Perwakilan universitas internasional al Musthafa di indonesia
R. Kheradmardi, Husain - سرشناسه: رمضانی خردمردی، حسین، 1340
عنوان قراردادی : مدیریت سیاسی از دیدگاه خواجه نصیرالدین طوسی. اندونزیایی
Manajem Politik Perspektif Khajeh Nashiruddin Thusi / Husain : عنوان و نام پدیدآور
R. Kheradmardi ; penterjemah Muhammad Syamsul Arif.
Qum: Al-Mustafa International Translation and Publication Center, : مشخصات نشر
1393 = 2014.
21 س م. /5×14/ مشخصات ظاهری: 247 ص .؛ 5
13 93/ فروست اصلی : مرکز بین المللی ترجمه و نشر المصطفی صلی الله علیه و آله وسلم؛ 162 پ/ 255
فروست فرعی : نمایندگی المصطفی صلی الله علیه و آله وسلم در اندونزی؛ 1
978-964-195-015 - شابک : 8
وضعیت فهرست نویسی : فیپا
یادداشت : اندونزیایی.
یادداشت : این کتاب برگرفته از ا خلاق نا صری است.
672 ق. -- دیدگاه درباره - موضوع : نصیرالدین طوسی، محمدبن محمد، 597
مدیریت
672 ق .. اخلاق ناصری-- - موضوع : نصیرالدین طوسی ، محمدبن محمد ، 597
نقد و تفسیر
شناسه افزوده : شمس العارف، محمد، مترجم
Muhammad Syamsul Arif,Muhammad : شناسه افزوده
شناسه افزوده : جامعةالمصطفی صلی الله علیه و آله وسلم العالمیة. مرکزبین المللی ترجمه ونشرالمصطفی صلی الله علیه و آله وسلم
Almustafa International University Almustafa International : شناسه افزوده
Translation and Publication center
رده بندی کنگره:BP 247/ 32049519 الف 6ن/ 45 1393
رده بندی دیویی : 29761/
شماره کتابشناسی ملی : 3649480
p:1
904
Husain R. Kheradmardi
pusat penerbitan dan
penerjemahan internasional al Musthafa
penerjemah:
Muhammad Syamsul Arif
Manajem Politik
Perspektif Khajeh Nashiruddin Thusi
Manajem Politik Perspektif Khajeh Nashiruddin Thusi
penulis: Husain R. Kheradmardi
penerjemah: Muhammad Syamsul Arif
cetakan: pertama, 1393 sh / 2014
penerbit: pusat penerbitan dan penerjemahan internasional al Musthafa
p:2
percetakan: Norenghestan
jumlah cetak: 300
ISBN: 978-964-195-015-8
© Al-Mustafa International Publication and Translation Center
Stores:
IRAN, Qom; Muallim avenue western , (Hujjatia). Tel-Fax: +98 25-37839305 - 9
IRAN, Qom; Boulevard Muhammad Ameen, Y-track Salariyah. Tel: +98 25-32133106,
Fax: +98 25-32133146
IRAN, Tehran; Inqilab Avenue, midway Wisal Shirazi and Quds, off Osko Street, Block 1003.
Tel: +98 21-66978920
IRAN, Mashad; Imam Reza (a.s) Avenue, Danish Avenue Eastern, midway Danish 15 and 17.
Tel: +98 51-38543059
kepada semua pihak yang turut andil dalam penerbitan buku ini kami haturkan banyak terima kasih
مؤلف: حسین خردمردی
مترجم: محمد شمس عارف
چاپ اول: 13 93 ش / 2014م
چاپخانه: نارنجستان
ناشر: مرکز بین المللی ترجمه و نشر المصطفی صلی الله علیه و آله وسلم
تیراژ: 300
قیمت: 115000 ریال
www.pub.miu.ac.ir miup@pub.miu.ac.ir
p:3
p:4
Daftar Isi
PENGANTAR IICT
PENDAHULUAN 1
BAB I: BIOGRAFI KHAJEH NASHIRUDDIN THUSI 3
1. Riwayat Hidup 3
2. Keturunan 16
2.1 Anak dan Cucu 16
2.2 Anak Didik 17
3. Akar Pemikiran 19
3.1 Mazhab Keyakinan; Syi‘ah 19
3.2 Ilmu Pengetahuan; Aliran Filsafat Farabi 20
3.3 Pengalaman Hidup 21
4. Posisi dalam Sejarah 22
4.1 Iran 25
4.2 Dunia Islam 27
4.3 Dunia Barat 29
BAB II: DASAR-DASAR MANAJEMEN POLITIK 31
1. Manusia 32
1.2 Antropologi Filosofis 32
a. Titik Awal dan Titik Akhir Manusia 32
b. Esensi Manusia 34
c. Kekuatan-kekuatan Jiwa Insani 36
p:5
vi Manajemen Politik: Perspektif Khajeh Nashiruddin Thusi
d. Kedudukan Manusia di Kalangan
Maujud yang Lain 39
e. Kesempurnaan Manusia 42
Tujuan Kesempurnaan 45
Hubungan Kebaikan dengan
Kebahagiaan 46
Pencapaian Kebahagiaan 47
Tingkatan Kebahagiaan Jiwa 48
Ragam Kebahagiaan Jiwa 48
Ragam Keutamaan 53
Kebalikan Keutamaan: Keburukan
(Radzilah) 54
Jalan Menuju Kesempurnaan 56
Alam Natural 56
Penyucian Akhlak 58
Faktor Kesempurnaan 61
Fasilitas Kesempurnaan 64
Syarat-Syarat Kesempurnaan 66
Masyarakat dan Etos Tolong
Menolong 66
Syariat 67
Pengatur (Mudabbir) 70
Nabi 71
Imam 72
Ulama Mujtahid 72
Taklif 73
1.2. Antropologi Politis 74
a. Kebutuhan Manusia 77
Membutuhkan Spesies Lain 77
p:6
Daftar Isi
Membutuhkan Sesama 77
b. Tabiat Sosial 80
c. Cinta 81
d. Perbedaan Individual 83
2. Masyarakat 85
2.1. Asal Muasal Masyarakat 86
2.2. Klasifikasi Masyarakat 86
2.3. Tujuan Masyarakat 89
a. Masyarakat Ideal 91
b. Masyarakat Nonideal 92
2.4. Aneka Ragam Anggota Masyarakat 95
a. Klasifikasi Profesi 95
Ahli Pena 95
Ahli Pedang 96
Ahli Transaksi 97
Ahli Pertanian 97
b. Aneka Ragam Tabiat 98
2.5. Keharusan Manajemen Politik 100
BAB III: SUBSTANSI MANAJEMEN POLITIK 103
1. Dasar-dasar Manajemen Politik 103
1.1. Ilmu Manajemen Politik (Hikmah Madani) 104
1.2. Praktik Manajemen Politik (Politik Praktis) 107
2. Tujuan Manajemen Politik 110
3. Pilar-pilar Manajemen Politik 111
3.1. Undang-Undang 113
3.2. Penguasa dan Negara 115
3.3. Mata Uang dan Kekuatan Ekonomi 120
4. Klasifikasi Politik 122
p:7
viii Manajemen Politik: Perspektif Khajeh Nashiruddin Thusi
4.1. Politik Kekuasaan 122
a. Politik Defisien 123
Politik Defisien untuk Masyarakat
Nonideal 123
Hegemoni 127
b. Politik Ideal (Utama dan Transendental) 129
4.2. Politik Dominasi 130
4.3. Politik Kemuliaan dan Harga Diri 132
4.4. Politik Jamaah 133
4.5. Hubungan Politik Kekuasaan dengan
Model Politik yang Lain 134
a. Politik Kekuasaan dan Politik Jamaah 134
b. Politik Kekuasaan, Politik Kemuliaan
dan Politik Dominasi 135
5. Syarat dan Kriteria Pemimpin Politik 138
BAB IV: MEKANISME MANAJEMEN POLITIK 147
1. Berpikir (Perancangan Kebijakan Politik) 147
1.1. Tujuan 148
1.2. Prinsip Utama 150
1.3. Metode 152
2. Mengatur Strategi (Perencanaan Politik) 154
2.1. Memelihara Ketahanan Negara (Resistensi) 154
a. Merapatkan Barisan Kawan 155
Aspek Dalam Negeri 155
Aspek Luar Negeri 157
b. Memecah Belah Barisan Musuh 158
Aspek Dalam Negeri 158
Aspek Luar Negeri 159
p:8
Daftar Isi ix
2.2. Regulasi Pemerintah 160
a. Regulasi Bidang Ekonomi 160
Pendapatan 162
Menjaga Harta Kekayaan 166
Pengeluaran 168
b. Regulasi Bidang Sosial 169
Kesetaraan Klasifikasi Profesi 170
Menentukan Posisi dan Kedudukan
Setiap Individu 172
Layanan Sosial (Ditribusi Kemaslahatan
Komunal dan Sumber Daya Umum) 176
Keselamatan dan Kesehatan Umum 177
Harta Kekayaan dan Dukungan Ekonomi178
Kemuliaan dan Harga Diri (Status Sosial) 180
2.3. Regulasi Negara 181
a. Regulasi Bidang Ekonomi 186
Pendapatan (Sumber Income Pemerintah) 187
Warisan Orang-Orang Terdahulu 188
Harta Rakyat 188
a. Kaum Petani 189
b. Kaum Saudagar dan Pedagang 190
c. Para Peternak 191
d. Harta Tak berpemilik 191
Kompetensi Negara 192
Nasib dan Rezeki 195
Pemeliharaan 195
Pengeluaran 197
b. Regulasi Bidang Keamanan Politik dan Sosial 203
c. Regulasi Bidang Ilmu Pengetahuan dan
Kebudayaan 203
p:9
x Manajemen Politik: Perspektif Khajeh Nashiruddin Thusi
3. Manajemen 205
3.1. Toleransi terhadap Rakyat 206
3.2. Menaati Undang-Undang 206
3.3. Strategi Manajemen 209
a. Pengawasan dan Kontrol Sosial 210
Kebijakan Kompensasi 211
Kebijakan Sanksi 211
b. Pengawasan dan Pemeriksaan Politik
(Administratif) 212
Menunjuk Para Informan Lokal dan
Mengirim Pengawas 213
Menerima Kedatangan Rakyat yang
Memerlukan 214
Percaya pada Pejabat dan Aparatur 214
Penghargaan dan Hukuman 215
c. Informasi; Menerima dan Memberi Informasi 215
Mencari Informasi tentang Situasi
Negara dan Pemerintah 216
Mencari Informasi tentang Urusan
Keamanan Negara 217
Menyimpan Informasi 218
d. Musyawarah 219
BAB V: KESIMPULAN 221
BIBLIOGRAFI 225
INDEKS 229
IKLAN BUKU 235
p:xi
p:10
gambar
p:11
gambar
p:12
Institute for Islamic Culture and Thought (IICT) berdiri
dan memsulai aktivitasnya pada 1372 HS/1994 M di atas sebuah
par-adigma pemikiran pembaruan. Hingga kini, konstruksi
pemiki-ran sarjana dunia Islam dapat diklasifikasi ke dalam tiga
tipe, yakni tradisionalisme, modernisme, dan modernisme religius.
Kaum tradisionalis, dalam interaksi mereka dengan modernitas,
menghadapi berbagai konsep dan teori baru, menempatkan tradisi
sebagai prinsip yang tak bisa “disentuh” dalam kondisi apa pun.
Dalam rangka melindungi tradisi, mereka mereaksi modernitas
secara negatif. Dampaknya, upaya dekonstruksi pemikiran dan
reproduksi pemahaman aktual terhadap teks agama yang
kompatibel dengan aneka ragam kebutuhan masyarakat, dalam
paradigma ini, tampaknya tidak mungkin lagi ditempuh.
Sementara dari sisi lain, kaum modernis berdiri pada
posisi diametris di hadapan kaum tradisionalis, sedemikian rupa
hingga dalam interaksi dengan berbagai konsep modernitas
dan pemikiran modern, mereka menempatkan modernitas sebagai
nilai prinsipal dan mengkontekstualisasikan tradisi sesuai
dengan konsep-konsepnya.
Apabila dampak paradigma tradisionalisme itu muncul
dalam bentuk kejumudan, fundamentalisme, dan keterbelakangan,
paradigma modernisme justru pada gilirannya berujung
pada negasi total terhadap tradisi dan sebaliknya menumbuhkan
paradigma humanisme serta mendukung dominasi sekularisme
dalam seluruh aspek masyarakat. Di antara dua paradigma ini,
Modernisme religius dan terutama paradigma Pemikiran
Pembaruan tampil konsisten dalam menjunjung tinggi tradisi
Pendahuluan xiii
p:13
sebagai prinsip sepanjang pergaulannya dengan konsep-konsep
modernitas, sekaligus berupaya mendekonstruksi dan mereproduksi
pemikiran baru dengan cara menyaring konsep-konsep
modernitas dengan filter tradisi. Dalam mekanisme inilah
terma-terma seperti: kebebasan, kesetaraan, dan demokrasi agama
menemukan makna khasnya dibanding dengan kebebasan,
demokrasi, dan keadilan sosial sebagaimana yang dipahami
dalam paradigma modern.
Berbasis di atas akal dan rasionalitas, paradigma Pemikiran
Pembaruan meletakkan pandangan dunia Islam sebagai
sudut pandangnya dalam upaya mendefinisikan realitas, mencapai
kebenaran, dan menjelaskan sistem nilai. Atas dasar ini
pula, tentu saja, ia melaksanakan agenda penggagasan teori dan
reproduksi pemikiran dalam berbagai bidang: hukum, budaya,
ekonomi, politik, dan sosial.
Berkaitan dengan hal ini, IICT hingga kini telah mendistribusikan
lebih dari enam ratus karya ilmiah ke pasar penerbitan
di tingkat internasional. Tidak hanya menanggapi kritis sekularisme
dan humanisme sebagai dua pandangan dunia yang
dominan di Barat, karyakarya ini juga dengan kekuatan kritis
yang sebanding menganalisis dan menyangkal paradigma kaum
tradisionalis muslim, sekaligus mengolah pemikiran baru di atas
jalur tradisi dalam kerangka rasionalitas Islam dan basis-basis
yang aksiomatis dan logis.
Hujjatul Islam Prof. Ali Akbar Rasyad
DIREKTUR INSTITUTE FOR ISLAMIC CULTURE
AND THOUGHT (IICT)
Pendahuluan xiv
p:14
Pendahuluan
Studi tentang “Manajemen Politik dalam Perspektif Khajeh
Nashiruddin Thusi” digagas berlandaskan pada postulat
bahwa Khajeh dalam bidang manajemen politik memiliki
dwiorientasi dan sangat transendental.
Guna menelaah sistem manajemen politik Khajeh
Nashiruddin Thusi, maka pada Bab I, kami akan melakukan
evaluasi atas landasan-landasan utama sistem manajemen
politik dalam perspektifnya. Pada bab ini, kami berusaha
memahami bahwa menurut Khajeh, sistem manajemen
politik memiliki akar yang kuat dalam eksistensi masyarakat,
khususnya masyarakat politis atau negara. Bab II, kami
memaparkan kajian tentang manusia dan masyarakat dalam
perspektif Khajeh. Dalam pandangannya, manusia adalah
makhluk Allah yang dalam tentang mabda’ (titik awal) dan ma‘âd
(titik akhir) senantiasa mencari kebaikan dan kebahagiaan;
tujuan yang hanya bisa diperoleh dalam konteks kehidupan
sosial dan pembentukan masyarakat politis. Jelas, kehidupan
demikian ini memerlukan suatu manajeman politik.
Pada Bab III, kami akan menelaah pilar-pilar utama
sistem manajemen politik Khajeh Nashiruddin Thusi. Ia
menggambarkan sistem ini dalam dua aspek: teoretis dan
p:1
praktis. Yang pertama adalah landasan utama, sedangkan
yang belakangan adalah implikasi dari yang pertama. Sembari
menjelaskan tujuan dan pilar-pilar utama sistem manajemen
politik, ia membagi politik ke dalam klasifikasi yang beraneka
ragam. Secara global, ada politik yang sempurna, ada juga politik
yang tidak sempurna. Pada hemat Khajeh, sistem manajemen
politik hanya terwujud dalam politik yang sempurna saja. Ia juga
menentukan beberapa syarat dan kriteria bagi penyelenggara
manajemen politik; yakni pemimpin politis. Syarat dan kriteria
itu akan kami paparkan pada tempatnya.
Pada Bab IV, dibahas pola pelaksanaan manajemen
politik Khajeh Nashiruddin Thusi. Di dalamnya, tema
“berpikir dan merenungkan” (tadabbur) dalam menentukan kebijakan
politik; (meliputi tujuan, prinsip-prinsip utama, dan
metode), dan berikut tema “mengatur strategi” (tadbîr) dalam
rangka perencanaan politik; (meliputi agenda-agenda yang
dicanangkan guna memelihara keutuhan pemerintahan serta
usaha regulasi antara negara dan pemerintah), menjadi acuan
kajian dalam format sistem manajemen politik. Akhirnya,
tema “mengelola” (idârah) dalam rangka mengemban sebuah
tugas politis dikupas sembari menekankan konsep toleransi
terhadap rakyat, menaati undang-undang, dan strategi manajemen
dalam format sistem manajemen politik.
Buku kecil ini hanyalah sebuah upaya sederhana guna
mengenal lebih lanjut pandangan Khajeh Nashiruddin Thusi
tentang sistem manajemen politik.
2 Manajemen Politik: Perspektif Khajeh Nashiruddin Thusi
p:2
Biografi K hajeh Nashiruddin Thusi
Abu Ja‘far Nashiruddin Muhammad bin Muhammad bin
Hasan Thusi lahir pada sepertiga malam hari Sabtu, 11 Jumadil
Ula 597 H, bertepatan dengan tanggal 18 Februari 1201 M,
di sebuah daerah bernama Thus. Berdasarkan pandangan
sebagian sejarawan, keluarga Khajeh berasal dari sebuah
daerah bernama Jahrud.1 Ayahnya, Muhammad bin Hasan,
adalah seorang faqih, ulama, dan ahli hadis (muhaddits) tersohor
di kota Thus. Karena sang ayah bermazhab Syi‘ah Imamiyah,
Khajeh juga mengikuti mazhab Syi‘ah Itsna ‘Asyariyah dan
menimba ilmu dari para guru dan ulama yang juga bermazhab
Syi‘ah Itsna ‘Asyariyah.(1)
1 Penulis buku Mustadrak Al-Wasâ’il pernah menukil pendapat buku Riyâdh Al-‘Ulamâ’.
Menurut buku ini, Khajah Nashiruddin berasal dari sebuah desa di kawasan Dastgerd yang
bernama Varsyah. Dastgerd adalah sebuah daerah yang berada dalam kawasan Jahrûd.
Pada masa itu, Jahrûd berada dalam kawasan kota Saveh. Sekarang, daerah ini termasuk
dalam kawasan kota Qom. Silakan rujuk M.M. Zanjani: Sarguzasyt va ‘Aqo’ed-e Khâah
Nashîruddîn Tûsî, hlm. 1.
p:3
Ketika Khajeh Nashiruddin Thusi masih berusia belia dan
memasuki usia remaja, sang ayah menaruh perhatian istimewa
terhadap diri dan pendidikan Khajeh. Lantaran perhatian
istimewa ini, pertama kali, Khajeh mempelajari Al-Qur’an
dan lalu ilmu-ilmu bahasa seperti Nahwu (Sintaktis), Sharaf
( Morfologi), dan sastra dari ayahnya sendiri. Kemudian, sesuai
dengan pesan sang ayah, Khajeh mempelajari Matematika di
bawah asuhan Kamaluddin Muhammad Hasib. Lalu, Khajeh
menimba ilmu Fiqih, Hadis, dan Sejarah dari ayahnya sendiri.
Kemudian, ia mempelajari ilmu Logika dan Filsafat kepada
pamannya sendiri, Syihabuddin Ali bin Abu Manshur.(1)
Setelah beberapa masa berlalu, Kamaluddin Muhammad
Hasib pergi dari kota Thus dan ayah Khajeh meninggal dunia.
Sesuai dengan pesan terakhir sang ayah, Khajeh Nashiruddin
diminta untuk pergi berkelana untuk menuntut ilmu. Kala
itu, Nisyabur adalah pusat ilmu pengetahuan dan penelitian.
Banyak ulama besar yang berdomisili di daerah ini. Oleh
karena itu, demi menyempurnakan ilmu pengetahuan, Khajeh
pindah ke Nisyabur di permulaan masa remajanya.
Di Nisyabur, Khajeh Nashiruddin berguru kepada
Farîduddîn Damad Nisyaburi dan mengkaji buku Al-Isyârât wa
Al-Tanbîhât karya Ibn Sina di hadapannya.(2) Selama beberapa
masa, ia juga berguru pada beberapa ilmuwan tenar seperti
Quthbuddin Mishri, Kamaluddin Yunusi Maushilî, dan Abu
Sa‘adat Isfahani.(3)
p:4
Khajeh Nashiruddin Thusi sangat menyenangi pelbagai
disiplin ilmu pengetahuan, dan berhasil mempelajarinya.
Meski demikian, ia lebih menyukai bidang Filsafat dan Teologi.
Ia sendiri pernah menegaskan:
Sesuai dengan wasiat ayahku, aku mulai mengembara.
Setiap kali aku menemukan seorang guru mengajarkan
sebuah disiplin ilmu pengetahuan, aku pasti memanfaatkan
kesempatan untuk berguru kepadanya. Namun, karena
sebuah dorongan batin untuk mengenal mana yang hak
dan mana yang batil, aku lebih mendalami beberapa
bidang tertentu seperti Filsafat dan Teologi.(1)
Ketika usianya masih dua puluh tahun, Khajeh
Nashiruddin Thusi telah menguasai Matematika, Astronomi,
Fiqih, Ushul Fiqih, Filsafat, dan Teologi.(2) Kesungguhan dan
kegigihan Khajeh dalam belajar telah menjadikannya sebagai
ilmuwan terkemuka dalam seluruh jurusan ilmu pengetahuan
rasional (aqli) dan referensial (naqli). Lebih dari itu, dalam
setiap jurusan ilmu pengetahuan yang berkembang kala itu,
ia adalah seorang mahaguru sehingga ia memperoleh julukan
Ustâdz Al-Basyar (Guru Umat Manusia).(3)
Ketika Khajeh Nashiruddin telah dikenal sebagai seorang
alim sempurna dan fi losof agung, serangan militer Jenghis
Khan (616 H) dan kekalahan Sultan Muhammad Kharazm
Syah menjadikan negeri Iran, khususnya daerah Khurasan,
p:5
sebagai sebuah negeri yang kacau-balau dan porak-poranda.
Melihat situasi ini, Khajeh, sebagaimana warga Iran yang
lain, harus hengkang dan meninggalkan tanah kelahirannya.
Pertama kali, ia pergi ke Irak. Setelah beberapa masa berlalu,
dalam perjalanan pulang ke kampung halaman, ia mampir di
rumah Syihabuddin. Dari kediaman Syihabuddin ini, Khajeh
pulang kembali ke Khurasan. Pada saat itu, Nashiruddin
bin Abdurrahim bin Abu Manshur ditunjuk oleh ‘Ala’uddin
Muhammad bin Hasan, raja para pengikut mazhab
Isma’iliyah, menjadi penguasa daerah Quhestan pada tahun
624 H. Nashiruddin sendiri adalah orang yang terkemuka dan
berilmu pengetahuan luas. Ia pernah mendengar ketenaran
nama Khajeh Nashiruddin. Ketika mendengar bahwa Khajeh
terpaksa melarikan diri dari kampung halaman dan tidak
memiliki tempat tinggal,(1) Nashiruddin bin Abdurrahim
memohon kepada Khajeh supaya bersedia berdomisili di
benteng Sartakht, ibu kota Quhestan.(2) Khajeh menerima
permohonan ini dan pergi ke sana.
Nashiruddin bin Abdurrahim menyambut kedatangan
Khajeh Nashiruddin dengan sambutan yang sangat megah. Ia
senantiasa memenuhi seluruh kebutuhan dan keperluan yang
dibutuhkan oleh Khajeh. Nashiruddin selalu menggunakan
kesempatan dengan baik ketika ia duduk dan hidup bersama
Khajeh.(3) Dalam setiap pekerjaan, ia selalu meminta pendapat
dan pandangan Khajeh.
p:6
Pada saat Khajeh berdomisili di Quhestan ini, Nashiruddin
bin Abdurrahim pernah memohon kepadanya supaya menerjemahkan
buku Tahârot Al-A‘râq, karya Ibn Maskawaeh, ke
dalam bahasa Persia, dan Khajeh pun menerima usulan ini.
Khajeh menginginkan supaya penerjemahan buku ini menjadi
sempurna dalam bidang filsafat praktis. Oleh karena itu, ia
menambahkan beberapa tema pembahasan berkisar tentang
“ politik kota” (siyosat-e mudun) pada buku tersebut.(1) Khajeh
juga menerjemahkan Resoleh-e Mu’îniyeh, karya Mu‘inuddin
bin Nashiruddin, yang mengupas ilmu Astronomi, selama
ia berada di Quhestan. Alhasil, selama berada di Quhestan
ini, Khajeh menyibukkan diri dengan menelaah, menulis,
menyusun, dan menerjemahkan buku.(2)
Selang beberapa masa, Khajeh Nashiruddin Thusi
menyusun beberapa bait syair yang memuji-muji Mu‘tashim
Billah, Khalifah Dinasti Bani Abbasiyah kala itu. Khajeh
mengirimkan syair tersebut kepada Mu’ayyiduddîn ‘Alqami
yang menjabat sebagai menteri Mu‘tashim di Baghdad.
Khajeh meminta supaya Mu’ayyiduddîn membacakan syair
tersebut untuk khalifah dengan harapan mungkin khalifah
akan mengundang Khajeh ke Baghdad. Mu’ayiduddîn
adalah seorang pengikut mazhab Syi‘ah dan seakidah dengan
Nashiruddin. Akan tetapi, Mu’ayiduddîn berkesimpulan tidak
maslahat Khajeh Nashiruddin pergi Baghdad.(3) Oleh karena itu,
Mu’ayiduddîn menulis pesan di balik kertas syair itu kepada
Nashiruddin bahwa Khajeh sudah mulai mengirim surat
p:7
kepada khalifah. Setelah mendengar berita itu, Nashiruddin
geram dan menangkap Khajeh.
Pada saat penawanan Khajeh Nashiruddin ini, ‘Ala’uddin
Muhammad, raja para pengikut mazhab Isma’iliyah kala itu,
meminta kepada Nashiruddin supaya Khajeh dikirim untuk
menghadap kepadanya. Ketika Nashiruddin berangkat dari
Quhestan menuju ke Qazwin, ia menyerahkan Khajeh kepada
‘Ala’uddin di benteng Maimum Dez. Pada saat itu, ‘Ala’uddin
sedang tertimpa penyakit melankolia dan senantiasa berburuk
sangka kepada orang-orang yang berada di sekelilingnya.
Selama berada bersama dibenteng ini, ‘Ala’uddin selalu
memperlakukan Khajeh dengan penuh penghormatan.(1)
Khajeh terpaksa harus tinggal di benteng Maimun Dez dan
melalui hari-harinya dengan menelaah buku di perpustakaan
besar yang berada di benteng ini.(2) Kebiasaan ini pun terus
berlanjut setelah ‘Ala’uddin terbunuh dan Ruknuddin Khur
Syah menggantikannya menjadi raja.
Khajeh Nashiruddin Thusi selama berada di tengahtengah
para pengikut mazhab Isma’iliyah sangat dihormati
dan menjadi penentu seluruh keputusan mereka. Kedudukan
Khajeh di sisi mereka sebegitu tinggi nan agung sehingga
mereka menjulukinya “ Khojeh-e Ko’enot” (Pembesar Alam
Semesta).(3) Meskipun demikian, Khajeh selalu menolak
tawaran posisi di kerajaan dan menghindarkan diri dari
segala gemerlap kenikmatan duniawi mereka. Ia senantiasa
menghabiskan waktunya dalam menelaah, menyusun, menulis,
p:8
dan menerjemahkan buku. Di antara karya yang ditinggalkan
Khajeh Nashiruddin adalah Syarh Al-Isyârât wa Al-Tanbîhât,
Akhloq-e Nosheri, Akhloq-e Muhtasyami, Resoleh-e Mu’iniyeh,
Asâs Al-Iqtibâs, Resoleh-e Tavalli va Tabarri, Tahrîr Euklides, dan
Tahrîr Okramanalaos.(1)
Pada periode kekuasaan Ruknuddin, terjadi sebuah perubahan
besar lain dalam sejarah kehidupan Khajeh Nashiruddin
Thusi. Hulagu Khan mengirimkan bala tentara ke Iran
dengan tujuan untuk mengalahkan para pengikut mazhab
Isma’iliyah. Setelah menaklukkan benteng-benteng mereka
satu per satu, pada tahun 645 H, bala tentara Hulagu tiba di
benteng Alamut yang didiami oleh Khajeh Nashiruddin dan
di benteng Maimun Dez yang didiami oleh Ruknuddin. Ruknuddin
menyerah dan lantar dikirim ke istana Hulagu bersama
Khajeh serta beberapa orang yang lain. Sebelum itu, raja
Mongolia telah mengenal ketenaran nama Khajeh dalam bidang
ilmu filsafat dan matematika, serta kemahirannya dalam
memasang horoscope dan observatorium.(2) Lantaran peran Khajeh
dalam mendorong Ruknuddin supaya menerima ili (suaka politik
dan administrasi dari bangsa Mongolia dan membayar pajak
kepada mereka), prediksi keruntuhan para pengikut mazhab
Isma’iliyah, dan mendorong Hulagu supaya menaklukkan
benteng Isma’iliyah, Hulagu semakin senang
p:9
kepada Khajeh. Hulagu sangat percaya pada ilmu Astronomi
dan meminta pandangan para astronom sebelum melakukan
sebuah tindakan. Melihat Khajeh Nashiruddin adalah orang
yang sudah siap untuk keperluan ini, ia menahan Khajeh
bersama dirinya.(1)
Dengan demikian, pada saat serangan pertama bangsa
Mongolia; yaitu serangan Jengis Khan, Khajeh Nashiruddin
Thusi berlindung ke benteng-benteng para pengikut mazhab
Isma’iliyah. Akan tetapi, pada saat serangan kedua; yaitu
serangan Hulagu Khan, ia berhasil terselamatkan dari
tahanan yang terdapat dalam benteng-benteng itu, dan dapat
menduduki sebuah posisi yang istimewa di istana Hulagu.
Khajeh dinobatkan sebagai astronom istimewa Hulagu.(2)
Khajeh menjadi orang dekat Hulagu. Dia tidak pernah
mengambil suatu keputusan sebelum bermusyawarah dengan
Khajeh.(3)
Salah satu peristiwa paling berpengaruh dalam sejarah
kehidupan Khajeh Nashiruddin pada periode ini adalah
perannya dalam menggulingkan khilafah yang sedang
berkuasa dan pembunuhan Mu‘ta-shim Billah, khalifah
terakhir Bani Abbasiyah. Tentang peristiwa ini, sebagian buku
referensi sejarah menceritakan sebagai berikut:
Setelah berhasil menaklukkan dan meluluh-lantakkan
benteng-benteng para pengikut mazhab Isma’iliyah
di Qazwin, Hulagu pergi ke Hamadan. Ia masih ragu
p:10
apakah masih akan mengirimkan bala tentara ke Baghdad
atau tidak. Untuk mengambil keputusan dalam hal
ini, ia melakukan sebuah musyawarah. Hisamuddin
Munajjim mengutarakan pandangannya seraya berkata,
“Mengirimkan bala tentara ke Baghdad dengan tujuan
untuk meruntuhkan keluarga kekhalifahan adalah sebuah
tindakan yang tidak akan menuai berkah. Alasannya,
pertama, setiap raja yang ingin menghancurkan dinasti
Bani Abbasiyah tidak akan pernah menikmati kerajaan
dan umur panjang.”(1)
Namun, Khajeh Nashiruddin Thusi menenangkan,
“Tidak akan terjadi apa-apa.” Peristiwa yang akan terjadi
adalah Hulagu Khan akan menduduki kursi kekhalifahan
sebagai ganti khalifah yang sekarang sedang berkuasa.”
Khajeh menjelaskan lebih lanjut, menurut pendapat mayoritas
Muslimin, betapa banyak sahabat besar telah syahid dan tak
ada satu pun kerusakan yang muncul.(2)
Ketika Hulagu bersikeras membunuh khalifah, sekelompok
orang melakukan penentangan terhadap Ilkhan. Mereka
berargumentasi, jika sebilah pedang ternodai oleh darah
Mu‘tashim, ada kekhawatiran akan terjadi sebuah revolusi
besar di dunia ini.(3)
Hisamuddin Munajjim berkata, “Jika khalifah terbunuh,
dunia ini akan gelap gulita dan tanda-tanda Hari Kiamat akan
terlihat.”(4)
p:11
Mendengar ucapan yang sangat menakutkan ini, Hulagu
Khan mulai bimbang. Ia bermusyawarah dengan Khajeh
Nashiruddin Thusi. Khajeh berkata, “Seluruh peristiwa yang
terjadi di alam semesta ini diatur sesuai dengan undang-undang
natural. Banyak orang sebelum ini yang memiliki kemuliaan
wujud dan kedekatan dengan Allah melebihi khalifah Bani
Abbasiyah, dan kepala mereka dipenggal. Akan tetapi, alam
semesta ini masih tetap tegak berdiri. Jika kita harus berhatihati
dalam masalah ini, tolong Anda perintahkan supaya
para pembantu istana membungkus sapi jantan kesayangan
khalifah ini dengan kain.(1) Lalu, mereka hendaknya memijatmijat
kaki dan tangannya dengan sangat hati-hati. Jika pada
saat itu mereka melihat atau mendengar suara petir, halilintar,
angin, angin topan, dan teriakan langit serta bumi bergetar,
maka mereka hentikan memijatnya. Jika tidak, maka mereka
harus menenangkan Anda karena kerisauan yang telah mereka
ciptakan ini.”
Hulagu menerima pendapat Khajeh Nashiruddin.
Kemudian, berdasarkan perintahnya, bala tentara membunuh
Mu‘tashim Billah.(2) Setelah peristiwa ini, berdasarkan titah
Hulagu, Khajeh menulis surat ajakan untuk menyerah kepada
negara-negara kecil tetangga yang eksis kala itu.
Setelah Hulagu Khan menentukan Maragheh sebagai
ibu kota kerajaan, pada tahun 657 H. Ia memerintahkan
supaya sebuah observatorium dibangun di kota ini. Biaya
pembangunan, biaya pemeliharaan, gaji para pegawai,
dan biaya-biaya lain yang diperlukan oleh observatorium
p:12
ini dialihkan kepada Lembaga Wakaf Kerajaan. Hulagu
menobatkan Khajeh sebagai menteri Urusan Wakaf. Dengan
posisi ini, Khajeh berhak memanfaatkan sepersepuluh dari
penghasilan wakaf kerajaan guna melaksanakan proyekproyek
ilmiah. Hulagu Khan juga memberi izin kepada Khajeh
supaya mempekerjakan para ulama yang ia anggap kompeten.
