jawab atas perbuatan- perbuatan mereka sendiri.”

KEIMANAN

Imam Ja'far as-Shadiq wafat pada tanggal 25 Syawwal 148 H., dan pada tanggal yang sama pula Imam Musa al-Kadzim menggantikan kedudukan suci keimaman, sebagai Imam ketujuh. Periode keimamannya berlangsung terus selama tiga puluh lima tahun. Dalam dekade pertama Imamahnya, Imam Musa al-Kadzim de-

ngan tenang dapat melaksanakan tanggung-jawab sucinya dan meneruskan penyebaran ajaran-ajaran Nabi. Tetapi segera setelah itu, beliau menjadi korban dari kekejaman penguasa, sehingga sebagian besar hidupnya dilewatkan dipenjara.

SITUASI POLITIK

Imam Musa al-Kadzim hidup pada zaman yang paling kritis di bawah raja-raja zalim Bani Abbas. Beliau mengalami masa pemerintahan Al-Mansur ad-Dawaniqi, al-Mahdi, dan Harun ar-Rasyid,

p:145

yang merupakan raja-raja yang zalim, yang banyak membunuh orang tak berdosa, terutama para keturunan Nabi Ribuan para syahid ini dikubur hidup-hidup di dalam dinding-dinding atau dimasukkan ke dalam penjara-penjara gelap yang mengerikan selama masa hidup mereka. Raja-raja yang rusak akhlaknya ini tidak mengenal belas kasih atau keadilan, dan mereka tega untuk membunuh serta menganiaya demi meraih kesenangan yang mereka cita-citakan.

Imam selamat dari kezaliman al-Mansur karena raja sibuk dengan proyeknya mengenai pembangunan kota baru Baghdad, sehingga tidak mempunyai waktu untuk menjadikan Imam sebagai korban. Tahun 157 H., kota Baghdad dibangun. Pembangunan ini segera diikuti oleh kematian pendirinya, setahun kemudian.

Setelah al-Mansur, anaknya, al-Mahdi, naik tahta. Selama beberapa tahun dia tetap acuh tak acuh terhadap Imam. Tahun 164 H., ketika dia datang ke Madinah dan mendengar tentang pengaruh besar Imam, dia tak dapat menahan rasa irinya, sehingga benih-benih kedengkian nenek-moyangnya terhadap Ahlul-Bait kembali menyala di dadanya. Entah bagaimana caranya dia mengatur untuk membawa Imam bersamanya ke Baghdad dan memenjarakannya di sana. Tetapi setelah itu, dia menyadari kesalahannya, dan membebaskan Imam dari penjara. Al-Mahdi digantikan oleh al-Hadi yang hanya hidup selama satu tahun. Adapun pula tahun 170 H., raja paling zalim dan paling kejam Harun ar-Rasyid, muncul sebagai orang nomor satu dalam kerajaan Abbasiyah. Dalam masa pemerintahannya-lah Imam suci melewatkan sebagian besar hidupnya dalam sebuah penjara yang menyedihkan, sampai beliau diracun.

KEUTAMAAN MORAL DAN AKHLAKNYA

Mengenai keutamaan moral dan akhlaknya, Ibnu Hajar al-Haitami

p:146

berkata: “Kesabaran dan ketabahan Imam Musa al-Kadzim begitu rupa sehingga diberi gelar ‘al-Kadzim' (orang yang sanggup menahan amarahnya). Beliau merupakan contoh hidup dan kebajikan dan kemurahan hati. Beliau mencurahkan malamnya dalam ibadah kepada Allah, dan siangnya dengan berpuasa. Beliau selalu memberi maaf sekalipun kepada orang berbuat zalim kepadanya.”

Sifat baik dan murah hatinya terhadap masyarakat sedemikan rupa sehingga beliau biasa melindungi dan menolong orang-orang miskin dan papa di Madinah, memberikan kepada mereka uang, makanan, pakaian dan keperluan-keperluan makanan lainnya secara diam-diam. Para penerima hadiah tersebut diliputi oleh teka-teki tentang siapakah dermawan yang berbaik hati kepada mereka itu, dan hal itu tetap menjadi misteri selama hidup Imam, bahkan rahasia itu tetap tak terungkap setelah wafatnya.

HASIL KARYA KESUSTERAAN

Waktu dan keadaan tidak mengijinkan Imam Musa al-Kadzim mendirikan lembaga (majlis) untuk menanamkan ilmu keagamaan kepada para pengikutnya sebagaimana ayahnya, Imam Ja'far ash- Shadiq, dan datuknya, Imam Muhammad al-Baqir. Beliau tidak pernah diizinkan untuk berpidato di depan umum. Beliau melaksanakan misi pengajaran dan bimbingan kepada rakyat secara diam-diam.

WAFAT IMAM

Pada tahum 179 H., Harun ar-Rasyid datang ke Madinah. Api kebencian dan kecemburuan terhadap Ahlul-Bait menyala dalam hatinya, ketika dia melihat pengaruh dan popularitas Imam yang besar di mata rakyat. Dia menangkap Imam saat beliau sedang

p:147

sibuk berdoa di makam Nabi Suci, kemudian memenjarakan beliau di Baghdad selama empat tahun. Pada tanggal 25 Rajab 183 H., dia menjadikan Imam syahid melalui racun. Bahkan jenazah beliau tak terhindar dari penghinaan; tubuh suci itu dikeluarkan dari penjara dan ditinggalkan begitu saja di atas jembatan Baghdad.

Para pengikut setianya, bagaimanapun, mengurus pemakaman jenazah suci Imam untuk dibaringkan di al-Kadzimiyyah (Irak).

Ucapan-ucapan al-Imam al-Kadzim ra.:

• Pertolongan kepada orang yang lemah adalah shadaqah (amal yang paling baik).

• Sebaik-baik ilmu adalah ilmu yang biasa membawa kepada kesalehan hati, dan menampakkan keburukannya kepadamu.

• Janganlah engkau menyibukkan diri dengan mempelajari ilmu yang bila engkau tidak mengetahuinya, tidak akan memberi madharat kepadamu; dan janganlah engkau melalaikan ilmu yang bila engkau tidak mempelajarinya, akan menambah kebodohanmu.

p:148

MANUSIA SUCI 10, IMAM KEDELAPAN ALI BIN MUSA AR-RIDHA as

Point

p:149

p:150

IMAM KEDELAPAN ALI BIN MUSA AR-RIDHA as

Nama : Ali

Gelar : Ar-Ridha

Nama Julukan : Abul-Hasan

Nama Ayah : Musa al-Kadzim

Nama Ibu : Ummul-Banin Najmah

Kelahiran : Madinah, Kamis, 11 Dzul-Qa'dah, 148 H.

Wafat : Pada usia 55 tahun, di Mashhad (Khurasan), Selasa , 17 Shafar, 203 H.; diracun oleh al-Makmun, Khalifah Abbasiyah; dimakam- kan di Mashhad, Iran.

Imam Ali ar-Ridha tumbuh besar di bawah bimbingan ayahan-danya selama tiga puluh tahun. Wawasannya yang luas dan kecerdasannya dalam kajian masalah keagamaan berkat didikan dan pengarahan yang baik dari ayahandanya, menjadikan ia memiliki ciri khusus dalam kepemimpinan spiritualnya. Imam ar-Ridha

merupakan teladan hidup dari pribadi Nabi besar Muhammad saw. sendiri, dan perlambang kekesatriaan serta kedermawanan Imam Ali bin Abi Thalib.

p:151

SUKSESI

Imam Musa al-Kadzin tahu betul pola-pola ketidakcocokan dan penentangan keras pemerintah yang berkuasa terhadap Imamah. Oleh sebab itu, selama masa hidupnya, beliau mengumumkan pengangkatan Imam ar-Ridha sebagai penggantinya di hadapan seratus tujuh puluh satu ulama terkemuka, dan mempersilakan

putra-putra dan keluarganya untuk mengajukan segala masalah kepadanya setelah beliau tiada. Beliau juga meninggalkan wasiat tertulis yang menyatakan penunjukan Imam ar-Ridha, ditandatangani sebagaimana mestinya, dan disaksikan oleh tidak kurang dari enam belas orang terkemuka. Langkah ini diambil oleh Imam untuk menghindarkan kekacauan yang mungkin timbul setelah wafat beliau.