Khajeh juga memiliki izin untuk memproduksi setiap peralatan
dan fasilitas yang diperlukan.(1) Dengan demikian, di samping
tugas istana dan posisi sebagai penasihat Ilkhan Mongolia,
Khajeh Nashiruddin masih tetap menyibukkan diri dengan
menulis buku, mengajar tenaga-tenaga baru yang berbakat,
mengurusi wakaf, dan mengetuai observatorium.
Di samping pendirian observatorium, Khajeh
Nasiruddin Thusi juga memiliki jasa-jasa penting yang
lain. Ia mengumpulkan seluruh buku berharga, baik yang
klasik maupun yang baru. Mayoritas buku ini dikoleksi dari
berbagai perpustakaan: Baghdad, Syam, dan daerah-daerah
lain yang berada di bawah kekuasaan Hulagu Khan. Jumlah
seluruh buku ini mencapai empat ribu jilid. Khajeh berhasil
membangun sebuah perpustakaan besar dengan buku-buku
tersebut. Lebih penting lagi, ia merubah observatorium itu
menjadi sebuah pusat penelitian dan riset ilmiah besar kala itu.
Ia mengumpulkan banyak ilmuwan dan periset dari seantero
wilayah kekuasaan Islam dan melakukan riset dalam berbagai
bidang ilmu pengetahuan.(2)
Dalam masa itu, berdasarkan perintah Hulagu Khan,
Khajeh memimpin sebuah tim yang sedang menyusun
p:13
horoscope. Dengan cara memantau posisi bintang-gumintang
dan menuliskan seluruh hasil riset ini dalam jadwal-jadwal
khusus, ia berhasil menulis sebuah buku besar, terperinci, dan
sangat bernilai. Buku ini diberi nama Zij-e Ilkhoni. Buku ini usai
ditulis pada tahun 670 H. Yaitu, tujuh tahun setelah kematian
Hulagu Khan dan kekuasaan Abaqa Khan.(1)
Setelah kematian Hulagu Khan pada 663 H, Khajeh
Nashiruddin Thusi masih mampu memelihara posisi,
kedudukan, dan kekuatan material dan spiritualnya. Ia tetap
menjadi orang dekat dan penasihat istimewa Abaqa Khan.(2)
Dengan demikian, ia masih bisa melanjutkan seluruh langkah
dan aktivitas yang telah dilakukan sebelum itu.
Aktivitas lain yang dilakukan oleh Khajeh Nashiruddin
Thusi pada masa itu adalah menulis buku-buku teologi dalam
rangka membuktikan kebenaran mazhab Imamiah Itsna
‘Asyariah. Di antara buku-buku ini adalah Tajrîd Al-I‘tiqâd,
Qawâ‘id Al-‘Aqâ’id, Fushûl Al-‘Aqâ’id, dan Resoleh-e Emomat.(3)
Sebagai menteri urusan wakaf untuk seluruh wilayah
kekuasaan Ilkhan, aktivitas dan terobosan Khajeh Nashiruddin
Thusi tidak terbatas di kawasan ibukota, Maragheh. Ia juga
sering melakukan kunjungan-kunjungan ke daerah. Sebagai
contoh, pada tahun 662 H, ia melakukan kunjungan ke Baghdad.
Tujuan kunjungan ini adalah guna mencari buku-buku yang
mungkin dibawa untuk observatorium Maragheh. Selain
itu, guna mengetahui kondisi masyarakat luas, mengurusi
harta-harta wakaf, menyelidiki kondisi bala tentara dan para
p:14
pembantu istana kerajaan, dan mengumpulkan buku, ia
melakukan kunjungan ke daerah Wasith, Bashrah, dan daerahdaerah
Irak yang lain. Setelah itu, ia kembali ke Maragheh.(1)
Pada tahun 672 H, Khajeh Nashiruddin Thusi berkunjung
ke Irak untuk kedua kali bersama Sultan Abaqa Khan, para
penguasa daerah, dan bala tentara yang ingin melalui masa
musim dingin di Baghdad. Setelah musim dingin berlalu dan
Sultan Abaqa Khan kembali ke Maragheh, ibu kota musim
panasnya, Khajeh masih tinggal di Baghdad.(2) Di Baghdad,
ia mengurusi seluruh harta wakaf negara dan membayar
gaji bulanan para fuqaha, guru agama, dan orang-orang sufi .
Pada saat itu juga, Khajeh Nashiruddin jatuh sakit. Ketika ia
tahu bahwa penyakit yang sedang diderita itu tidak dapat
disembuhkan lagi, ia berwasiat kepada para sahabat dan
orang-orang dekatnya supaya dimakamkan di dekat makam
suci Imam Musa Kazhim as. Salah seorang keluarga Khajeh
berkata, “Sangatlah cocok apabila jenazah Khajeh dipindahkan
ke Najaf Asyraf dan dimakamkan di sana.” Khajeh menjawab,
“Aku sangat malu apabila aku meninggal dunia di daerah
Imam Musa Kazhim as, lalu aku dipindahkan ke tempat lain,
sekalipun tempat itu adalah lebih mulia.”(3)
Akhirnya, Khajeh Nashiruddin Thusi meninggal dunia
pada 18 Dzulhijjah 672 H, bertepatan dengan hari raya
Ghadir Khum. Sesuai wasiatnya, masyarakat mulai menggali
tanah untuk makamnya di daerah makam suci Imam Musa
Kazhim as. Menurut para ahli sejarah, ketika masyarakat
p:15
menggali tanah, sebuah lubang kuburan yang telah terlapisi
keramik dan bertuliskan kaligrafi indah tersingkap. Akhirnya,
diketahui bahwa kuburan itu digali untuk Khalifah Nashir li
Dinillah. Sudah takdir Ilahi, pembuatan kuburan ini selesai
pada hari, tanggal, dan tahun kelahiran Khajeh Nashiruddin.
Dan Khalifah Nashir li Dinillah dikuburkan di tempat lain.
Dengan demikian, Khajeh Nashiruddin Thusi dimakamkan
di Kazhimain. Di pusara kuburannya tertulis ayat berikut ini:
«وَتَحْسَبُهُمْ أَیْقَاظًا وَهُمْ رُقُودٌ وَنُقَلِّبُهُمْ ذَاتَ الْیَمِینِ وَذَاتَ الشِّمَالِ وَکَلْبُهُمْ بَاسِطٌ ذِرَاعَیْهِ بِالْوَصِیدِ لَوِ اطَّلَعْتَ عَلَیْهِمْ لَوَلَّیْتَ مِنْهُمْ فِرَارًا وَلَمُلِئْتَ مِنْهُمْ رُعْبًا (18)»
Sedangkan anjing mereka menjulurkan kedua lengannya
di muka pintu gua (QS. Al-Kahf 18:18).(1)
Khajeh Nashiruddin Thusi memiliki tiga orang putra.
Masing-masing mereka adalah Shadruddin Ali, Ashiluddin
Hasan, dan Fakhruddîn Ahmad. Setelah Khajeh meninggal
dunia, Shadruddîn Ali menggantikan posisi ayahnya. Dari
sejak Khajeh masih hidup hingga beberapa waktu setelah
ia meninggal dunia, Shadruddîn menduduki posisi kepala
observatorium Maragheh. Sepeninggal Khajeh, urusan wakaf
kerajaan juga diserahkan kepada Shadruddîn Ali ini. Di
samping memiliki posisi ilmiah yang tinggi, Shadruddîn Ali
juga banyak menulis syair.
Ashiluddin Hasan adalah seorang sastrawan, ilmuwan,
dan insinyur. Ia sangat menguasai buku-buku syair. Setelah
p:16
Shadruddîn sang kakak tertua meninggal dunia, sesuai
perintah Oljeitu, Ilkhan VIII, Ashiluddin menduduki posisi
kepala observatorium dan urusan wakaf kerajaan.
Seperti kedua saudaranya, Fakhruddîn Ahmad adalah
seorang ilmuwan yang sangat agung. Untuk beberapa waktu,
ia pernah memegang urusan wakaf kerajaan.
Sebagian keturunan Khajeh Nashiruddin Thusi yang
bermukim di Ordubad dan Azerbaijan menempati kedudukan
dan posisi penting dalam kerajaan dinasti Shafawiah. Sebagai
contoh, Hatim Beik Ordubadi, salah seorang cucu Khajeh.
Pada masa kekuasaan Syah Abbas, ia memperoleh julukan
I‘timadud Daulah (Kepercayaan Negara). Julukan ini pada
masa itu adalah sejajar dengan posisi kanselir pada masa
sekarang.(1)
Di samping para keturunan, sudah seyogyanya kita juga
mengenang para anak didik Khajeh Nashiruddin Thusi.
Tentunya, anak-anak didik Khajeh lebih memiliki pengaruh
dibandingkan anak keturunannya dalam menyimpan seluruh
buah pemikiran dan tindakan Khajeh dalam kalbu, serta
lalu menyampaikannya kepada tujuan akhir. Khajeh telah
mewakafkan seluruh hidupnya untuk belajar dan mengajar.
Secara otomatis, ia pasti memiliki banyak anak didik. Muridmurid
Khajeh yang terkemuka dapat dipaparkan pada
pembahasan berikut ini:
1. Jamaluddin Abu Manshur Husain bin Muthahhar Hilli
Murid Khajeh ini ghalibnya dikenal sebagai Allamah
p:17
Hilli. Seperti sang guru, Allamah Hilli hidup sezaman
dengan penyerangan bangsa Mongolia. Ia memainkan
peran seperti peran yang telah dimainkan oleh sang guru.
Menurut perspektif para sejarawan Syi‘ah, pengaruh
Allamah Hilli dalam dialog-dialog yang pernah dilakukan
dengan para tokoh mazhab-mazhab Islam pada masa
kekuasaan Oljeitu sangat menentukan. Kekokohan setiap
jawaban dan pandangan yang dilontarkan oleh Allamah
Hilli menyebabkan Syi‘ah menjadi sebuah mazhab resmi
di Iran dan keluar dari jurang keterasingan.(1)
2. Kamaluddin Maitsam Bahrani
Seperti diriwayatkan oleh para ulama, Kamaluddin
Maitsam adalah murid Khajeh Nashiruddin Thusi dalam
bidang fi lsafat dan Khajeh Nashiruddin adalah murid
Kamaluddin Maitsam dalam bidang Fiqih. Lebih dari itu,
Kamaluddin Maitsam adalah juga guru Allamah Hilli.
Kamaluddin memiliki lima belas karya tulis. Beberapa
karya tulis ini berhubungan dengan konsep imamah. Ia
lebih dikenal karena dua buku syarah yang ditulis atas
Nahj Al-Balâghah. Buku syarah ini ditulis dalam lebih dari
dua puluh jilid.(2)
3. Sayyid Ghiyatsuddin Abul Muzhaffar.
4. Abul Fadha’il Hasan bin Muhammad Astarabadi.
5. Kamaluddin Abdurridha yang lebih dikenal dengan
sebutan Abul Fauthi.
6. Ibrahim bin Syekh Sa‘duddin Juwaini yang lebih dikenal
dengan Hamawi.
p:18
7. Syaik Fariduddin Abu Bakar bin Ali Syirazi.
8. Abdullah Atsiruddin ‘Umani.(1)
Seluruh manusia dalam pola pikir dan cara pandang
terpengaruh oleh lingkungan natural dan sosial tempat mereka
hidup. Keyakinan mazhab, ilmu pengetahuan, dan pengalaman
yang membentuk akar pemikiran Khajeh Nashiruddin, semua
itu bermuara dari lingkungan tempat ia hidup. Atas dasar
ini, untuk mengevaluasi akar dan fondasi pemikiran Khajeh,
pertama kali kita harus menelaah kondisi keluarganya. Bisa
dipastikan, keyakinan Khajeh sangat terpengaruhi oleh
keyakinan keluarga ini.
Sebagaimana telah disinggung pada pembahasan sebelumnya,
Khajeh Nashiruddin Thusi lahir dalam buaian keluarga
yang bermazhab Syi‘ah. Oleh karena itu, ia menimba
ilmu pengetahuan dari para guru yang bermazhab Syi‘ah.
Lingkungan pertama kehidupan ini menyebabkan Khajeh
memperoleh pengenalan pertama terhadap fondasi- fondasi
utama mazhab Syi‘ah, dan lalu mengenal fondasi- fondasi
tersebut secara lebih mendalam dan bersifat ilmiah. Beberapa
masa setelah itu, Khajeh mulai akrab dengan ushuluddin
mazhab Syi‘ah dan menggunakan beberapa terminologi yang
hanya dimiliki oleh mazhab ini, seperti imam, imamah, dan
lain sebagainya.
p:19
Dalam sebuah tinjauan global, pada seluruh periode
kehidupannya, Khajeh Nashiruddin Thusi ingin menggapai
dua tujuan yang sangat fundamental: pertama, menyebarkan
mazhab Syi‘ah Itsna ‘Asyariah (Syi’ah Dua Belas Imam), dan
kedua, mempelajari dan memasyarakatkan seluruh jenis ilmu
pengetahuan tekstual dan rasional. Dalam dua tujuan ini,
Khajeh sudah memperoleh keberhasilan yang sangat gemilang.
Dalam bidang menyebarkan dan memperkokoh mazhab
Syi‘ah Itsna ‘Asyariah, ia memperkuat ushuluddin dan ibadah
ritual mazhab ini dengan fondasi dan kaidah-kaidah rasional.
Dengan menulis aneka ragam buku, seperti Tajrîd Al-I‘tiqâd,
Resoleh-e Emomat, dan lain-lain, ia telah berhasil menetapkan
teologi mazhab Syi‘ah Itsna ‘Asyariah dengan argumentasi
yang kokoh, sempurna dan sarat dengan dalil.(1) Dengan
demikian, ia telah berhasil membuktikan kebenaran mazhab
ini.
Semenjak usia belia, Khajeh Nashiruddin Thusi sudah
rajin menimba ilmu pengetahuan. Ia selalu berusaha keras
pantang menyerah. Oleh karena itu, bisa dikatakan bahwa ia
menguasai seluruh cabang ilmu pengetahuan. “Pada ruang
lingkup kehidupan masa itu, Khajeh adalah seorang jenius
yang menguasai seluruh bidang ilmu pengetahuan,” (begitu
kata seorang ahli).(2) Akan tetapi, seperti yang telah kami
ungkapkan pada pembahasan sebelumnya, ia hanya memiliki
kecondongan esoteris kepada bidang fi lsafat dan teologi. Di
p:20
antara para fi losof yang ada, ia lebih memiliki kecondongan
kepada Farabi. Ia sangat terpengaruh oleh pemikiran dan
keyakinan Hakim Tsani (Second Master), Farabi, ini. Atas dasar
ini, pemikiran dan pandangan-pandangan Khajeh banyak
memiliki kemiripan dengan pemikiran dan pandanganpandangan
Farabi. Khajeh pernah mengisyaratkan hal ini di
makalah ke-3 dari Akhloq-e Nosheri. Ia menulis, “Mayoritas
pembahasan ini dinukil dari pandangan-pandangannya.”(1)
Di samping itu, Khajeh Nashiruddin Thusi juga banyak
terpengaruhi oleh pemikiran Syaikh Ra’is Abu Ali Sina (Ibnu
Sina). Dalam transkrip-transkrip pelajarannya, Khajeh tidak
pernah menolak pendapat Abu Ali (Ibnu) Sina.(2) Dalam
karya-karya Khajeh juga terdapat tanda-tanda bahwa ia
juga terpengaruh oleh pemikiran-pemikiran Ghazali dan Ibn
Muqaffa‘.
Langlang buana yang pernah dilakukan oleh Khajeh
Nashiruddin pada masa muda untuk menimba ilmu
pengetahuan, hidup di benteng-benteng para pengikut mazhab
Isma’iliah, dan lalu domisili di istana Hulagu Khan dan
Abaqa Khan, semuanya menyebabkan Khajeh memperoleh
pengalaman pribadi dan politik yang tak terhingga. Efek-efek
seluruh pengalaman ini dapat disaksikan secara gamblang
dalam ilmu pengetahuan dan praktik politiknya, serta dalam
karya-karya ilmiah dan praktik amaliahnya sehari-hari.
Lantaran segunung pengalaman ini, khususnya domisili di
p:21
istana Ismai’iliah, karya-karya ilmiah dan politis Khajeh,
seperti buku Akhloq-e Nosheri, semakin berbobot. Dalam posisi
dan kondisi politik yang sangat sulit, seperti serangan pertama
dan kedua bangsa Mongolia, ia berhasil mengambil keputusan
dan kebijakan yang sangat logis dan cerdas. Setelah berhasil
terbebaskan dari kondisi ini, ia berhasil menduduki sebuah
kedudukan tinggi sehingga dapat memberikan pelayanan
berharga yang tak terhingga kepada masyarakat dan para
pengikut mazhab Syi‘ah.
Khajeh Nashiruddin Thusi memiliki wajah yang tampan
menawan, jiwa yang bersih, dermawan, penyabar, ramah,
cerdas, cerdik, dan sangat rendah hati.(1) Ia menguasai seluruh
bidang ilmu pengetahuan yang pernah berkembang pada masa
ia hidup. Ia menulis buku yang sangat penting dan berharga
dalam mayoritas bidang ilmu pengetahuan ini. Buku-buku
yang pernah ditulis oleh Khajeh berjumlah sekitar seratus
judul buku.(2)
Dari satu sisi, Khajeh Nashiruddin adalah seorang jenius.
Guna merealisasikan seluruh misi politik dan kebudayaannya,
ia senantiasa mencari hamparan tanah yang terbentang luas.
Ia rela mengetuk pintu seluruh penguasa besar yang pernah
berkuasa kala itu. Pertama kali, ia memasuki istana mazhab
Isma’iliah. Ia memanfaatkan teori pemikiran fi lsafat golongan
ini dan berhasil meredakan dahaga jiwanya yang selalu ingin
terbang tinggi. Setelah berhasil, ia mengetuk pintu istana
p:22
kekhalifahan. Akan tetapi, karena kehadiran Ibn ‘Alaqami,
saingan kuatnya, ia tidak berhasil memperoleh posisi yang
tepat serta mewujudkan cita-citanya. Setelah itu, ia mengetuk
pintu kerajaan Mongolia. Ia diterima di kerajaan ini dengan
sangat baik dan berhasil memperoleh kedudukan yang amat
tinggi.(1)
Setelah berhasil menggenggam kendali ekonomi imperium
besar Ilkhani, Khajeh Nashiruddin Thusi melakukan banyak
gebrakan penting dalam dunia politik dan ilmu pengetahuan.
Di sela-sela gebrakan-gebrakan politik-kultural ini, ia berhasil
memberikan daya kekuatan kepada mazhab Syi‘ah Itsna
‘Asyariah dan menyelamatkan serta mengatur urusan harta
wakaf kerajaan. Khajeh menilai bahwa dinasti Juwaini sangat
bermanfaat untuk menyetir negara dan kerajaan. Oleh karena
itu, tanpa sedikit pun rasa iri dan ingin bersaing, ia membuka
tangan dengan lebar guna melaksanakan tugas-tugas negara,
dan dengan cara membentuk hubungan yang baik, ia
mendukung setiap keputusan mereka. Langkah dan sikap ini
adalah faktor terpenting yang mendatangkan kemakmuran
bagi Iran dan menyelamatkannya dari kebinasaan yang lebih
parah. Lebih dari itu, menyerahkan posisi-posisi negara
yang sensitif kepada anak keturunan dan tokoh-tokoh yang
sepemikiran membuktikan peran jenius Khajeh Nashiruddin
dalam memelihara eksistensi Iran dengan cara yang terbaik.(2)
Dalam periode sejarah Iran ini, Khajeh Nashiruddin Thusi,
melebihi para tokoh yang lain, telah berhasil menyelamatkan
Iran dari kehancuran dan keruntuhan. Pada hakikatnya, ia
p:23
adalah sosok yang menghidupkan dua benteng spiritual yang
sangat fundamental:
Pertama, mazhab Syi‘ah yang merupakan wadah
pengkristalan pemikiran orang-orang Iran. Selama berabadabad,
karena kekhalifahan dan pemerintahan-pemerintahan
yang berorientasi mazhab Ahli Sunah berkuasa di Iran,
mazhab Syi‘ah hidup dalam persembunyian dan tidak
menemukan kesempatan untuk bergeliat. Berkat dukungan
dan usaha Khajeh Nashiruddin, mazhab ini berhasil keluar
dari persembunyian dan menemukan posisi di tengahtengah
masyarakat, bahkan di dunia politik. Ia pun berhasil
menguatkan dan memperkokoh fondasi- fondasi mazhab ini
untuk suatu hari dimana Syi‘ah akan menjadi mazhab resmi
Iran.
Kedua, membangun akademi ilmu pengetahuan dan
kesenian Maragheh. Akademi ini bisa disebut sebagai harta
karun ilmu pengetahuan dan kesenian Iran dari permulaan
sejarah Iran hingga masa itu.(1) Akademi ini, setelah Universitas
Jondi Shapur yang telah eksis di Iran sebelum kemunculan Islam
dan Madrasah Nezamiah yang telah dibangun oleh Khajeh
Nezamul Mulk Thusi sang menteri ilmuwan berkebangsaan
Iran di Baghdad, adalah universitas ketiga Iran yang telah
dibangun oleh Khajeh Nashiruddin Thusi di Maragheh.(2)
Khajeh Rasyiduddin Fadhlullah Hamadani menilai tindakan
Khajeh Nashiruddin ini sebagai sebuah tindakan yang sangat
jitu dan tepat. Dengan mendirikan akademi ini, Khajeh
Nashiruddin tidak hanya berhasil memelihara peradaban
p:24
Iran yang kala itu sudah hampir hancur dan musnah. Lebih
dari itu, dengan mengumpulkan para ilmuwan dan seniman
pribumi dan asing dari setiap kaum dan kelompok, akademi
ini telah menjadi faktor teori pemikiran baru dunia Barat
dan Timur menyatu dengan peradaban Iran, dan meniupkan
sebuah napas baru sehingga peradaban Iran menjadi sebuah
peradaban yang bertaraf dunia. Contoh usaha besar ini adalah
observatorium Maragheh.(1) Observatorium dan perpustakaan
besarnya pada masa itu adalah sebuah karya yang sangat besar
dan legendaris.
Lebih dari itu semua, dalam sejarah, Khajeh Nashiruddin
Thusi juga memiliki posisi dan kedudukan yang sangat
istimewa. Berikut sekelumit tentang posisi dan kedudukannya
ini:
Khajeh Nashiruddin Thusi termasuk golongan tokoh dan
fi gur yang pascasejarah kehidupannya memiliki kedudukan
dan kehormatan yang sangat istimewa di kalangan bangsa
Iran. Pada masa itu, Allamah Hilli, murid Khajeh yang
sangat masyhur, pernah berkomentar tentang cakupan ilmu
pengetahuan Khajeh yang sangat luas. Ia berkata, “Syekh ini
adalah orang paling utama pada zamannya dalam bidang ilmu
rasional (aqli) dan referensial (naqli).”
Pada kesempatan lain, Allamah Hilli berkata, “Ia adalah
guru umat manusia dan akal kesebelas.”(2)
p:25
Tentang keutamaan akhlak Khajeh Nashiruddin, Allamah
Hilli juga pernah berkomentar, “Dari sisi akhlak, ia adalah
orang paling utama yang pernah kami jumpai.”(1)
Qadhi Nurullah Syusytari yang hidup di India juga pernah
berkomentar tentang Khajeh Nashiruddin Thusi. Ia berkata,
“Ia adalah seorang fi losof yang dibanggakan oleh ruh Plato
dan Aristoteles. Ibnu Sina sangat berterima kasih atas seluruh
usaha dan kerja kerasnya yang amat berharga. Akal yang aktif
teriluminasi oleh jalannya dan problematika orang-orang besar
hanya dapat diselesaikan dengan satu lirik pandangnya.”(2)
Pada masa kini, Mujtaba Minawi menilai Khajeh
Nashiruddin Thusi sebagai pamungkas para fi losof bangsa
Timur, salah seorang ahli Matematika, dan astronom dunia.
Sebagaimana Firdausi, Mujtaba Minawi menilai Khajeh sebagai
seorang pencipta dan pencetus hal-hal yang baru.(3)
Di Iran, pra dan pasca Revolusi Islam, aneka ragam
seminar telah didirikan untuk mengenang tokoh besar sejarah
Persia ini. Banyak pula makalah dan artikel yang terkirim
untuk berpartisipasi dalam seminar tersebut. Lebih dari itu,
sebuah universitas dibangun dan diberi nama “Universitas
Industri Khajeh Nashiruddin Thusi”. Semua ini membuktikan
ketinggian posisi ilmiah Khajeh.
Kedudukan tunggal Khajeh Nashiruddin Thusi di masa
lalu politik Iran sangat berharga sekali. Khajeh adalah seorang
jenius langka Iran yang memiliki banyak hak atas bangsa Iran.
Oleh karena itu, ia hanya dapat dibandingkan dengan Firdausi.
p:26
Jika kita menilai Firdausi sebagai penghidup kembali bangsa
Ajam (bangsa Iran) setelah penyerbuan bangsa Arab, maka
kita juga dapat menganggap Khajeh sebagai pembebas kultur
Iran pasca penyerbuan bangsa Mongolia. Khajeh yang telah
berhasil mengumpulkan sari pati kultur Iran dalam dirinya ini
berusaha keras untuk menata kembali kerikil-kerikil mati yang
berserakan dan meneteskan tinta kehidupan di atas padang
sahara kemiskinan ini.(1)
Di dunia Islam, Khajeh Nashiruddin Thusi memiliki dua
posisi yang berbeda. Dari satu sisi, karena peran Khajeh
dalam meruntuhkan kekuasaan dinasti Bani Abbasiyah
dan membunuh khalifahnya, sebagian pengikut Ahli Sunah
melaknat dan mencerca Khajeh. Ibn Taimiah Hanbali dan
Muridnya, Ibn Qayyim, secara terang-terangan menunjukkan
permusuhan mereka dan bahkan permusuhan ini sudah
melampaui batas batas yang wajar.(2) Dan dari sisi yang lain,
para ulama Islam, baik Syi‘ah maupun Ahli Sunah, memuji dan
menyanjung ketinggian ilmu pengetahuan Khajeh Nasiruddin
Thusi. Quthbuddin Esykavari pernah berkomentar:
Khajeh Nashiruddin Thusi adalah seorang ulama besar
dan peniliti agung. Kepala seluruh ulama dan pembesar,
baik yang seide maupun yang berlainan ide, tertunduk
di hadapannya, karena ia menguasai seluruh ilmu
pengetahuan rasional (aqli) dan referensial (naqli). Dan
p:27
dahi para ulama besar bersimpuh di haribaan Khajeh
guna mempelajari ilmu pengetahuan kepadanya, baik yang
berkenaan dengan Ushuluddin maupun Furu’uddin.(1)
Shafadi dalam syarah Ummat-e Ajam menyatakan bahwa
Khajeh Nashiruddin Thusi adalah seorang ahli yang tidak dapat
disaingi oleh siapa pun dalam bidang maghiste.(2) Ketika
Fadhil Jabali dalam Kasyf Al-Zdunûn memaparkan para penulis
yang tenar, ia meletakkan Khajeh di bagian teratas.(3)
Ibn ‘Ibri pernah berkomentar tentang Khajeh Nasiruddin
Thusi dalam Mukhtashar Al-Duwal. Ia menulis, “Ia adalah
seorang filosof yang agung di seluruh bagian bidang filsafat.
Ia memperkuat pandangan-pandangan para filosof terdahulu
dan menyelesaikan seluruh keraguan dan kritik para ulama
terkemudian yang tertulis dalam buku-buku mereka.”(4)
Ibn Syakir juga pernah berkomentar tentang Khajeh
Nashiruddin Thusi. Ia menulis:
Khajeh Nashiruddin sangat tampan menawan, dermawan,
penyabar, pintar bergaul, cerdas, dan cerdik. Ia termasuk
salah seorang jenius pada masanya. Lantaran kedekatan
hubungan yang dimiliki dengan Hulagu Khan, Khajeh
melindungi seluruh kepentingan Muslimin, khususnya para
pengikut Syi‘ah, keturunan Imam Ali as, dan para filosof.
Ia memperlakukan mereka dengan baik dan
p:28
senantiasa berusaha keras guna menetapkan mereka
dalam setiap profesi yang mereka miliki. Ia selalu berusaha
memanfaatkan harta wakaf pada tempatnya yang layak.
Meskipun demikian, ia sangat rendah hati, selalu ceria,
dan pandai bergaul.(1)
Abdurrazzaq Lahiji menilai syarah yang ditulis oleh Khajeh
Nashiruddin atas buku Al-Isyârât wa Al-Tanbîhât karya Ibnu
Sina sebagai buku terbaik dalam aliran fi lsafat paripatetiknya.
Sebagai tambahan, para ulama Rijal memiliki kehati-hatian
khusus dalam menanggapi biografi para perawi hadis. Akan
tetapi, mereka menganggap Khajeh sebagai salah seorang
pemimpin mazhab Syi‘ah Imamiah dan menyebutnya dengan
penuh penghormatan melalui ungkapan-ungkapan seperti
syaikh al-tsiqât wa al-ajillâ’, hujjat al-fi rqat al-nâjiyah, mu’assis asâs
al-dîn, dan man intahat ilaih riyâsat al-imâmiyah.(2)
Kedudukan dan posisi Khajeh Nashiruddin Thusi di dunia
Barat lebih banyak disebabkan oleh karya-karya ilmiah dan
praktisnya. Sebagai contoh, Tyco Brahe Ia meniru obsevatorium
Maragheh dan mendirikan observatorium Aurzenin Berg di
Denmark.
Lantaran karya-karya tulis berharga dalam bidang ilmu
matematika dan astronomi, Khajeh Nashiruddin Thusi
sangat dihormati oleh para ilmuwan Barat. Goerge Sarton
menilai bahwa Khajeh adalah matematikawan Islam terbesar.
p:29
Bruklman, seorang ilmuwan berkebangsaan Jerman, pernah
berkata,“Khajeh adalah ilmuwan termasyhur pada abad VII
dan penulis teragung secara mutlak pada abad yang sama.”(1)
Henry Corbin menulis,“Jika aliran fi lsafat Ibn Sina Irani
(Timur) berbeda dengan tradisi Ibn Sina Latini (Barat) yang
sangat cepat sirna masih mampu bertahan hingga masa kini,
faktor pertamanya adalah Nashiruddin Thusi.”(2)
Khajeh Nashiruddin Thusi adalah orang pertama yang
memisahkan segi tiga dari ilmu Falak ( Astronomi) secara
independen dan meyakini enam kondisi bagi bentuk segi
tiga sama sisi. Oleh karena itu, buku-buku Matematika yang
mengupas pembahasan segi tiga tidak pernah kosong dari
namanya. August Comte dalam kalender para pioner aliran
Filsafat Positivisme meletakkan nama Khajeh Nashiruddin
Thusi untuk suatu hari dan nama Ibnu Sina untuk hari yang
lain. Dari sekian para ilmuwan yang hidup di Iran, hanya nama
dua orang ini yang termaktub dalam kalender ini.(3) Dengan
tujuan mengenang posisi ilmiah ilmuwan kita ini, orang-orang
Barat menamakan salah satu gunung yang terdapat di bulan
dengan nama Khajeh Nashiruddin Thusi.(4)
Ringkas kata, sudah seyogyanya kita membaca dan
mempelajari karya-karya ilmiah Khajeh Nashiruddin Thusi,
serta mempraktikkan seluruh ajarannya dalam kehidupan
individual, sosial, dan politik.
Buku ini ditulis dengan tujuan di atas. Semoga buku kecil
ini menjadi langkah baru dalam usaha tersebut.
p:30
Manusia, secara tabiat (thab‘i), adalah seorang makhluk
sosial. Guna memenuhi seluruh kebutuhan material
dan spiritual, ia terpaksa harus mengadakan interaksi dengan
manusia sesamanya. Kecenderungan kepada sesama jenis ini
menyebabkan beberapa berkumpul dalam suatu area dan
sebuah masyarakat politik atau negara terwujud. Masyarakat
politik ini, secara substansial, memerlukan sebuah manajemen
politik. Oleh karena itu, negara dan manajemen politik memiliki
akar yang mendalam dalam diri manusia.
Khajeh Nashiruddin Thusi memahami betul masalah ini.
Oleh karena itu, dalam bukunya yang berjudul Akhloq-e Nosheri,
sebelum segala sesuatu, ia memaparkan substansi manusia.
Dengan ini, ia ingin menjelaskan fondasi dan keharusan sebuah
sistem manajemen politik dalam sebuah masyarakat. Atas
p:31
dasar ini, supaya kita mengenal sistem manajemen politik secara
benar, pertama kali kita harus menelaah manusia dan
masyarakat dalam perspektif Khajeh.
Untuk mengenal dasar-dasar utama dan keharusan keberadaan
sebuah manajemen politik dalam masyarakat, kita harus terlebih
dahulu mengkaji manusia dari dua sisi: sisi filosofis dan
sisi politis. Pada sisi filosofis, kita akan mengkaji manusia sebagai
maujud yang memiliki sebuah asal-muasal yang
bernama “jiwa kemanusiaan” (nafs-e ensani). Sehingga dengan
mengenal titik awal (mabda’), titik akhir (ma‘ad), substansi, dan
kedudukan manusia di tengah-tengah para makhluk yang
lain, kita akan mengenal tujuan, kesempurnaan insani, fasilitas,
dan sarana guna menggapai kesempurnaan ini. Pada sisi
politis, kita juga akan menelaah manusia sebagai maujud yang
hidup dan aktif di seluruh kancah sosial dan politik, sehingga
dalam ruang lingkup “masyarakat politik” ini, kita dapat menemukan
jalan-jalan guna mencapai tujuan asli tersebut.
Ditinjau dari segi ontologis, seluruh eksisten ( maujud)
terbagi ke dalam dua klasifikasi: maujud wajib dan maujud
mungkin ( contingen). Maujud wajib adalah sebuah maujud
yang wujud/keberadaannya tegak berdiri dengan sendirinya
(tanpa memerlukan orang lain). Eksisten semacam ini hanyalah
Allah. Maujud mungkin adalah maujud yang wujudnya
tidak dengan sendirinya, tetapi karena wujud dzat yang lain;
yaitu
p:32
Allah Yang Mahakuasa dan Maha Bijaksana.
Atas dasar ini, kita akui secara pasti dari sejak permulaan
bahwa Allah sudah ada dari sejak zaman azali dan tidak maujud
lain selain-Nya. Allahlah yang mewujudkan seluruh eksisten
dari tiada menjadi ada.(1) Oleh karena itu, manusia adalah sebuah
maujud yang diciptakan oleh Dzat Suci Ilahi. Allah mencampuraduk
tanah Adam dan lalu menganugerahkan bentuk insani
kepadanya. Lantas, Dia memberikan kemampuan kepadanya
untuk memikul amanat Rabbani.(2)
Tempat Nabi Adam as bersemayam kala itu adalah surga.
Akan tetapi, setelah terusir dari surga, ia dan secara otomatis
anak keturunannya turun ke bumi.(3) Turun ke bumi bukan
berarti pelaknatan, pengusiran, pembalasan dendam, atau
penurunan sangsi. Turun ke bumi ini bermaksud pengutusan
ke suatu tempat guna melaksanakan taklif. Dunia ini adalah
tempat Nabi Adam as belajar dan ladang amal salih. Sehingga
dengan cara menyucikan jiwa dan menempuh tanggatangga
kesempurnaan, detik per detik, ia menanjak naik dari
satu tingkatan menuju ke tingkatan yang lain.(4) Ketika ajal
yang telah ditentukan oleh Allah tiba, maka sebagaimana ia
memperoleh wujud dari-Nya, ia harus menyerahkan wujud
tersebut kepada-Nya(5) dan berangkat menuju alam akhirat.
Atas dasar ini, titik awal (mabda’) adalah fi trah pertama,
dan titik akhir (ma‘ad) adalah kembali kepada fi trah tersebut.(6)
p:33
Turun dari surga menuju ke bumi berarti bergerak dari titik
kesempurnaan menuju ke titik kekurangan dan mengambil
jarak dari fi trah. Akan tetapi, bergerak dari dunia naik ke
surga berarti bergerak menuju ke titik kesempurnaan dan
menggapai fi trah.(1) Kesempatan manusia selama berada dalam
ruang antara titik awal dan titik akhir (usia) adalah sebuah
kesempatan untuk menggapai kesempurnaan dan fi trah. Yakni
kesempurnaan yang kemampuan untuk menggapainya telah
diletakkan oleh Allah dalan diri manusia dan berdasarkan
kaidah luthf. Dia telah menyiapkan fasilitas (agama) guna
pencapaiannya melalui pengutusan nabi as dan pengangkatan
imam maksum as.
Ilmu fi lsafat mempelajari jiwa manusia untuk dua tujuan:
pertama, mengenal jiwa sehingga kita bisa menyucikannya,
dan kedua, mengenal jiwa karena Penciptanya sehingga kita
bisa mengenal-Nya dengan baik dan tidak menisbahkan-Nya
kepada alam natural.(2)Dari pembahasan tentang titik awal
dan titik akhir manusia yang telah kita paparkan di atas, telaah
tentang jiwa manusia pada pembahasan ini ingin menggapai
tujuan pertama. Meskipun demikian, tujuan kedua, secara
otomatis, juga akan tercapai.
Maujud mungkin dibagi dalam dua klasifi kasi: jauhar
(substansi) dan ‘aradh (aksiden). Substansi dibagi menjadi
empat klasifi kasi: shûrah (forma), hayûlâ (materi), jism (benda),
dan mujarrad (immaterial). Jiwa insani dan akal termasuk
p:34
dalam golongan immaterial.(1)
Jiwa insani atau nafs nâthiqah (jiwa pemikir) adalah
substansi yang simpel ( basîth). Jiwa manusia bukan materi,
bukan material, dan tidak dapat dijangkau oleh panca indera.(2)
Dalam proses memahami sesuatu, jiwa insani tidak memerlukan
kepada alat dan fasilitas. Jiwa ini adalah pembeda antara halhal
yang dapat dipahami dan merupakan peringkat terakhir
akal.(3) Di antara kinerja khusus jiwa insani, memahami segala
sesuatu yang dapat digapai oleh akal (ma‘qûlât) melalui
perantara dirinya sendiri dan mengatur badan materi ini
melalui perantara beberapa kekuatan dan fasillitas yang
dimiliki. Mayoritas masyarakat mengatakan bahwa kinerja
kedua ini dilakukan oleh manusia.(4)
Jiwa adalah substansi yang secara dzati independen.
Artinya, ia adalah sebuah maujud yang tidak memiliki subjek,
tempat, dan materi serta seluruh sifat dan kriteria yang dimiliki
oleh materi. Akan tetapi, dalam aktivitas, ia memerlukan
kepada fasilitas material.(5) Dengan demikian, karena jiwa
bukan materi, bukan material, dan tidak bergantung kepada
tempat, badan kita bukanlah tempat bagi jiwa ini. Badan
kita hanya sebuah alat dan fasilitas baginya. Sebagaimana
kerusakan sebuah alat dan fasilitas tidak dapat menimbulkan
kerusakan bagi pemiliki atau pemakainya, kematian dan
kerusahan susunan badan kita juga tidak dapat mewujudkan
kerusakan bagi jiwa insani kita. Dengan kerusakan badan,
p:35
hanya fungsi dan kinerja jiwa insani akan rusak, dan dengan
kematian, kemampuan untuk bekerja akan diambil dari jiwa
ini.(1)
Atas dasar ini, karena jiwa manusia atau jiwa pemikir
adalah sesuatu yang sederhana (basîth), maka ia tidak akan
pernah rusak.(2) Setelah kematian dan kerusakan badan, jiwa
ini akan tetap ada. Bukan hanya kematian yang tidak dapat
menghampirinya, ketiadaan (‘adam) juga tidak akan pernah
menyentuhnya.(3)
Jiwa adalah sebuah kosakata yang bersifat musytarok lafzdî
(equivokal) dan memiliki beberapa makna yang berbeda-beda.
Pada kesempatan ini, kami hanya akan memaparkan tiga
makna saja dari beberapa makna jiwa.
Pertama, jiwa nabati. Efek-efek jiwa ini meliputi seluruh
jenis tetumbuhan,(4) binatang, dan manusia.(5) Jiwa ini memiliki
gerak multi orientasi ( chandsûyeh) yang ia lakukan tanpa
ikhtiar, kehendak, dan pemahaman sama sekali.(6)
Kedua, jiwa hewani. Jiwa ini dimiliki oleh seluruh jenis
binatang, termasuk bangsa manusia.
p:36
Ketiga, jiwa insani. Jiwa ini hanya dimiliki oleh jenis
manusia. Dengan jiwa ini, manusia terpisah dari binatang.(1)
Setiap jiwa dari ketiga jiwa ini memiliki beberapa
kekuatan yang menjadi sumber aksi dan kinerja tertentu. Jiwa
nabati memiliki tiga kekuatan: (a) quwwah ghâdziyah (fakultas
yang menjamin makanan), (b) quwwah munammiyah (fakultas
penjamin pertumbuhan dan perkembangan badan), dan (c)
kekuatan reproduksi keturunan.
Jiwa hewani memiliki dua kekuatan: (a) kekuatan
pemahaman organik, dan (b) kekuatan gerak swakarsa (irâdî).
Kekuatan pemahaman organik dibagi dalam dua klasifikasi:
(a) hal-hal yang dapat dipahami melalui panca indera lahiriah
(penglihat, pendengar, pencium, perasa, dan peraba), dan (b)
hal-hal yang dapat dipahami melalui panca indera batiniah:
indera kolektif (hiss musytarak), khayal, pikiran, waham
(delusi), dan memori.
Kekuatan gerak swakarsa dibagi dalam dua klasifikasi:
(a) kekuatan syahwat atau inklinasi (kecenderungan) yang
membangkitkan keinginan untuk meraih manfaat, dan (b)
kekuatan amarah atau kekuatan murka dan defensif yang
membangkitkan keinginan untuk menyingkirkan segala
bentuk mara bahaya.
Akan tetapi, jiwa insani memiliki satu kekuatan khusus
yang tidak dimiliki oleh seluruh jenis binatang. Kekuatan
khusus ini adalah kekuatan berpikir atau akal.(2) Akal adalah
kekuatan khusus yang dimiliki oleh manusia guna memahami
hal-hal yang bersifat universal (kulliyyah). Hal ini berbeda
p:37
dengan pemahaman terhadap hal-hal partikular ( juz’iyyah)
yang dapat diperoleh melalui panca indera dan sama-sama
dimiliki oleh manusia dan binatang.(1)
Di antara kekuatan- kekuatan di atas, sebagian kekuatan
terwujud secara natural sehingga tidak dapat ditambah,
dikurangi, diubah, atau diperbaiki. Akan tetapi, tiga kekuatan;
yaitu akal, syahwat, dan amarah (defensif) terwujud berdasarkan
kehendak dan pikiran kita. Oleh karena itu, ketiga kekuatan
ini bisa berubah dan disempurnakan. Kekuatan amarah dan
syahwat termasuk dalam cabang jiwa hewani(2) dan hanya
dimiliki oleh binatang. Atas dasar ini, spesies manusia sebagai
binatang yang berpikir juga memiliki kesamaan dengan
spesies-spesies binatang yang lain. Akan tetapi, kekuatan akal
hanya dimiliki oleh spesies manusia belaka.(3)
Dengan demikian, manusia tersusun dari tiga kekuatan.
Kekuatan yang paling rendah adalah jiwa bahîmî (binatang).
Jiwa buas (sabu‘î) atau amarah merupakan kekuatan yang
berada di peringkat pertengahan. Sedangkan, kekuatan yang
tertinggi adalah jiwa insani yang biasa juga disebut dengan
jiwa malakî. Di antara ketiga jiwa ini, jiwa insani, pada hakikat
dan esensinya, pemilik tata krama dan kemuliaan. Jiwa
buas, sekalipun tidak beradab, masih dapat diajari adab dan
tatakrama. Setelah diajari tata krama, jiwa ini akan menaati
seluruh perintah pengajar adab. Akan tetapi, jiwa bahîmî tidak
beradab dan juga tidak dapat diajari adab.
p:38
Hikmah keberadaan jiwa bahîmî ini adalah supaya badan
manusia bertahan hidup. Jiwa bahîmî adalah tunggangan
jiwa insani dalam rangka menggapai titik kesempurnaannya.
Hikmah keberadaan jiwa buas atau amarah adalah supaya
manusia dapat mengalahkan jiwa bahîmî sehingga kerusakan
yang mungkin ditimbulkan oleh dominasi jiwa bahîmî karena
jiwa ini tidak bisa diajari adab dapat ditangkal.
Al-Qur’an yang mulia menyebut ketiga jiwa dengan nama
jiwa ammarah, jiwa lawwamah, dan jiwa muthma’innah.
Jiwa ammarah memerintahkan manusia supaya mengumbar
dan menuruti ajakan syahwat. Setelah melakukan suatu aksi
yang terhitung sebagai kekurangan dan bukan kesempurnaan,
jiwa lawwamah, dengan dorongan penyesalan dan cercaan,
menampakkan aksi ini di hadapan mata hati sebagai sebuah
tindakan yang sangat buruk. Jiwa muthma’innah tidak pernah
rela kecuali dengan aksi-aksi yang luhur dan terpuji.(1)
Jisim-jisim natural dari sisi kejisimannya adalah sama
antara yang satu dengan yang lain. Tidak ada keutamaan
dan kemuliaan yang dimiliki oleh satu benda atas benda
yang lain. Akan tetapi, setelah satu unsur bercampur aduk
dengan unsur yang lain, setiap benda padat yang bahan
utamanya lebih bisa menerima aneka ragam bentuk, benda
padat ini adalah lebih mulia dibandingkan dengan bendabenda
padat yang lain. Peringkat dan gradasi dalam jisim ini
akan sampai pada suatu tingkat di mana sebuah jisim yang
tersusun memiliki kemampuan untuk menerima jiwa nabati.
p:39
Yaitu jisim ini tercipta menjadi sebuah tumbuhan. Atas dasar
ini, apabila kekuatan- kekuatan jiwa menjadi semakin banyak
dan bertambah kuat dalam sebuah jiwa, maka kemuliaan dan
keutamaan jiwa ini akan semakin banyak. Jiwa hewani adalah
lebih mulia dibandingkan dengan jiwa nabati, dan jiwa insani
adalah lebih mulia daripada jiwa hewani. Dengan demikian,
manusia adalah maujud termulia di jagad raya ini.(1)
Pertanyaan yang muncul sekarang adalah mengapa
manusia adalah makhluk yang paling mulia?
Keberadaan tingkatan dan peringkat yang berbeda di
kalangan seluruh maujud ini, sampai-sampai dalam jiwa
nabati dan jiwa hewani itu sendiri, terjadi karena tuntutan
alam (thabî‘ah). Artinya, di alam raya ini, seluruh kebutuhan
yang diperlukan oleh tumbuh-tumbuhan dan binatang sudah
tersedia dengan baik. Tumbuh-tumbuhan dan binatang
dapat memanfaatkan seluruh kebutuhan ini secara langsung
kapan saja mereka menemukannya. Makanan untuk tumbuhtumbuhan
dan binatang yang disediakan oleh alam untuknya,
serta rambut dan bulu tubuh binatang yang dapat menjaganya
dari serangan dingin dan panas, termasuk salah satu contoh
kebutuhan tersebut. Dalam area batin, kesempurnaan yang
diperlukan oleh seluruh spesies tumbuh-tumbuhan dan
binatang yang tersusun, sebelumnya telah disediakan dalam
fi trahnya atau diletakkan dalam tabiatnya. Akan tetapi,
berbeda dengan jiwa insani. Menggapai seluruh kebutuhan,
kesempurnaan, atau kekurangan, semua ini diserahkan kepada
akal, pikiran, dan kehendak manusia. Seluruh kebutuhan untuk
hidup, seperti sandang dan pangan, sepenuhnya diserahkan
p:40
kepada kehendak dan pikiran manusia sehingga ia harus
memproduksinya sesuai dengan selera yang ia anggap paling
bagus untuk dirinya. Makanan manusia tidak akan dapat
diperoleh tanpa bercocok tanam, panen, menggiling hasil
panen, mengolahnya menjadi adonan, dan lalu memasaknya.
Pakaiannya juga tidak akan pernah tersedia tanpa dipintal
dan ditenun. Dalam area batin, kesempurnaan dan keutamaan
insani juga diserahkan kepada akal dan kehendaknya. Seluruh
kebahagiaan, kesengsaraan, kesempurnaan, dan kekurangan
dipasrahkan kepada dirinya.(1)
Atas dasar ini, dalam area fi trah, manusia memiliki
peringkat pertengahan ( wusthâ) dan diletakkan di tengahtengah
maujud alam semesta. Ia bisa memilih jalan menuju
“kehendak” hingga sampai ke peringkat yang tertinggi atau
memilih jalan menuju “alam” hingga sampai ke peringkat
yang terendah.(2) Jika ia bergerak di atas jalan yang lurus sesuai
dengan kemaslahatannya dan didasari oleh kehendak, lalu
ia berhasil menggapai ilmu pengetahuan, makrifat, adab,
dan kesempurnaan, maka kerinduan dalam fi trahnya guna
menggapai kesempurnaan akan menuntunnya ke jalan yang
layak dan tujuan yang mulia, serta membawanya dari sebuah
peringkat menuju peringkat yang lebih tinggi. Hal ini akan
berlanjut hingga ia berhasil menggapai sebuah peringkat di
mana cahaya Ilahi bersinar benderang dalam dirinya, memiliki
tempat di haribaan Dzat Yang Mahatinggi, dan menjadi salah
seorang yang dekat kepada Dzat Yang Maha Abadi. Akan
tetapi, sebaliknya. Apabila ia memilih stagnan dalam peringkat
p:41
pertama dan fi trinya, alam akan menjungkirkannya menuju
peringkat yang paling rendah, karena kehendak yang busuk
akan bertambah kepadanya. Hari demi hari dan saat demi
saat, kesempurnaannya akan bertambah kurang. Akhirnya
kekurangan dan kemerosotan akan menjadi dominan. Tak
ubahnya seperti batu yang dilemparkan dari atas. Dalam
sedikit waktu, ia akan sampai ke peringkat yang paling rendah
dan paling hina; yaitu kebinasaan.(1)
Ringkas kata, kesempurnaan dan kekurangan setiap
manusia bergantung kepada akan dan kehendaknya.
Kesempurnaan setiap sesuatu bergantung kepada kekhasan
tipologi (khâshiyyah) khusus yang terwujud darinya secara
sempurna. Artinya, aksi khusus yang dimiliki olehnya harus
sudah terwujud secara sempurna.(2) Sebaliknya, sesuatu tidak
memperoleh kesempurnaan apabila ia mewujudkan tipologi
itu tidak secara sempurna atau tidak mewujudkan sama sekali.
Tipologi ini adalah efek atau kekuatan khusus yang dimiliki
oleh sebuah eksisten ( maujud).(3)
Uraiannya: sebuah maujud mungkin (kontingen) memiliki
beberapa aksi dan kekuatan yang juga dimiliki oleh maujudmaujud
yang lain. Akan tetapi, setiap maujud memiliki sebuah
kriteria khusus yang tidak bisa dimiliki oleh maujud yang lain.
p:42
Esensi maujud tersebut bisa terwujud hanya apabila kriteria itu
juga terwujud. Manusia tak ubahnya seperti maujud- maujud
yang lain; juga memiliki banyak aksi dan kekuatan. Dalam
sebagian aksi dan kekuatan ini, ia ekuivalen dengan binatang.
Dalam sebagian yang lain, setara dengan tumbuh-tumbuhan.
Dan dalam sebagian yang lain, sederajat dengan benda padat.
Lebih dari itu, ia memiliki sebuah tipologi yang membuatnya
berbeda dengan maujud yang lain, dan tak satu pun maujud
menyamainya dalam tipologi ini. Tipologi ini adalah akal.(1)
Dengan penjelasan ringkas ini, ada sebagian orang yang
didominasi oleh aksi dan kekuatan- kekuatan yang juga dimiliki
oleh binatang dan maujud- maujud rangkapan lainnya, dan ia
memfokuskan seluruh perhatian kepadanya. Sebagai contoh,
ia menuruti seluruh keinginan untuk memuaskan kelezatan
badan dan syahwat yang merupakan hasil dominasi kekuatan
syahwat; yaitu kelezatan yang memang disenangi oleh seluruh
panca indra dan kekuatan yang ada dalam badan kita, seperti
aneka makanan, minuman, dan wanita. Atau ia mementingkan
kemauan untuk selalu menang dan membalas dendam yang
merupakan hasil dominasi kekuatan amarah. Orang semacam
telah turun dari peringkat yang ia miliki dan terjerumus ke
dalam peringkat binatang atau lebih rendah darinya.(2) Jelas,
ini adalah sebuah kekurangan bagi manusia.
Ada juga sebagian orang yang berhasil mencegah
dirinya dari hal-hal yang menyebabkan kekurangan dan
kerusakannya, senantiasa meletakkan jiwa ini berada dalam
tuntunan pendidikan, kekuatan esensialnya bergerak
p:43
menanjak, menyibukkan diri guna mewujudkan tipologi dan
aksi-aksi yang hanya khusus dimiliki oleh manusia; yaitu
mencari ilmu pengetahuan hakiki dan makrifat universal,
dan memfokuskan seluruh usaha untuk menuai kebahagiaan
dan menyimpan kebaikan. Dalam kondisi seperti ini, karena
senantiasa melakukan aksi yang sejenis dan menghindari
seluruh aral yang melintang, kekuatan yang ia miliki tersebut
akan semakin berkembang.(1)
Dari sisi yang lain, kesempurnaan setiap maujud yang
tersusun terpisah dari kesempurnaan setiap bagiannya. Oleh
karena itu, kesempurnaan manusia sebagai sebuah maujud
yang tersusun berbeda dengan kesempurnaan yang dimiliki
oleh setiap bagiannya.(2) Penjabarannya adalah berikut ini:
Jiwa pemikir (nâthiqah) atau malakî yang dimiliki oleh
manusia memiliki dua kekuatan: pertama, kekuatan ilmiah
dan kedua, kekuatan amaliah. Konsekuensinya, kesempurnaan
manusia juga terbagi ke dalam dua klasifi kasi: pertama,
kesempurnaan kekuatan ilmiah dan kedua, kesempurnaan
kekuatan amaliah.
Kesempurnaan kekuatan ilmiah adalah kehendak
dan keinginan manusia harus terfokus pada pemahaman
makrifat dan pencarian ilmu pengetahuan. Lalu, berdasarkan
keinginan ini dan sesuai dengan kemampuan yang dimiliki, ia
bisa menguasai seluruh peringkat yang dimiliki oleh seluruh
maujud dan hakikat mereka. Lalu, ia bisa menggapai makrifat
hakiki dan tujuan universal sejati yang seluruh maujud sedang
bergerak menuju kepadanya; ia sampai ke alam tauhid dan
p:44
bahkan ke alam kemanunggalan (ittihâd).(1) Di sini hatinya,
akan menjadi tenang dan tentram.
Kesempurnaan kekuatan amaliah adalah ia berhasil
menata dan menyelaraskan seluruh kekuatan dan aksi yang
hanya khusus untuk dirinya, sehingga kekuatan dan aksi-aksi
ini bisa sejalan antara yang satu dengan yang lain dan tidak
saling ingin menguasai. Dalam kondisi seperti ini, akhlaknya
akan menjadi akhlak yang diridai. Setelah itu, ia beranjak
untuk menyempurnakan orang lain; yaitu beranjak untuk
mengatur urusan rumah tangga dan negara (tadbir-e manzel
va mudun), guna menata dan menyeragamkan seluruh urusan
yang mereka miliki bersama. Akhirnya, mereka akan sampai
kepada kebahagiaan yang diinginkan bersama.(2)
Kesimpulannya, tujuan keberadaan manusia adalah
kesempurnaan yang terbangun dari “ilmu dan amal”.
Tidak ada satu aksi pun yang tidak memiliki tujuan dan maksud.
Usaha penyempurnaan jiwa manusia juga guna menggapai
sebuah tujuan yang amat tinggi. Tujuan penyempurnaan jiwa
atau menggapai kesempurnaan adalah kebahagiaan manusia.
Kebahagiaan ini adalah sebuah kebaikan baginya.(3) Artinya,
merupakan sebuah kebaikan bagi manusia apabila ia menjadi
orang yang bahagia.
Kebahagiaan terbagi dalam tiga klasifikasi: kebahagiaan
jiwa (naf-sânî), kebahagiaan badan ( badanî), dan kebahagiaan
p:45
sosial (madani). Yang dimaksud pada pembahasan ini adalah
kebahagiaan jiwa. Sebagai kebalikan kebahagiaan ini terdapat
kesengsaraan.
Farabi pernah menegaskan, “Kebahagiaan adalah kebaikan
yang mutlak. Segala sesuatu yang membantu manusia untuk
menggapai kebahagiaan adalah kebaikan.”(1) Kebahagiaan
adalah sebuah anugerah dan karunia Ilahi yang berada pada
peringkat kebaikan yang tertinggi.
Kebaikan juga terbagi dalam dua klasifi kasi: pertama,
kebaikan mutlak. Maksud keberadaan seluruh maujud dan
tujuan untuk seluruh tujuan adalah untuk mencapai kebaikan
ini. Kedua, kebaikan relatif. Jenis kebaikan ini berhubungan
dengan segala sesuatu yang dapat bermanfaat dalam rangka
menggapai kebaikan mutlak ini. Dengan demikian, kebahagiaan
jiwa adalah kebaikan mutlak dan jenis kebahagiaan yang lain,
baik yang bersifat kebahagiaan badan maupun sosial, adalah
kebaikan relatif. Kebahagiaan jenis ini bermanfaat dalam
membantu menggapai kebahagiaan jiwa.
Dari sisi lain, kebaikan untuk semua manusia adalah
sama. Akan tetapi, kebahagiaan setiap orang berbeda dengan
orang yang lain. Kebaikan seluruh manusia adalah sampainya
mereka pada kebahagiaannya. Hanya saja, kebahagiaan setiap
orang berbeda dengan kebahagiaan orang lain.
p:46
Kebahagiaan adalah menemukan dan menggapai
kesempurnaan. Nilai kesempurnaan dan kekurangan
diserahkan kepada akal setiap individu. Oleh karena itu,
penggapaian kebahagiaan bergantung kepada akal dan pikiran
setiap individu dan hanya dapat diperoleh dengan gerak jiwa.
Hanya dengan gerakan ikhtiari manusia, pikiran untuk mencari
kesempurnaan akan muncul. Pencarian semacam ini menuntut
sebuah pemahaman yang benar tentang kesempurnaan, dan
lalu akan menimbulkan sebuah kerinduan dalam diri seseorang.
Setiap kerinduan akan memunculkan sebuah kehendak. Dan
setiap kehendak adalah asal mula gerakan dan pencarian yang
lain.(1) Hal ini terus berlanjut sehingga kebahagiaan terwujud.
Yaitu kebahagiaan yang tidak akan pernah berubah dan tidak
pula sirna.(2)
Dengan demikian, kebahagiaan seseorang akan terwujud
apabila ia, pertama, memanfaatkan kelezatan yang terdapat
dalam kecederungan hikmah,(3) dan kedua, menebarkan
keutamaan dan menampakkan hikmah. Hal ini karena
p:47
kesempurnaan lezat kebahagiaan bergantung kepada
tindak menebarkan keutamaan dan menampakkan hikmah.
Atas dasar ini, penggapaian kebahagiaan mengharuskan
kedermawanan.(1)
Kebahagiaan memiliki tingkatan dan derajat. Kebahagiaan
dapat dihasilkan secara bertahap sesuai dengan usaha dan
kerja keras setiap individu. Setiap sesuatu, dalam posisi dan
waktunya sendiri, adalah sebuah kebahagiaan parsial bagi
seorang individu. Ia, dengan jalan mengumpulkan seluruh
kebahagiaan parsial ini, akan sampai kepada peringkat
kebahagiaan yang tertinggi secara perlahan dan gradual.
Akhirnya, ia akan menjadi seorang bahagia yang sempurna.
Setelah kebahagiaan yang sempurna tercapai, ia tidak akan
sirna sekalipun setelah tubuhnya hancur lebur.(2) Sebaliknya,
apabila seseorang hanya bertujuan memperbaiki sebagian
kekuatan jiwa, bukan seluruh kekuatannya, dan hanya untuk
satu masa, bukan untuk seluruh masa, maka ia tidak akan
pernah memperoleh kebahagiaan sama sekali.(3)
Kebahagiaan jiwa ada empat macam. Para ulama menamakan
ke- empat macam ini dengan “empat keutamaan ( fâdhilah)”.
Secara fi trah, manusia memiliki kelayakan untuk menggapai
seluruh kebahagiaan ini.(4) Artinya, ia hanya dapat
p:48
menyempurnakan kekurangannya dengan memperoleh empat
keutamaan ini.
Oleh karena itu, faktor kebahagiaan adalah empat
keutamaan tersebut. Seseorang bisa disebut bahagia apabila
jiwanya berhasil mengumpulkan keempat kriteria ini.(1)
Seluruh fi losof, baik yang terdahulu maupun yang terkini,
sepakat bahwa keutamaan-keutamaan manusia hanya terbatas
pada empat macam:(2)
Hikmah; hikmah ini terwujud karena penyucian fakultas
teoretis (quwwah nazdariyyah). Hikmah adalah mengenal segala
sesuatu yang ada.
Keberanian (syaja‘ah); keberanian ini terwujud karena
penyucian fakultas amarah (quwwah ghadhabiyyah). Keberanian
akan terbentuk apabila jiwa amarah (nafs ghadhabiyah)
mematuhi seluruh titah jiwa pemikir ( nafs nâthiqah). Dengan
demikian, aksi yang dilakukan oleh jiwa ini menjadi terpuji
dan kesabaran yang dimiliki akan menjadi terpuja.
Kesucian (‘iffah); kesucian ini terbentuk karena penyucian
fakultas syahwat (quwwah syahawiyah). Kesucian akan
terwujud apabila syahwat mematuhi seluruh titah jiwa
pemikir. Dengan ini, seluruh aksi yang ia lakukan akan sesuai
dan sejalan dengan hukum akal, efek kemerdekaan akan
tampak padanya, dan ia akan terbebaskan dari penghambaan
terhadap hawa nafsu dan kelezatan.
p:49
Keadilan (‘adâlah); keadilan ini terwujud berkat penyucian
fakultas praktis (quwwah ‘amaliyah). Keadilan akan terbentuk
apabila seluruh kekuatan di atas sepakat untuk memaatuhi
seluruh titah kekuatan pemisah (akal). Dengan ini, perbedaan
keinginan dan gravitasi masing-masing kekuatan tidak akan
menjerumuskan pemiliknya ke dalam jurang kebingungan,
serta efek seluruh kebaikan (inshâf wa intishâf) akan tampak
padanya.
Seperti telah dipaparkan di atas, hikmah berhubungan
dengan kekuatan teoretis dan tiga keutamaan lainnya bertalian
dengan sisa kekuatan badan yang lain. Oleh karena itu,
manifestasi efek hikmah adalah jiwa pemikir dan manifestasi
efek-efek tiga keutamaan yang lain adalah sisa kekuatan jiwa
yang lain.(1)
Dari keempat keutamaan di atas, tidak ada keutamaan
yang lebih sempurna dibandingkan dengan keadilan.
Alasannya, keadilan bersifat umum, meliputi seluruh
keutamaan yang lain, dan seluruh aksi yang dilakukan
dengan tetap menjaga titik keseimbangan (i‘tidâl).(2) Keadilan
bukanlah sebagian keutamaan, tetapi manifestasi seluruh
jenis keutamaan. Dan kezaliman yang merupakan kebalikan
keadilan bukanlah sebagian keburukan, tetapi manifestasi
seluruh jenis keburukan.(3) Begitu juga, posisi pertengahan
( wasath) bersifat hakiki. Selain posisi, apa pun bentuknya,
adalah pinggiran posisi tersebut. Sumber segala sesuatu adalah
p:50
posisi pertengahan ini.(1) Penentu posisi pertengahan yang
hanya dengan mengenalnya segala sesuatu bisa dikembalikan
kepada titik keseimbangan tidak lain adalah syariat.(2)
Atas dasar ini, pada hakikatnya, penentu kesamaan dan
keadilan adalah syariat. Lantaran tidak akan keluar dari
Allah kecuali hal-hal yang indah, maka syariat tidak akan
memerintahkan kecuali kepada kebaikan. Perintah syariat
hanya tertuju kepada kebaikan dan kepada segala sesuatu
yang dapat mengantarkan manusia kepada kesempurnaan.
Sedangkan larangannya berhubungan dengan segala
sesuatu yang dapat merusak badan. Oleh karena itu, syariat
memotivasi kita untuk menggapai keutamaan dan mencegah
kita terjerumus ke dalam jurang keburukan.(3)
Keadilan adalah sebuah keutamaan yang berhubungan
dengan jiwa. Dengan perantara keadilan, kita dapat meresapi
syariat. Pembatas dan penentu undang-undang dan hukum
adalah syariat. Oleh karena itu, rasa ingin menentang Pemilik
syariat dalam diri orang yang adil tidak pernah terbayangkan.
Sebaliknya, seluruh kekuatan dan semangatnya digunakan
untuk mengikuti dan membantu syariat.(4)
Dengan penjelasan ini, adil adalah orang yang dapat
menyelaraskan dan menyamakan segala sesuatu yang
tidak selaras dan tidak sama. Tugas yang sangat berat ini
hanya mampu diemban oleh orang yang mengetahui posisi
pertengahan dengan baik sehingga ia bisa mengembalikan
p:51
seluruh titik pinggiran kepada posisi ini.(1) Adil memberikan
ketentuan dengan kesamaan. Artinya, ia menghilangkan segala
jenis keburukan. Khalifah syariat selalu berusaha memelihara
persamaan dan kesamaan.(2)
Aristoteles membagi keadilan ke dalam tiga klasifi kasi:
Pertama, hak Allah Swt yang harus ditegakkan oleh
seluruh masyarakat. Kedua, hak sesama manusia,
menghormati para pembesar, menunaikan amanat, dan
bertindak jujur dalam transaksi yang harus dilaksanakan
dengan baik. Ketiga, menunaikan hak nenek moyang kita,
seperti melunasi utang dan melaksanakan seluruh wasiat
mereka.(3)
Syarat wajib sebuah keadilan menandaskan bahwa untuk
setiap pengambilan harus ada pemberian. Pengambilan
tanpa pemberian adalah sebuah aksi yang keluar dari garis
kesadaran. Untuk itu, di hadapan seluruh anugerah dan
nikmat Allah yang tak terbatas untuk jiwa dan tubuh kita ini
terdapat sebuah hak yang pasti. Dengan demikian, meskipun
Allah Swt tidak memerlukan seluruh usaha kita, akan tetapi
sangatlah buruk apabila di hadapan segala anugerah ini kita
tidak menghaturkan syukur kepada-Nya.(4)
Dengan demikian, keadilan menuntut, untuk hal-hal
yang ada antara kita dan Tuhan kita, kita semampu mungkin
memilih jalan yang paling baik dan menyingsingkan lengan
p:52
baju sesempurna mungkin untuk mensyukuri seluruh
nikmat itu. Oleh karena itu, orang yang berakal harus
mengejawantahkan keadilan dalam diri dan jiwanya. Dalam
artian, ia harus menyeimbangkan seluruh kekuatan jiwa
yang dimiliki dan menyempurnakan seluruh kemampuan
jiwanya. Setelah berhasil menyeimbangkan jiwanya sendiri,
ia harus menyeimbangkan seluruh sahabat, kerabat, dan
kaumnya dengan cara yang sama. Lalu, setelah itu, ia harus
menyeimbangkan seluruh orang yang berada jauh dari dirinya.
Untuk kali keempat, ia harus melakukan penyeimbangan
terhadap seluruh binatang. Jika hal ini berhasil dilakukan
dengan baik, maka kemuliaannya akan mengalahkan kemuliaan
manusia sesamanya dan keadilannya telah sempurna.(1)
Sebagai oposisi orang yang adil, terdapat orang yang
zalim. Orang zalim adalah orang yang tidak mengindahkan
persamaan dan kesamaan. Orang zalim yang paling besar
adalah orang yang tidak menaati syariat.(2)
Ragam Keutamaan
Setiap keutamaan dari empat keutamaan di atas (hikmah,
keberanian, kesucian, dan keadilan) memiliki jenis yang tak
terbatas. Jenis-jenis keutamaan yang masyhur adalah berikut
ini:
a. Aneka manifestasi hikmah: kecerdasan, pemahaman
yang cepat, kejernihan otak, kemudahan belajar, kejituan
berpikir, kehatian-hatian dalam bertindak, dan kesadaran
penuh.
p:53
b. Aneka manifestasi keberanian: keagungan jiwa, ketegaran,
ketinggian semangat, kekokohan, ketabahan, ketenangan,
kekesatriaan, kesiapan menanggung segala problem,
kerendahan hati, kegagah-beranian, dan sikap belas
kasih.
c. Aneka manifestasi kesucian: rasa malu, pergaulan yang
baik, petunjuk yang baik, perdamaian, ketenangan,
kesabaran, qana’ah, kewibawaan, kewaraan, keteraturan,
kemerdekaan, dan kedermawanan.
d. Aneka manifestasi keadilan: kejujuran, keramahan,
kesetiaan, kasih sayang, silaturahim, membalas setiap
pekerjaan, bermasyarakat dengan baik, menentukan
keputusan dengan tepat, mencintai sesama, pasrah dan
menyerah, tawakal, dan ibadah.(1)
Telah kita ketahui bersama bahwa keutamaan hanya terbatas
pada empat macam di atas. Oleh karena itu, sepertinya,
keburukan yang berfungsi sebagai genus juga terbatas
pada empat klasifi kasi: kebodohan (kebalikan hikmah),
kepengecutan (kebalikan keberanian), kerakusan (kebalikan
kesucian), dan kezaliman (kebalikan keadilan).