IMAMAH

Imam Musa al-Kadzim diracun dipenjara, dan wafat pada tanggal 25 Rajab, 183 H., dan pada hari yang sama, Imam ar-Ridha dinyatakan sebagai Imam kedelapan bagi dunia Islam. Imam ar-Ridha kini menghadapi tugas besar yaitu memberikan penafsiran yang benar terhadap Alquran; khususnya dalam keadaan-keadaan yang

paling tidak menguntungkan yang berlangsung di bawah pemerintahan Harun ar-Rasyid. Banyak orang dipenjarakan, dan mereka yang bebas dan tidak dipenjarakan, menghadapi kekejaman-kekejaman dan penderitaan-penderitaan yang tiada terhingga.

Imam ar-Ridha, tentu saja, menunjukkan pengaruhriya pada masa itu dengan melanjutkan misi Nabi dengan cara yang tenang, sekalipun dalam periode yang paling kacau balau. Usahanya sangat tepat sehingga ajaran-ajaran Nabi dan Ahlul-Bait-Nya menjadi tersebar.

Imam ar-Ridha mewarisi sifat-sifat yang mulia dari para lelu-

p:152

hurnya. Beliau adalah seorang yang cakap dalam berbagai hal dan menguasai banyak bahasa. Ibnul-Atsir al-Jazari menulis dengan mengatakan bahwa Imam ar-Ridha merupakan orang yang bijaksana, suci dan ulama abad kedua Hijriah. Suatu saat, dalam perjalanan ke Khurasan, ketika Imam dibawa dengan paksa naik kuda oleh para pengawal al-Makmun dari Madinah, beliau sampai di Naisabur. Ribuan orang berkerumun di sekelilingnya, dan semua jalan penuh karena orang-orang itu ingin menjumpai dan melihat Imam besar mereka. Abu Dhar'ah ar-Razi dan Muhammad bin Aslam at-Thusi, dua orang ulama besar pada zamannya, keluar dari kerumunan orang, memohon Imam untuk berhenti di sana barang sejenak agar orang-orang dapat mendengarkan suaranya. Mereka juga memohon Imam agar berpidato. Imam mengabulkan permohonan itu dan dalam pidato singkatnya kepada jamaah yang melimpah tersebut, Imam menafsirkan “laa ilaa illaa Allah.” Seterusnya Imam mengatakan bahwa kalimat tersebut merupakan benteng Allah’, dan barangsiapa memasuki benteng itu, maka dia telah menyelamatkan diri-nya dari kemurkaan Allah,

Selang beberapa saat, Imam melanjutkan, bahwa ada beberapa syarat untuk dapat memasuki pintu benteng tersebut, dan syarat yang tersebar dari semuanya adalah, keikhlasan dan kepatuhan yang sempurna kepada Imam pada zamannya; dan dengan tegas dan terus terang beliau menerangkan kepada rakyat, bahwa setiap ketidakpatuhan kepada Nabi Suci dan Ahlul-Baitnya akan mencabut kembali hak seseorang memasuki benteng tersebut. Satu-satunya jalan untuk memperoleh kesenangan Allah Yang Mahakuasa adalah, mentaati Nabi dan Ahlul-Baitnya, dan itulah satu-satunya jalan menuju keselamatan pada kehidupan yang kekal.

Peristiwa tersebut di atas, dengan jelas menunjukkan kebesaran dan popularitas Imam ar-Ridha; kecintaan, kesetiaan serta perhatian kaum Muslimin kepada Imam mereka. Al-Makmun, sang raja, menyadari bahwa dia tidak akan dapat bertahan lebih lama

p:153

bila dia enggan menyatakan kesetiaannya kepada Imam. Para agen dan jaringan melaporkan kepadanya, bahwa rakyat Iran benar-benar setia dan tulus kepada Imam, dan bahwa dia akan dapat mempengaruhi mereka hanya jika berpura-pura memberikan respek dan simpati kepada Imam Ali ar-Ridha. Al-Makmun adalah

seorang yang sangat licik. Dia merencanakan mengundang Imam ar-Ridha dan menawarkan kepada beliau jabatan sebagai pewaris takhta. Imam diundang ke Istana dengan paksa, dan diharuskan meninggalkan Madinah--padahal Imam sudah hidup tenang di sana.

Ketika tiba, al-Makmun menunjukkan sikap yang ramah dan hormat yang dalam, lalu dia berkata kepada Imam: “Saya ingin melepaskan diri dari kekhalifahan dan menyerahkan kedudukan ini kepada anda." Tetapi Imam ar-Ridha menolak tawarannya. Kemudian al-Makmun mengulangi tawarannya dalam sebuah surat

dengan mengatakan: “Jika anda menolak apa yang telah saya tawarkan kepada anda, maka anda harus menerima kedudukan untuk menjadi pewaris setelah saya.” Tetapi, Imam ar-Ridha kembali menolak tawaran itu. Al-Makmun kemudian mengundang Imam lagi, kali ini dia ditemani oleh al-Fadhi bin Sahl, orang yang mem-

punyai dua jabataan (yaitu militer dan sipil). Tak ada orang lain lagi dalam pertemuan mereka. Al-Makmun berkata kepada Imam ar-Ridha, “Menurut saya, adalah tepat untuk menyerahkan wewenang atas kaum Muslimin kepada Anda. dan saya ingin membebaskan diri saya dari tanggung jawab tersebut dengan memberi-

kannya kepada Anda.” Ketika ar-Ridha lagi-lagi menolak tawarannya, al-Makmun berkata kepadanya, seolah-seolah mengancam Imam atas penolakan itu. Dalam ucapannya dia berkata: “Umar bin Khathab membuat suatu panitia (syura) untuk mengangkat seorang pengganti. Di antara mereka adalah kakek anda sendiri,

Amirul-Mu'minin, Ali bin Abi Thalib. Umar menetapkan bahwa siapa saja dari mereka yang menolak keputusan, harus dibunuh. Jadi tidak ada jalan keluar bagi Anda kecuali menerima apa yang

p:154

saya inginkan. Saya akan mengabaikan penolakan Anda tentang hal itu." Dalam jawabannya, Imam ar-Ridha berkata: "Saya akan menyetujui apa yang Anda inginkan dari saya sepanjang alih kekuasaan ini disangkutkan dengan syarat bahwa saya tidak menguasai, atau memerintah, atau memberikan keputusan-keputusan resmi, tidak menghakimi, mengangkat, memecat, atau mengubah sesuatu dari yang telah ada." Al-Makmun kemudian menerima syarat tersebut.

Pada waktu al-Makmun memerintahkan rakyat untuk berjanji setia kepada ar-Ridha, salah seorang sahabat dekat ar-Ridha yang hadir pada waktu itu, menceritakan: “Ketika itu aku berada di depannya. Dia melihat padaku saat aku sedang merasa bahagia atas apa yang telah terjadi. Dia memberi tanda kepadaku agar mendekatinya. Aku menghampiri dan dia berkata-perlahan sekali sehingga tak ada orang lain yang dapat mendengarkannya:

Jaga isi hatimu dengan persoalan ini, dan jangan merasa bahagia karenanya. Ini adalah suatu hal yang tidak mungkin dicapai."Al-Makmun, kita akan mendapatkan gambaran yang jelas, tentang latar belakang yang menyebabkan al-Makmun memutuskan untuk menawarkan kepemimpinan kepada Imam ar-Ridha.

Imam ar-Ridha adalah Imam kedelapan dan al-Makmun tidak dapat menyembunyikan rasa hormatnya yang besar kepada beliau karena kesalehan Imam, kearifan, pengetahuan, kesederhanaan, kesopanan dan kepribadiannya. Oleh karena itu, dia memutuskan untuk menunjuk beliau sebagai ahli waris yang sah bagi takhta ke-

rajaan. Pada awal tahun dua ratus Hijriah dia mengundang orang-orang Bani Abbas. Tiga puluh tiga ribu orang Abbasiyyah memenuhi undangan tersebut, dan mereka diperlakukan sebagai tamu-tamu kerajaan. Selama tamu-tamu itu tinggal di kota, dia dengan teliti mengamati dan mencatat keahlian masing-masing orang,

dan akhirnya dia sampai pada kesimpulan, bahwa tak seorang pun dari mereka pantas untuk menggantikan dia. Oleh karena

p:155

itu dia mengatakan dengan tegas kepada mereka yang hadir dalam suatu pertemuan pada tahun 201 H., bahwa tak seorang pun dari Bani Abbas yang pantas menggantikannya. Dia meminta kesetiaan rakyat bagi Imam ar-Ridha pada pertemuan itu juga, dan menyatakan bahwa pakaian resmi kerajaan di waktu yang akan datang adalah hijau; dimaksudkan al-Makmun sebagai penghormatan khusus kepada Imam yang pada saat itu mengenakan pakaian berwarna hijau. Sebuah ‘Dekrit kerajaan' dipublikasikan, menyatakan bahwa Imam ar-Ridha akan menggantikan al-Makmun.

Sekalipun setelah pengumuman peralihan jabatan tersebut ada banyak kesempatan bagi Imam untuk menjalani kehidupan duniawi yang menyenangkan, namun beliau tidak mengindahkan-kesenangan materi, bahkan Imam berkonsentrasi penuh dalam memberikan penjelasan-penjelasan yang benar dari ajaran-ajaran Quran dan Nabi. Imam menghabiskan sebagian terbesar dari waktunya dengan beribadah kepada Allah dan membantu orang lain.

Di lain pihak, Imam benar-benar memanfaatkan kelonggaran-kelonggaran yang diberikan kepadanya atas kedudukannya yang tinggi dalam kerajaan, Imam pun mengorganisir majlis-majlis untuk mengenang para syahid di Karbala. Majlis-majlis semacam itu untuk pertama kali diselenggarakan pada zaman Muhammad

al-Baqir dan Imam Ja'far ash-Shadiq, namun Imam ar-Ridha memberikan suatu nafas baru dengan menganjurkan para penyair menulis syair-syair yang mengesankan, yang melukiskan aspek-aspek moral dari tragedi dan penderitaan Imam Husain dan para sahabatnya.

Al-makmun menjadi sangat takut atas semakin besarnya popularitas Imam, padahal dia mengangkatnya sebagai ahli waris tahta kerajaan hanya untuk memenuhi ambisinya sendiri yang besar dan maksud maksudnya sendiri, dan hanya berharap men-dapat dukungan Imam bagi rencana-rencananya yang penuh tipu

daya. Tetapi, tentu saja, Imam menolak memberikan dukungan-

p:156

nya terhadap setiap rencana yang bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh karenanya al-Makmun menjadi sangat kecewa terhadap Imam, dan kemudian memutuskan untuk mengurangi popularitas Imam, sehingga dia pun kembali berbuat sesuai dengan tradisi para pendahulunya, yakni merencanakan pembunuhan

atas diri Imam. Agar tampak lebih halus Imam makan malam, dan kesempatan itulah dia menyuguhkan anggur beracun. Imam kemudian wafat pada tangal 17 Shafar, 203 H., dimakamkan di Tus (Mashhad), dan makamnya yang megah menandakan kebesaran pribadi yang dimiliki Imam. Setiap tahun banyak kaum

Muslimin yang mengunjungi makam Imam untuk memberikan penghormatan mereka kepada Imam ini.

Ucapan-ucapan Imam ar-Ridha ra.

• Melakukan tujuh hal, tanpa melakukan hal lainnya adalah suatu penghinaan diri; yaitu: meminta pengampunan dari Allah dengan lisan tetapi tidak menyatakan penyesalan dengan hati; memohon pertolongan Allah tetapi tidak melakukan usaha; berketetapan hati untuk melakukan sesuatu tetapi tidak mempersiapkan tindakan-tindakan pencegahannya; memohon surga kepada Allah tetapi tidak tahan menanggung kesukaran-kesukaran yang bertalian dengannya; memohon pembebasan dari api neraka tetapi tidak menahan nafsunya; mengingat Allah tetapi tidak mengharapkan untuk menemui-Nya

p:157

p:158

MANUSIA SUCI 11, IMAM KESEMBILAN MUHAMMAD BIN ALI AL-JAWAD (AT-TAQI) as

Point

p:159

p:160

IMAM KESEMBILAN MUHAMMAD BIN ALI AL-JAWAD (AT-TAQI) as

Nama : Muhammad

Gelar : al-Jawad atau at-Taqi

Nama Julukan : Abu Ja'far

Nama Ayah : Ali ar-Ridha

Nama Ibu : Sabikah (atau Khayzuran)

Kelahiran : Madinah, Jum'at, 10 Rajab 195 H.

Wafat : Pada usia 25 tahun, di al-Kadzimiyah, Rabu, 29 Dzul-Qa’dak, 220 H., diracun oleh Mu'tasim, Khalifah Abbasiyyah; dimakamkan di al-Kadzimiyyah, Baghdad.

Imam Muhammad al-Jawad (At-Taqi) adalah Imam keturunan Rasul yang kesembilan. Nama julukannya adalah Abu Ja'far, dan gelarnya yang terkenal adalah al-Jawad dan at-Tagi. Karena, Imam Muhammad al-Baqir, Imam kelima, disebut juga sebagai Abu Ja'far, maka para ahli sejarah menyebut Imam ini sebagai Abu Ja'far ke-dua.

p:161

MASA KANAK-KANAK

Imam Muhammad al-Jawad dibesarkan oleh ayahandanya yang mulia, yaitu Imam Ali ar-Ridha, selama empat tahun. Dalam keadaan tertekan, Imam Ali ar-Ridha harus pindah dari Madinah ke Khurasan (Iran), meninggalkan putranya yang masih kecil. Imam ar-Ridha mengerti tentang maksud jelek pada waktu itu,

sehingga penguasa merasa yakin, bahwa dirinya tidak akan kembali lagi ke Madinah. Oleh sebab itu, sebelum keberangkatannya, beliau menyatakan putranya, Muhammad al-Jawad, sebagai penggantinya, dan memberikan kepadanya semua perbendaharaan ilmunya tentang ilmu Allah dan masalah-masalah spiritual lainnya.

IMAMAH

Imam Ali ar-Ridha diracun pada tanggal 17 Shafar, 203 H., pada hari yang sama Imam Muhammad al-Jawad diangkat untuk memegang tanggung-jawab keimaman. Pada usia yang masih muda, yaitu delapan tahun, tidak ada kesempatan dan jalan bagi Imam muda ini untuk membentangkan ilmunya yang sangat tinggi. Tetapi setelah beberapa saat, beliau pun mulai dikenal karena telah sering kali berdiskusi dengan para ulama pada zamannya mengenai masalah-masalah yang berkenaan dengan fiqh, hadis, tafsir, dan lain-lain, serta mengungguli mereka dalam hal tersebut. Hal itu membuat mereka kagum dan mengakui pengetahuan dan keutamaannya. Sejak, itu dunia mengakui beliau sebagai orang yang memiliki pengetahuan ilahiah, dan bahwa pengetahuan yang dikuasai oleh Imam tersebut tidak diperoleh, kecuali dianugerahkanoleh Allah.

KEUTAMAANNYA DALAM SASTRA

Masa hidup Imam Muhammad al-Jawad lebih pendek daripada para pendahulunya, juga para penggantinya.

p:162

Beliau menjadi Imam pada usia delapan tahun dan wafat di racun pada usia dua puluh lima tahun. Meskipun begitu beliau banyak menghasilkan karya-karya sastra yang bermutu dan bernilai tinggi.