Akan tetapi, jika memandang lebih dalam dan detail lagi,
kita akan memahami sebuah realita. Yaitu, setiap keutamaan
memiliki sebuah batas tertentu. Jika kita melampaui batas
ini, baik secara berlebih-lebihan maupun dalam bentuk
keteledoran (ifrath dan tafrith), maka tindakan ini akan
p:54
berakhir pada sebuah keburukan. Atas dasar ini, di hadapan
setiap keutamaan, terdapat keburukan yang tak terhingga.(1)
Dalam hal ini, dengan menimbang bentangan dua sisi
berlebih-lebihan dan keteledoran, setiap keutamaan memiliki
dua genus keburukan; keutamaan ini berada di titik tengah
dan kedua sisi ini berada di kedua ujung titik tersebut. Atas
dasar ini, karena keutamaan memiliki empat genus, maka
keburukan memiliki delapan genus.(2) Ketololan (al-safah) dan
kelemahan akal (al-balah) adalah titik kebalikan hikmah, tindak
gegabah (at-tahawwur) dan kepengecutan (al-jubn) adalah titik
kebalikan keberanian, kerakusan (al-syarah) dan kelemahan
syahwat (khumûd al-syahwah) adalah titik kebalikan kesucian,
dan kezaliman (al-zdulm) dan keterzaliman (al-inzdilâm) adalah
titik kebalikan keadilan.(3)
Ala kulli hal, seluruh keutamaan masyarakat akan
berubah dari potensi menjadi aktual setelah mereka berhasil
menyucikan jiwa dari seluruh keburukan tersebut. Setelah
mereka berhasil mencegah jiwa insani mereka dari seluruh
keburukan yang menyebabkan kekurangan dan kerusakan
itu, maka sudah pasti kekuatan esensialnya akan bergerak dan
mengerjakan seluruh aksi yang memang khusus untuk mereka;
yaitu mencari ilmu pengetahuan yang hakiki dan makrifat
yang universal. Lebih dari itu, mereka juga akan memfokuskan
diri dalam mencari kebahagiaan dan melakukan kebaikan.(4)
p:55
Jika kesempurnaan sesuatu terwujud setelah keberadaannya,
maka sudah pasti ia memiliki sebuah gerakan yang dimulai
dari kekurangan menuju ke kesempurnaan.
Fondasi utama gerakan menuju kesempurnaan ini
adakalanya alam natural (thabî‘ah) dan adakalanya pula
keahlian (shanâ‘ah). Dalam menuju kesempurnaan, terdapat
juga dua jalan ini: pertama, alam natural dan kedua, penyucian
akhlak.
Alam natural menjadi titik awal gerakan air sperma. Begitu
pula menjadi titik awal forma-forma yang diberikan kepada air
sperma ini oleh Dzat Yang Maha Penganugerah Forma ( wâhib
al-shuwar) secara berkesinambungan dari satu orang ke orang
yang lain. Hal ini terus berlanjut terus hingga alam natural
ini berubah dari batasan air sperma menjadi seorang manusia
yang lengkap.(1) Setelah lahir ke dunia ini, alam natural juga
masih memberikan beberapa kekuatan kepadanya supaya ia
bisa melanjutkan meniti jalan menuju kesempurnaan. Salah
satu kekuatan- kekuatan tersebut adalah kekuatan syahwat
yang akan muncul di awal-awal kelahirannya; kekuatan
syahwat dalam artian mencari makanan dan usaha untuk
memperolehnya. Lalu, kekuatan amarah, kemampuan untuk
menghindari segala yang membahayakan, dan resistensi dalam
menghadapi seluruh rintangan untuk memperoleh manfaat
akan muncul. Pada akhirnya, dengan kematangan kekuatan
p:56
akal dalam diri manusia, alam natural telah mempersiapkan
sarana dan lahan bagi kontinuitas penitian jalan menuju
kesempurnaan insani.
Apabila setiap kekuatan di atas telah sampai pada
puncak kesempurnaannya dalam diri manusia, maka ia
masih tetap melanjutkan jalan kesempurnaannya. Atas dasar
ini, setelah kekuatan syahwat yang merupakan sumber
utama segala keinginan berhasil mempersiapkan makanan
dan perkembangan bagi manusia, maka kekuatan ini masih
terangsang untuk mempertahankan kelanggengan umat
manusia. Oleh karena itu, syahwat untuk menikah dan
kehendak untuk mereproduksi muncul ke permukaan. Setelah
kekuatan amarah yang merupakan sumber kemampuan
manusia untuk menolak segala yang tidak sesuai dengan
dirinya berhasil memelihara manusia, maka kekuatan ini
akan melanjutkan aksinya guna memelihara keutuhan umat
manusia. Oleh karena itu, keinginan untuk merebut kedudukan
tertentu, menempati posisi yang lebih tinggi dari orang lain,
dan juga untuk memimpin akan muncul. Setelah kekuatan
akal yang merupakan sumber logika dan tindak berpikir telah
memperoleh kemahiran dalam diri manusia untuk memahami
dan mengetahui hal-hal yang bersifat parsial, maka kekuatan
ini akan sibuk mencerna segala jenis genus dan hal-hal yang
bersifat universal. Kekuatan ini disebut akal. Dengan demikian,
nama “manusia faktual” akan ia miliki dan kesempurnaan
yang telah diciptakan oleh alam natural itu akan usai.
Setelah tingkatan ini, tibalah giliran keahlian (shanâ‘ah)
untuk memainkan perannya. Keahlian ini bertugas memberikan
p:57
kekekalan hakiki atau kebahagiaan jiwa yang abadi kepada
insaniah yang telah memperoleh wujud sempurna melalui
perantara alam natural itu.(1)
Melalui gerakan alam natural, manusia bergerak untuk
memperoleh kesempurnaan tubuh. Setelah berhasil
memperoleh kesempurnaan ini, dengan memanfaatkan akal
pikiran dan usaha penyucian jiwa, ia harus berusaha untuk
menggapai segala jenis keutamaan dan menghindari segala
bentuk keburukan supaya ia bisa memperoleh kesempurnaan
hakiki dan kebahagiaan puncak.
Akhlak adalah bentuk plural dari kosa kata khulq
(perangai). Akhlak termasuk dalam kategori kaifi yah nafsâniyah
(kualitas kejiwaan). Kaifi yah nafsâniyah sendiri terbagi dalam
dua klasifi kasi: (a) sarî‘ al-zawâl (cepat sirna) yang biasa juga
disebut dengan nama hâl, dan (b) bathî’ al-zawâl (lambat sirna)
yang biasa juga disebut malakah (kriteria yang tertanam kuat
dalam lubuk kalbu). Atas dasar ini, malakah adalah sebuah
jenis kaifi yah nafsâniyah, dan akhlak adalah sebuah malakah
(karakter) nafsâniyah yang menyebabkan seseorang mudah
melakukan sebuah aksi tanpa harus berpikir.
Dalil atas keberadaan kaifi yah nafsâniyah ini; yakni akhlak,
tersimpulkan dalam dua dalil: (a) alam natural dan (b)
kebiasaan.
Dari sisi alam natural, diri setiap orang kemampuan
untuk menyandang sebuah kriteria. Dan dari sisi kebiasaan,
pertama kali, seseorang akan memilih sebuah pekerjaan
p:58
melalui kekuatan pikiran dan lalu memulainya dengan sangat
berat. Akan tetapi, melalui latihan dan pengulangan yang
terus menerus, ia akan terbiasa dengan pekerjaan ini. Setelah
terbiasa, ia akan mengerjakan pekerjaan tersebut tanpa perlu
berpikir lagi. Dengan demikian, pekerjaan ini menjadi akhlak
atau salah satu akhlaknya.
Menilik seluruh penjelasan di atas, meskipun akhlak bisa
diperoleh di alam natural, akan tetapi akhlak bukanlah sesuatu
yang bersifat naturalis. Alasannya, akhlak bisa berubah-ubah.
Dan segala sesuatu yang bisa berubah-ubah, pasti bukanlah
sesuatu yang naturalis. Konsekuensinya, akhlak bukanlah
sesuatu yang bersifat naturalis dan tidak pula bertentangan
dengan alam natural. Manusia diciptakan sedemikian rupa
sehingga ia bisa mengambil setiap akhlak yang ia inginkan;
ia akan mengambil akhlak yang sesuai keinginannya dengan
mudah dan menerima akhlak yang tidak sesuai keinginannya
dengan sulit. Hasilnya, setiap akhlak bukanlah sesuatu yang
bersifat naturalis dan dapat berubah. Seni penyucian akhlak
menangani masalah ini.(1) Yakni mencari segala keutamaan,
menghindari seluruh keburukan, dan menjadikan semua itu
sebagai malakah (inheren) dalam diri manusia. Hasil semua
ini adalah “kesempurnaan manusia”.
Di antara dua jalan menuju kesempurnaan tersebut di atas,
alam natural adalah lebih utama dibandingkan keahlian atau
seni, baik dalam wujud maupun dalam peringkat. Alasannya,
keahlian muncul dari kehendak manusia dan berkat bantuan
serta partisipasi faktor-faktor naturalis. Sementara itu,
p:59
alam natural hanya muncul dari hikmah Ilahi. “Karena
kesempurnaan sesuatu terletak pada keserupaannya dengan
sumber utamanya, maka kesempurnaan seni dan keahlian ini
terletak pada keserupaannya dengan alam natural”.(1) Dalam
setiap keahlian dan seni, termasuk seni penyucian akhlak,
mengikuti langkah alam natural adalah suatu keharusan. Atas
dasar ini, dalam usaha menyucikan akhlak sebagai jalan menuju
kesempurnaan, kita juga harus memperhatikan kesempurnaan
naturalis kita. Pencari keutamaan yang sedang melangkahkan
kaki untuk memperoleh kesempurnaan harus mengikuti
undang-undang alam natural, seperti telah dijelaskan di atas.
Ia harus mengikuti langkah-langkah berikut ini:
Pertama-tama, kita harus menelaah kekuatan syahwat.
Setelah itu, kita harus menelaah kekuatan amarah. Semua
ini bertujuan supaya kita tahu apakah kekuatan- kekuatan
itu berada pada posisi seimbang dalam fitrah atau telah
menyeleweng. Jika kekuatan- kekuatan itu masih berada
dalam posisi seimbang, maka kita selayaknya berusaha keras
guna menjaga keseimbangannya dan menjadikan kekuatan itu
sebagai sebuah malakah dalam diri kita. Jika kekuatan- kekuatan
itu telah menyeleweng, maka kita harus mengembalikannya
ke posisi seimbang dan lalu menciptakannya menjadi sebuah
malakah. Setelah usai menyucikan kedua kekuatan ini, kita
harus menyempurnakan kekuatan akal kita . Setelah itu, kita
harus memelihara kaidah-kaidah keadilan secara sempurna dan
melakukan seluruh aksi berdasarkan alam natural itu. Setelah
berhasil melakukan tugas terakhir ini, kita telah
p:60
berhasil menjadi manusia yang faktual. Nama hikmah dan
posisi keutamaan berhak kita sandang.(1)
Guna menempuh jalan kesempurnaan, manusia memerlukan
sebuah faktor. Jika faktor ini merupakan sebuah faktor yang
hakiki, maka jalan kesempurnaan ini akan berhasil ditempuh
dan manusia akan berhasil menggapai kesempurnaan. Jika
faktor ini bukanlah faktor yang hakiki, maka kekurangan dan
penyelewengan tengah menunggu di hadapan manusia. Pembahasan
tentang kekuatan- kekuatan jiwa manusia sedikit banyak
telah dijelaskan dengan gamblang. Dari tiga fakultas yang
dimiliki oleh manusia tersebut; yaitu fakultas malaki, fakultas
sabu‘i, dan fakultas bahimi, hanya fakultas malaki atau jiwa
pemikir yang merupakan sumber pikiran, pembeda segala sesuatu,
dan sumber kehendak untuk menggapai hakikat segala
sesuatu(2) adalah faktor kesempurnaan bagi manusia.
Jiwa malaki memiliki fakultas berpikir atau akal. Akal
adalah kekuatan memahami segala sesuatu tanpa alat dan
pembeda antara hal-hal yang dapat dipahami.(3) Akal adalah
sebuah kekuatan yang hanya dimiliki oleh manusia. Akal dapat
memahami segala sesuatu yang bersifa universal. Sebaliknya,
hal-hal yang bersifat parsial hanya dapat dipahami oleh panca
indera. Hal ini dimiliki oleh manusia dan binatang.(4)
p:61
Pengetahuan rasional memiliki sebuah keistimewaan.
Yaitu, akal manusia dapat memahami segala sesuatu
tanpa disertai pelbagai aksiden (‘awâridh) dan bentuknya.
Artinya, ia dapat memahami hakikat dan sifat-sifat sesuatu
itu sebagaimana adanya.(1) Kesempurnaan makrifat dan
pengetahuan ini terwujud karena pengetahuan terhadap
keberadaan Allah Swt, seluruh sifat-Nya, keberadaan
malaikat, dan wujud sesuai dengan kemampuan. Atas dasar
ini, pengetahuan rasional adalah lebih sempurna dan lebih
kuat dibandingkan pengetahuan yang dihasilkan dari indera.
Akal memahami hakikat sesuatu, sedangkan indera hanya
memahami lahiriahnya saja.(2)
Ditinjau dari sisi objek yang hendak dipahami, akal dibagi
dalam dua klasifikasi:
a. Akal teoretis (‘aql nazdarî); dalam hal ini, akal memahami
hakikat segala maujud dan menguasai spesies-spesies segala
sesuatu yang dapat dipahami ( ma‘qûl; intelligibilia). Akal
memperlakukan tindak perubahan terhadap intelligibilia
ini sehingga melewati peringkat akal hayûlâ’nî yang
merupakan potensi inmaterial dan peringkat akal teoretis
yang paling rendah hingga sampai pada akal mustafâd
yang memahami forma-forma intelligibilia sebagaimana
adanya dan peringkat akal teoretis yang paling tinggi.(3)
b. Akal praktis (‘aql ‘amalî); dalam hal ini, seluruh fokus akal
tertuju pada objek. Ia membedakan antara maslahat dan
p:62
mafsadat yang terdapat pada pekerjaan dan menyimpulkan
berbagai jenis keahlian yang dapat digunakan untuk
mengelola kehidupan manusia sehari-hari. Tujuan semua
ini adalah supaya kehidupan manusia terwujud dalam
bentuk yang paling ideal.(1)
Dengan ini, jika akal yang bertugas membedakan yang
baik dari yang buruk, condong kepada kebaikan, dan benci
kepada keburukan(2)bergerak secara seimbang dalam jiwa
kita; yakni ada kerinduan untuk menggapai seluruh makrifat
yang dilandasi keyakinan kokoh, maka gerakan ini akan
melahirkan keutamaan “ilmu”, dan selanjutnya, akan muncul
juga keutamaan “hikmah”. Menilik klasifikasi akal ke dalam
akal teoretis dan akal praktis di atas, hikmah ini juga dibagi
ke dalam dua klasifikasi: hikmah teoretis dan hikmah praktis.
Dalam kamus orang-orang ahli makrifat, hikmah adalah
mengetahui segala sesuatu sebagaimana adanya (hikmah
teoretis) dan mengerjakan aksi sebagaimana seharusnya sesuai
dengan kemampuan (hikmah praktis), sehingga jiwa insani
sampai kepada kesempurnaan yang sedang ditujunya.(3) Hal
ini tidak akan dapat terwujud kecuali apabila seluruh urusan
manusia diserahkan kepada manajemen yang dikelola oleh
jiwa malaki dan akal. Selanjutnya, jiwa sabu‘î dan jiwa bahîmî
hanya mengikuti keputusan jiwa ini. Dari pengelolaan jiwa
malaki ini, kedua jiwa yang lain akan bersatu dengan dirinya.
p:63
Kebersatuan sebegitu erat sehingga seakan-akan tiga jiwa ini
adalah sesuatu yang satu. Dengan kebersatuan ini, seluruh
kekuatan dan efek yang memang dinanti-nanti; yakni empat
jenis keutamaan, akan muncul dalam waktu yang sangat
sesuai. Dengan mencari keutamaan-keutamaan ini, manusia
sedang meniti jalan menuju kesempurnaan dan akan sampai
ke telaga kebahagiaan. Akan tetapi, jika faktor penggerak
menuju kesempurnaan bukan jiwa malakî dan manajemen
urusan manusia diserahkan kepada selainnya, maka akan terjadi
pertentangan dan kontradiksi. Setiap detik, pertentangan
ini akan semakin bertambah parah. Akhirnya, fasilitas yang ia
miliki (tubuh) akan musnah dan ketiga jiwa itu akan sirna.(1)
Seperti telah kami jelaskan pada pembahasan sebelumnya, jiwa
jauhari adalah simpel (basith) serta kosong dari setiap materi
dan aksiden-aksidennya.(2) Untuk melakukan setiap pekerjaan
dan aktivitas, termasuk menemukan berbagai keutamaan, jiwa
ini memerlukan sebuah sarana dan fasilitas yang bersifat
jasmani. Oleh karena itu, badan kita adalah sarana untuk jiwa
insani guna mencari keutamaan, atau sebuah fasilitas asli untuk
sampai kepada kesempurnaan dan menggapai kebahagiaan.
Interaksi antara jiwa dan badan bukan hanya sekedar
interaksi yang bersifat instrumental. Interaksi antara jiwa dan
badan memiliki dimensi manajemen dan pengaturan terhadap
segala status yang dimiliki oleh badan. Interaksi ini terwujud
sedemikian rupa sehingga jiwa dapat mempengaruhi
p:64
badan dan juga dapat terpengaruh olehnya.(1)
Dalam tempo yang sangat terbatas, badan berada dalam
dominasi jiwa. Setelah kematian dan ajal tiba, badan tidak lagi
memiliki kemampuan untuk melakukan aktivitas apa pun
dan kesempatan untuk mencari keutamaan juga telah sirna.
Dalam kesempatan yang sangat terbatas ini, guna menggapai
kesempurnaan dan kebahagiaan dirinya, manusia seyogyanya
mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan untuk
kesempurnaan dan kebahagiaan itu; termasuk kekekalan badan
serta kebahagiaan badani dan madani. Meminjam stetmen
Aristoteles, meskipun kebahagiaan Ilahi adalah kebahagiaan
yang termulia dan etika Ilahi adalah etika yang terlezat, akan
tetapi masih diperlukan kebahagiaan-kebahagiaan eksternal
guna menampakkan kebahagiaan-Nya. Jika tidak demikian,
kemuliaan ini akan tetap terselubung dan tertutup.(2)
Dengan kata lain, manusia memiliki kebahagiaan spiritual
dan kebahagiaan jasmani. Guna memperoleh segala sesuatu
yang menyebabkan kesempurnaan sisi spiritual ini, ia bermukim
di dunia ini dengan perantara badan hanya untuk beberapa
saat. Tujuannya, ia harus memakmurkan dan mengatur
badan somatik ini sembari mencari keutamaan. Atas dasar
ini, selama hidup di dunia ini, ia bisa disebut sebagai orang
bahagia dengan syarat kedua sisi kebahagiaan itu diperhatikan;
ia harus memperhatikan kebahagiaan jasmani, termasuk juga
di dalamnya kebahagiaan material, dan kebahagiaan spiritual.
Tentunya, dengan lebih mengutamakan kebahagiaan-kebahagiaan
spiritual.
p:65
Sebagai sebuah faktor aktif (fâ‘ilî), jiwa insani (jiwa pemikir)
memiliki tanggung jawab untuk mengantarkan manusia ke
jenjang kesempurnaan dan kebahagiaan melalui perantara
badan dengan cara membersihkan akhlak dan etika. Meskipun
demikian, kesempurnaan dan kebahagiaan ini tidak akan
pernah tercapai apabila sarana dan prasarana yang diperlukan
tidak terpenuhi. Oleh karena itu, Allah Yang Maha Bijaksana
telah mempersiapkan segala sarana dan prasarana tersebut
karena kemurahan-Nya yang tak terhingga. Sarana dan
prasarana tersebut adalah sebagai berikut:
Manusia sebagai eksisten alam semesta yang paling mulia,
supaya jenis dan spesiesnya tetap langgeng, memerlukan
bantuan dan pertolongan sesamanya. Saling tolong menolong
tidak akan terwujud tanpa kehidupan bermasyarakat
dan sosial. Oleh karena itu, spesies manusia memerlukan
sebuah kehidupan bermasyarakat.(1) Dengan menciptakan
manusia sebagai maujud sosial secara natural, Allah Swt
telah mempersiapkan lahan baginya untuk sampai kepada
kesempurnaan. Karena hidup bersosial ini adalah konsekuensi
wajib diri manusia, orang-orang menghindarkan diri dari
berinteraksi dengan masyarakat dan lebih memilih hidup
menyendiri akan terhalangi dari keutamaan. Alasannya adalah
(seperti ditegaskan oleh Khajeh Nashiruddin) berikut ini:
p:66
Kesucian (‘iffah) bukanlah berarti kita harus meninggalkan
syahwat, perut, dan kemaluan secara keseluruhan. Kesucian
adalah kita memperhatikan seluruh batasan yang dimiliki
segala sesuatu dan menghindari tindak berlebih-lebihan
atau ceroboh dan teledor. Keadilan bukan berarti kita tidak
menzalimi orang-orang yang tidak kita lihat. Keadilan adalah
kita memperlakukan masyarakat dengan cara yang jujur dan
benar. Jika seseorang tidak berinteraksi dengan masyarakat,
maka bagaimana mungkin ia bisa berbuat dermawan? Jika
ia tidak berhadapan dengan mara bahaya, maka di manakah
keberanian akan berfungsi? Jika ia tidak melihat wajah yang
menawan, maka kapankah kesuciannya akan muncul?(1)
Atas dasar ini, masyarakat sebagai salah satu sarana dan
syarat kesempurnaan adalah tempat mendidik, mencari, dan
kemunculan seluruh keutamaan.
Setelah sebuah masyarakat terbentuk, salah satu sarana dan
syarat kesempurnaan telah terwujud. Akan tetapi, hanya ini
saja belum cukup, karena manusia yang merupakan anggota
asli masyarakat tersebut diciptakan dengan membawa syahwat
dan amarah.(2)Mereka berkumpul dalam sebuah masyarakat
dengan landasan faktor yang bermacam-macam dan tujuan
yang beraneka ragam.
Manusia berkumpul dalam sebuah masyarakat dengan
membawa syahwat yang bertentangan, perangai yang
beraneka ragam, dan kekuatan- kekuatan yang berbeda. Realita
p:67
ini menyebabkan mereka melakukan aksi dan tingkah laku
yang beraneka warna. Perbedaan dan keaneka-ragaman yang
ada ini memungkinkan pertikaian dan kerusakan terjadi, serta
menyebabkan mereka terjerumus ke dalam jurang berbagai
macam fi tnah. Oleh karena itu, sebuah hukum dan sunah yang
adil ditetapkan di tengah-tengah mereka sehingga mereka
dapat menegakkan keadilan. Sekarang, apabila penentuan
hukum dan undang-undang ini diserahkan kepada mereka
sendiri, problem di atas masih akan tetap terjadi. Atas dasar
ini, penentuan hukum ini harus dilakukan oleh seseorang dari
kalangan mereka yang memiliki sebuah keistimewaan khusus
karena kekuatan- kekuatan jiwanya yang telah sempurna serta
berhak ditaati dan dipatuhi.(1)
Dengan demikian, penentu hukum dan undang-undang
yang benar tidak lain kecuali Allah Swt. Dia menamakan
hukum dan undang-undang ini dengan “syariat”. Karena
maslahat menuntut supaya seluruh makhluk memperoleh
petunjuk melalui perantara makhluk lain yang sejenis dengan
mereka.(2) Maka, Allah memilih orang-orang terpilih dari
kalangan mereka sendiri guna menyampaikan syariat tersebut
kepada mereka.
Atas dasar ini, syariat adalah sekumpulan hukum dan
undang-undang yang diturunkan oleh Allah melalui perantara
para nabi as guna mengatur segala jenis transaksi dan ibadah
dalam kehidupan sosial dan individual umat manusia.(3)
Hukum dan undang-undang diletakkan dalam ruang lingkup
p:68
yang akal tidak mampu memahami maslahat dan mafsadat
umat manusia secara independen. Sementara itu, dalam
ruang lingkup yang akal mampu memahami maslahat dan
mafsadat yang dimiliki oleh spesies manusia, akal menguatkan
hukum dan undang-undang syariat. Kedua sisi syariat ini
dapat menjamin kemaslahatan sosial dan individual manusia
guna mengatur seluruh urusan hidup dalam rangka mencapai
kesempurnaan. Oleh karena itu, syariat adalah pendidik
pertama dan pengantar manusia kepada kesempurnaan.(1)
Berbeda dengan fi lsafat yang hanya dapat mengantarkan
orang yang berakal cemerlang kepada kesempurnaan.
Syariat memiliki tiga ruang lingkup:
Ruang lingkup individual; setiap hukum dan undangundang
yang hanya berhubungan dengan masing-masing
pribadi, seperti ritual ibadah.
Ruang lingkup sosial; seluruh hukum dan undang-undang
yang berhubungan dengan masalah keluarga dan masalah
sosial, seperti pernikahan dan transaksi.
Ruang lingkup politik; seluruh hukum dan undangundang
yang berkenaan dengan penduduk sebuah kota
dan pulau atau dalam ranah pemerintahan, seperti hukum
had (pidana) dan politik.(2)
Syariat ditentukan oleh Allah dan berdasarkan kebutuhankebutuhan
riil manusia. Oleh karena itu, syariat dapat
menjawab seluruh kebutuhan umat manusia dalam ruang
lingkup masyarakat yang beraneka ragam dan untuk masa
p:69
yang berbeda-beda. Perubahan-perubahan yang diperlukan
hanya harus bersifat parsial dan sesuai dengan kemaslahatan
daerah serta masa tertentu.(1)
Keinginan-keinginan masyarakat yang beraneka ragam dalam
kehidupan sosial, sekalipun ada syariat yang mengatur, juga
masih mengkhawatirkan bahaya pertikaian, percekcokan, dan
usaha pembasmian antara yang satu dengan yang lain terjadi.
Dalam kondisi seperti ini, kehidupan sosial masyarakat hanya
memiliki dua pilihan: mengarah kepada kerusakan dan serba
kenegatifan atau menuju kepada kekacauan dan kehancuran
total. Oleh karena itu, diperlukan sebuah pengaturan sehingga
setiap orang merasa puas dengan posisi yang memang
haknya dan mencapai hak yang memang berhak dimiliki;
tak seorang pun berani mencaplok hak-hak orang lain dan
hanya menyibukkan diri dengan usaha menolong orang
membutuhkan yang memang menjadi tanggung jawabnya.
Pengaturan ini disebut “politik” (siyâsah).(2)
Tentang siapakah yang pantas menjadi pengatur politik
sebuah masyarakat?, tidak diragukan lagi, seseorang yang
memiliki kelebihan dari orang dengan ilham dan pengukuhan
Ilahi memiliki kelayakan untuk memegang tampuk segala
urusan masyarakat. Dengan cara menaati seluruh titah dan
undang-undangnya, ia akan dapat mengantarkan mereka
kepada kesempurnaan. Orang yang pantas memegang tampuk
segala urusan ini dapat ditemukan di setiap masa dan zaman.
p:70
Alasannya, apabila politik (tadbîr) terputus, maka sistem
sebuah masyarakat juga akan sirna dan kelanggengan spesies
manusia tidak akan terwujud dalam bentuknya yang paling
sempurna.(1)
Para pengatur yang pantas untuk sebuah masyarakat di
berbagai masa adalah para fi gur berikut ini:
Nabi adalah seseorang yang jiwa qudsinya menerima seluruh
hakikat pengetahuan dan hal-hal yang hanya bisa dicerna
oleh rasio melalui perantara esensi akal pertama. Misi nabi
adalah menyampaikan seluruh hakikat ini kepada orangorang
yang memiliki kemampuan dan mengikuti jejak
langkahnya.(2)Ia diutus dari sisi Allah kepada para hamba
guna menyempurnakan mereka, memperkenalkan kepada
mereka segala sesuatu yang diperlukan dalam rangka taat
kepada Allah, dan menghindarkan mereka dari segala sesuatu
yang menyebabkan maksiat kepada-Nya.(3)
Nabi bertugas menjelaskan kepada umat manusia jalanjalan
yang bisa digunakan untuk mengenal makrifat, undangundang
dalam rangka interaksi sosial, dan politik guna
mengatur sebuah masyarakat. Di samping itu, ia juga harus
mengaplikasikan semua itu dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari. Atas dasar ini, selama masih ada seorang nabi di
p:71
tengah-tengah masyarakat, hanya dialah orang yang pantas
untuk memegang tampuk segala urusan.
Keharusan mengatur segala urusan secara benar mewajibkan
pengutusan para nabi. Setelah masa kenabian berakhir, kaidah
ini masih tetap berlaku. Oleh karena itu, sepeninggal Rasulullah
Saw, seseorang yang memiliki kelayakan dan kapabelitas
harus ditunjuk (untuk mengatur segala urusan masyarakat)
sehingga urusan agama dan dunia tidak amburadul, api fi tnah
dan kerusakan tidak menyala, dan kehidupan masyarakat
tidak mengalami keonaran. Orang yang memiliki kelayakan
ini tidak lain adalah imam maksum as.
Imam maksum as adalah seseorang yang secara hakiki (bi
al-ashâlah) memegang tampuk kepemimpinan umum untuk
urusan agama dan dunia,(1) serta pengatur urusan agama dan
penafsir syariat sepeninggal Rasulullah Saw.(2) Keberadaan
imam maksum as menyebabkan agama dan dunia masyarakat
teratur rapi. Ia dapat menjaga syariat.(3) Ia bertugas mengelola
agama dan dunia umat manusia sepeninggal Rasulullah Saw.
Para ulama yang memiliki kemampuan ijtihad adalah para
pewaris para nabi dan imam maksum as. Mereka memiliki
pengetahuan yang mumpuni tetang syariat. Oleh karena
p:72
itu, mereka dapat menjelaskan hukum-hukum Islam secara
terperinci. Atas dasar ini, setelah imam maksum as, seluruh
masyarakat wajib menaati dan mengikuti mereka sehingga,
dengan itu, mereka sudah menjaga agama Allah.(1)
Hanya dengan membentuk sebuah masyarakat disertai dengan
keberadaan sebuah syariat dan pengatur yang kapabel, tanpa
keharusan masyarakat memperhatikan syariat dan menaati
hukum-hukum pengatur, penempuhan jalan kesempurnaan
tidak akan sempurna. Dengan demikian, taklif adalah syarat
lain untuk kesempurnaan dan kebahagiaan umat manusia.
Jelas, sebagai makhluk sosial secara tabiat, manusia menuntut
hal ini.(2)
Taklif adalah Allah menitahkan manusia untuk
melaksanakan sesuatu yang mengandung kesulitan.(3) Artinya,
syahwat, kelezatan, dan kecondongan manusia kepada semua
ini adalah sesuatu yang manis. Realita ini membuat keharusan
untuk melakukan amal salih dan taat kepada syariat sebagai
sebuah pekerjaan yang sangat sulit. Meskipun demikian,
mengerjakan taklif pasti diakhiri dengan kebahagiaan dan
kesempurnaan. Artinya, taklif dan seluruh akibatnya; yaitu
pahala, siksa, dan balasan duniawi, dapat mewujudkan
sebuah keinginan yang dalam untuk mencari kesempurnaan
dalam diri manusia. Keinginan ini adalah titik awal sebuah
kehendak. Kehendak ini mendorongnya untuk mencari
p:73
kesempurnaan.(1)
Kesimpulannya, taklif dapat mendorong manusia untuk
taat kepada undang-undang syariat, mengikuti seluruh
hukum pengatur yang kapabel, dan mengalahkan kekuatan
syahwat dan amarah. Taklif menyebabkan manusia dengan
sendirinya, dilandasi oleh keyakinan kepada Allah, untuk
menaati seluruh hukum syariat. Kriteria ini sangat berguna
untuk kelanggengan sebuah masyarakat dan supaya anggota
sebuah masyarakat saling tolong menolong antara yang satu
dengan yang lain. Apabila sebagian orang menyimpang dari
garis hukum-hukum itu, pengatur kapabel masyarakat dalam
menentukan hukuman-hukuman duniawi bagi mereka.
Sebagaimana telah dipaparkan pada pembahasan sebelum
ini, setiap maujud (eksisten) memiliki sebuah kesempurnaan.
Kesempurnaan sebagian maujud dalam fi trah teralisir
berbarengan dengan wujud mereka. Akan tetapi, kesempurnaan
sebagian maujud yang lain terealisir setelah wujud mereka.
Apabila sebuah maujud memiliki kesempurnaan yang terwujud
setelah wujudnya, maka sudah pasti ia akan bergerak dari
sebuah titik kekurangan menuju titik kesempurnaan. Gerakan
dari titik kekurangan menuju titik kesempurnaan ini, pertama,
memerlukan kelanggengan, dan kedua, tidak mungkin terjadi
tanpa bantuan sebab-sebab yang bersifat mungkin. Sebabsebab
kesempurnaan dibagi dalam dua klasifi kasi: mukammilah
(penyempurna) dan mu‘iddah (penyiap):
p:74
1. Sebab-sebab penyempurna; sebab-sebab yang
keberadaannya sendiri adalah penganugerah
kesempurnaan dan menyempurnakan kesempurnaankesempurnaan
yang masih memiliki kekurangan.(1)
Sebagai contoh, forma-forma yang dianugerahkan oleh
Allah Maha Penganugerah forma kepada air sperma
sehingga air sperma ini berubah menjadi manusia yang
sempurna.(2)
2. Sebab-sebab penyedia; sebab-sebab yang menyiapkan
lahan guna mencapai kesempurnaan. Jenis sebab
ini dengan sendirinya tidak dapat mendatangkan
kesempurnaan. Seperti bahan makanan. Apabila bahan
makanan didiamkan untuk beberapa waktu, maka ia akan
rusak. Akan tetapi, jika seorang manusia atau binatang
memakan sebuah makanan yang sehat, makan makanan
ini akan menjadikan ia berkembang.(3)
Pertolongan (ma‘ûnah) juga memiliki tiga klasifi kasi:
1. Pertolongan materi; dalam jenis ini, penolong akan
berubah menjadi bagian dari sesuatu yang memerlukan
pertolongan. Seperti garam untuk tumbuh-tumbuhan,
tumbuh-tumbuhan untuk binatang herbivora, dan
sebagian jenis tumbuh-tumbuhan dan binatang untuk
manusia.
2. Pertolongan alat; dalam jenis ini, penolong menjadi
perantara dan fasilitas bagi sesuatu yang memerlukan
p:75
pertolongan untuk mengerjakan sebuah pekerjaan dan
aksi. Seperti air yang membantu pencernaan untuk
menyampaikan makanan yang sudah dicerna ke seluruh
anggota tubuh.
3. Pertolongan pelayanan; dalam jenis pertolongan ini,
penolong melakukan sebuah pekerjaan dengan kehendak
dan pikirannya sendiri, dan pekerjaan ini bagi sesuatu yang
memerlukan pertolongan adalah sebuah kesempurnaan.
Jenis pertolongan ini masih terbagi dalam dua klasifi kasi:
a. Pertolongan pelayanan bi al-dzât (secara esensial);
dalam jenis ini, tujuan akhir penolong dari pekerjaan
itu adalah pertolongan itu sendiri, bukan yang lain.
Seperti pertolongan seorang budak yang dilakukan
untuk tuannya.
b. Pertolongan pelayanan bi al-‘aradh (secara aksidensial);
dalam jenis ini, penolong dari pertolongan yang
diberikan memiliki tujuan yang lain. Pertolongannya
hanya ditujukan untuk mencapai tujuan ini, seperti
pertolongan seorang penggembala terhadap kambing
piaraannya. Ia berusaha memelihara kambing itu
supaya tumbuh berkembang dengan tujuan untuk
memanfaatkan air susu, bulu, dan dagingnya.
Pertumbuhan ini bagi kambing itu sendiri adalah
sebuah kesempurnaan.(1)
Dengan begitu, seluruh unsur alam semesta, tumbuhtumbuhan,
dan binatang memberikan pertolongan kepada
spesies manusia melalui ketiga jenis pertolongan di atas. Akan
tetapi, manusia hanya memberikan pertolongan kepada mereka
p:76
melalui pertolongan pelayanan bi al-‘aradh. Alasannya, mereka
adalah makhluk-makhluk yang lebih hina. Dan makhluk yang
lebih hina hanya diciptakan untuk berkhidmat kepada sesama
makhluk yang lebih hina dan juga kepada makhluk yang lebih
mulia. Akan tetapi, manusia sebagai maujud yang paling mulia
hanya pantas berkhidmat kepada sesamanya.
Atas dasar ini, gerakan manusia dari kekurangan menuju
kesempurnaan terlaksana dengan memperhatikan kriteriakriteria
yang merupakan faktor-faktor sistem sosial masyarakat
berikut ini:
Untuk kelanggengan fi sik dan juga kelanggengan spesies
manusia, ia memerlukan bantuan dan pertolongan sesamanya:
Kebutuhan manusia terhadap sesamanya adalah sesuatu yang
gamblang. Alasannya, tubuh manusia memerlukan sandang,
pangan, perumahan, dan persenjataan.(1) Seluruh kebutuhan
ini dapat dipenuhi dengan memanfaatkan jasa unsur alam,
tumbuh-tumbuhan, dan binatang. Atas dasar ini, manusia
memiliki izin untuk mempergunakan seluruh isi alam semesta
ini.
Mengapa manusia merasa membutuhkan sesamanya?
Alasannya, supaya hidup langgeng yang memang diperlukan
guna mencari keutamaan dan kebahagiaan, manusia
p:77
memerlukan makanan. Berbeda dengan binatang, makanan
manusia tidak tersedia di alam raya ini. Oleh karena itu, tanpa
aktivitas teknik yang meliputi bercocok tanam, memanen,
membersihkan, melunakkan, membuat adonan, dan memasak,
makanan manusia tidak akan tersedia. Semua ini hanya dapat
dipersiapkan berkat bantuan para penolong dan menggunakan
peralatan dan fasilitas. Tentunya, hal ini akan memakan waktu
yang cukup lama.(1)
Jelas, menyiapkan makanan yang pada hari yang sangatlah
mustahil. Apabila masyarakat hanya mencukupkan diri
dengan menyiapkan kebutuhan sehari-hari saja, hal ini akan
menyebabkan keburukan gizi makanan dan ketidakteraturan
dalam kehidupan. Oleh karena itu, mereka perlu menyimpan
bahan makanan dan kebutuhan hidup, serta menjaganya
supaya tidak dicuri oleh orang lain yang juga memang
memiliki kebutuhan yang sama. Lebih dari itu, mereka tidak
mungkin bisa menjaga sendiri bahan makanan siang dan
malam, baik dalam kondisi tidur maupun terjaga, supaya
tidak dirampas oleh orang lain. Oleh karena itu, mereka tidak
memiliki jalan lain kecuali harus membangun rumah. Ketika
manusia tidak memiliki cara lain kecuali harus berusaha untuk
mempersiapkan kebutuhan hidup, mau tidak mau ia akan lupa
terhadap barang dan bahan makanan yang telah disimpan di
dalam rumah. Dengan demikian, sangatlah logis apabila ia
menunjuk seorang pengganti yang senantiasa berada di rumah
dalam mayoritas waktu dan sibuk memelihara simpanan bahan
makanan itu. Semua ini menunjukkan kebutuhan manusia
kepada sesama demi menjaga kelanggengan dirinya.
p:78
Untuk kelanggengan spesies manusia, ia memerlukan
seorang istri yang merupakan penentu aktivitas reproduksi.
Hikmat Ilahi menuntut supaya setiap pria menikahi seorang
istri sehingga ia dapat memelihara rumah dan seluruh
isinya dengan bantuan istri ini. Berikut, dengan bantuan istri
pula, reproduksi dapat terealisasi. Kebutuhan anak kepada
pendidikan dan pengasuhan orang tua supaya dapat tumbuh
berkembang menuntut supaya ia diasuh oleh orang tuanya.(1)
Setiap keluarga, pertama kali, memerlukan bantuan
anggota keluarga dan juga bantuan keluarga-keluarga yang
lain. Jika setiap orang dengan sendirian berusaha untuk
menyiapkan sandang, pangan, tempat tinggal, dan persenjataan;
yakni pertama kali, ia membuat alat yang diperlukan untuk
perdagangan dan pandai besi, lalu dengan bantuan alat-alat
ini ia membuat alat untuk bertani, memanen, menggiling,
membuat adonan, menenun, dan lain sebagainya, maka
selama rentang waktu ini ia tidak akan bisa bertahan hidup
tanpa pangan. Seandainya ia mewakafkan seluruh umurnya
untuk melakukan seluruh pekerjaan ini, niscaya ia tidak
akan mampu melakukannya. Akan tetapi, jika mereka saling
membantu yang lain dan setiap orang melakukan pekerjaan
melebihi kebutuhan yang diperlukan, lalu ia melakukan
transaksi barter dengan orang lain, maka kehidupan yang sehat
akan terwujud dan generasi spesies manusia akan berlanjut
yang langgeng secara teratur.(2) Atas dasar ini, kemaslahatan
kinerja masyarakat terwujud dalam hidup bersama secara
p:79
saling tolong menolong.(1)
Kesimpulannya, supaya dapat hidup langgeng, baik untuk
tubuh maupun spesiesnya, manusia memerlukan kepada
sesamanya. Menggapai kesempurnaan tanpa kelanggengan
hidup adalah sesuatu yang mustahil. Oleh karena itu, untuk
sampai kepada kesempurnaan, ia memerlukan kepada
sesamanya.(2)
Manusia tidak akan terwujud tanpa unsur saling membantu dan
tolong menolong. Saling membantu dan tolong menolong tidak
akan terealisasi tanpa hidup bermasyarakat. Dengan demikian,
spesies manusia secara tabiat memerlukan masyarakat.(3)
Artinya, karena dorongan internal untuk memenuhi seluruh
kebutuhan primer dan hayati, seluruh manusia hidup saling
berkumpul berdampingan. Dorongan-dorongan semacam
ini pasti senantiasa dimiliki oleh seluruh manusia di setiap
tempat dan dalam kondisi apa pun.(4) Dengan demikian,
manusia secara tabiat adalah sebuah makhluk sosial.
Seseorang secara personal tidak mungkin dapat
menyediakan dan mempersiapkan seluruh kebutuhan
hidupnya. Untuk memperoleh makanan yang diingini, pakaian
yang dapat memeliharanya dari sengatan dingin dan panas,
tempat tinggal yang dapat dimanfaatkan dalam aneka ragam
musim, dan persenjataan yang dapat menjaganya dari serangan
binatang buas dan musuh, manusia membutuhkan bantuan
p:80
sesamanya. Seluruh kebutuhan ini hanya dapat dihasilkan
melalui cara khusus dan setiap orang secara sendirian tidak
akan mampu mempersiapkan seluruhnya. Setiap orang
mungkin dapat mempersiapkan satu kebutuhan. Untuk
mempersiapkan semua itu diperlukan semangat membantu
dan kerja sama. Dengan demikian, kehidupan akan berjalan
lancar. Dan inilah arti “peradaban”.(1)
Salah satu keistimewaan lain manusia yang sangat diperlukan
dalam rangka bergerak menuju titik kesempurnaan adalah
cinta. Cinta ini bersumber dari akal. Oleh karena itu,
keistimewaan ini hanya dimiliki oleh manusia secara khusus.
Oposisi cinta adalah kebencian atau permusuhan.
Eksistensi cinta; mustahil manusia secara sendirian
akan dapat menempuh jalan menuju kesempurnaan, dan
kesempurnaan setiap individu hanya dapat dicapai karena
keberadaan orang lain. Oleh karena itu, diperlukan sebuah
ikatan yang menyatukan seluruh manusia dalam kehidupan
masyarakat sebagai satu anggota sehingga mereka bisa saling
bantu membantu. Manusia secara tabiat diciptakan untuk
melangkahkan kaki menuju kepada kesempurnaan. Atas dasar
ini, mereka pasti merindukan ikatan itu. Rasa rindu kepada
ikatan ini disebut cinta dan kasih.(2) Dengan demikian, rasa
cinta secara tabiat pasti berada dalam diri manusia.
Hakikat cinta: hakikat cinta adalah kehendak untuk
menyatu dengan sesuatu. Menyatu dengan sesuatu itu
p:81
dalam pandangan orang yang mengharap kemenyatuan ini
adalah sebuah kesempurnaan. Atas dasar ini, cinta adalah
memohon kemuliaan, keutamaan, dan kesempurnaan. Jika
permohonan ini semakin besar, maka kerinduan pemohon
kepada kesempurnaan juga akan semakin besar, dan ia pun
akan semakin mudah menggapainya.(1)
Pembagian cinta: cinta dalam diri manusia terbagi dalam dua
bagian: cinta natural dan cinta yang didasari oleh kehendak.
Cinta natural adalah seperti kecintaan orang tua kepada anak
mereka. Seandainya mereka tidak memiliki rasa cinta ini dan
juga tidak mendidik anak-anak mereka, niscaya anak-anak
ini tidak akan hidup langgeng sehingga dapat mengenal
kesempurnaan mereka dan juga tanpa kelanggengan anakanak
ini, spesies manusia tidak akan tersisa sama sekali. Cinta
yang didasari kehendak, berbeda dengan cinta natural, tidak
bersifat fi trah. Jenis cinta ini akan terwujud bergantung kepada
kehendak dan tujuan yang dimiliki oleh setiap orang; apakah
tujuan itu adalah kelezatan, manfaat, atau kebaikan belaka.
Jenis cinta semacam ini menyebabkan interaksi-interaksi sosial
tertentu.
Manfaat cinta; rasa cinta menyebabkan sebuah hubungan
sehat tercipta dan setiap anggota masyarakat saling
menghormati antara sesama mereka.(2) Dengan demikian,
manfaat cinta adalah guna memelihara sistem yang berada
di tengah-tengah spesies manusia. Dengan cara menyatukan
antara satu individu dengan individu yang lain, cinta dapat
mendekatkan manusia dari titik “ketercerai-beraian dan
p:82
keberbilangan” kepada titik “kesatuan dan kebersatuan”. Cinta
dapat menciptakan ketegaran dan kekokohan masyarakat.
Secara global, rasa cinta juga dapat mempermudah jalan
kesempurnaan bagi manusia. Akan tetapi, amat disayangkan,
cinta ini telah pudar dari mayoritas manusia atau cepat sirna
karena hanya didasari oleh manfaat dan kelezatan belaka,
bukan atas dasar kebaikan atau kombinasi dari ketiga unsur di
atas. Atas dasar ini, kemenyatuan natural yang muncul karena
cinta tidak mungkin akan terwujud di sebuah masyarakat. Mau
tidak mau, untuk mewujudkan sebuah kemenyatuan artifi sial
diperlukan penegakan keadilan.(1)
Keberadaan perbedaan-perbedaan individual adalah
keistimewaan urgen lain yang diperlukan guna mencapai
kesempurnaan. Alasannya, proses aktivitas manusia tegak
berdiri di atas fondasi rasa saling tolong menolong. Semangat
tolong menolong ini akan terwujud apabila seluruh aktivitas
dan urusan urgen yang diperlukan oleh masyarakat terpenuhi
secara sama dan merata. Atas dasar ini, hikmah Ilahi menuntut,
di samping perbedaan-perbedaan lahiriah dan postur tubuh,
manusia juga harus berbeda dari sisi pemikiran, kehendak,
dan semangat.
Kekuatan membedakan dan berpikir dalam diri manusia
tidak diciptakan dalam kadar yang sama. Seluruh kekuatan
ini diciptakan dalam peringkat dan tingkatan yang berbedabeda
dimulai dari peringkat yang tak berakhir hingga
peringkat binatang. Perbedaan-perbedaan peringkat ini
p:83
menjadi salah satu faktor keterwujudan sebuah sistem sosial
kemasyarakatan.(1)
Penjelasan lebih lanjut, nilai sosial setiap pekerjaan berbeda
antara yang satu dengan yang lain. Oleh karena itu, jika seluruh
manusia memiliki kekuatan berpikir atau membedakan yang
sama, maka mereka pasti akan memilih satu jenis pekerjaan
yang sama. Akibatnya, pekerjaan-pekerjaan yang lain akan
diabaikan dan semangat saling tolong menolong tidak akan
pernah terwujud. Hal inilah yang pernah ditegaskan oleh para
fi losof, “Seandainya seluruh manusia adalah sama, niscaya
mereka semua pasti binasa.”
Akan tetapi, realitanya, sekelompok manusia memiliki
kelebihan atas sekelompok yang lain dari sisi kejituan
manajemen. Kelompok kedua memiliki kelebihan dari sisi
kekuatan tubuh, kelompok ketiga dari sisi keagungan yang
sempurna, dan kelompok keempat dari sisi kapabilitas.
Sementara itu, ada sekelompok manusia yang sama sekali tidak
memiliki kekuatan berpikir dan membedakan. Segala sesuatu
tersedia seperti ini. Apabila setiap orang melakukan pekerjaan
yang memang menjadi pekerjaannya tanpa kita melihat nilai
sosialnya dan merasa bahagia dengan pekerjaan ini, sistem
kehidupan Bani Adam akan terwujud.
Dari sisi lain, Allah telah menentukan kondisi ekonomi
setiap orang berbeda-beda; mampu atau tidak mampu.
Seandainya semua orang adalah kaya, niscaya tak seorang pun
bersedia untuk berkhidmat kepada orang lain karena mereka
telah merasa kaya. Begitu juga sebaliknya. Apabila semua
p:84
orang adalah miskin, maka tak seorang pun siap membantu
orang lain karena kemiskinannya.
Keistimewaan dan kriteria yang telah diberikan oleh Allah
kepada manusia mendorongnya untuk membentuk sebuah
masyarakat. Manusia secara tabiat adalah makhluk sosial dan
tidak mungkin ia menjalani sebuah kehidupan tanpa unsur
saling tolong menolong dan bantu membantu. Untuk itu,
guna memenuhi seluruh kebutuhan mendasar dan sangat
urgen, ia pasti memerlukan sesamanya. Kebutuhan kepada
sesama ini bersifat langgeng selamanya. Oleh karena itu, rasa
membutuhkan ini menjadi faktor pembentukan masyarakat.(1)
Masyarakat yang terkecil (keluarga), minimal, terbentuk dari
dua orang, berikut seluruh keperluan dan perabotan yang
mereka perlukan.
Melihat penjelasan di atas, setiap sesuatu yang tersusun
memiliki hukum, kriteria, dan bentuk khusus yang hanya
dimiliki olehnya. Setiap bagian pembentuk sesuatu itu tidak
memiliki hukum yang sama dengan kriteria ini. Atas dasar
kaidah ini, masyarakat manusia, karena bentuk kesatuan dan
ketersusunan khusus yang ada, memiliki kriteria, keistimewaan,
dan bentuk yang berbeda dengan kriteria, keistimewaan, dan
bentuk yang dimiliki setiap individu. Oleh karena itu, setiap
masyarakat adalah sebuah realita nyata di samping seluruh
individu pembentuknya. Masyarakat memiliki asal muasal,
tujuan, klasifi kasi, dan kesempurnaan yang khusus.
p:85
Asal muasal pembentukan masyarakat memiliki akar yang
mendalam dalam kebutuhan manusia kepada pertolongan
dan bantuan sesamanya. Guna memenuhi kebutuhan pangan,
sandang, tempat tinggal, dan persenjataan, mau tidak mau ia
harus membagi-bagi tugas dan melakukan transaksi dengan
sesama. Karena tolong menolong dan bantu membantu yang
langgeng mustahil terealisasi tanpa masyarakat, manusia
membentuk sebuah masyarakat.(1)
Masyarakat memiliki klasifi kasi berikut ini:
a. Keluarga; saling tolong menolong umat manusia pertama
(minimal antara seorang pria dan seorang wanita) guna
kelanggengan fi sik dan spesies mereka menciptakan
tatanan keluarga. Dengan demikian, masyarakat pertama
yang ada di kalangan manusia adalah masyarakat keluarga.
Keluarga terwujud karena pembagian kerja antara mereka
berdua dan kesatuan di antara mereka. Berikut antara
dua tiang utama keluarga yang lain; yaitu keturunan dan
pembantu.(2)
Keluarga adalah sebuah kesatuan khusus antara suami
dan istri, orang tua dan anak, serta antara pembantu,
majikan, dan harta. Atas dasar ini, pilar utama keluarga,
minimal, adalah tiga pilar; yaitu istri, suami, dan harta, dan
maksimal adalah lima; yaitu ayah, ibu, anak, pembantu,
p:86
dan harta.(1)
b. Kampung; meskipun keluarga dapat membantu memenuhi
sebagian kebutuhan utama manusia, akan tetapi ia masih
tidak mampu memenuhi sebagian kebutuhan lain dan
keperluan yang dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari,
seperti pangan, sandang, tempat tinggal, persenjataan, dan
lain sebagainya. Oleh karena itu, dengan berkumpulnya
dua keluarga atau lebih dalam ruang lingkup tempat
tertentu dan terjadi interaksi antara mereka, sebuah
masyarakat lain terbentuk dengan nama “masyarakat
kampung”. Tentang definisi kampung disebutkan,
kampung adalah sebuah bentuk kesatuan tersusun dari
beberapa keluarga yang berusaha memenuhi kebutuhankebutuhan
mereka melalui semangat gotong royong dan
tolong menolong.(2)
c. Kota; kampung adalah sebuah bentuk masyarakat tidak
sempurna yang terbesar. Masyarakat ini tidak mampu
untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia dalam
cakupan yang luas seperti transaksi dan juga tidak mampu
menjamin keamanan penduduknya. Oleh karena itu,
pembentukan sebuah masyarakat yang lebih besar dan
sempurna adalah sebuah kebutuhan yang sangat urgen.
Kota (madi-nah) adalah bentuk masyarakat sempurna
pertama yang terwujud karena beberapa kampung
bergabung menjadi satu.(3) Kota adalah tempat individu-
p:87
individu berkumpul dengan perbedaan-perbedaan
jasmani, pemikiran, dan finansial, serta memiliki tujuan
dan cita-cita yang beraneka ragam. Dengan aneka profesi
dan pekerjaan yang mereka miliki, mereka hidup dengan
saling tolong menolong; sebuah semangat yang menjadi
motor penggerak kehidupan.
Lantaran keluasan daerah, populasi penduduk, dan
aneka ragam profesi dan pekerjaan yang ada, kota dapat
disebut sebagai sebuah “ masyarakat politis”. Di samping
itu, dengan memanfaatkan keberadaan lembaga dan
instansi-instansi, kota adalah sebuah lahan yang sangat
tepat untuk aplikasi sistem manajemen politik. Lebih dari
itu, dengan pemenuhan seluruh kebutuhan material dan
spiritual yang diperlukan oleh spesies manusia, baik pangan,
kemananan, pendidikan, maupun kebutuhan-kebutuhan
yang lain, kota dapat mengantarkan mereka meniti jalan
menuju kesempurnaan. Seperti pernah ditegaskan oleh
Farabi, membangun kota adalah langkah pertama untuk
menggapai kesempurnaan manusia.(1) Pada kesempatan
yang lain, ia juga pernah menekankan, “Kebaikan yang
paling utama dan kesempurnaan puncak, pertama kali,
dapat dicapai melalui perantara masyarakat kota.”(2)
d. Umat; umat tersusun dari individu-individu yang, minimal,
berdomisili di tiga kota.(3) Umat adalah sebuah lahan yang
p:88
sangat sesuai guna mengaplikasikan politik. Dibandingkan
dengan kota, umat memiliki bentuk kesatuan yang
lebih rumit. Lebih dari itu, politik yang dijalankan dan
dipraktikkan juga bersifat lebih fundamental.
e. Dunia; dunia adalah bentuk masyarakat manusia yang
terbesar dan meliputi seluruh individu yang hidup di tiap
belahan bumi yang hidup.(1)
Pada hemat Khajeh Nashiruddin Thusi, setiap gerakan terwujud
guna sampai kepada satu tujuan(2) dan setiap aksi dilakukan
untuk menggapai sebuah tujuan. Atas dasar ini, masyarakat
manusia juga sedang bergerak menuju ke sebuah tujuan.
Tujuan pertama adalah memenuhi seluruh kebutuhan utama
demi kelanggengan fi sik dan spesies manusia.(3) Selanjutnya,
setelah masyarakat bertambah luas dan sebuah masyarakat
politik (kota dan umat), mencapai “kebahagiaan jasmani dan
sosial”(4) atau, meminjam terminologi Aristoteles, “kehidupan
yang tentram” menjadi salah satu tujuan masyarakat politis
setelah semua kebutuhan utama terpenuhi.
Lebih dari itu, masyarakat politik, sebagaimana bentuk
masyarakat yang lain, adalah adalah tempat untuk mendidik,
mencari, dan mengaplikasikan seluruh jenis keutamaan.
Dalam masyarakat ini, dengan mengaktualisasikan seluruh
p:89
kemampuan yang masih bersifat potensial, manusia akan
meniti jalan menuju kebahagiaan. Oleh karena itu, tujuan akhir
sebuah masyarakat politik adalah “menggapai kesempurnaan”
dan “mencapai kebahagiaan jiwa”.(1)
Akan tetapi, dalam menempuh jalan kesempurnaan dan
kebahagiaan ini, manusia kadang-kadang menempuh jalanjalan
yang benar dan kadang-kadang pula meniti jalan-jalan
yang tidak benar; sebagian aksi mereka yang dilandasi oleh
kehendak adalah benar dan sebagian yang lain adalah salah.
Melihat realita ini, guna mencapai kebahagiaan, masyarakatmasyarakat
politik juga menentukan tujuan-tujuan yang
beraneka ragam dan meniti jalan-jalan yang berbeda-beda.
Menilik tujuan-tujuan ini, masyarakat politik (kota atau umat)
dibagi dalam dua klasifi kasi: (a) masyarakat yang didukung
oleh faktor kebaikan, dan (b) masyarakat yang ditopang oleh
faktor keburukan. Masyarakat pertama disebut madînah fâdhilah
(masyarakat ideal) dan masyarakat kedua dinamakan madînah
ghair fâdhilah (masyarakat nonideal).(2)
Pada kesempatan ini, kita akan menelaah seluruh bentuk
masyarakat politik di atas, berikut tujuan masing-masing. Di
samping itu, kita juga akan mengenal masing-masing bentuk
masyarakat secara detail sehingga kita bisa membedakan mana
bentuk masyarakat ideal dan mana masyarakat nonideal.
Dengan pengenalan ini, kita berharap bisa merubah sebuah
masyarakat nonideal menjadi sebuah masyarakat ideal.
Alasannya adalah jelas. Sebagaimana setiap individu harus
p:90
melangkah menuju ke arah kesempurnaan dan kebahagiaan,
seluruh masyarakat juga harus berubah menjadi masyarakat
ideal dengan sekuat tenaga kita.
Masyarakat adalah kumpulan sebuah kaum yang terdiri
dari individu-individu yang memiliki semangat untuk
mengaplikasikan segala kebaikan dan memberantas setiap
bentuk keburukan.
Rakyat yang hidup di sebuah masyarakat ideal memiliki
pandangan dan aksi yang sejalan. Maksudnya, keyakinan
mereka tentang titik awal dan titik akhir seluruh makhluk,
serta aksi-aksi yang harus dilakukan selama masa berada
di antara kedua titik ini adalah sesuai antara yang satu
dengan yang lain dan sejalan dengan kebenaran. Maksud
lain kesejalanan ini adalah seluruh rakyat memilih satu jalan
untuk mencapai kesempurnaan dan seluruh aksi yang mereka
lakukan terbentuk dalam format hikmah, berdiri kokoh karena
didukung oleh kekuatan logika, dan diatur dengan undangundang
keadilan dan aturan-aturan politik. Atas dasar ini,
meskipun setiap individu memiliki perbedaan secara jasmani
dan kondisi mereka juga beraneka ragam, akan tetapi tujuan
seluruh aksi mereka adalah satu, serta jalan dan metode mereka
sejalan antara yang satu dengan yang lain.(1) Masyarakat
ideal tidak lebih dari satu, karena kebenaran tersucikan dari
keberbilangan.
p:91
Masyarakat nonideal memiliki tiga jenis:
1) Masyarakat bodoh; masyarakat bodoh adalah sebuah
masyarakat politis yang penduduknya tidak memanfaatkan
kekuatan akal. Faktor utama peradaban mereka adalah
mengikuti kekuatan- kekuatan yang irasional. Pada
dasarnya, dalam kehidupan politik, mereka hanya mencari
sebuah tujuan yang tidak hakiki.
2) Masyarakat fasik; masyarakat fasik adalah sebuah
masyarakat politis yang penduduknya mampu untuk
memanfaatkan akal. Akan tetapi, mereka malah
memanfaatkan kekuatan- kekuatan lain selain kekuatan
akal dan membangun peradaban mereka berdasarkan
kekuatan- kekuatan tersebut. Keyakinan-keyakinan yang
dimiliki oleh penduduk masyarakat ini adalah sesuai
dengan kebenaran dan sama seperti keyakinan-keyakinan
masyarakat ideal. Akan tetapi, mereka tidak berperilaku
sesuai dengan keyakinan-keyakinan itu. Dengan kehendak
sendiri, mereka malah mengikuti perilaku-perilaku bangsa
jahiliah.
3) Masyarakat sesat; masyarakat sesat adalah sebuah
masyarakat politik yang penduduknya, karena kekurangan
dalam kekuatan akal, mengkhayalkan sebuah undang-undang
bagi diri mereka dan menganggap undang-undang
ini sebagai sebuah keutamaan. Berlandaskan pada
keutamaan khayali ini, mereka membangun peradaban.
Mereka membayangkan sebuah kebahagiaan yang serupa
dengan kebahagiaan hakiki. Dengan membayangkan titik
p:92
awal (mabda’) dan titik akhir (ma‘âd) yang bertentangan
dengan kebenaran, mereka merajut serentetan perilaku
dan keyakinan yang tidak dapat mengantarkan mereka
kepada kebaikan mutlak dan kebahagiaan abadi.(1)
Masyarakat ini memiliki banyak jenis.
Masyarakat bodoh dan masyarakat fasik juga memiliki
jenis yang tak terhingga. Akan tetapi, secara global, kedua
masyarakat ini dapat dibagi dalam enam klasifikasi berikut
ini:
Masyarakat minimum; masyarakat minimum adalah
sekumpulan kaum yang bertujuan saling tolong menolong
dalam mencari hal-hal yang dibutuhkan dalam kehidupan,
seperti sandang dan pangan. Mereka mencari seluruh
kebutuhan ini melalui aneka ragam jalan dan cara, baik
cara yang terpuji maupun cara yang tak terpuji.
Masyarakat minoritas; masyarakat minoritas adalah
sekumpulan kaum yang saling tolong menolong untuk
menggapai harta dunia dan mengumpulkan kebutuhankebutuhan
utama kehidupan; meliputi harta-harta
simpanan, sandang dan pangan, emas, perak, dan lain
sebagainya. Dengan mengumpulkan harta yang lebih dari
kebutuhan ini, mereka bertujuan supaya menjadi sebuah
kaum yang kaya dan kuat. Mereka tidak memperbolehkan
infak dan sedekah kecuali untuk kondisi-kondisi urgen
supaya tubuh peminta tetap bisa bertahan hidup saja.
Mereka mencari harta kekayaan melalui aneka ragam
jalan dan cara, atau melalui jalan dan cara yang disepakati
oleh anggota masyarakat.
p:93
Masyarakat hina; masyarakat hina adalah sekumpulan
kaum yang saling tolong menolong untuk menikmati
kelezatan dan kenikmatan inderawi, seperti makan,
minum, kelezatan seksual, dan segala jenis senda gurau.
Tujuan mereka dari semua kelezatan ini adalah kelezatan
itu sendiri, bukan untuk menguatkan tubuh. Kaum yang
berpikiran lemah dari masyarakat lain menyangka bahwa
masyarakat ini adalah sebuah masyarakat yang bahagia
dan merasa iri terhadap mereka. Dalam pikiran mereka,
masyarakat ini telah berhasil memenuhi segala kebutuhan
utama dan harta melimpah yang mereka inginkan.
Masyarakat mulia; masyarakat mulia adalah sekumpulan
kaum yang saling tolong menolong untuk mencapai
kemuliaan-kemuliaan dalam ranah lisan dan amal;
kemuliaan-kemuliaan yang disebabkan oleh harta,
kekuasaan, nasab keturunan, dan lain sebagainya.
Masyarakat dominasi; masyarakat dominasi adalah
sekumpulan kaum yang saling tolong menolong dengan
tujuan berkuasa atas orang lain. Mereka memiliki aneka
ragam tujuan, seperti pertumpahan darah, merampas
harta, berkuasa, dan lain sebagainya.
Masyarakat orang-orang bebas (masyarakat jamaah);
masyarakat orang-orang bebas adalah sekumpulan kaum
yang setiap orang dalam masyarakat ini bebas melakukan
segala sesuatu yang ia inginkan. Tujuan masyarakat ini
adalah memiliki seluruh jenis kebebasan.(1)
p:94
Orang-orang yang membentuk masyarakat, khususnya
masyarakat politis; yakni kota dan umat, dengan tujuan untuk
saling tolong menolong dan bantu membantu, melakukan
aktivitas dalam berbagai bidang profesi dan industri dengan
cara membagi-bagi tugas yang diperlukan. Mereka juga memiliki
tabiat dan temperamen yang berbeda-beda. Atas dasar ini,
dengan melihat keahlian dan profesi yang ada, mereka dapat
dibagi dalam beberapa golongan berikut ini:
Keberadaan aneka ragam profesi dalam sebuah masyarakat
adalah keharusan sebuah semangat tolong menolong dan bantu
membantu. Alasannya, apabila seluruh anggota masyarakat
hanya menekuni satu jenis profesi atau beberapa macam profesi
yang sangat terbatas, maka produksi dan transaksi pasti
akan terbatas pula dan seluruh kebutuhan material dan spiritual
mereka tidak bisa terpenuhi. Sebagaimana alam natural
memiliki empat unsur penting; yakni air, api, udara, dan tanah,
sebuah masyarakat sempurna dan seimbang yang mampu
menjamin seluruh kebutuhan hidup anggotanya memiliki
klasifikasi profesi sebagai berikut:
Pena dimiliki oleh empat golongan:
Pertama, ulama.
Kedua, orang-orang yang menguasai ilmu pengetahuan
yang rumit, seperti filsafat, astronomi, dan medis.
Ketiga, orang-orang yang melakukan pekerjaan-pekerjaan
p:95
besar, seperti para menteri, hakim, dan penulis yang menulis
serta me-nyampaikan titah raja kepada kawan dan lawan.
Keempat, orang-orang yang bekerja sebagai pencatat
pendapatan dan pengeluaran.(1) Atas dasar ini, ahli pena meliputi para ilmuwan, faqih,
hakim, penulis, pencatat pemasukan dan pengeluaran,
insinyur, astronom, ahli medis, penyair, dan lain sebagainya.
Jelas, kekokohan agama dan dunia bergantung kepada
keberadaan mereka.(2) Alasannya, pena dalam masyarakat
memiliki empat macam fungsi penting:
a. Memelihara jalan Ilahi di tengah-tengah masyarakat luas
sehingga tidak sirna.
b. Menampakkan segala sesuatu yang terpendam.
c. Pemikiran dan ide dipelajari sehingga tidak terlupakan.
d. Memelihara kejujuran dan kebenaran di tengah-tengah
masyarakat luas.(3)
Dengan demikian, apabila kita mau beranalogi, ahli pena
adalah seperti air di antara unsur-unsur alam natural ini.
Ahli pedang adalah para pejuang, ksatria, prawira, pasukan
sukarelawan, pasukan perang, penjaga perbatasan, para
pengawal raja, dan para penjamin keamanan negara. Tugas
mereka adalah mewujudkan keteraturan dan keamanan di
dalam dan luar masyarakat. Keteraturan yang ada di alam
p:96
raya ini terwujud karena jerih payah mereka. Di antara unsurunsur
yang ada di alam natural ini, mereka adalah bak api
membara.(1)
Golongan ini bertanggung jawab menjamin segala kebutuhan
ekonomi; meliputi pemenuhan kebutuhan barang di luar
dan dalam negeri, industri, dan pasar. Mereka meliputi para
pedagang, ahli kerajinan tangan, para pemilik industri, dan
begitu juga para penarik pajak.
Tugas ahli transaksi di tengah-tengah masyarakat adalah
membantu anggota masyarakat untuk mempermudah jalan
roda kehidupan. Dengan demikian, roda kehidupan spesies
manusia tanpa bantuan mereka tidak akan pernah berjalan. Di
antara unsur-unsur alam natural, mereka adalah bak hawa.