Imam al-Jawad merupakan simbol dari kemurahan hati Nabi Muhammad saw. dan kecakapan-kecakapan Imam Ali ra. Sifat-sifat yang menurun kepadanya meliputi kekesatriaan, keberanian, kemurahan hati, keluasan ilmu, pemaaf dan toleran. Semua itu menghiasi dirinya, sehingga orang mengenalnya selalu ramah dan hormat kepada semua orang tanpa diskriminasi, menolong fakir miskin, berlaku adil dalam setiap keadaan, menjalani hidup sederhana, menolong anak-anak yatim, orang-orang miskin dan tuna wisma, memberikan ilmu kepada mereka yang tertarik, dan membimbing masyarakat ke jalan yang lurus.

BERHIJRAH KE IRAK

Untuk mengkonsolidasikan kerajaannya, al-Makmun, raja Abbasiyyah, merasa perlu meraih simpati dan dukungan bangsa Iran yang selalu bersikap ramah dan menerima baik kepada Ahlul-Bait. Maka al-Makmun terpaksa - dari segi politik -- melakukan kontak-kontak dengan suku Bani Fatimah dengan mengorbankan

ikatan-ikatan dengan Bani Abbas, dan dengan demikian meraih. simpati kaum Syi'ah. Itulah sebabnya dia mengangkat Imam Ali ar-Ridha sebagai pewaris tahta sekalipun bertentangan dengan keinginan Imam, dan mengajukan saudaranya, Ummu Habibah, untuk dinikahi. Al-Makmun mengharapkan agar Imam Ali ar-

Ridha akan memberikan dukungan kepadanya dalam urusan- urusan poitik. Tetapi, ketika dia mengetahui bahwa Imam tidak begitu tertarik dalam masalah politik dan rakyat semakin menyerahkan diri mereka kepada beliau karena keagungan sepiritualnya, dia berencana meracuni Imam. Namun dia masih tetap merasa

p:163

perlu untuk melanjutkan pendekatan dengan Imam ar-Ridha dan tidak memecatnya sebagai pewaris tahta. Malah, kini, dia bermaksud menikahkan anak perempuannya, Ummul-Fadhl dengan Muhammad al-Jawad, putra Imam Ali ar-Ridha. Untuk tujuan inilah dia kemudian mengundang Imam dari Madinah ke Irak.

Bani Abbas merasa sangat bingung ketika mengetahui bahwa al-Makmun merencanakan untuk menikahkan anak perempuan-nya dengan Imam Muhammad al-Jawad. Sebuah delegasi terdiri dari beberapa orang terkemuka, menasehatkan agar dia membatalkan maksudnya. Tetapi al-Makmun terus menyatakan kekagum-

annya atas pengetahuan dan keutamaan Imam. Dia mengatakan, bahwa walaupun Imam Muhammad al-Jawad masih muda, tetapi dia adalah seorang pengganti yang tepat atas ayahnya, dan bahwa ulama-ulama terbesar dari dunia Islam tidak dapat menyainginya.

Orang-orang Bani Abbas diberitahu, bahwa al-Makmun membandingkan keutamaan Imam dalam hal pengetahuannya dengan orang yang mereka pilih, yaitu Yahya Ibnu Akhtam, ulama besar dan seorang ahli hukum terkemuka dari Baghdad, dan dia bermaksud “mengadu” keduanya dalam satu pertemuan.

Maka diatur dan diumumkanlah suatu pertemuan besar untuk acara tersebut, mempertemukan kedua ulama yang disambut hangat oleh hampir semua rakyat dari seluruh bagian kerajaan.

Selain bangsawan dan pejabat tinggi, terdapat sembilan ratus kursi yang disediakan untuk para ulama dan orang-orang terpelajar. Orang sangat penasaran ingin melihat bagaimana seorang anak kecil dapat berdiskusi dengan seorang hakim tersohor dalam hukum-hukum agama, apalagi orang itu adalah ulama terbesar yang

dimiliki Irak. Imam Muhammad al-Jawad duduk disebelah al-Makmun yang duduk diatas singgasananya, berhadapan dengan Yahya bin Akhtam.

“Apakah anda mengijinkan saya untuk bertanya?” Yahya memulai pembicaraan.

p:164

"Tanyalah saya tentang apa saja yang Anda inginkan, “Kata Imam, dengan nada dan gaya yang sama seperti para leluhur-nya.

Kemudian Yahya bertanya kepada Imam, “Bagaimana pendapat Anda tentang seseorang yang mengikuti kehendaknya untuk berburu, sedangkan dia dalam keadaan ihram?"(1)

Imam menjawab, “Pertanyaan Anda tidak jelas dan menyesatkan. Seharusnya Anda menyebutkan dengan pasti apakah dia berburu dalam batas wilayah Ka'bah atau di luarnya; terpelajar atau tidak terpelajar; apakah dia seorang budak atau seorang yang merdeka; seorang yang belum dewasa atau seorang yang sudah

dewasa; melakukannya untuk yang pertama sekali atau sudah pernah melakukannya sebelum itu?! Juga apakah korbannya itu seekor burung atau makhluk lainnya; mangsanya besar atau kecil; dia berburu pada siang hari atau malam hari; si pemburu itu menyesali perbuatannya atau tetap melakukannya; dia berburu seca-

ra sembunyi-sembunyi atau secara terbuka; dan apakah ihram itu untuk umrah atau haji? Jika hal tersebut ini tidak dijelaskan maka tak ada jawaban khusus yang dapat diberikan untuk perta-nyaan ini.”

Yahya terkejut mendengarkan kata-kata Imam, begitu pula semua yang hadir. Alangkah senangnya al-Makmun. Dia menunjukkan perasaan senang dan kekagumannya dengan mengatakan, “Bagus! Bagus sekali, wahai Abu Ja'far. Pengetahuan dan kecakapan Anda sungguh luar biasa!"

Karena al-Makmun menginginkan agar lawan Imam benar-benar tersudut dan tidak berkutik, dia berkata kepada Imam, “An-da juga dapat mengajukan beberapa pertanyaan kepada Yahya bin Akhtam."

Kemudian, dengan perasaan berat Yahya berkata kepada

p:165


1- 12. Menurut fiqih seseorang yang sedang ihram dilarang berburu.

Imam, “Ya, Anda mengajukan beberapa pertanyaan kepada saya. Jika saya tahu jawabannya, akan saya katakan; jika tidak, saya meminta Anda untuk menjawabnya.” Setelah itu, Imam mengajukan pertanyaan yang ternyata tidak dapat dijawab oleh Yahya. Akhirnya, Imam menjawab pertanyaan-nya sendiri.

Kemudian al-Makmun berkata kepada para hadirin: “Tidaklah saya katakan bahwa Imam datang dari suatu keluarga yang telah dipilih oleh Allah sebagai gudang ilmu dan kearifan? Adakah seseorang di dunia ini yang dapat menandinginya, sekalipun dari anak-anak keluarga ini?"

Semuanya berseru, “Pastilah, tidak ada seorang pun yang sejajar dengan Muhammad bin Ali al-Jawad.”

Dalam pertemuan yang sama al-Makmun menikahkan anak perempuannya Ummul-Fadhl dengan Imam, dan secara royal membagikan hadiah-hadiah kepada rakyatnya, sebagai tanda suka cita. Satu tahun setelah pernikahannya, Imam kembali ke Madinah bersama istrinya, dan mulai mengajarkan ayat-ayat Allah.

WAFAT IMAM

Setelah kematian al-Makmun, al-Mu'tasim naik takhta, dia berniat untuk menganiaya dan menyebarkan kebencian terhadap Imam. Dia mengundang Imam datang tanggal 9 Muharram, 220 H., dan al-Mu'tasim meracuni beliau pada tahun itu juga. Beliau wafat pada tanggal 29 Dzul-Qa'dah, 220 H., dan dimakamkan di

samping datuknya, Imam Musa al-Kadzim, Imam ketujuh, di al-Kadzimiyyah, di daerah pinggiran kota Baghdad.

Ucapan-ucapan Imam al-Jawad as

• Yakin kepada Allah merupakan harga dari segala sesuatu

p:166

yang sangat mahal, dan merupakan tangga bagi setiap tujuan yang tinggi dan agung. Seseorang yang mengikuti hawa nafsunya, berarti menyerah kepada keinginan musuhnya.

• Janganlah menjadi sahabat Allah secara terang-terangan (di hadapan umum), dan menjadi musuh-Nya secara sembunyi (dalam keadaan sendiri).

p:167

p:168

MANUSIA SUCI 12, IMAM KESEPULUH ALI BIN MUHAMMAD AL-HADI (AN-NAQ) as

Point

p:169

p:170

IMAM KESEPULUH ALI BIN MUHAMMAD AL-HADI (AN-NAQ) as

Nama : Ali

Gelar : al-Hadi atau an-Naqi

Nama Julukan : Abul-Hasan

Nama Ayah : Muhammad al-Jawad (at-Taqi)

Nama Ibu : Sumanah

Kelahiran : Di Suryah (sekitar Madinah), Jum'at, 2 Rajab, 212 H.

Wafat : Pada usia 42 tahun, di Samarra, Senin, 26 Jumadits-Tsani'yah, 254 H.; diracun oleh al-Mu'tazz; Khalifah Abbasiyyah; dimakamkan di Samarra; sebelah utara kota Baghdad.

KONDISI POLITIK

Imam kesepuluh seperti juga ayahandanya, diangkat menjadi Imam pada waktu masih kecil. Beliau berusia enam tahun ketika ayahandanya, Imam Muhammad al-Jawad, wafat. Setelah kematian al-Makmun, al-Mu'tasim menggantikannya, dan kemudian diikuti oleh Khalifah al-Wathiq. Dalam lima tahun pertama pemerintahan al-Watsiq, Ali al-Hadi (an-Naqi) hidup dengan damai. Setelah al-Watsiq, al-Mutawakkil berkuasa. Karena terlalu sibuk dengan

p:171

urusan-urusan negara, al-Mutawakkil tidak mempunyai waktu untuk mengusik Imam dan para pengikutnya, tapi itu hanya berlangsung selama empat tahun. Segera setelah dia bebas dari urusan-urusan negara, dia mulai mengusik Imam. Imam, yang menyibukkan diri dalam mengemban tugas suci berdakwah di Madinah,

meraih kepercayaan dari rakyat dan juga kesetiaan dan pengakuan mereka terhadap pengetahuannya yang tinggi dan sifat-sifatnya yang mulia. Reputasi Imam ini membangkitkan kecemburuan dan kedengkian al-Mutawakkil kepadanya.

Gubernur Madinah pun menulis surat kepada al-Mutawakkil mengatakan bahwa Imam Ali al-Hadi telah menggerakkan suatu kudeta terhadap pemerintah dan banyak orang Syi'ah berikrar mendukungnya. Walaupun sangat marah mendengar berita ini, al-Mutawakkil lebih memilih jalan diplomasi daripada menangkap

Imam Suci. Dengan berpura-pura memperhatikan dan mencintai Imam, dia merencakan untuk memasukkan beliau ke dalam penjara seumur hidup, dan dia pun mengundang beliau ke tempatnya. Sebelum masuk penjara, dalam serangkaian surat-menyuratnya dengan Imam, dia menyatakan pandangannya bahwa dia ya-

kin atas semua Imam dan siap untuk menyelesaikannya dengan damai. Dia menulis kepada Imam, bahwa dia tahu kebesaran pribadi beliau, pengetahuan yang tak ada bandingannya. sifat-sifatnya yang tiada taranya; bahwa dia dengan sabar mengharapkan kunjungan kehormatan baginya, dan dengan sangat merendah meng-

undang beliau ke Samarra. Walaupun Imam tahu betul maksud-maksud tidak baik (curang) al-Mutawakkil, walaupun mengetahui akibat fatal dan penolakannya atas tawaran tersebut, maka dengan perasaan berat Imam akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Madinah. Namun, ketika Imam tiba di Samarra dan al-Mutawak-

kil diberitahu akan hal itu, dia tidak memperdulikan kedatangan Imam. Ketika ditanya dimana Imam harus menginap, dia memerintahkan bahwa Imam harus tinggal di tempat penginapan yang

p:172

kotor, tempat para pengemis, orang-orang miskin dan orang tuna-wisma. Al-Mutawakkil yang merupakan seorang musuh yang pantang berdamai terhadap Ahlul-Bait, mengeluarkan Imam dari penginapan ini, dan menitipkan beliau dalam penjagaan seorang yang berhati keras dan kasar bernama Zurafah. Tetapi, atas karunia

Allah, rasa benci Zurafah, dalam waktu pendek, berubah menjadi kecintaan dan kesetiaan kepada Imam. Ketika al-Mutawakkil mengetahui hal ini, dia memindahkan Imam dalam penjagaan seorang yang kejam lainnya, bernama Sa'id. Imam tetap dalam penjagaannya yang ketat selama beberapa tahun, dan selama itu pula

beliau mengalami penganiayaan-penganiayaan yang tak kenal batas. Tetapi, walaupun berada dalam hukuman penjara yang menyedihkan ini, Imam tetap tekun sepenuhnya dalam beribadah kepada Allah. Penjaga penjara menyebutkan, bahwa Imam Ali al-Hadi tampak seperti Malaikat yang berpakaian manusia.

Ketika Fath bin Khaqam menjadi menteri al-Mutawakkil dia yang ternyata seorang Syi'ah, tidak senang terhadap perlakuan yang diberikan kepada Imam. Dia berusaha keras untuk membebaskan beliau dari penjara, dan menyediakan tempat tinggal yang menyenangkan dalam sebuah rumah yang dibelinya sendiri di

Samarra.

Al-Mutawakkil tidak dapat memendam rasa permusuhannya terhadap Imam. Dia mengangkat mata-mata untuk mengawasi Imam dan pengikutnya. Tetapi, meskipun begitu, dia tidak berhasil membuktikan kegiatan-kegiatan Imam yang dituduhkan sebagai melawan dirinya.

Pada zaman al-Mutawakkil, ada seorang wanita bernama Zainab, yang mengaku sebagai seorang keturunan Imam Husain. Al-Mutawakkil, untuk membuktikan tuntutan Zainab dari Imam, berkata: "Bahwa binatang-binatang buas akan tercegah dari memakan daging para keturunan Imam Husain, maka dia hendak kulemparkan ke dalam kerumunan binatang buas itu, untuk menguji peng-

p:173

akuannya.' Mendengar hal ini, Zainab mulai gemetar dan mengaku bahwa dia hanya berpura-pura. Al-Mutawakkil kemudian memerintahkan agar Imam dilemparkan ke dalam kerumunan binatang buas untuk menguji pernyataan tersebut. Kejutan besar terjadi baginya, karena dia menyaksikan bahwa binatang-binatang itu

menundukkan kepalanya di hadapan Imam. Pernah Al-Mutawakkil secara kebetulan menderita suatu penyakit yang serius, yang oleh para tabibnya dinyatakan tak dapat disembuhkan. Ketika Imam mendatanginya untuk memberikan pertolongan, beliau menuliskan sebuah resep, dan yang ternyata al-Mutawakkil sembuh seketika Suatu kali, Al-Mutawakkil diberitahu bahwa Imam sedang menyiapkan suatu pemberontakan terhadapnya. Oleh karena dia memerintahkan suatu pasukan khusus untuk mengadakan penggerebegan kediaman Imam. Ketika pasukan itu memasuki rumah Imam, mereka menemukan beliau sedang duduk di atas tikar,

membaca Quran.