Bidang ini dipegang oleh orang-orang yang bertugas
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Mereka adalah
para petani, para pemilik kebun, dan orang-orang yang
memiliki pekerjaan yang sama dengan profesi mereka. Dengan
demikian, kelanggengan hidup anggota sebuah masyarakat
tanpa bantuan mereka adalah sesuatu yang mustahil. Di
antara unsur-unsur alam semesta, mereka adalah bak tanah
yang subur.(2)
p:97
Tabiat (thab‘) adalah sebuah kriteria kokok tabiat yang dimiliki
oleh jiwa karena pengulangan sebuah kriteria. Jelas, tabiat
ini berbeda dengan fi trah.(1) Atas dasar ini, seperti pernah
ditegaskan oleh Jalinus, sebagian manusia secara tabiat
diciptakan sebagai ahli kebaikan. Sebagian yang lain secara
tabiat diciptakan sebagai ahli keburukan. Dan golongan ketiga
berada di pertengahan antara dua dua titik kebaikan dan
keburukan ini; mereka memiliki kelayakan untuk menjadi
orang baik atau orang buruk.(2)Menilik penjelasan ini, anggota
sebuah masyarakat secara tabiat terbagi ke dalam lima
klasifi kasi:(3)
Mereka yang secara tabiat adalah orang baik dan kebaikan
mereka juga sampai kepada orang lain; golongan ini
memiliki kekuatan akal yang sangat istimewa untuk
membedakan antara yang baik dan yang buruk. Dengan
pengenalan yang kokoh tentang titik awal (mabda’)
dan titik akhir (ma‘ad) kehidupan manusia, tata cara
penciptaan, dan manusia kembali kepada Allah, mereka
mengetahui jalan lurus menuju keutamaan dan menggapai
kesempurnaan dan keutamaan, serta lalu menitinya.
Dengan cara menyempurnakan seluruh kekuatan teoretis
dan praktisnya, mereka telah menata rapi seluruh kekuatan
dan perilaku mereka, serta telah sampai kepada posisi guna
menyempurnakan orang lain. Artinya, setelah mereka
berhasil menjadi orang sempurna, mereka berusaha untuk
p:98
menyempurnakan makhluk sesama mereka, dan bahkan
binatang.(1) Dengan ini, mereka menganugerahkan
kebaikan kepada orang lain. Golongan ini adalah makhluk
yang paling salih.
Mereka yang secara tabiat adalah orang baik, akan tetapi
kebaikan mereka tidak sampai kepada orang lain; golongan
ini memiliki kekuatan akal untuk membedakan yang
baik dari yang buruk. Lantaran pengetahuan terhadap
hakikat-hakikat yang berhubungan dengan manusia,
segala sesuatu yang dalam batin mereka atau keluar dari
mereka, baik berupa pemikiran dan pandangan maupun
aksi dan perilaku, seluruhnya adalah kebaikan.(2) Akan
tetapi, mereka tidak sampai kepada tingkatan untuk
menyempurnakan makhluk sesama mereka.
Mereka yang secara tabiat tidak baik dan tidak juga jahat;
golongan ini meliputi orang-orang yang, karena kekuatan
akal yang lemah, tidak mengenal titik awal, titik akhir, dan
jalan-jalan yang dapat digunakan untuk sampai kepada
kebenaran. Oleh karena itu, kadang-kadang mereka
juga mengucapkan sebuah ucapan yang tak terpuji dan
melakukan kelakuan yang buruk. Akan tetapi, tabiat
mereka tidak memiliki kecenderungan kepada kebaikan
dan tidak juga kepada kejahatan.
Mereka yang secara tabiat adalah orang jahat, akan
tetapi kejahatan mereka tidak sampai kepada orang lain;
golongan ini adalah orang-orang yang telah dikalahkan
p:99
oleh kekuatan- kekuatan selain kekuatan akal dan tidak
dapat membersihkan akhlak. Lantaran ini, mereka menjadi rusak.
Meskipun ada titik kerusakan ini, kejahatan mereka tidak
sampai kepada orang lain.
Mereka yang secara tabiat adalah orang jahat dan kejahatan
mereka juga sampai kepada orang lain; golongan ini
adalah orang-orang yang dikalahkan oleh kekuatankekuatan
selain kekuatan akal. Tidak hanya mereka sendiri yang rusak,
mereka juga berbuat kerusakan di tengah-tengah masyarakat.
Mereka juga menarik orang lain kepada kerusakan. Dengan
berbuat kejahatan ini, mereka menciptakan gangguan dan
keonaran bagi orang lain. Golongan ini adalah makhluk yang
paling hina dan maujud yang paling jahat.
Aneka ragam manusia yang berkumpul menjadi satu dalam
satu kawasan dengan membentuk sebuah masyarakat memiliki
motivasi dan tujuan yang berbeda-beda dalam setiap aksi
dan perilaku yang mereka lakukan, seperti ingin memperoleh
kelezatan, menggapai kemuliaan, dan lain sebagainya. Apabila
anggota sebuah masyarakat dibiarkan menuruti seluruh
kehendak tabiatnya, maka semangat saling tolong menolong
yang memang merupakan tujuan pembentukan masyarakat
tidak akan terwujud. Alasannya, orang-orang yang haus kekuasaan
akan menjadikan seluruh anggota masyarakat yang lain
sebagai hamba dan abdi diri mereka. Orang-orang yang rakus
akan mengeksploitasi seluruh harta kekayaan untuk
p:100
diri mereka. Hal ini akan menimbulkan pertikaian di kalangan
para anggota masyarakat dan menyebabkan kehancuran.
Oleh karena itu, diperlukan sebuah badan manajemen.
Badan manajemen ini akan menempatkan setiap orang pada
posisi yang layak, menjadikannya puas dengan posisi itu,
dan menghalangi orang-orang yang ingin merampas hakhak
orang lain. Manajemen ini disebut “politik” (siyâsah),
atau dalam terminologi yang lebih bagus, “ manajemen
politik”. Politik akan mengantarkan sebuah masyarakat
kepada tujuan yang telah dicanangkan.(1) Sekalipun kita
kesampingkan kesempurnaan dan kebahagiaan hakiki, demi
kontinuitas semangat saling tolong menolong dan kehidupan
bermasyarakat, serta kelanggengan fi sik dan spesies manusia
yang merupakan urgensitas sebuah kebahagiaan yang hakiki,
politik merupakan sesuatu yang sangat urgen.
Supaya kesempurnaan dan kebahagiaan hakiki manusia
bisa terealisasi, politik ini harus diserahkan kepada seseorang
yang memiliki akal dan fi trah sehat karena pengokohan
Ilahi dan hidayah Rabbani. Dengan pengenalannya yang
sempurna terhadap hakikat seluruh makhluk, titik awal dan
titik akhir manusia, keutamaan dan kehinaan, kebahagiaan
dan kesengsaraan, serta tata cara memelihara keselamatan
jiwa dan menghilangkan penyakit-penyakit hati, ia telah
berhasil menyetabilkan dan mengantarkan jiwanya kepada
kesempurnaan teoretis dan praktis. Oleh karena itu,
dengan manajemen yang benar dan penegakan keadilan,
ia pasti dapat memanajemen roda politik seluruh anggota
p:101
masyarakat, menempatkan mereka di atas jalan lurus yang
menuju kesempurnaan, dan juga mengatarkan mereka
kepada kebahagiaan yang memang menjadi tujuan mereka
bersama.(1)
p:102
Pada bab kedua, kita telah kenal dengan perspektif dan
keterangan Khajeh Nashiruddin Thusi tentang manusia,
masyarakat, dan faktor mengapa manajemen politik diperlukan
dalam sebuah masyarakat. Pada bab ini, kita akan membahas
substansi manajemen politik. Kita akan telaah bersama
dasar-dasar, tujuan, hal-hal yang diperlukan, dan klasifi kasi
manajemen politik. Sebagai penutup, kita akan mengulas
syarat dan kriteria-kriteria yang harus dimiliki oleh seorang
pengatur politik.
Setelah masyarakat politis terbentuk dan seluruh pekerjaan
dibagi-bagikan di antara anggota masyarakat yang memiliki
tabiat dan motivasi-motivasi yang berbeda-beda, terjadi sebuah
interaksi yang sangat rumit di tengah-tengah para anggota dan
p:103
golongan-golongan yang eksis dalam masyarakat tersebut.
Interaksi dan hubungan rumit ini menuntut sebuah cara
pengaturan (tadbîr) yang lebih dari sekedar cara pengaturan
untuk urusan pribadi dan keluarga. Cara pengaturan ini
disebut “politik” atau lebih tepatnya “ manajemen politik”.
Manajemen politik dapat berjalan dengan rapi dan teratur
berkat ilmu pengetahuan dan hikmah.(1) Manajemen politik itu
sendiri bisa dianggap sebagai kesempurnaan hikmah. Mereka
yang telah memiliki keutamaan hikmah tidak memiliki jalan
lain kecuali harus beramal guna meyempurnakan hikmah yang
telah mereka miliki itu. Alasannya, ilmu pengetahuan adalah
sebuah titik awal dan amal adalah penyempurna.
Amal tanpa ilmu pengetahuan adalah sesuatu yang
mustahil dan ilmu tanpa amal juga akan sirna.(2) Atas dasar
ini, manajemen politik memiliki dua sisi: sisi teoretis dan
sisi praktis. Sisi teoretis manajemen politik adalah hikmah
madani atau ilmu tentang manajemen politik dalam artian
umum. Sisi ini adalah dasar utama manajemen politik. Dan
sisi praktis manajemen politik adalah politik praktis atau
praktik manajemen politik. Sisi ini adalah penyempurna ilmu
manajemen politik.
Hikmah madani atau ilmu mengatur masyarakat merupakan
sebagian dari hikmah praktis,(3) dan salah satu dari ketiga
bagiannya. Hikmah adalah mengetahui segala sesuatu
p:104
seperti apa adanya dan melakukan segala tugas sebagaimana
mestinya semampu mungkin sehingga jiwa bisa sampai
kepada kesempurnaan yang dicarinya.(1) “Ilmu” dan “amal”
mengandung arti “mengetahui” dan “melaksanakan”.
Hikmah mengetahui segala sesuatu seperti apa adanya.
Hikmah dibagi ke dalam dua klasifikasi: hikmah teoretis dan
hikmah praktis. Hikmah praktis adalah pengetahuan terhadap
maslahat-maslahat gerakan dan aksi invensional (irâdî)(2)
spesies manusia; sebuah pengetahuan yang dapat mengatur
kehidupan dunia dan akhirat mereka, serta mengantarkan
mereka kepada kesempurnaan yang memang menjadi tujuan
hidup mereka.(3)
Dengan ungkapan lain, hikmah praktis berusaha
untuk mengetahui maslahat-maslahat aksi invensional dan
intensional spesies manusia sedemikian rupa sehingga
pengetahuan ini dapat mengatur segala urusan kehidupan
duniawi dan ukhrawi mereka. Pengetahuan ini sendiri dapat
mengantarkan kepada kesempurnaan yang spesies manusia
secara fitriah dilahirkan untuk menggapainya.(4)
Dengan demikian, sembari melihat seluruh pembahasan
yang telah dipaparkan pada bab kedua, hikmah praktis dibagi
dalam tiga klasifikasi:
a. Penyucian akhlak; sebuah cabang ilmu pengetahuan yang
berusaha membersihkan jiwa manusia.
p:105
b. Pengaturan rumah tangga; sebuah cabang ilmu
pengetahuan yang mengatur urusan dan fondasi- fondasi
rumah tangga.
c. Manajemen politik kota (hikmah madani); ilmu manajemen
politik.
Hikmah madani atau ilmu manajemen politik dapat
didefi nisikan berikut ini: “pengetahuan terhadap undangundang
universal yang berhubungan dengan kemaslahatan
masyarakat umum dari sisi bahwa undang-undang ini bergerak
menuju kesempurnaan hakiki dengan landasan semangat
saling tolong menolong.”(1)
Dengan kata lain, ilmu manajemen politik adalah ilmu yang
membahas modus interaksi manusia dengan sesamanya dalam
sebuah masyarakat yang terbentuk untuk menghidupkan
semangat saling tolong menolong. Ilmu ini juga menjelaskan
jenis-jenis interaksi yang dapat menyebabkan kerusakan dan
juga yang dapat menelurkan keteraturan.(2)
Obyek ilmu manajemen politik adalah “bentuk-bentuk
perkumpulan spesies manusia”. Yakni, bentuk perkumpulan
yang terwujud untuk manusia dan menjadi sumber aplikasi
seluruh aksi dan aktivitas mereka.(3) Bentuk-bentuk ini meliputi
keluarga, perkampungan, kota, negara, dan dunia.
Guna memperoleh kemampuan untuk meniti jalan menuju
kesempurnaan, setiap pribadi, sesuai dengan kemampuan
dan posisinya, harus mempelajari jenis ilmu ini. Jika tidak,
p:106
seluruh transaksi dan interaksinya tidak dapat terbersihkan
dari kerusakan dan kezaliman. Mempelajari ilmu manajemen
politik bagi seorang pemimpin politik yang menempati pucuk
piramida sebuah masyarakat memiliki urgensi yang lebih
besar.
Akhirnya, buah manis ilmu manajemen politik adalah
penebaran kebaikan dan pembasmian keburukan dari tengahtengah
kehidupan masyarakat sesuai kekuatan dan kemampuan
manusia. Dengan kata lain, apabila orang yang mengetahui ilmu
manajemen politik memiliki kemahiran dalam pekerjaannya
dan memperoleh pengalaman yang berharga, niscaya ia akan
mampu memanajemen masyarakat dengan benar, membasmi
seluruh keburukan, dan mengantarkan masyarakat itu kepada
keseimbangan yang hakiki.(1)
Fungsi manajemen politik, berbeda dengan ilmu manajemen
politik, bukanlah sebuah arti yang abstraktif (intizâ‘î).
Manajemen politik bisa difungsikan pada sebuah masyarakat
politis yang terbentuk dari aneka ragam manusia dengan aneka
ragam pekerjaan dan tabiat dan terletak di sebuah belahan
bumi yang makmur dan terbentang luas.
Politik praktis atau praktik manajemen politik adalah
sebuah jenis manajemen yang berusaha melakukan regulasi
dan strategi terhadap kehidupan sosial manusia dalam
sebuah masyarakat politis. Pada peringkat yang terendah,
kehidupan sosial sebuah masyarakat politis diregulasi dan
dimanajemen guna menghilangkan seluruh jenis pertikaian
p:107
dan percekcokan antara anggota masyarakat sehingga mereka
tidak sibuk saling merusak dan membinasakan yang lain.(1)
Sebaliknya, hendaknya mereka meneruskan komitmen untuk
saling tolong menolong dan bantu membantu dalam ranah
masyarakat politis. Peringkat ini disebut “politik natural” atau
“politik hewani.”
Pada peringkat pertengahan, seluruh usaha pada peringkat
di atas dilakukan dalam bentuk yang lebih rumit dengan tujuan
supaya masyarakat dan para penghuninya dapat menggapai
kehidupan yang lebih baik dan kebahagiaan madani. Peringkat
politik praktis ini hanya bersandarkan pada logika murni dan
tidak mementingkan syariat dan hukum-hukum Ilahi. Oleh
karena itu, peringkat ini disebut “politik rasional.”
Pada peringkat “politik rasional,” seorang pemimpin
politis tidak mengetahui titik awal, titik akhir, kebahagiaan
hakiki manusia, dan jalan-jalan untuk menggapainya. Akan
tetapi, berbeda dengan pemimpin politis natural, ia mengenal
kebahagiaan badani dan madani manusia. Ia menuntun
masyarakat dan para penghuninya ke keba-hagiaan ini.
Akhirnya, pada peringkat yang tertinggi, manajemen
dan pengaturan itu berlandaskan pada undang-undang
syariat guna mencapai kemaslahatan duniawi dan ukhrawi
masyarakat politis dan para penghuninya. Peringkat ini
disebut “politik Ilahi”.(2) Dalam politik ini, politik memperoleh
inayah-inayah Ilahi guna memperoleh undang-undang yang
rasional. Berkat bantuan undang-undang ini, politik ini akan
mengesahkan hukum dan ketentuan yang dapat mendekatkan
p:108
para hamba kepada Allah dan mencegah segala aksi yang
dapat menjauhkan mereka dari Allah dan akal sehat tidak
dapat memahaminya.(1)
Dalam hal ini, hal yang memperoleh penekanan adalah
aplikasi politik. Untuk menentukan peringkat mana yang
harus dijalankan, seorang pemimpin politis masyarakat
memiliki peran asli dan fundamental. Jika manajemen politik
sebuah masyarakat berada di tangan seorang pemimpin
politis yang bertujuan hanya ingin membasmi pertikaian di
antara para anggota masyarakat dan memenuhi kebutuhankebutuhan
utama mereka, maka “politik natural” akan ia
jalankan. Kondisi kedua adalah manajemen politik sebuah
masyarakat politik berada di tangan seorang pemimpin
politis yang memiliki akal praktis tertinggi. Akalnya tidak
dikuasai oleh kekuatan syahwat dan amarah, serta bertujuan
untuk memenuhi kebahagiaan badani dan madani rakyatnya,
seperti kesehatan, kesejahteraan, keamanan, kemajuan dalam
bidang ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya. Jelas, ia
akan menjalankan “politik rasional.” Ada kalanya, seorang
pemimpin politis adalah seorang fi losof bijak yang mengetahui
titik awal dan titik akhir manusia, hukum-hukum syariat,
dan kebahagiaan hakiki mereka, berikut jalan-jalan yang
menuju ke arah kebahagiaan ini. Tujuannya dari manajemen
politik ini adalah mengantarkan seluruh anggota masyarakat
kepada kesempurnaan yang mereka diciptakan guna sampai
kepadanya.(2) Dalam kondisi ini, ia akan menjalankan “politik
Ilahi.”
p:109
Manusia membentuk sebuah masyarakat politis demi
kelanggengan raga dan spesies mereka. Dalam masyarakat
politis ini, dengan semangat saling tolong menolong dan berbagi
tugas dan pekerjaan, mereka ingin mencapai tujuan kehidupan
dan menggapai kesempurnaan dan kebahagiaan. Masyarakat
politis tanpa sebuah manajemen politik akan kehilangan
keadilan dan merangkak menuju pertikaian, kekacauan,
kerusakan, dan kebinasaan. Oleh karena itu, sebagaimana
manusia memerlukan kelanggengan supaya sampai kepada
kesempurnaan,(1) tujuan pertama manajemen politik adalah
“memelihara sistem sosial masyarakat” dan “kelanggengan
masyarakat politis”.(2) Tujuan ini dapat terwujud dengan cara
memelihara keteraturan dan keamanan dalam negeri maupun
luar negeri. Tujuan ini adalah tujuan dasar yang secara praktis
selalu diusahakan dalam setiap peringkat manajemen politik
di atas.
Tujuan kedua adalah mengantarkan masyarakat kepada
tujuan yang dicanangkan dan mewujudkan kebahagiaan badani
dan madani bagi para anggota masyarakat. Pada peringkat
manajemen politik ini, memelihara masyarakat politis adalah
“tujuan dasar” dan tujuan kedua ini adalah “tujuan akhir.”
Akan tetapi, pada peringkat ketiga; yakni manajemen politik
Ilahi, yang memandang kehidupan dan manajemen politik
dengan orientasi dua sisi dan transendental, memelihara dan
melanggengkan masyarakat politis adalah “tujuan dasar”.
Menyampaikan masyarakat kepada kesempurnaan yang
p:110
dicanangkan dan mewujudkan kebahagiaan badani dan madani
bagi seluruh anggota masyarakat adalah “tujuan instrumental
dan pertengahan”. Sedangkan, menyempurnakan makhluk,
sampai kepada kesempurnaan, dan mewujudkan kebahagiaan
akhir jiwa bagi seluruh anggota masyarakat, bahkan bagi
seluruh manusia di alam semesta ini pada sisi hubungan luar
negeri adalah “tujuan akhir” manajemen politik Ilahi.(1)
Seperti telah kami paparkan sebelum ini, kehidupan manusia
secara tabiat adalah sebuah kehidupan sosial. Kehidupan
sosial tidak akan pernah terwujud tanpa unsur saling tolong
menolong dan bantu membantu. Tolong menolong pun
dapat terjadi ketika sebagian anggota masyarakat berkhidmat
kepada sebagian yang lain; sebagian merelakan sebagian
harta milik mereka dan memberikannya kepada orang lain
sehingga persamaan dan kesejajaran tidak sirna. Sebagai
contoh, tukang kayu memberikan produknya kepada tukang
celup dan tukang celup juga memberikan produknya kepada
tukang kayu. Dengan ini, persamaan terperlihara dengan
baik. Jika produk tukang kayu lebih banyak atau lebih baik
daripada produk tukang celup, atau sebaliknya, maka mau
tidak mau diperlukan sebuah perantara dan penentu harga
yang bernama “uang.” Uang adalah perantara yang diterima
oleh semua orang. Sayangnya, perantara ini tidak memiliki
lisan sehingga dapat bertutur kata. Oleh karena itu, masih
diperlukan sebuah penengah yang dapat berbicara. Apabila
p:111
kedua belah pihak transaksi belum bisa menerima ketentuan
yang telah ditentukan oleh nilai uang, maka mereka bisa
meminta bantuan kepada penengah itu sehingga segala urusan
masyarakat dapat terselesaikan dengan benar. Karena hanya
manusialah yang dapat berbicara, maka diperlukan seorang
penguasa dari kalangan manusia.(1)
Dari sisi yang lain, guna menjalankan keadilan
dan menyamaratakan hal-hal yang tidak sama, seorang
penguasa yang adil dan dapat berbicara memerlukan sebuah
pengetahuan tentang konsep “garis tengah”. Dengan konsep
ini, ia dapat mengembalikan seluruh penyelewengan; dimulai
dari keringanan atau keberatan timbangan, keuntungan atau
kerugian, dan lain sebagainya, kepada garis tengah. Penentu
garis tengah untuk segala sesuatu adalah undang-undang Ilahi
atau syariat.(2) Atas dasar ini, memelihara dan menegakkan
keadilan di tengah-tengah masyarakat tanpa syariat, penguasa
yang berasal dari kalangan manusia, dan uang hanyalah
sebuah isapan jempol belaka.(3)
Secara global dapat dipahami bahwa politik berada
di peringkat keadilan yang paling dasar. Sekalipun tanpa
bantuan syariat, hanya dengan bantuan undang-undang dan
hukum, manajemen politik dapat dijalankan; yakni manajemen
politik dalam artian hanya memanajemen urusan sosial dan
memelihara ketertiban masyarakat tanpa keadilan. Dengan
demikian, politik memerlukan “konstitusi” (termasuk UUD),
“penguasa” (termasuk pemerintah), dan “uang” ( kekuatan
p:112
ekonomi).(1)
Setelah masyarakat politis terbentuk, interaksi antar sesama
anggota masyarakat dalam rangka transaksi dan sisi-sisi lain
kehidupan sosial semakin meluas. Karena manusia dikalahkan
oleh kekuatan syahwat dan amarah, mau tidak mau mereka
memerlukan sebuah undang-undang yang berdiri tegak di
atas fondasi keadilan sehingga sebagian orang tidak merasa
takut terhadap sebagian yang lain.(2) Mereka dapat hidup
berdampingan dengan penuh ketentraman dan keamanan.
Jika terjadi sebuah pertikaian atau perkelahian, mereka dapat
merujuk kepada undang-undang tersebut.
Oleh karena itu, undang-undang adalah bagian dari
politik yang memiliki hubungan erat dengan aksi-aksi yang
dilakukan oleh anggota masyarakat politis, seperti akad,
transaksi, interaksi, dan lain sebagainya. Kedudukan setiap
profesi, pekerjaan, dan batasan persamaan telah ditentukan
oleh undang-undang. Tugas khusus undang-undang adalah
penegakan keadilan universal. Artinya, undang-undang
menentukan keputusan berdasakan keadilan universal dan
tidak akan pernah memberikan seseorang sesuatu yang
melebihi haknya. Alasannya, tindakan memberikan melebihi
hak seseorang ini berkonotasi mengurangi hak orang lain dan
kezaliman terhadapnya.(3)
p:113
Pertanyaan yang muncul adalah siapakah yang berhak
menentukan sebuah undang-undang? Jawabannya adalah tak
seorang pun layak menentukan undang-undang apabila ia
tidak memiliki keutamaan sedikit pun, baik dari sisi rasional
maupun ilmu pengetahuan. Alasannya, apabila ia menduduki
posisi yang lebih tinggi dibandingkan anggota masyarakat
yang lain; sedangkan ia tidak memiliki keistimewaan yang
lebih mengungguli orang lain, maka hal ini juga akan menyulut
pertikaian dan perpecahan. Oleh karena itu, dalam menyusun
dan menentukan undang-undang, diperlukan seseorang yang
memiliki kelebihan ilham Ilahi atas orang lain sehingga mereka
menaatinya. Dalam terminologi kami, penentu undangundang
ini disebut “pemilik undang-undang” (shâhib nâmûs)
dan ketentuan yang telah ia tetapkan dinamakan “ undangundang
Ilahi” (namus Ilahi). Menurut terminologi para ulama
masa kini, penentu udang-undang disebut “penentu syariat”
(syâri‘) dan ketentuan yang telah ia tetapkan dinamakan
“syariat. Ketika menjelaskan kriteria penentu atau para
penentu undang-undang, Plato menulis, “Mereka memiliki
kemampuan-kemampuan yang agung dan lebih unggul.”
Aristoteles juga pernah berkomentar, “Mereka memperoleh
inayah dan anugerah Ilahi yang lebih banyak dibandingkan
orang lain.”(1)
Sebagai penutup, menyebutkan poin ini sangat urgen
sekali. Undang-undang, khususnya undang-undang dasar,
ditetapkan berlandaskan pada kebutuhan-kebutuhan hakiki
yang dimiliki oleh anggota sebuah masyarakat politis.
p:114
Kebutuhan-kebutuhan manusia adalah sesuatu yang bersifat
permanen. Oleh karena itu, undang-undang, khususnya
undang-undang dasar, juga harus bersifat konstan dan
permanen. Dengan demikian, kita tidak memerlukan penentu
syariat dan pembuat undang-undang atau undang-undang,
khususnya undang-undang dasar, baru pada setiap masa. Satu
syariat atau undang-undang dasar sudah mencukupi untuk
beberapa abad-abad lamanya.(1)
Pilar kedua dan sebab efi sien (‘illah fâ‘iliyah) manajemen politik
adalah seorang penguasa.(2)
Meskipun kita tidak memerlukan seorang penentu
udang-undang dan undang-undang baru pada setiap masa,
akan tetapi sebuah masyarakat politis memerlukan seorang
penguasa dan pengatur pada setiap masa. Alasannya, apabila
aktivitas pengaturan terputus, niscaya keteraturan dan
keserasian urusan masyarakat akan sirna dan kelanggengan
spesies manusia dalam bentuk yang lebih sempurna tidak
akan pernah terwujud.(3) Oleh karena itu, diperlukan seorang
pengatur yang akan mengantarkan spesies manusia dari
kekurangan menuju kesempurnaan.(4)
p:115
Atas dasar ini, sisi politik yang berhubungan erat dengan
hukum rasional, seperti manajemen urusan negara, senantiasa
memerlukan kehadiran seseorang pada setiap masa. Jika
orang ini tanpa unsur keunggulan dari sisi rasional dan ilmu
pengetahuan melakukan manajemen negara dan menduduki
posisi yang lebih tinggi dibandingkan orang lain, maka tindakan
ini akan menimbulkan pertikaian dan percekcokan. Karena
itu, guna menentukan sebuah undang-undang, diperlukan
seseorang yang melebihi orang lain karena sebuah restu Ilahi.
Dengan restu Ilahi ini, ia akan mudah mengantarkan anggota
sebuah masyarakat politis menuju kesempurnaan. Dalam
terminologi para ulama terdahulu, ia disebut “raja mutlak”
(malik ‘ala al-ithlâq) dan undang-undangnya dinamakan “titah
raja” (shanâ‘ah malik). Akan tetapi, dalam terminologi para
ulama masa kini, ia disebut “imam” dan tugasnya dinamakan
“imamah”. Plato menyebutnya dengan nama “pengatur
mayapada” (mudabbir ‘âlam). Sementara itu, Aristoteles
memberinya nama “ manusia madani”; yakni, manusia yang
menjadi pilar utama sebuah peradaban.(1)
Atas dasar ini, penguasa atau manajer politik adalah
seseorang yang berdasarkan pengetahuan yang cukup tentang
undang-undang memelihara dan menegakkan undangundang
di sebuah masyarakat, serta mengajak seluruh anggota
masyarakat untuk melaksanakan seluruh hukum yang telah
ditetapkan berdasarkan undang-undang ini. Penguasa ini,
berdasarkan kemaslahatan masa dan kaum yang hidup di
sebuah masyarakat, berhak merubah partikular-partikular
p:116
undang-undang(1) Artinya, ia bisa menyimpulkan hukumhukum
parsial dan cabang dari sumber-sumber utama yang
terperinci sesuai dengan tuntutan setiap kondisi. Akan
tetapi, seperti pernah ditegaskan oleh Aristoteles dalam buku
Nicomachean Ethics, secara prinsip ia tetap harus mengikuti
ketentuan dan garis-garis besar syariat.(2)
Dari sisi yang lain, seperti pernah ditegaskan oleh Hakim
Pertama, Aristoteles, sangat sulit bagi seseorang untuk
melaksanakan tindakan-tindakan yang mulia tanpa ia memiliki
lahan yang membantu, seperti kesempatan yang terbuka lebar
dan para pendukung yang banyak nan setia.(3) Oleh karena
itu, guna menampakkan tindakan dan khidmat mulia ini,
diperlukan seni politik dan menyetir pemerintahan. Menyetir
pemerintahan pun hanya dapat terjadi apa bila telah terwujud
sebuah institusi bernama negara yang memiliki kekuatan
ekonomi, militer, politik, dan para pegawai yang setia. Dengan
demikian, seorang penguasa atau manajer politik memerlukan
institusi negara supaya bisa melaksanakan manajemen politik
sebuah masyarakat.
“Negara” terwujud dari kesepakatan opini mayoritas
anggota masyarakat yang memiliki semangat saling tolong
menolong dan bantu membantu bak anggota tubuh satu
orang. Mengapa demikian? Setiap individu memiliki kekuatan
yang sangat terbatas. Jelas, apabila individu-individu dalam
jumlah yang sangat banyak berkumpul menjadi satu, niscaya
kekuatan mereka bertambah beberapa kali lipat kekuatan yang
p:117
dimiliki oleh setiap individu. Oleh karena itu, jika anggota
masyarakat menyatu seperti satu tubuh, niscaya kekuatan
mereka akan bertambah beberapa kali lipat kekuatan satu
orang.(1) Kekuatan politik yang terorganisasi dan luas ini
dapat mewujudkan keteraturan dan keamanan di seluruh titik
negara atau masyarakat politik, memperkokoh sistem sosial
masyarakat, dan memimpin masyarakat politis melaju ke
depan. Mereka yang berkumpul menjadi satu guna membentuk
sebuah negara dengan semangat mempersatukan seluruh
usaha dan jerih payah, karena kesatuan tujuan dan tindakan
yang mereka miliki, mau tidak mau harus mematuhi perintah
dan keputusan satu orang. Mengapa demikian?
Jika dua orang memiliki kesamaan dalam sebuah keahlian
atau ilmu, maka mau tidak mau salah seorang dari mereka harus
menjadi pemimpin. Yakni, orang yang memiliki keahlian yang
lebih sempurna berhak menjadi pemimpin dan orang yang
lain menaati perintahnya. Dengan ini bisa dipahami bahwa
kesempurnaan dan urusan akhir seluruh anggota masyarakat
berada di tangan seseorang yang layak ditaati secara mutlak,
dan ia adalah panutan semua orang. Hal ini kadang-kadang
terjadi karena memang ia memiliki kelebihan atas orang lain
karena pengokohan Ilahi, dan kadang-kadang juga karena
kesepakatan anggota masyarakat demi sebuah kemaslahatan
umum.(2)
Orang ini; yaitu penguasa, dalam hirarki kepemimpinan
politik, sosial, dan militer, berada di atas puncak piramida
kekuasaan. Artinya, di samping hirarki kepemimpinan
p:118
politik dan militer yang berada di genggaman tangannya,
hirarki kepemimpinan sosial; seperti kepemimpinan keluarga,
perkampungan, dan kepemimpinan-kepemimpinan sosial
lain yang berada dalam ruang lingkup kekuasaan negara, juga
berada dalam genggaman kekuasaan pemimpin negara atau
penguasa. Atas dasar ini, manajemen politik dijalankan oleh
seorang pemilik kekuasaan yang bernama pemimpin negara
atau oleh sebuah instansi yang bernama pemerintah dalam
sebuah masyarakat politis atau negara.
Dalam masyarakat yang berbeda-beda, pemimpin negara
dipilih melalui jalan yang beraneka ragam dan berdasarkan
tolok ukur yang berbeda. Sebagai contoh, dalam masyarakat
nonideal, khususnya “masyarakat orang-orang bebas”,
mungkin saja seseorang memegang tampuk kekuasaan
dengan cara menghadiahkan harta benda yang melimpah.
Akan tetapi, pada umumnya, apabila seseorang lebih mampu
untuk mengantarkan rakyat sebuah negara kepada tujuan
dan kesempurnaan mereka, atau paling tidak ia menunjukkan
dirinya lebih mampu daripara orang lain dalam menduduki
kepemimpinan ini, maka ia pasti menduduki posisi
kepemimpinan ini. Hanya saja, karena kedudukan dan posisi
adalah sebuah tanggung jawab yang akan dipertanyakan oleh
Allah,(1) kepemimpinan adalah sebuah tanggung jawab yang
harus diserahkan kepada orang salih dan layak yang memiliki
kesiapan penuh untuk melaksanakan tanggung jawab ini
dengan benar. Berbeda dengan keyakinan masyarakat
awam yang meyakini bahwa kepemimpinan sebuah negara
p:119
harus dikendalikan oleh orang yang memiliki jenis kelamin
dan keturunan yang terpandang, atau memiliki harta yang
melimpah ruah. Menurut perspektif orang-orang berakal,
hikmah dan keutamaan adalah syarat utama bagi orang yang
ingin menduduki posisi kepemimpinan ini. Alasannya, dua
kriteria ini akan melahirkan sebuah kepemimpinan yang hakiki
dan meletakkan setiap orang pada posisinya yang memang
semestinya ia berada di posisi ini.(1) Hanya pemimpin seperti
inilah yang akan dapat mengantarkan rakyatnya kepada
kesempurnaan dan kebahagiaan hakiki.
Mata uang adalah pemberi nilai yang sama untuk segala sesuatu
yang berbeda nilai. Manusia terpaksa harus menyimpan
makanan dan rezeki yang diperoleh. Sayangnya, sebagian
makanan tidak bisa bertahan lama untuk waktu yang panjang.
Oleh karena itu, ia harus mengumpulkan dan menyimpan
barang-barang keperluan lain dari setiap jenis barang yang
bisa ditemukan. Dengan cara ini, apabila sebagian barang
telah musnah, maka jenis barang lain yang tidak cepat rusak
akan tersisa.