Tidak hanya al-Mutawakkil, para penggantinya juga sangat membenci Imam. Setelah kematian al-Mutawakkil, al-Mutsansir, al-Musta'in dan al-Mu'tazz melakukan kejahatan-kejahatan yang sama terhadap keluarga Imam.

WAFAT IMAM

Al-Mu'tazz, demi mengetahui kesetiaan yang kuat dan tidak dapat dikendalikan dari rakyat terhadap Imam. Akhirnya merencanakan pembunuhan terhadap Imam. Dia meracuni beliau melalui seorang utusan yang mengakibatkan Imam wafat dalam beberapa jam kemudian. Kesyahidan tersebut terjadi pula pada tanggal 26

Jumadits-Tsani, 254 H., dan doa pemakamannya dipimpin oleh putra beliau, Imam Hasan al-Askari. Ketika wafat, Imam baru berusia 42 tahun. Periode Imamahnya tiga puluh lima tahun. Beliau dimakamkan di Samarra.

Ucapan-uacapan al-Hadi ra.

kepada al-Mutawakkil. Khalifah Abbasiyyah: “Jangan mengharapkan kejujuran dan kesucian hati dari seseorang yang telah menderita dari kedengkianmu; jangan

p:174

mengharapkan kesetiaan dari seseorang yang telah menderita dari kedengkianmu; jangan mengharapkan kesetiaan dari seseorang yang padanya kamu tidak setia; jangan mengharapkan kemauan baik dari seseorang yang kamu pandang dengan penuh perasaan dendam: Hatinya terhadapmu sama seperti hatimu terhadapnya."

p:175

p:176

MANUSIA SUCI 13, IMAM KESEBELAS AL-HASAN BIN ALI AL-'ASKARI as

Point

p:177

p:178

IMAM KESEBELAS AL-HASAN BIN ALI AL-'ASKARI as

Nama : Al-Hasan

Gelar : Al-'Askari

Nama Julukan : Abu Muhammad

Nama Ayah : Ali al-Hadi (an-Naqi)

Nama Ibu : Hadithah

Kelahiran : Di Madinah, Jum'at, 8 Rabiuts-Tsaniy, 232 H.

Wafat : Pada usia 28 tahun, di Samarra, Jum'at, 8 Rabiul-Awal; 26 H.; diracun oleh al-Mu'tamid, penguasa Abbasiyyah; dimakamkan di Samarra (Irak).

Imam Hasan al-'Askari mengalami hidup selama 25 tahun di bawah perlindungan ayahandanya, Imam Ali al-Hadi (an-Naqi) yang setelah kesyahidannya, Imam Hasan al-Askari menjadi Imam yang diangkat oleh Allah. Imam Hasan bin Ali al-'Askari, putra Imam kesepuluh, lahir pada tahun 232 H./835 M. dan menurut beberapa sumber Syi'ah, diracun dan wafat pada tahun 260 H./872 M. atas hasutan Khalifah Abbasiyyah, al-Mu'tamid. Imam kesebelas memulai keimaman-

p:179

nya setelah wafat ayahandanya yang mulia, atas perintah Allah dan melalui ketetapan Imam-Imam sebelumnya. Selama tujuh tahun masa keimamannya, disebabkan oleh pembatasan-pembatasan yang banyak oleh Khalifah, beliau hidup dalam persembunyiannya dan menjalankan prinsif taqiyyah. Beliau tidak melakukan hubungan dengan masyarakat, sekalipun dengan kaum Syi'ah.

KONDISI SAAT ITU

Hanya orang-orang Syi'ah tertentu sajalah yang dapat menemui beliau. Meskipun demikian, Imam menghabiskan sebagian besar waktunya di penjara.

Pada waktu itu banyak sekali terjadi penindasan karena penganut Syi'ah telah mencapai suatu tingkat yang tinggi, baik dalam jumlah maupun kekuatan. Setiap orang tahu bahwa kaum Syi'ah juga diketahui oleh mereka. Oleh karena itu, Khalifah menjaga Imam dengan pengawasan yang sangat ketat, lebih daripada sebelumnya. Setiap cara yang mungkin dilakukan, dan melalui rencana-rencana rahasia, dicoba untuk menyingkirkan dan membunuh mereka. Juga, Khalifah mengetahui bahwa kaum Syi'ah yakin bahwa Imam kesebelas, menurut hadis-hadis, akan mempunyai seorang putra yang dijanjikan yaitu, Mahdi. Kedatangan Mahdi telah diramalkan dalam hadis otentik dari Nabi baik dari sumber Syi'ah maupun Sunni. Atas dasar inilah, maka Imam kesebelas, lebih daripada Imam-Imam lainnya, dijaga dalam pengawasan yang sangat ketat oleh Khalifah. Khalifah pada waktu itu telah berbuat memutuskan untuk mengakhiri Imamah dalam mazhab

Syi'ah melalui setiap cara yang mungkin dan menutup pintu menuju Imamah, sekarang dan untuk selamanya.

Oleh karena itu, setelah diterima berita tentang sakitnya Imam kesebelas, dia mengutus seorang dokter dan beberapa mata-mata serta seorang hakim kepercayaannya ke rumah Imam, untuk menemani dan setiap saat mengamati kondisinya dalam rumah beliau. Setelah wafat Imam, mereka memeriksa sendiri isi rumah, dan semua hamba sahayanya diperiksa. Dua tahun lamanya para agen rahasia Khalifah mencari-cari pengganti Imanı, sampai me-

p:180

reka akhirnya merasa putus asa karena tidak menemukan apa- apa: Imam kesebelas dimakamkan di rumahnya, di Samarra, bersebelahan dengan makam ayahandanya yang mulia. Harus diingatkan di sini bahwa selama masa hidupnya, para Imam mendidik ratusan ulama dalam bidang agama dan hadis,

dan dari para ulama inilah yang meneruskan berita itu kepada kita tentang para Imam. Untuk tidak memperpanjang masalah, daftar nama-nama dan karya-karya mereka serta biografinya, tidak kami tuliskan di sini.

Ucapan-ucapan al-Hasan al-'Askari as.

Kedermawanan itu ada batasnya, melewatinya akan menjadi berlebih-lebihan; hati-hati itu ada batasnya, melewatinya akan menjadi kikir; berani itu ada batasnya, melewatinya akan membabi-buta. Cukup bagimu disebui sebagai orang yang beradab, yakni dengan: menjatuhkan diri dari berbuat sesuatu yang akan dicela jika hal itu dilakukan oleh orang lain.

p:181

p:182

MANUSIA SUCI 14, IMAM KEDUA BELAS MUHAMMAD AL-MAHDI afs

Point

p:183

p:184

IMAM KEDUA BELAS MUHAMMAD AL-MAHDI afs

Nama : Muhammad

Gelar : Al-Mahdi, al-Qa'im, al-Hujjah, al-Gha'ib, Shahibuz-Zaman, Shahibul-Amr.

Nama Julukan : Abul-Qasim Nama Ayah : Al-Hasan al-'Askari

Nama Ibu : Nargis

Kelahiran : Di Samarra, Jum'at 15 Sya'ban, 255 H. (Beliau masih hidup dan akan muncul sebelum berakhirnya dunia ini).

Ghaib kecil (Ghaib Shughra): 8 Rabiul-awal, 260 H.

Ghaib besar (Ghaib Kubra) : 10 Syawwal, 329 H. Ada banyak kesamaan mengenai kelahiran Nabi Muhammad, Rasul terakhir, dengan Imam al-Mahdi, Imam terakhir Ahlul-Bait. Sebagaimana kedatangan Nabi telah diramalkan sebelumnya oleh Nabi-nabi sebelumnya, demikian pula berita tentang kelahiran Imam al-Mahdi, telah diramalkan oleh Nabi. Mahdi yang dijanjikan, yang biasa disebut dengan gelarnya Imamul-'Asr, adalah putra dari Imam kesebelas. Namanya sama

p:185

dengan Nabi. Beliau dilahirkan di Samarra pada tahun 255 H./869 M, dan sampai tahun 260 H./874 M., ketika ayahandanya syahid, hidup di bawah asuhan dan pengawasan ayahandanya. Beliau tersembunyi dari pandangan umum dan hanya beberapa orang Syi'ah tertentu saja yang dapat menemuinya.

Setelah kesyahidan ayahnya, beliau menjadi Imam dan atas perintah Allah masuk ke alam ghaib (ghaibah). Kemudian, beliau muncul hanya kepada wakil-wakilnya saja, dan itupun hanya dalam keadaan-keadaan yang sangat khusus. Imam memilih seorang wakil khusus untuk sementara waktu, Utsman bin Sa'id al-Umari, salah seorang di antara para sahabat ayahnya dan datuknya, yang merupakan sahabatnya yang sangat dipercaya dalam memegang amanah. Melalui wakilnya Imam akan

menjawab permintaan-permintaan dari orang-orang Syi'ah.

SITUASI DAN KONDISI

Setelah Utsman bin Sa'id, putranya, Muhammad bin Utsman al-Umari diangkat sebagai wakil Imam. Setelah wafat Muhammad bin Utsman, Abdul-Qasim al-Husain bin Ruh an-Naubakhti, merupakan wakil khusus Imam; dan setelah wafat Abdul-Qasim, Ali bin Muhammad as-Samuri dipilih untuk tugas ini. Beberapa hari sebelum wafatnya Ali bin Muhammad as-Samuri pada tahun 329 H./939 M. sebuah pasukan dikeluarkan oleh Imam, yang menyebutkan bahwa Ali bin Muhammad as-Samuri

akan wafat dalam enam hari. Untuk selanjutnya perwakilan khusus Imam akan berakhir, dan gaib besar akan mulai, dan akan berlangsung terus sampai pada suatu ketika Allah memberikan izin-Nya kepada Imam untuk menunjukkan dirinya.

Oleh karena itu, gaib Imam Kedua belas dibagi ke dalam dua bagian: pertama, ghaibatus-sughra, yang dimulai pada tahun 260 H./872 M. dan berakhir pada tahun 329 H./939 M. berlangsung sekitar tujuh puluh tahun; kedua, ghaibatul-kubra yang dimulai pada tahun 329 H./939 M. dan akan berlangsung terus selama Allah akan menghendakinya, Nabi Suci saw. bersabda, “Jika kehidupan di dunia ini tinggal satu hari sekalipun, Allah akan memper-

p:186

panjang hari itu sampai Dia mengutus seorang manusia dari kelompokku dan dari keluargaku. Namanya sama dengan namaku.

Dia akan mengisi bumi dengan persamaan dan keadilan ketika dunia ini penuh dengan penindasan dan kezaliman.”

TENTANG MUNCULNYA IMAM MAHDI

Dalam pembahasan tentang ramalan dan Imamah, dipahami bahwa sebagai akibat hukum dari pedoman umum yang mempengaruhi seluruh kehidupan manusia, manusia perlu diberkahi kekuatan menerima wahyu: melalui Nabi yang mengarahkannya menuju kesempurnaan norma manusia dan keselamatan manusia.

Jelas, bahwa jika kesempurnaan dan kebahagian ini tidak mungkin bagi manusia -- yang dalam hidupnya memiliki suatu aspek sosial, maka dia yang diberkati dengan kekuatan ini akan menjadi tak berarti dan sia-sia. Tetapi tidak ada kesia-siaan dalam seluruh penciptaan di dunia.

Dengan kata lain, sejak mendiami bumi, manusia telah mempunyai keinginan untuk menempuh suatu kehidupan sosial penuh dengan kebahagiaan dalam pengertian yang benar, dan berjuang ke arah tujuan ini. Jika keinginan yang demikian tidak mempunyai satu tujuan yang pasti, maka tidak akan terkesan pada batin manusia, sama seperti jika tidak ada makanan, maka tidak akan ada rasa lapar. Atau, jika tidak ada air, maka tidak ada rasa haus dan jika tidak ada perkembang biakan, maka tidak akan ada daya tarik seksual antara dua jenis kelamin.

Oleh karena itu, disebabkan oleh keperluan batin, masa depan akan penuh dengan keadilan ketika masyarakat manusia akan penuh dengan keadilan, dan ketika semua keinginan hidup dalam kedamaian dan kesentosaan, ketika makhluk manusia akan benar-benar memiliki kebajikan dan kesempurnaan. Pembentukan kon-

disi yang demikian akan terjadi lewat tangan-tangan manusia tetapi

p:187

atas pertolongan Allah. Dan pemimipin suatu masyarakat yang demikian, yang akan terjadi penyelamat manusia, dalam bahasa hadis disebut: Mahdi

Dalam berbagai agama yang mempunyai pengaruh di dunia, seperti Hindu, Budha, Yahudi, Kristen, Zoroaster dan Islam, ada penunjukan kepada seseorang yang datang sebagai penyelamat ummat manusia. Agama-agama ini biasanya memberi berita gembira akan kedatangannya, walaupun tentu saja ada perbedaan-

perbedaan tertentu dalam perinciannya-yang dapat dilihat ketika ajaran-ajaran ini dibandingkan dengan seksama. Hadis dari Nabi vang kaum Muslimin semua menyepakatinya. “Mahdi itu adalah dari keturunanku,” menunjuk kepada kebenaran ini. Banyak sekali hadis yang dikutip dalam sumber Sunni dan

Syi'ah, dari Nabi saw. dan para Imam berkenaan dengan kemunculan Mahdi, misalnya hadis yang menyebutkan bahwa dia (Mahdi) itu adalah dari keturunan Nabi, dan bahwa kemunculannya akan memungkinkan manusia untuk mencapai kesempurnaan yang hakiki dan kenyataan yang penuh dengan kehidupan spiri-

tual. Lagi pula, banyak hadis-hadis lain mengenai kenyataan bahwa Mahdi adalah putra Imam kesebelas, Hasan al-'Askari. Mereka sepakat bahwa setelah lahir dan menjalani keadaan gaib yang lama, Mahdi akan muncul kembali, membuat keadilan di dunia yang telah di rusak oleh ketidakadilan dan kezaliman.

Sebagai contoh, Ali dan Musa ar-Ridha (Imam kedelapan) berkata: “Imam setelahku adalah putraku, Muhammad, dan setelah dia adalah putranya, Ali, dan setelah Ali adalah putranya, Hasan, dan setelah Hasan adalah putranya, Hujjatui-Qa'im, yang dinantikan selama kegaibannya dan ditaati selama keberadaannya (muncul). Jika kehidupan dunia ini tinggal satu hari lagi, Allah akan memperpanjang hari itu hingga Mahdi itu muncul, dan mengisi dunia ini dengan keadilan seperti halnya dunia ini sudah dipenuhi dengan kezaliman. Namun kapan? Mengenai berita tentang "waktunya", sesungguhnya ayahku mengatakan kepadaku,

p:188

dan dia telah mendengar dari ayahnya yang disampaikan dari ayahnya, dari para leluhurnya yang mendengar dari Ali, bahwa Nabi telah ditanya tentang hal tersebut, telah ditanya, “Wahai Nabi Allah, kapan al-Qa'im yang dari keluarga anda itu akan muncul?” Beliau bersabda, “Keadaannya sama seperti halnya tentang

waktu bagi datangnya Hari Kebangkitan. Tidak ada seorang pun yang dapat menjelaskan waktu kedatangannya, selain Allah. Kiamat itu amat berat (huru-haranya bagi makhluk) yang di langit dan di bumi. Kiamat itu tidak akan datang kepadamu melainkan dengan tiba-tiba”. (OS.7:187)"

Saqr bin Abi Dulaf berkata, “Aku mendengar dari Abu Ja'far Muhammad bin Ali ar-Ridha (Imam kesembilan) berkata, Imam setelahku adalah putraku, Ali: Perintahnya adalah perintahku; kata-katanya adalah kata-kataku; taat padanya berarti taat padaku.