Transaksi dengan berbagai jenis dan ragamnya adalah
sebuah kebutuhan urgen dalam sebuah masyarakat. Melihat
urgensi ini, keberadaan mata uang dalam kehidupan bersosial
adalah sebuah kebutuhan yang sangat urgen. Mata uang adalah
penengah dan evaluator dalam proses transaksi, khususnya
dalam transaksi-transaksi yang tidak memiliki keseragaman
p:120
nilai. Mata uang adalah penengah dan perantara yang tak
dapat berbicara antara anggota masyarakat.(1) Karena mata
uang berjumlah sedikit dan kadar mata uang yang sedikit dapat
menyamai barang yang lain dalam kadar yang banyak, maka
pemindahan makanan dan barang-barang yang diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari dari satu rumah ke rumah lain
yang lebih jauh tambah berkurang. Mata uang menempati
posisi makanan dan barang-barang kebutuhan kehidupan,
serta dapat dipindahkan dengan mudah. Dengan demikian,
proses pemindahan makanan dan barang-barang ini menjadi
semakin mudah. Mata uang terbuat dari bahan yang kokoh
dan bentuk yang sempurna. Oleh karena itu, alat tukar ini bisa
bertahan langgeng. Sebagai akibatnya, faidah dan kentungan
yang dihasilkan pun bersifat konstan dan langgeng. Artinya,
faidah dan keuntungan ini senantiasa dapat diperoleh dan
dibeli oleh mata uang. Mata uang juga dapat diterima oleh
bangsa-bangsa lain. Dengan demikian, manfaat mata uang
bersifat komunal.(2)
Atas dasar ini, mata uang sebagai pemelihara keadilan
adalah sebuah evaluator global dan bentuk undang-undang
yang termini. Di samping faidah dan keuntungan khusus yang
dimiliki di kalangan anggota masyarakat luas, mata uang juga
merupakan bukti kemampuan fi nansial dan ketegaran seorang
penguasa dan sebuah negara. Oleh karena itu, penguasa dan
negara harus memiliki kekuatan ini.
p:121
Filosof Pertama, Aristoteles, membagi politik murni; yakni
politik tanpa atribut dan aksiden (lawâzim wa ‘awâridh)
eksternal maupun internal,(1) ke dalam empat klasifi kasi: (1)
politik kekuasaan, (2) politik dominasi, (3) politik kemuliaan
(harga diri), dan (4) politik jamaah.(2)
Kami juga akan memaparkan klasifi kasi politik pada
pembahasan ini sesuai dengan klasifi kasi di atas.
Politik kekuasaan (siyâsat al-mulk) adalah “kepemimpinan
untuk seluruh kepemimpinan” dan “politik untuk seluruh
politik.” Bentuk politik ini memberlakukan seluruh jenis
politik atas semua anggota khususnya. Dalam bentuk politik
ini, seluruh undang-undang yang bertalian dengan hubungan
bilateral antar seluruh anggota sebuah masyarakat politis
“ditetapkan” dan seluruh perintah rasional yang bertalian
erat dengan manajemen dan pengaturan sebuah negara
“dikeluarkan.” Oleh karena itu, kepemimpinan dan politik
semacam ini harus berada di tangan seorang penguasa yang
“memiliki ilham Ilahi dalam menetapkan undang-undang”
dan “diperkuat oleh pengokohan Ilahi dalam mengeluarkan
perintah.” Jelas, poin ini akan menjadikannya memiliki posisi
yang lebih dibandingkan yang lain.(3) Jika tidak demikian,
dan politik ini diserahkan kepada orang lain yang tidak
p:122
memiliki keistimewaan tersebut, maka politik kekuasaan akan
menyeleweng dari tujuan dan maksud aslinya.
Berdasarkan kiprah material dan spiritual penguasa yang
sedang menduduki takhta pemerintahan, politik kekuasaan
dibagi ke dalam dua klasifi kasi: (a) politik defi sien (nâqishah),
dan (b) politik ideal ( fâdhilah).
Politik defisien adalah sebuah jenis politik kekuasaan yang
tidak disertai dengan pengetahuan yang cukup dan logis
tentang esensi obyek politik; yakni manusia. Secara otomatis,
dalam politik ini, kesempurnaan manusia juga dilupakan.
Artinya, politik ini memiliki tujuan lain selain hidayah dan
kesempurnaan manusia.
Berbeda dengan politik ideal (klasifi kasi kedua politik
kekuasaan) yang tidak memiliki bentuk lain selain satu bentuk,
politik defi ensi memiliki bentuk yang beraneka ragam. Dengan
kata lain, politik ini dapat memiliki bentuk sesuai dengan
faktor yang memunculkannya.(1)
Pada peringkat pertama, melihat keserasian atau
kontradiksi antara kehendak penguasa politis dan kehendak
rakyat, politik defi sien terbagi ke dalam dua bentuk:
Meskipun bentuk politik defi sien ini tidak memiliki tujuan
hidayah dan kesempurnaan manusia, akan tetapi penguasa
politis dan rakyat memiliki kehendak yang sama. Dalam politik
ini, orang yang bisa menjadi penguasa politis masyarakat
p:123
ini adalah orang yang paling unggul dan paling mampu
untuk mengantarkan seluruh rakyat kepada tujuan komunal
mereka.
Atas dasar ini, meskipun politik yang dipraktikkan oleh
penguasa politis adalah sebuah politik defi sien, akan tetapi
politik ini tidak bisa dianggap sebagai hegemoni atas rakyat.
Alasannya adalah jelas. Seluruh rakyat menghormati nilai-nilai
dan kemampuan yang dimiliki olehnya. Mereka menilai bahwa
pemerintahannya adalah sebuah pemerintahan yang legal.
Dengan penjelasan ringkas di atas, dan juga melihat jumlah
masyarakat nonideal pada pembahasan sebelum ini, kita
dapat mengklasifi kasikan politik defi sien untuk masyarakat
nonideal ini, secara lebih parsial dan detail, ke dalam enam
bagian:(1)
a. Politik minimum; politik minimum adalah sebuah bentuk
politik yang bertujuan menjamin seluruh kebutuhan
utama (minimal dan mendasar) bagi kehidupan seorang
penguasa dan rakyatnya. Dengan menjalankan politik ini,
dalam rangka memelihara kesehatan dan keutuhan tubuh,
seorang penguasa akan menggunakan fasilitas negara,
berikut disertai manajemen, untuk memenuhi seluruh
kebutuhan urgen dan mendasar yang diperlukan oleh diri
dan rakyatnya. Bentuk politik ini dijalankan oleh seorang
penguasa yang orang paling utama di sebuah masyarakat
minimum adalah penduduk dan pemimpin masyarakat
ini sendiri.
p:124
b. Politik minoritas; politik minoritas adalah sebuah bentuk
politik yang bertujuan mencapai harta kekayaan dan
sekaligus menyimpannya. Bentuk politik seperti ini hanya
memperoleh akseptabilitas dalam masyarakat minoritas
dan akan dapat bertahan lama. Akan tetapi, dalam bentukbentuk
masyarakat yang lain, karena tidak ada keserasian
antara keinginan penguasa dan rakyat, politik minoritas
tidak akan bertahan lama.(1)
c. Politik hina; politik hina adalah sebuah bentuk politik yang
bertujuan memiliki seluruh kelezatan inderawi, seperti
makan, minum, kenikmatan seksual, aneka ragam senda
gurau, dan permainan. Tujuan dari semua ini hanyalah
kelezatan belaka, bukan untuk menjaga kekuatan dan
kelanggengan tubuh. Atas dasar ini, seluruh tujuan politik
defi sien ini akan tercapai setelah seluruh kebutuhan utama
dan harta kekayaan terpenuhi.(2) Politik hina hanya dapat
dijalankan dalam masyarakat hina. Sementara itu, dalam
bentuk-bentuk masyarakat yang lain, politik ini sulit
diaplikasikan dan akan mengundang penentangan.
d. Politik mulia; politik mulia adalah sebuah bentuk politik
yang bertujuan mencapai kemuliaan-kemuliaan dalam
ranah lisan dan amal; ia berusaha keras untuk memperoleh
kemasyhuran, pujian, dan pujaan. Politik ini hanya akan
memperoleh akseptabilitas dalam masyarakat mulia.
Setiap kepala dari para penghuni masyarakat ini, sesuai
dengan kemampuan masing-masing, memiliki andil
p:125
dalam mewujudkan seluruh tujuan itu.(1)
e. Politik dominasi [asing]; bentuk politik ini hanya dimiliki
oleh masyarakat dominasi. Dalam masyarakat ini, seluruh
penduduk saling berlomba-lomba untuk menumpahkan
darah, merebut harta rampasan perang, berkuasa atas
orang lain, dan memperbudak sesama manusia. Seluruh
penduduk masyarakat ini memiliki satu poin kesamaan;
yaitu cinta dominasi. Atas dasar ini, mereka saling bantu
membantu dan bahu membahu dalam rangka melakukan
hegemoni atas masyarakat dan negara lain. Penguasa
yang menjalankan politik dominasi, begitu juga seluruh
rakyatnya, tidak akan pernah berusaha untuk mengalahkan
sesama mereka. Hal ini karena mereka merasa perlu
kepada sesama mereka demi kelanggengan hidup
mereka sendiri dan untuk mengalahkan masyarakat dan
negara yang lain. Akan tetapi, jika ada sebagian anggota
masyarakat yang tidak memiliki rasa cinta dominasi dan
berusaha untuk melakukan perlawanan (oposisi politik),
maka penguasa pasti akan membungkam dan membasmi
mereka.
Atas dasar ini, dalam politik dominasi, tujuan seorang
penguasa politis, begitu juga rakyatnya, adalah hegemoni,
menguasai negara lain, membunuh, merampas hak orang
lain, dan mengeksploitasi rakyat lain.(2)
f. Politik orang-orang bebas; politik ini bertujuan mewujudkan
kebebasan bagi rakyat. Oleh karena itu, penguasa
membiarkan mereka bertindak bebas. Guna memelihara
p:126
kebebasan ini, penguasa melindungi mereka dari gangguan
musuh asing. Politik ini bertujuan menegakkan kebebasan
dan kehormatan. Seluruh rakyat memiliki kedudukan
yang sama untuk memperoleh hak dan posisi sosial.(1)
Di samping itu, mereka juga memiliki kebebasan mutlak.
Dalam bentuk politik defi sien ini yang juga biasa disebut
dominasi ( taghallub), seorang penguasa menduduki kursi
kekuasaan dengan cara membinasakan dan menyingkirkan
orang-orang yang memiliki kelayakan untuk memegang
tampuk negara. Karena ia berhasil menduduki kursi kekuasaan
ini tanpa ia memiliki sedikit pun keutamaan dan hikmah; atau
dengan ungkapan yang lebih sederhana, tanpa ia memiliki
kelayakan sedikit pun, dan keinginannya dengan keinginan
rakyat tidak sejalan, maka ia terpaksa harus menggunakan caracara
kelaliman. Dengan cara ini, ia akan memenuhi masyarakat
dengan segala jenis kerusakan yang menyeluruh, seperti
rasa takut, kegoncangan, pertikaian, kezaliman, kerakusan,
kekerasan, ketidak-setiaan, pengkhiatan, pencemoohan,
penggunjingan, dan lain seba gainya. Dia sendiri adalah
hamba syahwat.(2)Jika tidak demikian, niscaya ia tidak akan
merampas kursi kekuasaan yang bukan haknya.
Hegemoni adalah politik seorang penguasa yang memiliki
jalan hidup memusuhi seluruh makhluk. Oleh karena itu,
dengan cara menjalankan politik hegemoni ini, ia berusaha
menjadi penguasa atas seluruh rakyat yang hidup dalam satu
p:127
negeri, dan berikutnya, menebarkan cengkraman hegemoninya
atas seluruh penduduk dunia yang lain. Dalam bentuk politik
ini, penguasa yang memiliki tujuan untuk menjadi penguasa
tidak pernah rela orang lain memainkan peran mereka. Bahkan,
ia berusaha memperbudak orang-orang yang berada di bawah
kekuasaannya.(1)
Hegemoni bisa saja terwujud dalam masyarakat ideal(2)
dan masyarakat nonideal, apabila seorang penguasa yang
tidak sesuai dengan masyarakat ini berhasil berkuasa, dan
tujuan dari semua itu adalah memperbudak rakyat. Akibat
logisnya, kesengsaraan dan cercaan terwujud. Atas dasar
ini, meskipun serupa dengan politik dan manajemen politik,
akan tetapi pada hakikatnya hegemoni ini adalah lawan
politik. Alasannya, pertama, secara substansial, merebut kursi
kekuasan tanpa kelayakan dan menyingkirkan orang yang
salih tersingkir atau menjadi penyebab ia tersingkir adalah
sebuah tindakan yang buruk. Kedua, orang-orang yang rusak
akan ditampakkan sebagai orang-orang yang baik.(3)Ketiga,
masyarakat akan dipenuhi oleh kerusakan dan akan mencegah
manusia untuk sampai kepada kesempurnaan. Hegemoni dan
anarki adalah dua penyakit masyarakat yang hanya dapat
disembuhkan oleh pemerintahan yang dipimpin oleh orang
salih.(4)
p:128
Bentuk politik kekuasaan ini juga biasa disebut politik orangorang
agung dan politik Ilahi. Dalam bentuk politik ini,
pemimpin atau penguasa politis, dengan cara penyucian jiwa,
telah berhasil menguasai syahwat dan amarah, serta meletakkan
kekuatan syahwat dan amarahnya dalam kontrol akal. Dengan
cara menggapai keutamaan dan menghindari segala kehinaan,
ia berhasil menyeimbangkan jiwanya dan berhasil mencapai
kesempurnaan teoretis dan praktis yang mungkin diraih oleh
jiwa setiap orang. Setelah berhasil menyeimbangkan jiwa,
dalam perjalanan menuju kesempurnaan, ia bergerak sembari
menyeimbangkan para makhluk sesamanya dan bahkan
alam natural di sekitarnya. Hal ini terus berlanjut sehingga
keadilannya menjadi sempurna dan berhasil mencapai
peringkat kesempurnaan dan kebahagiaan yang tertinggi.(1)
Atas dasar ini, penguasa semacam ini menganggap rakyat
sebagai sahabatnya sendiri. Ia akan berusaha menuntun mereka
untuk berjalan meniti jalan menuju kesempurnaan teoretis dan
praktis(2) sehingga, berdasarkan kemampuan dan keinginan
masing-masing, mereka akan sampai kepada kesempurnaan
dan kebahagiaan puncak jiwa.
Penguasa politis yang menjalankan politik ideal, guna
mencapai tujuan negara, akan menebarkan kebaikan yang
menyeluruh di tengah-tengah masyarakat, seperti keamanan,
ketenangan, kasih sayang, keadilan, kesucian, kebahagiaan,
kesetiaan, dan lain sebagainya. Jelas, semua ini dinilai sebagai
p:129
kebaikan di seluruh masyarakat dunia.(1) Apabila seluruh
kebaikan ini tersebar merata, maka kebahagiaan hakiki telah
berada beberapa langkah di hadapan rakyat.
Dengan ini, politik ideal adalah pengaturan kehidupan
sosial umat manusia dengan berlandaskan pada hikmah yang,
secara otomatis, akan mendatangkan kesempurnaan bagi
spesies dan individu manusia.(2) Tujuan politik ini adalah
mengantarkan seluruh umat manusia kepada kesempurnaan.
Hasilnya, baik bagi penguasa politis maupun rakyatnya,
adalah kebahagiaan.(3)
Bentuk politik dominasi (siyâsat al-ghalabah) itu sendiri adalah
bagian dari bentuk politik kekuasaan. Bentuk politik ini
mengelola urusan orang-orang yang hina. Karena berhubungan
erat dengan urusan orang-orang yang hina dan rendah, politik
ini ini juga disebut dengan “politik kehinaan” (siyâsat alkhasâsah).
Politik dominasi banyak bersinggungan dengan klasifi kasi
keempat dan kelimat tabiat manusia. Mereka memiliki tabiat
buruk dan tidak pernah mau menaati undang-undang, tata
krama, dan tradisi yang berlaku di kalangan masyarakat
umum. Jika mereka dibiarkan bebas dan tidak dihukum, maka
mereka akan menjadi sumber kekacau-balauan.
Politik dominasi meliputi identifi kasi dan pengontrolan
terhadap seluruh tindak-tanduk rakyat. Politik ini juga
p:130
berusaha memperbaiki dan menghilangkan segala bentuk
keburukan dan kerusakan. Semua ini memiliki gradasi khusus
berikut ini:(1)
a. Toleransi; ketika kejahatan rakyat yang jahat belum
aktual dan juga belum menyeluruh, serta masih ada
harapan mereka bisa diperbaiki, maka penguasa, dengan
melakukan toleransi, bisa mengajak mereka untuk menaati
undang-undang dan memperbaiki perilaku.
b. Penghinaan; penghinaan adalah salah satu peringkat yang
di-lakukan oleh politik dominasi. Sembari memperhatikan
akibat yang akan muncul, penghinaan bisa dilakukan
untuk setiap peringkat.
c. Peringatan; peringatan akan akibat sebuah perbuatan
adalah sebuah cara yang lebih keras dibandingkan
penghinaan. Peringatan adalah salah satu peringkat lain
yang bisa dilakukan dalam politik dominasi.
d. Hukuman; hukuman meliputi hukuman badan, denda, dan
limitasi-limitasi politik, sosial, dan ekonomi.
e. Penjara; penjara adalah melarang tawanan untuk berinteraksi
dengan anggota masyarakat dan meletakkannya dalam sel
jeruji.
f. Perantaian; perantaian adalah melarang seseorang untuk
mempergunakan daya tubuh. Hal ini biasanya disertai
dengan mengikat tangan dan kaki dengan rantai.
g. Pembuangan; pembuangan adalah melarang seseorang
untuk memasuki kota atau negara tertentu (seperti
pembuangan ke negara asing), atau melarang seseorang
untuk keluar dari kawasan tertentu.
p:131
h. Pemotongan anggota badan; pemotongan sebuah anggota
tubuh atau salah satu indera yang digunakan untuk
mengerjakan sebuah kejahatan bisa dilakukan dalam
beberapa peringkat politik dominasi.
i. Pembunuhan; pembunuhan dilakukan terhadap anggota
masyarakat jahat yang tidak ada harapan untuk bisa
diperbaiki lagi. Di samping itu, kejahatan mereka
sudah aktual dan menyeluruh. Apabila mereka masih
hidup, mereka akan lebih parah mengancam keutuhan
masyarakat. Pembunuhan adalah peringkat terakhir dan
paling sensitif yang dilakukan oleh politik dominasi.
Politik kemuliaan (siyâsat al-karâmah wa al-i‘tibâr) adalah juga
bagian dari politik kekuasaan. Politik ini mengelola urusan
sekelompok golongan yang sangat dikenal dengan golongan
yang senantiasa mengakumulasi kemuliaan.(1)
Orang-orang mulia termasuk dalam golongan pertama
dan kedua dari klasifi kasi tabiat manusia. Karena mereka
secara tabiat adalah orang-orang baik, mereka memerlukan
sebuah politik khusus yang berlawanan arah dengan politik
dominasi. Artinya, setelah rakyat yang layak untuk bentuk
politik ini dikenal, mereka bukan hanya tidak membutuhkan
pengontrolan. Akan tetapi, sebaliknya, seluruh kebutuhan
hidup mereka harus dipenuhi dan mereka diperlakukan dengan
penuh penghormatan. Kedudukan dan posisi yang layak harus
diberikan kepada mereka yang secara tabiat adalah orang-
p:132
orang yang baik; yakni golongan pertama, sehingga mereka
ikut berperan aktif dalam menjalankan politik kekuasaan.(1)
Politik jamaah atau kolektif (siyâsat al-jamâ‘ah) adalah
pengaturan urusan aneka ragam aliran yang berkembang
dalam masyarakat sesuai dengan undang-undang yang
telah ditetapkan oleh syariat.(2)Tujuan politik ini adalah
mewujudkan lahan untuk perealisasian aneka ragam motivasi
dan ambisi yang dimiliki oleh anggota masyarakat.(3) Politik
ini berhubungan dengan sisi duniawi kehidupan umat
manusia demi kelanggengan dan kontinuitas semangat
saling tolong menolong dan kehidupan sosial dalam ranah
sebuah masyarakat sosial, seperti perjanjian, transaksi, dan
manajemen urusan negara. Politik kekuasaan adalah badan
yang menjalankan semua ini.
Politik jamaah meliputi seluruh lapisan anggota
masyarakat. Klasifi kasi ketiga tabiat manusia, berbeda dengan
klasifi kasi-klasifi kasi yang lain, bertalian dengan bentuk
politik ini. Politik dominasi dan kemuliaan tidak cocok dengan
kondisi mereka.
p:133
Politik memiliki dua sisi: satu sisi politik berhubungan dengan
penetapan undang-undang, seperti perjanjian dan transaksi.
Sisi ini menentukan batasan-batasan interaksi antaranggota
masyarakat. Dan sisi politik yang lain berhubungan dengan
titah-titah rasional, seperti manajemen negara dan mengatur
urusan sosial masyarakat.
Tak seorang pun berhak mengemban salah satu sisi politik
ini, apabila ia tidak memiliki kelebihan akal dan keutamaan
makrifat yang lebih dibandingkan dengan orang lain. Jika ia
berkuasa atas orang lain tanpa ia memiliki unsur keutamaan
sedikit pun, maka ia telah menyulut api pertikaian dan
percekcokan. Oleh karena itu, dalam mengatur urusan negara
dan masyarakat diperlukan seseorang yang memiliki kelebihan
atas orang lain karena pengokohan Ilahi sehingga mereka
menaati segala titah dan perintahnya ... Dalam menetapkan
undang-undang dan keputusan pun diperlukan seseorang
yang memiliki kelebihan atas orang lain karena pengokohan
Ilahi pula sehingga ia bisa mengantarkan anggota masyarakat
kepada kesempurnaan.(1)
Oleh karena itu, untuk kedua sisi politik ini diperlukan
seseorang yang mampu menetapkan undang-undang dan
mengatur urusan sosial masyarakat. Orang ini adalah “rantai
penghubung” kedua sisi politik itu, dan rasa memerlukan yang
disertai dengan penetapan undang-undang dan manajemen
urusan sosial masyarakat itu adalah “kausa hubungan” antara
p:134
kedua politik di atas.
Dari sisi yang lain, substansi manusia dalam setiap ruang
dan waktu adalah satu. Realita ini mengindikasikan bahwa
seluruh kebutuhan utamanya secara universal tidak akan
pernah mengalami perubahan. Oleh karena itu, undang-undang
yang telah ditetapkan atau syariat bisa mencukupi seluruh
kebutuhan masyarakat yang eksis dalam periode-periode yang
beraneka ragam. Untuk setiap waktu dan masa, mereka tidak
memerlukan undang-undang atau pembuat undang-undang
yang baru. Mereka hanya memerlukan seorang pengatur
yang dengan melakukan perubahan parsial terhadap undangundang
sesuai dengan situasi dan kondisi masa—mengatur
urusan sosial dan menerapkan undang-undang yang telah
ditetapkan oleh syariat.(1) Pengatur ini disebut “raja” (malik)
atau “pemimpin politis” (mudîr siyâsî). Tindak menetapkan
undang-undang dan mengatur urusan sosial yang ia lakukan
dinamakan “politik kekuasaan” (siyâsat al-mulk).
Atas dasar penjelasan ini, politik jamaah, demi
kelanggengan dan aplikasinya, memerlukan politik kekuasaan.
Raja atau pemimpin politis, melalui perantara kekuatan
pemerintahan, mengaplikasikan politik jamaah dalam sebuah
masyarakat politis atau negara.
Anggota sebuah masyarakat, seperti telah kami paparkan pada
pembahasan yang lalu, dibagi dalam lima klasifi kasi:
p:135
Mereka yang secara tabiat adalah orang baik dan kebaikan
mereka juga sampai kepada orang lain.
Mereka yang secara tabiat adalah orang baik, akan tetapi
kebaikan mereka tidak sampai kepada orang lain.
Mereka yang secara tabiat tidak baik dan tidak juga jahat.
Golongan ini adalah golongan mayoritas yang hidup di
sebuah masyarakat.
Mereka yang secara tabiat adalah orang jahat, akan tetapi
kejahatan mereka tidak sampai kepada orang lain.
Mereka yang secara tabiat adalah orang jahat dan kejahatan
mereka juga sampai kepada orang lain.
Politik jamaah berhubungan dengan seluruh rakyat
yang hidup di sebuah negara dan meletakkan batasanbatasan
bagi hubungan bilateral antar mereka. Dalam hal ini,
terdapat sebuah golongan yang bukan hanya meniti seluruh
garis yang telah ditetapkan oleh undang-undang syariat dan
mengikuti jalan politik jamaah. Bahkan, mereka lebih melesat
maju dibandingkan orang lain dan berusaha menggapai
kesempurnaan dan keutamaan yang lebih banyak. Golongan
yang terdiri dari klasifi kasi pertama dan kedua ini, karena
kriteria tersebut, lebih pantas menerima sebuah bentuk politik
selain politik jamaah. Oleh karena itu, dengan menjalankan
politik kemuliaan berkenaan dengan golongan ini; yakni
mengagungkan dan membiarkan mereka melakukan tindakan
yang mereka inginkan, mereka sendiri akan bergerak di atas
jalan kesempurnaan dan merubahnya dari potensial menjadi
aktual.
p:136
Berkenaan dengan golongan klasifi kasi pertama yang
kebaikan mereka juga sampai kepada orang lain, mereka
secara substansial memiliki kelayakan untuk memegang
tampuk manajemen politik sebuah masyarakat. Alasannya,
mereka sendiri telah sampai kepada keutamaan-keutamaan
jiwa dan berusaha untuk merealisasikannya di tengah-tengah
anggota masyarakat. Atas dasar ini, mereka tidak hanya harus
dimuliakan dan dibebaskan dalam tindakan-tindakan mereka.
Bahkan, mereka harus dinobatkan sebagai penguasa atau
difungsikan sebagai penasihat penguasa dan pemimpin politik
di sebuah masyarakat.
Segolongan masyarakat enggan mengikuti undangundang
dan memiliki tabiat yang jahat dan buruk. Golongan
masyarakat yang terdiri dari klasifi kasi keempat dan kelimat
tabiat manusia ini memerlukan politik dominasi, di samping
politik jamaah.
Dengan demikian, politik kekuasaan, di samping melakukan
kebijakan-kebijakan khusus yang harus dilakukan; yaitu
kebijakan luar negeri, kebijakan defensif, kebijakan ekonomi,
dan lain sebagainya, juga berfungsi sebagai pengaplikasi politik
jamaah, politik kemuliaan, dan politik dominasi. Atas dasar
ini, politik kekuasaan adalah “politik untuk seluruh politik”
dan urusan sangat agung yang harus dipegang oleh seseorang
yang capable. Alasannya, jika manajemen politik dipegang oleh
orang yang tidak cakap (incapabel), niscaya kezaliman dan
kekacauan akan mendominasi.(1)
p:137
Mungkin banyak anggota sebuah masyarakat yang telah
sampai kepada peringkat mengantarkan orang lain kepada
kesempurnaan, setelah mereka sendiri berhasil menyucikan
jiwa dan menyempurnakan kemampuan teoretis dan praktis
mereka. Akan tetapi, di antara mereka terdapat seseorang
yang memiliki kelebihan dan keutamaan khusus dibandingkan
yang lain. Ia mampu mengobati negara ketika sakit dan
juga mampu menjaga kesehatan negara ketika sehat. Orang
semacam ini berhak memegang tampuk negara dalam rangka
mengantarkan orang lain kepada peringkat kesempurnaan.
Ia, pada hakikatnya, berhak memimpin sebuah masyarakat,
meskipun ia tidak memiliki kekuatan militer maupun
pendukung, dan tak seorang pun, secara lahiriah, memberikan
perhatian kepadanya. Jika pemegang tampuk kekuasaan
adalah orang selain dia, maka kelaliman dan kekacauan akan
tersebar di seluruh penjuru.(1)
Jika pemimpin hakiki sebuah masyarakat memegang
tampuk manajemen politik, maka ia akan menjalankan
“politik ideal” dengan cara berpegang teguh kepada konsep
keadilan dan bertujuan mengantarkan umat manusia kepada
kesempurnaan. Buah manis kepemimpinan ini adalah
masyarakat dan seluruh anggotanya akan sampai kepada
kebahagiaan sejati. Pemimpin sejati yang ingin memegang
tampuk kekuasaan sebuah masyarakat harus memiliki tujuh
kriteria berikut dengan usaha dan jerih payahnya yang tak
kenal lelah:
p:138
1. Garis keturunan (nasab); ayah dan nenek moyang seorang
pemimpin haruslah pribadi dan fi gur yang terhormat.
Mereka harus berasal dari keturunan orang-orang besar(1)
dan memiliki posisi sosial yang agung. Garis keturunan
adalah sebuah kriteria penting yang memiliki pengaruh
dan efek yang sangat besar. Mengapa demikian? Garis
keturunan yang agung dapat menarik hati khalayak
terhadap pemimpin dan menciptakan sebuah daya tarik
kharismatik di mata mereka. Realita ini akan mempermudah
tugas dan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh
seorang pemimpin. Meskipun demikian, karena garis
keturunan (nasab) bukanlah sesuatu yang dapat dicari
dan diperoleh, maka kriteria ini bukanlah sebuah kriteria
yang sangat urgen.(2)Kriteria-kriteria lain malah memiliki
urgensi yang lebih pokok dibandingkan kriteria ini.
Atas dasar ini, garis keturunan dengan sendirinya
bukanlah sesuatu yang penting. Yang penting adalah
barangsiapa berhasil mengumpulkan kemuliaan garis
keturunan dengan kemuliaan jiwa, maka ia berhak
diutamakan atas orang lain, baik dalam tinjauan tolok ukur
kebenaran maupun dalam barometer argumentasi.(3)
2. Kemauan yang tinggi; kemauan yang tinggi adalah sebuah
keutamaan yang termasuk cabang keberanian. Keutamaan
ini akan terwujud setelah kekuatan amarah diseimbangkan
dan syahwat dikalahkan. Kemauan yang tinggi adalah
jiwa dalam rangka mencari kebaikan dan keindahan tidak
p:139
tertipu oleh kebahagiaan dan kesengsaraan duniawi, serta
tidak merasa sedih dan bahagia karena semua itu. Kondisi
ini harus berlanjut sedemikian rupa sehingga ia tidak
merasa takut sedikit pun terhadap kematian.(1)
Mengapa kriteria ini sangat diperlukan oleh seorang
pemimpin? Alasannya, jika seseorang telah memulai
melakukan sebuah pekerjaan, maka ia harus bertujuan
mencari keutamaan dan kesempurnaan dari pekerjaan
itu. Ia tidak boleh mencukupkan diri dengan peringkat
paling rendah dan rela dengan hal-hal yang remeh tak
berarti.294(2)engan tujuan untuk mengantarkan rakyatnya
kepada kesempurnaan tidak boleh hanya mencukupkan
diri dengan kesempurnaan dan kebahagiaan duniawi
belaka untuk diri dan rakyatnya. Sebaliknya, guna
mewujudkan seluruh tujuannya, tanpa basa-basi ia harus
mewujudkan kebaikan dan kebahagiaan yang tertinggi
dan terbanyak bagi mereka, baik kebahagiaan badani dan
madani maupun kebahagiaan jiwa dan ukhrawi.
3. Pandangan yang tajam; maksud pandangan yang jitu adalah
kebenaran dalam menentukan keputusan dan mengambil
kebijakan disertai dengan konstansi dan kekokohan
dalam keputusan dan kebijakan itu. Semua ini tidak akan
terwujud kecuali apabila disertai dengan beberapa kriteria
berikut ini:(3)
p:140
a. Kecermatan dalam menilai; kejelian dalam menilai guna
memperoleh pengenalan yang cukup tentang masalah
yang sedang dihadapi dengan disertai konsentrasi
penuh terhadap seluruh sisi, fungsi, bahaya, dan
efek-efeknya sangatlah penting. Kejelian ini memiliki
pengaruh yang sangat besar terhadap kejituan
pandangan seseorang, khususnya pada pemimpin
politik.
b. Penelitian yang memadai; maksud penelitian di sini adalah
meneliti untuk mengenal masalah dan mengetahui
segala informasi dan fenomena yang berhubungan
dengannya. Penelitian ini dapat dilakukan melalui
banyak cara dan jalan, seperti musyawarah, dialog,
menelaah, dan lain sebagainya. Penelitian semacam
ini menyebabkan seluruh pandangan tentang sebuah
masalah terpaparkan. Selanjutnya, masalah asli dan
tidak asli, aksiden yang bersifat substansial dan non
substansial, kausa dan faktor yang berpengaruh dan
yang menerima pengaruh, serta seluruh pandangan
yang setuju dan menentang tentang masalah ini
dipaparkan dengan baik. Dengan demikian, pengambil
keputusan memiliki informasi dan pengetahuan yang
cukup, serta kejelian dan kekokohan rasional yang
lebih mumpuni.(1)
c. Pikiran yang lurus; pikiran yang benar dapat mencegah
kerancauan dalam menilai, membahas, dan meneliti.
Lebih dari itu, pikiran yang benar dapat menjadi faktor
p:141
bagi seorang pemimpin supaya dapat mengambil
keputusan-keputusan yang sesuai dan benar. Tak satu
pun pekerjaan di dunia ini dapat dilakukan dengan
kokoh tanpa berpikir yang sehat (ta‘aqqul).(1)
d. Pengalaman yang positif dan konstruktif; pada dasarnya,
pengalaman yang positif dan konstruktif adalah
pengalaman praktis yang telah membuahkan hasil dan
penuh pelajaran dalam bidang pekerjaan dan tanggung
jawab. Jelas, pengalaman ini dapat membantu seorang
pemimpin politik dalam menentukan dan mengambil
keputusan.
e. Pelajaran dari masa lalu; meskipun masa sangatlah
panjang, sebenarnya masa itu sangatlah pendek. Masa
lalu dapat memberikan nilai kepada masa depan, dan
orang yang sudah meninggal dunia dapat memberikan
nasihat kepada orang yang masih hidup.(2) Oleh
karena itu, keruntuhan setiap kaum dan negara dapat
berpengaruh terhadap kultur dan undang-undang
yang berlaku pada suatu masa.(3)
Menilik hal ini, seorang pemimpin politis harus
mengenal sejarah dan seluruh tindakan yang pernah
dilakukan oleh orang-orang terdahulu, khususnya
sejarah negara-negara dan para pemimpin politis.
Lantas, ia menelaah faktor-faktor keberhasilan dan
kegagalan mereka, serta metode mengambil keputusan
p:142
dan cara melaksanakannya. Dengan ini diharapkan ia
akan memperoleh pandang jitu yang sesuai.
4. Tekad yang membaja; kemauan yang membaja dikenal juga
dengan nama kemauan orang jantan atau kemauan raja
diraja. Maksudnya adalah kemauan yang benar, konstan,
kuat, dan kokoh. Kriteria ini dihasilkan dari kombinasi
antara perspektif yang benar dan konstansi yang sempurna.
Urgensi kemauan yang membaja ini dapat dilihat dari
realita bahwa usaha meraih keutamaan dan menghindari
setiap kehinaan tidak akan terwujud tanpa kemauan ini.