Imam setelahnya adalah putranya, Hasan. Titahnya adalah titahnya; kata-katanya adalah kata-kata ayahnya; menaati berarti menaati ayahnya. Kemudian Imam diam. Aku berkata kepadanya, “Wahai putra Nabi, siapa yang akan menjadi Imam setelah Hasan?'

Imam berteriak keras, kemudian berkata, 'Sesungguhnya setelah Hasan adalah putranya, Imam yang dinantikan yaitu Al-Qa'im bil-Haqq.”

Musa bin Ja'far Baghdadi berkata, “Aku mendengar dari Imam Abu Muhammad al-Hasan bin Ali (Imam kesebelas) berkata, “Aku lihat bahwa setelahku perbedaan-perbedaan akan muncul di antara kalian mengenai Imam setelah aku. Barangsiapa menerima para Imam setelah Nabi Allah tetapi mengingkari putraku, adalah

sama seperti orang yang menerima semua Nabi tetapi menyangkal kenabian Nabi Muhammad saw. Dan barangsiapa mengingkari seluruh Nabi Allah, karena menaati yang terakhir dari kami berarti menaati yang pertama dan mengingkari yang terakhir dari kami adalah berarti mengingkari yang pertama. Tetapi berhati-hatilah! Sesungguhnya, untuk putraku berlaku suatu kegaiban; dan selama

p:189

itu pula manusia akan jatuh kedalam keraguan kecuali mereka yang dilindungi Allah.” Para penentang mazhab Syi'ah memprotes bahwa menurut kepercayaan mazhab ini Imam yang tersembunyi itu sudah mencapai dua belas abad, ini adalah suatu hal yang tidak mungkin berlaku bagi manusia. Dalam menjawab hal tersebut, harus dikatakan bahwa protes itu hanya didasarkan pada ketidakwajaran suatu kejadian, bukan kepada ketidakmungkinannya. Tentu saja, suatu masa hidup yang panjang, atau hidup dalam suatu periode yang lebih panjang, adalah tidak wajar. Namun mereka yang mempelajari hadis-hadis dari Nabi dan para Imam akan melihat, bahwa mereka menunjukkan, bahwa hidup ini merupakan suatu yang menakjubkan (mukjizat) yang dimiliki. Mukjizat-mukjizat pastilah tidak mustahil atau dapat disangkal lewat argumen-argumen ilmiah. Tidak pernah dapat dibuktikan bahwa sebab-sebab dan pelaku-pelaku yang sedang berfungsi di dunia ini semata-mata adalah hal-hal yang dapat kita lihat dan kita ketahui dan bahwa sebab-sebab lain yang tidak diketahui atau yang pengaruh-pengaruhnya dan tindakan-tindakannya tidak kita lihat atau tidak kita mengerti, berarti tidak ada. Maka, adalah mungkin bahwa dalam diri seseorang atau beberapa orang makhluk manusia, dapat berjalan sebab-sebab dan pelaku-pelaku tertentu yang memberkati mereka suatu kehidupan yang panjang, ratusan atau ribuan tahun. Ilmu kedokteran pun tidak putus asa untuk menemukan suatu cara yang dapat memperpanjang hidup. Bagaimanapun juga, sanggahan-sanggahan yang demikian dari 'Ahlul-Kitab'seperti orang-orang Yahudi, Nasrani dan Muslim, adalah aneh sekali, karena mereka menerima mukjizat-mukjizat para Nabi Allah menurut Kitab Suci mereka sendiri.

Para ulama mazhab Syi'ah juga mengatakan bahwa, jika mazhab Syi'ah memandang perlu akan kehadiran Imam untuk menguraikan secara terperinci perintah-perintah dan kebenaran-kebenaran agama dan untuk membimbing umat, maka kegaiban Imam adalah

p:190

pengingkaran dari maksud itu sendiri, karena seorang Imam dalam keadaan gaib yang tidak dapat dijangkau oleh umat manusia, bagaimanapun akan tidak bermanfaat atau efektif. Para penentang itu selanjutnya mengatakan, bahwa jika Allah berkehendak untuk menunjuk seorang Imam untuk memperbaharui kehidupan manusia, Dia mampu untuk menciptakannya pada saat dibutuhkan, tidak perlu menciptakannya ribuan tahun lebih awal.

Dalam menjawab hal tersebut, haruslah dikatakan bahwa orang-orang yang demikian benar-benar tidak memahami arti dan fungsi Imam, karena dalam pembahasan tentang Imamah, telah jelas bahwa tugas Imam itu tidak hanya untuk menjelaskan secara formal ilmu-ilmu agama dan memberikan bimbingan kepa-

da manusia. Sama, sebagaimana ia bertugas memimpin manusia pada lahirnya, Imam juga mengemban tugas (fungsi) wilayah dan pimpinan spiritual manusia. Dialah yang mengarahkan kehidupan spiritual manusia dan mengorientasikan aspek batin tindakan- tindakan manusia terhadap Allah. Jelaslah, kehadiran atau ketidak-hadirannya secara fisik, tidak berpengaruh dalam hal ini. Imam menjaga manusia secara batiniah dan berhubungan erat dengan jiwa dan semangat manusia, walaupun beliau tersembunyi dari pandangan fisik mereka. Keberadaannya selalu diperlukan, sekalipun sampai sekarang saat kemunculannya secara fisik dan perbaikan yang menyeluruh yang akan dilakukannya belum juga tiba.

Al-Imam al-Hujjah ra. berkata:

Ketahuilah; bahwa antara Allah dan seseorang tidak ada kekerabatan. Orang yang mengingkariku bukanlah pengikutku. Kemunculan 'Sang Pembebas' semata-mata bergantung kepada Allah; oleh karena itu mereka yang menentukan satu waktu yang pasti kemunculannya, adalah para pendusta. Mengenai manfaat keberadaanku

dalam kegaiban, adalah seperti manfaat matahari di saat terbenam, yang tidak terlihat oleh pandangan mata. Sesungguhnya, kebera-

p:191

daanku adalah suatu pengampunan bagi penduduk bumi. Perbanyaklah doa kepada Allah, mohon dipercepat kedatangan ‘Sang Pembebas', karena di sanalah juga terletak pembebasan penderita-an-penderitaanmu.

p:192

tentang Pusat

Bismillahirohmanirrohim

هَلْ یَسْتَوِی الَّذِینَ یَعْلَمُونَ وَالَّذِینَ لَا یَعْلَمُونَ

Apakah sama antara orang yang berpengetahuan dan tidak berpengetahuan?

Quran Surat Az-Zumar: 9

Selama beberapa tahun sekarang, Pusat Penelitian Komputer ghaemiyeh telah memproduksi perangkat lunak seluler, perpustakaan digital, dan menawarkannya secara gratis. Pusat ini benar-benar populer dan didukung oleh hadiah, sumpah, wakaf dan alokasi bagian yang diberkati dari Imam AS. Untuk layanan lebih lanjut, Anda juga dapat bergabung dengan orang-orang amal di pusat tersebut di mana pun Anda berada.
Tahukah Anda bahwa tidak semua uang layak dibelanjakan di jalan Ahl al-Bayt (as)?
Dan tidak setiap orang akan memiliki kesuksesan ini?
Selamat untukmu.
nomor kartu :
6104-3388-0008-7732
Nomor rekening Bank Mellat:
9586839652
Nomor rekening Sheba:
IR390120020000009586839652
Dinamakan: (Lembaga Penelitian Komputer Ghaemieh)
Setorkan jumlah hadiah Anda.

Alamat kantor pusat:

Isfahan, Jl. Abdurazak, Bozorche Hj. Muhammad Ja’far Abadei, Gg. Syahid Muhammad Hasan Tawakuli, Plat. No. 129/34- Lantai satu.

Website: www.ghbook.ir
Email: info@ghbook.ir
Nomor Telepon kantor pusat: 031-34490125
Kantor Tehran: 021-88318722
Penjualan: 09132000109
Pelayanan Pengguna: 09132000109