Oleh karena itu, kriteria ini sendiri adalah pintu gerbang
untuk meraih seluruh jenis kebaikan. Para pemimpin
masyarakat menginginkan kebaikan yang sangat agung
bagi diri dan rakyatnya. Oleh karena itu, mereka lebih
memerlukan kriteria ini dibandingkan orang lain.(1)
5. Ketabahan (kesabaran dalam menghadapi kesulitan); kesabaran
adalah jiwa bertahan di hadapan ajakan hawa nafsu dan
enggan mengerjakan segala jenis kenikmatan yang dinilai
buruk karena mengikuti kelezatan belaka. Ketabahan
termasuk jenis keutamaan yang berada di bawah kategori
kesucian diri (‘iffah).(2)
Ketabahan adalah kesabaran memikul segala jenis
problematika dan kesulitan, serta senantiasa berusaha
keras untuk mewujudkan seluruh tujuannya, tanpa
menyerah dan pesimis karena kebodohan, ketidaksetiaan,
celaan, dan cemoohan rakyat. Urgensi kriteria ini bagi
seorang pemimpin politis dapat dilihat dari realita
p:143
bahwa barangsiapa dapat menahan dirinya menghadapi
kebodohan rakyat melalui jalan kesabaran, maka ia
memiliki kelayakan untuk memegang tampuk kekuasaan
politik mereka.(1)
6. Kekayaan ( fasilitas material); mengapa kekayaan adalah
sangat penting dan harus dimiliki oleh seseorang yang
ingin memegang tampuk kepemimpinan? Alasannya,
seorang pemimpin memiliki biaya hidup yang harus ia
tanggung untuk diri dan keluarganya. Biaya ini harus
dipisahkan dari aggaran dan harta negara. Jika biaya
ini dipisahkan, maka rakyat tidak akan pernah berpikir
bahwa ia telah berkhianat kepada harta negara dan Baitul
Mal. Lebih dari itu, ia sendiri tidak akan pernah berpikir
untuk mencuri harta Baitul Mal dan harta rakyat. Atas
dasar ini, kesempurnaan para pemimpin adalah mereka
merasa tidak memerlukan lagi kepada rakyat.(2)
Menilik penjelasan di atas, memiliki harta kekayaan
bagi seorang pemimpin politik masyarakat adalah suatu
hal yang sangat urgen. Pencari tampuk kekuasaan harus
memiliki harta kekayaan melalui jalan-jalan yang sah. Jika
tidak, ia harus mulai bekerja untuk itu.
Setelah berhasil memegang tampuk kekuasaan,
income seorang pemimpin berasal dari empat sumber:
Pertama, harta warisan yang ditinggalkan oleh nenek
moyang. Kedua, seperlima harta rampasan perang. Ketiga,
hasil jerih payah sendiri. Keempat, anugerah Ilahi yang
sampai kepadanya atau melalui jalan khusus yang lain. Ia
p:144
menggunakan seluruh pendapatan ini dalam empat hal:
(a) biaya untuk diri dan keluarganya; (b) upah dan hadiah
untuk orang-orang yang berkhidmat kepadanya; (c)
membangun tata rias dan hiasan-hiasan yang gemerlap;
dan (d) membangun bangunan-bangunan yang tidak
diperlukan dan hanya didasari oleh keinginan hatinya.(1)
Meskipun demikian, kita semestinya lebih
memfokuskan perhatian kepada alasan-alasan mengapa
harta sangat urgen. Kita harus camkan bahwa memiliki dan
mengumpulkan harta bukanlah tujuan utama, karena harta
tidak dapat mengantarkan kita kepada keutamaan.(2)
7. Pengikut yang bersih; memiliki para pengikut yang
bersih dan salih sangatlah penting bagi seseorang yang
ingin memegang tampuk kekuasaan. Mengapa? Raja
yang dipilih oleh khalayak ramai adalah lebih layak
memimpin dibandingkan dengan raja yang dipilih oleh
harta melimpah. Setiap Dirham dapat menempati posisi
Dirham yang lain. Akan tetapi, setiap orang tidak dapat
menduduki posisi orang yang lain.(3) Para pengikut bersih
ini memiliki banyak kriteria. Antara lain adalah akal yang
sehat, ketakwaan, nasihat, menyimpan rahasia, mengenal
tugas dengan baik, rela berkorban, dan selalu taat.(4)
Seperti telah kami singgung, di antara seluruh kriteria
di atas, nasab keturunan adalah kriteria yang tidak urgen;
karena kemuliaan berada dalam ilmu dan tata krama,
p:145
bukan dalam garis keturunan (nasab). Di samping itu,
kekayaan dan para pengikut yang salih juga secara
otomatis dapat diperoleh apabila kita telah memiliki empat
kriteria; yakni kemauan yang tinggi, pandangan yang jitu,
kemauan yang membaja, dan kesabaran.(1)
p:146
Setelah kita mengenal asas dan dasar manajemen politik
pada bab kedua dan bab ketiga, pada bab ini kita akan
menelaah mekanisme dan tata cara aplikasi manajemen politik
dalam tiga judul utama: berpikir (tadabbur), mengatur dan
merancang strategi (tadbîr), dan manajemen (idârah). Kita juga
akan mengenal perspektif Khajeh Nashiruddin Thusi berkaitan
dengan masalah ini.
Setelah negara sebagai sebuah masyarakat politis terbentuk,
negara ini termasuk sebagai maujud tersusun (murakkab) yang
memiliki hukum, keistimewaan, dan bentuk khas bagi dirinya.
Negara ini juga harus bergerak untuk meraih kebaikan dan
kebahagiaan yang relevan bagi dirinya.(1)Tujuan ini tidak
akan terealisasi kecuali bila seseorang yang telah sampai
p:147
kepada kesempurnaan dan keutamaan jiwa, serta memenuhi
syarat-syarat untuk memimpin spesies manusia dalam ruang
lingkup negara dipilih untuk menjadi pemimpin masyarakat.
Atau ia mau tidak mau harus memegang tanggung jawab
ini dan mengatur seluruh urusan negara sehingga berhasil
mewujudkan kesempurnaan yang diinginkan oleh manusia
dan masyarakat.
Memimpin sebuah negara dan mengadakan perbaikan
terhadap seluruh urusannya memerlukan sebuah pengaturan
yang komprehensif dan konstan. Alasannya, manajemen
sebuah negara hanya dengan cara memperhatikan kondisi
sebagian golongan tanpa memperhatikan kondisi golongan
yang lain, atau dengan cara memperbaiki urusan mereka
untuk suatu masa, bukan untuk semua masa tidak ubahnya
dengan isapan jempol.(1) Atas dasar ini, pada langkah pertama,
seorang pemimpin politik harus berpikir dan merenungkan
terlebih dahulu tujuan, prinsip utama, dan metode manajemen
politiknya. Selanjutnya, setelah berhasil memastikan semua itu
dan meletakkannya pada urutan teratas dalam seluruh tindak
tanduk dan perilaku politisnya, ia harus mengorganisasi dan
memimpin masyarakat politik yang berada dalam genggaman
tangannya.
Tujuan akhir “politik negara” atau “ manajemen politik”
adalah mengaktualkan kesempurnaan insani yang masih
bersifat potensial.(2) Atas dasar ini, seluruh perantara yang
p:148
bermanfaat dan diperlukan guna menggapai tujuan akhir
ini tidak lain kecuali sebuah tujuan parsial. Dengan cara
merenungkan seluruh perantara yang diperlukan ini, seorang
pemimpin politis harus menentukan seluruh tujuan parsial
yang dibutuhkan dan memastikan prioritas masing-masing
tujuan sesuai dengan urgensinya.
Lebih dari itu semua, usaha menggapai kesempurnaan
tanpa kelanggengan kepemimpinan adalah sesuatu yang
mustahil. Karena itu, pemimpin politis harus menjaga pilarpilar
utama dan sistem negara sebagai tujuan pertama dan
fundamentalnya. Di samping itu, memimpin dan memperbaiki
seluruh urusan negara memerlukan sebuah pengaturan yang
bersifat kontinyu. Dengan demikian, seorang pemimpin
politis, bak seorang pemimpin yang konstan dan kokoh
melangkah, memanajemen seluruh urusan, memperbaiki
segala kekurangan, dan menyempurnakan seluruh program
politiknya secara bijaksana.
Atas dasar ini, pada langkah pertama dan sebagai sebuah
tujuan instrumental, pemimpin politik harus memelihara
pemerintahan dalam ruang lingkup sistem negara. Dengan
cara memiliki tali kekang negara sebagai sebuah kekuatan
yang memegang tongkat estafet kemenangan dan badan
institusi kuat ini; sebuah badan institusi yang memiliki tugas
fundamental untuk mengatur segala urusan dan menyerahkan
pengambilan segala kebijakan kepada lembaga pemerintah.(1)
Dengan cara ini, ia akan tetap berada di atas piramida kekuasaan
dan manajemen negara. Jika tidak dengan cara demikian,
pemerintah akan jatuh ke tangan oknum-oknum yang tidak
p:149
kapabel dan politik kekuasaan akan berubah menjadi politik
dominasi atau hegemoni.(1)
Pada langkah kedua, pemimpin politik harus berusaha
sekuat tenaga guna meregulasi seluruh urusan masyarakat
sehingga negara tetap langgeng dan bergerak menuju
kesempurnaan dan kebahagiaan.
Setelah menentukan dua tujuan urgen tersebut di atas,
tibalah giliran tujuan asli dan akhir. Tujuan akhir ini adalah
membimbing masyarakat ke arah kesempurnaan yang
hakiki. Tugas ini berada di pundak seorang pemimpin politik
masyarakat.
Jika kita memperhatikan cara kerja seorang dokter, kita
akan memahami bahwa ia menelaah kondisi keseimbangan
tubuh manusia. Apakah keseimbangan ini dimiliki oleh
seluruh anggota tubuh sehingga mendatangkan kesehatan
dan menjadi sumber seluruh aktivitas jasmani dalam bentuk
yang paling sempurna? Jika keseimbangan ini ada, maka ia
akan memeliharanya. Akan tetapi, apabila keseimbangan ini
tidak ada, maka ia akan berusaha untuk mengembalikannya.
Jika salah satu anggota tubuh mengalami sebuah penyakit,
maka untuk mengobati anggota tubuh ini, pertama kali ia
mementingkan kemaslahatan seluruh anggota tubuh yang lain
dan lalu memperhatikan kemaslahatan anggota tubuh yang
sedang sakit ini. Jika kemaslahatan seluruh anggota tubuh
yang lain menuntut supaya anggota tubuh yang sedang sakit
ini dipanaskan, maka dokter akan mengurungkan niatnya
p:150
mengobati anggota tubuh tersebut. Guna mencegah penularan
penyakit kepada anggota tubuh yang lain, ia akan memanaskan
anggota tubuh yang sakit atau malah harus memotongnya.(1)
Seperti dokter di atas, seorang pemimpin masyarakat sosial
harus memperhatikan kondisi seluruh rakyat yang berada
dalam kepemimpinannya dan seluruh bagian yang hidup
dalam masyarakat itu. Ia harus memperhatikan sedemikian
rupa sekiranya, pertama kali dan secara umum, sesuai dengan
kemaslahatan umum, dan pada kali kedua, secara khusus
sesuai dengan kemaslahatan setiap individu.(2) Oleh karena
itu, seorang pemimpin politik harus bertindak sesuai dengan
ketentuan berikut ini:
Prinsip umum dalam mengatur urusan masyarakat adalah,
pada urutan pertama, ia harus memperhatikan kemaslahatan
umum masyarakat dan memelihara atau membangun kembali
keseimbangan sosial yang telah mengukuhkan tatanan
masyarakat.
Pada urutan kedua, ia harus mengatur urusan setiap
individu yang menjadi anggota masyarakat.
Setiap anggota masyarakat memiliki tabiat dan kriteria
yang khusus, serta setiap gerak dan perilakunya bergerak untuk
sebuah tujuan tertentu. Oleh karena itu, seorang pemimpin
politik, pertama kali, harus memahami tabiat, kriteria, dan
perilaku setiap anggota masyarakat secara umum (golongan,
jenis kelamin, usia, dan lain sebagainya), serta keseimbangan
yang terwujud dari kombinasi antara perilaku-perilaku ini.
Dan kedua kali, ia harus memberikan keseimbangan kepada
p:151
setiap perilaku dan melapangkan jalan menuju kesempurnaan.
Jika muncul sebuah penyakit dan penyelewengan, maka ia
harus menghilangkannya.(1) Jika ia tahu bahwa penyelewengan
itu tidak bisa diperbaiki dan dapat membahayakan ketertiban
dan kemaslahatan masyarakat, maka ia harus memperlakukan
anggota masyarakat ini bak sebuah anggota tubuh yang
rusak dan, sesuai dengan gradasi yang ada, ia harus
menyingkirkannya dari kalangan masyarakat.
Sebagaimana pernah dipaparkan pada pembahasan
sebelumnya, dalam mengaplikasikan keahlian, kita harus
mengikuti alam natural. Mengapa? Kesempurnaan sebuah
keahlian tersembunyi di balik penyerupaan dirinya dengan
alam natural. Penyerupaan diri dengan alam natural dapat
dilakukan dengan cara berikut ini:
Untuk mendahulukan atau mengakhirkan faktor dan
kebutuhan yang diperlukan, segala sesuatu diletakkan pada
posisinya masing-masing. Sembari memperhatikan urutan dan
peringkat yang diperlukan, kita memandang kepada metode
yang berlaku di alam natural. Dengan cara ini, kesempurnaan
yang telah ditentukan oleh kekuatan Ilahi untuk alam natural
melalui jalan tatacipta (takwîn) terwujud melalui implementasi
keahlian seorang pemimpin dengan cara pikiran dan
perenungan.(2)
Atas dasar ini, dengan cara memperhatikan urutan
kekuatan dan kemampuan yang terwujud dalam diri manusia
p:152
dari sejak awal ia diciptakan, seorang pemimpin politik harus
mengimplementasikan urutan ini dalam rangka meregulasi
dan mengatur masyarakat.
Kita maklumi bersama, kekuatan pertama yang dimiliki
oleh seorang bayi adalah kekuatan untuk meminta makanan
dan usaha untuk memperolehnya. Setelah seorang bayi keluar
dari perut ibunya, ia akan mencari air susu tanpa perlu diajari
terlebih dahulu. Setelah memperoleh kekuatan khayal untuk
menghafal hal-hal yang serupa, ia akan mencari pengetahuan
yang contoh-contohnya dapat diadopsi dari indera, seperti
wajah ibu dan lain sebagainya. Setelah kekuatan amarah
terwujud, ia berusaha menghindari segala sesuatu yang
berbahaya dan berusaha bertahan melawan segala sesuatu
yang dapat menghalanginya untuk menggapai seluruh
kepentingannya. Setelah itu, seluruh kekuatan dan kemampuan
yang merupakan fondasi utama aktivitas seluruh instrumen
manusia ini terus bertambah berkembang. Pada akhirnya, efek
jiwa yang paling istimewa; yakni kekuatan akal, muncul dalam
diri manusia.(1)
Menilik penjelasan ini, pertama kali, seorang pemimpin
politik juga harus meregulasi dan menyeimbangkan kekuatan
syahwat rakyat, khususnya kebutuhan-kebutahan pokok,
seperti pangan, sandang, tempat tinggal, dan pasangan hidup.
Setelah itu, ia harus meregulasi seluruh kebutuhan yang muncul
karena kekuatan amarah rakyat, seperti keamanan, tuntutan
keadilan, sensasi, kepemimpinan, dan lainnya. Akhirnya, ia
harus mengembangkan fakultas akal melalui jalan pendidikan
teoretis dan praktis. Dengan ini, setiap anggota masyarakat
p:153
akan bisa sampai kesempurnaan hakiki yang sesuai dengan
kemampuan masing-masing.
Mengatur adalah sebuah tahapan setelah berpikir dan
merenungkan. Sembari memperhatikan situasi dan
kondisi waktu, ruang, dan fasilitas, proses mengatur lebih
mementingkan prioritas program dari sisi waktu. Supaya
seluruh tujuan seorang pemimpin politis terealisasi dengan
baik, prioritas program harus disusun secara berurutan seperti
berikut ini:
Setiap negara dan pemimpin politik, baik yang berhasil maupun
yang tidak berhasil, pasti memiliki musuh yang jauh dan dekat.
Guna merebut kekuasaan, pihak musuh selalu berusaha untuk
merebut kontrol negara.(1) Atas dasar ini, supaya dapat menjaga
masyarakat berada di atas jalan kesempurnaan hakiki dan
mencegah segala bentuk penyelewengan, pemimpin politis,
pertama kali, harus memperkokoh asas-asas pemerintahannya
yang merupakan bentuk pemerintah yang sejati dan layak
untuk sebuah masyarakat. Dalam rangka menjaga keutuhan
negara ini, ia harus mengambil langkah-langkah praktis.
Secara umum, langkah-langkah praktis untuk menjaga
keutuhan sebuah negara adalah dua metode berikut ini:
p:154
Merapatkan barisan kawan berarti mempererat tali kesetiaan
dan rasa kesatuan di antara pihak kawan.(1) Cara ini adalah
sebuah langkah yang dapat digunakan oleh seorang pemimpin
politis untuk mewujudkan persahabatan dan rasa kesatuan
antara pihak kawan dan pemerintah sehingga tali hubungan
mereka semakin erat. Di samping melakukan semangat saling
tolong menolong dan kerja sama, mereka saling menyatu dan
mencegah segala bentuk perpecahan yang merupakan faktor
utama keruntuhan sebuah negara. Dengan merapatkan barisan
kawan dan mewujudkan persatuan dan kesatuan, seluruh
kawan akan berdiri di samping negara dengan satu kalbu dan
rela mem-belanya dengan penuh hati. Dengan demikian, tak
satu pun musuh, baik musuh dalam negeri maupun musuh luar
negeri, yang akan mampu meruntuhkan pemerintahannya.
Menilik penjelasan ini, usaha merapatkan barisan kawan
memiliki urgensi penting, baik ditinjau dari aspek dalam
negeri maupun aspek luar negeri:
Merapatkan barisan di dalam negeri meliputi seluruh rakyat
yang hidup di sebuah negara. Seluruh rakyat, sesuai dengan
posisi sosial dan politik mereka, memiliki peran penting dalam
merealisasikan usaha ini. Untuk itu, seorang pemimpin politik
harus memperlakukan rakyatnya dengan berlandaskan pada
rasa kasih sayang seorang ayah terhadap anaknya. Ia harus
berusaha mengikuti jejak ayah yang belas kasih dalam mencintai,
p:155
komitmen, mencurahkan anugerah, mendidik, memenuhi
kemaslahatan, menyingkirkan segala kepahitan hidup,
mewujudkan kabahagiaan, dan menumpas segala keburukan
dari hidup mereka. Dalam kondisi demikian, seluruh rakyat
dalam menaati segala titah, mengajukan pandangan, dan
menghormati pemimpin politik dan pemerintah mereka akan
bertindak bak anak-anak yang berakal. Dalam memuliakan dan
berbagai kebajikan, mereka tak ubahnya bagaikan saudarasaudara
yang seide dan sepemikiran. Jika hal ini terwujud, akan
terbentuk sebuah kesatuan dan kesetiaan yang kokoh antara
rakyat dan pemerintah. Pemerintah akan terjaga dari setiap
marabahaya dan percekcokan yang selalu mengancam.(1)
Ada beberapa kebijakan dan tindakan yang dapat
dilakukan oleh seorang pemimpin guna merealisasikan tujuan
di atas. Antara lain, dengan meringankan pajak, ia akan dapat
mengambil hati rakyat dan menjadikan mereka rela terhadap
dirinya. Dengan memberikan sedekah kepada orang-orang
fakir dan miskin, para pengangguran, anak-anak yatim, kaum
wanita yang tak bersuami, dan membebaskan kesusahan
orang-orang yang susah, ia dapat menarik hati mereka
terhadap dirinya.(2)
Dalam ruang lingkup yang lebih kecil, pemimpin politis
harus mewujudkan kesatuan kalbu di kalangan saudara,
keluarga, para pegawai, dan pasukan militernya. Hal ini
karena pertikaian keluarga atau pertikaian intern dalam sebuah
p:156
pemerintah dapat melemahkan posisi pemimpin politik, dan
bahkan dapat meruntuhkan kekuasaannya. Pemimpin politik
secara khusus harus membangun hubungan yang sangat erat
dan kental dengan saudara-saudaranya.(1) Ia harus berbakti
kepada mereka dan kepada seluruh keluarganya. Ia harus
mendekatkan orang-orang mulia dan orang-orang kepercayaan
kepada dirinya. Ia harus bertindak belas kasih kepada orangorang
yang memiliki keahlian. Ia harus memberikan perhatian
penuh kepada para komandan laskarnya. Ia harus memberikan
harapan anugerah kepada para pembesar dan penguasa
daerah.(2)
Negara dan pemerintah sebagai satu kesatuan memiliki
hubungan yang beraneka ragam dengan negara-negara lain.
Sangat lumrah apabila sebagian negara memiliki hubungan
yang baik dengan negara lain dan sebagian yang lain malah
menjadi musuh negara lain. Negara-negara yang saling
bermusuhan selalu berusaha melalui berbagai jalan dan cara
untuk saling melemahkan dan kadang-kadang malah untuk
membasmi sebagian yang lain. Oleh karena itu itu, dengan
cara mewujudkan kesehatian di kalangan negara-negara yang
sehati dan melakukan perjanjian-perjanjian bilateral atau
multilateral yang bersifat lokal, regional, dan internasional,
seorang pemimpin politik harus lebih memperkokoh
persahabatan antara negara-negara sahabat dengan dirinya
dan mencegah mereka supaya tidak mendekati pihak musuh
p:157
atau memusuhi negaranya. Tindakan ini akan menyeret pihak
musuh ke dalam jurang kelemahan.
Memecah belah barisan lawan adalah sebuah strategi untuk
membasmi musuh melalui perantara musuh. Dengan
menimbulkan perpecahan dan pertikaian dalam tubuh musuh,
pihak musuh akan disibukkan dengan problem mereka sendiri(1)
dan mencegah mereka untuk membentuk persatuan. Dengan
demikian, pihak musuh tidak akan memiliki kesempatan
untuk membangun kekuatan guna melawan negera seorang
pemimpin politik.
Strategi memecah belah barisan lawan juga dapat
dimanfaatkan oleh seorang pemimpin politik dari dua aspek:
aspek dalam negeri dan aspek luar negeri:
Strategi memecah belah barisan lawan di dalam negeri
dilakukan terhadap pihak musuh yang, secara aktual, ingin
memberangus fondasi pemerintah atau, secara potensial,
dinilai sebagai bahaya besar bagi pemerintah dan membangun
hubungan dengan mereka adalah suatu hal yang tidak
mungkin terjadi.
Contoh nyata untuk strategi ini pernah disebutkan dalam
karya-karya tulis para fi losof sebagai berikut:
Setelah Alexander berhasil menaklukkan kerajaan Darius
III (380-330 BC), Alexander (356-323 BC) melihat pasukan Ajam
masih memiliki peralatan perang yang hebat, para prajurit yang
p:158
gagah berani, dan persenjataan yang sangat banyak melimpah.
Alexander tahu bahwa setelah ia pergi dari kerajaan itu, dalam
jenjang waktu yang tidak lama mereka akan bangkit untuk
membalas dendam atas kematian Darius dan raja Romawi pun
tidak akan dapat melakukan tindakan apa pun. Membunuh
seluruh pasukan Ajam ini adalah sebuah tindakan yang jauh
dari ajaran agama dan keadilan. Iskandar bingung tidak tahu
apa yang dilakukan. Akhirnya, ia meminta pendapat fi losof
kenamaan, Aristoteles. Aristoteles berkata, “Pecah belahlah
kesatuan tekad mereka sehingga mereka disibukkan dengan
problem mereka sendiri. Dengan ini, engkau akan merasa
aman dari ancaman mereka.” Alexander mengumpulkan
seluruh raja yang berkuasa di daerah masing-masing dan
memungut kesepakatan. Akhirnya, dari sejak masa kekuasaan
Darius hingga masa kekuasaan Ardeshir Papak (Sasanian),
bangsa Ajam tidak pernah memiliki kesatuan tekad yang
dapat digunakan sebagai sarana untuk membalas dendam atas
kematian Darius.(1)
Strategi memecah belah barisan lawan pada sisi luar negeri bisa
dilakukan dengan cara mewujudkan perpecahan di kalangan
negara-negara yang tidak ditarik untuk bersahabat dengan
negara seorang pemimpin politis. Dengan cara ini, mereka
akan sibuk dengan masalah mereka sendiri dan kemauan
mereka untuk bersatu membentuk sebuah oposisi yang kuat
guna melawan negara bisa dicegah. Dengan demikian, bahaya
mereka dapat dibasmi.
p:159
Setelah keutuhan negara berhasil dipelihara, tujuan
instrumental pertama pemimpin politis guna mengarahkan
dan melajukan masyarakat ke arah kesempurnaan hakiki
telah terealisasi. Sekarang, tujuan instrumental kedua; yakni
“regulasi seluruh urusan negara guna menuju kesempurnaan”,
harus ditindaklanjuti.
Untuk melakukan regulasi ini, pertama, pemimpin politis
harus menguasai tabiat masyarakat, seluruh kebutuhan rakyat,
kriteria dan kemampuan masing-masing individu, undangundang
syariat, keadilan, dan konsep hikmah secara sempurna.
Alasannya, sebagaimana ketegaran tubuh tergantung kepada
alam natural, keteguhan alam natural bergantung kepada
jiwa, dan kekuatan jiwa tergantung kepada akal. Begitu
juga, ketegaran negara tergantung kepada kepemimpinan,
kekokohan kepemimpinan bergantung kepada syariat dan
politik, dan kekuatan syariat dan politik tergantung kepada
pemerintah.(1)
Kedua, seperti layaknya setiap keahlian, pemimpin politis
harus mengikuti jejak alam natural. Oleh karena itu, ia harus
memprioritaskan regulasi bidang ekonomi, lalu regulasi
bidang sosial, dan lalu regulasi bidang ilmu pengetahuan dan
kebudayaan.
Ekonomi adalah fondasi utama kekuatan syahwat manusia
dalam kehidupan sosial dan merupakan salah satu faktor
p:160
utama dan fundamental bagi pembentukan sebuah masyarakat
sosial. Pertama kali, manusia membentuk kehidupan sosial
dan membangun pilar-pilar sebuah masyarakat politis
atau negara guna memenuhi kebutuhan pangan, sandang,
tempat tinggal, dan lain sebagainya.(1)Setiap individu dalam
sebuah masyarakat akan mampu memperoleh manfaat dan
mempersiapkan ketentraman bagi dirinya atau memenuhi
segala kebutuhan hidup hanya dengan regulasi bidang
ekonomi dan memiliki kondisi ekonomi yang mapan. Kadar
kemampuan ini juga bergantung pada kadar kemiskinan atau
kekayaan setiap individu.
Atas dasar ini, ekonomi adalah bidang paling utama
dan urgen yang diperlukan oleh anggota sebuah masyarakat
politis. Regulasi yang tepat dalam bidang ini dapat
menciptakan keamanan, kesejahteraan, dan ketentraman
spiritual-psikologikal bagi anggota masyarakat, dan juga dapat
mewujudkan kewibawaan bagi negara dan pemerintah. Oleh
karena itu, sebelum melakukan kebijakan yang lain, pemimpin
politis harus meregulasi urusan ekonomi masyarakat
dalam ranah individual. Dengan demikian, ia akan dapat
menghadiahkan keadilan madani, dan sekaligus kemakmuran
duniawi bagi rakyat dan negaranya.
Guna merealisasikan tujuan ini, pada langkah pertama,
seluruh aktivitas pencetakan dan sirkulasi uang harus berada
dalam monopoli, pengawasan, dan kontrol mutlak pemimpin
politis. Hal ini karena uang adalah sebuah fasilitas untuk
menegakkan keadilan madani yang adil, evaluator, dan
p:161
penengah di kalangan masyarakat. Tanpa uang, regulasi
bidang ekonomi untuk sebuah masyarakat tidak mungkin
dapat dilakukan. Atas dasar ini, seperti pernah ditegaskan
oleh Aristoteles, “Uang harus mengikuti jejak penguasa.
Uang harus mengikuti ketentuan undang-undang yang telah
ditetapkan oleh penguasa berdasarkan syariat.”(1)
Pada langkah kedua, pemimpin politis harus meregulasi
ekonomi masyarakat dalam ranah individual dan antar
anggota masyarakat.
Seperti telah dijelaskan di atas, kehidupan sosial manusia
dimulai dengan tujuan untuk menjamin kebutuhan-kebutuhan
pokok kehidupan sehari-hari. Anggota sebuah masyarakat
memiliki aneka ragam profesi, industri, dan pekerjaan. Melihat
realita ini, pemimpin politis dalam politiknya harus meregulasi
ekonomi masyarakat dan membebankan tugas atas orangorang
yang melanggar hak orang lain supaya melakukan
kegiatan yang berguna bagi kepentingan sosial.(2)
Untuk itu, pemimpin harus menelaah kondisi ekonomi
sebuah masyarakat dari tiga segi, dan lalu melakukan regulasi
ekonomi.
Seseorang bisa memperoleh pendapatan melalui dua cara:
pertama, melalui cara manajemen dan kerja keras, seperti
industri, layanan jasa, dan bisnis. Kedua, pendapatan yang
diperoleh tanpa manajemen dan kerja keras, seperti harta
warisan, hadiah, dan lain sebagainya.
p:162
Guna melakukan regulasi dalam bidang ekonomi
masyarakat, sebelum segala sesuatu, batas, syarat-syarat, dan
tolok ukur sebuah pendapatan yang benar harus diperjelas
terlebih dahulu. Alasannya, harta yang diperoleh dengan
cara paksa, memaksa orang lain untuk mengerjakan sebuah
pekerjaan, menjual harga diri, dan cara-cara tak terpuji yang
lain harus disingkirkan jauh-jauh, meskipun harta ini sangat
melimpah-ruah.(1) Atas dasar ini, guna melakukan regulasi
dalam bidang ekonomi dalam ranah individual, pekerjaanpekerjaan
yang berguna, syarat, dan jalan-jalan yang bisa
digunakan untuk memperolehnya harus diperjelas.
Secara umum, dalam memperoleh pendapatan, kita harus
memperhatikan tiga syarat berikut ini:
1. Menghindari kezaliman; yakni pendapatan tidak boleh
diperoleh melalui cara menipu, monopoli, mengurangi
timbangan, mencuri, dan merampas.
2. Menghindari cela; harta tercela adalah harta yang
diperoleh melalui cara yang ceroboh, mengolok-olok,
atau menghinakan diri. Sebagai contoh pendapatan yang
diperoleh melalui jalan penyelundupan, menjual harga
diri, atau mengemis.
3. Menghindari kehinaan; pendapatan yang hina adalah
pendapatan yang dihasilkan melalui jalan-jalan yang hina,
padahal pekerjaan lain yang lebih baik masih ada.(2)
Apabila ketiga syarat di atas tidak diperhatikan, maka
kezaliman madani dan aneka kehinaan akan tersebar di
p:163
tengah-tengah masyarakat. Secara otomatis, realita ini akan
menyelewengkan masyarakat dari jalan kesempurnaan dan
mengantarkannya ke jurang kesengsaraan.
Dengan memperhatikan syarat-syarat di atas, pekerjaanpekerjaan
yang bisa terwujud dalam sebuah masyarakat
terbagi dalam tiga klasifi kasi berikut ini:
1. Pekerjaan mulia; pekerjaan mulia adalah jenis pekerjaan
yang dari sisi jiwa bergantung kepada pikiran, bukan
dari sisi tubuh. Jenis pekerjaan ini juga disebut dengan
nama “profesi orang-orang bebas dan mulia”. Mayoritas
pekerjaan ini masuk dalam tiga profesi sebagai berikut:
a. Profesi para menteri; pekerjaan ini berhubungan erat
dengan substansi akal, seperti pandangan yang benar,
kejujuran dalam memberikan musyawarah, dan
manajemen yang benar.
b. Profesi para sastrawan dan orang-orang mulia;
pekerjaan ini berhubungan dengan sastra dan
keutamaan, seperti menulis buku, kefasihan berorasi,
astronomi, medis, ilmu hisab, dan ilmu ukur.
c. Profesi para jawara; pekerjaan ini berhubungan dengan
kekuatan tubuh dan keberanian, seperti menunggang
kuda, menjadi tentara militer, menjaga perbatasan,
dan mengusir musuh.
2. Pekerjaan hina; pekerjaan hina memiliki tiga jenis:
a. Profesi para perusak; pekerjaan ini bertentangan
dengan kemaslahatan umum masyarakat, seperti sihir
dan menimbun barang.
b. Profesi orang-orang tolol; pekerjaan ini bertentangan
dengan salah satu kriteria keutamaan, seperti
p:164
mengolok-olok orang lain, joget, dan berjudi.
c. Profesi orang-orang hina; pekerjaan ini mengundang
kebencian tabiat manusia, seperti cantuk, menyamak
kulit binatang, dan menjadi tukang sapu.
3. Pekerjaan menengah; ini adalah jenis lain pekerjaan dan
profesi yang terbagi ke dalam dua klasifi kasi: pertama,
profesi utama dan wajib, seperti pertanian, dan kedua,
profesi tidak utama, seperti pandai emas.
Menilik bahwa kaidah tabiat manusia tidak sesuai dengan
kaidah akal, jenis terakhir pekerjaan hina; yaitu profesi
orang-orang hina, bukanlah suatu profesi yang buruk dalam
pandangan akal. Lantaran urgensi kemaslahatan komunal,
harus ada orang-orang tertentu yang memiliki profesi ini. Akan
tetapi, dua jenis profesi yang lain adalah profesi yang buruk
dalam perspektif akal. Pemimpin politik harus mencegah
kemunculan pekerjaan-pekerjaan semacam ini sehingga
kemaslahatan dan keutamaan komunal tidak ternodai. Dari sisi
lain, ia juga harus mempersiapkan lahan-lahan pekerjaan yang
sesuai dengan posisi masing-masing individu masyarakat.
Sebagai contoh, untuk menentukan seorang menteri, ia harus
memilih seseorang yang secara tabiat adalah orang baik dan
kebaikannya bisa sampai kepada orang lain. Jika ada anggota
masyarakat yang memiliki kemampuan untuk melakukan
ragam pekerjaan, maka pemimpin harus menunjuknya untuk
mengemban pekerjaan yang lebih mulia dan lebih penting.
Apabila seseorang mengemban sebuah pekerjaan yang lebih
sesuai dengan posisi dirinya, maka semangat saling tolong
p:165
menolong akan terwujud, kebaikan akan bertambah, dan
keburukan akan berkurang.(1)
Akhirnya, setelah regulasi bidang pekerjaan dan profesi
terlaksana dengan baik, pemimpin harus merangsang rakyat
untuk menciptakan inovasi dan kreasi baru dalam bidang
pekerjaan. Ia harus merangsang para pekerja dan pegawai
pemerintah supaya maju dalam bidang pekerjaan ini.(2)
Menjaga harta dan kekayaan adalah salah satu tuntutan
ekonomi rakyat yang sangat penting. Oleh karena itu, pemimpin
politik harus menyiapkan lahan dan kondisi sedimikian rupa
sehingga setiap individu dapat menjaga harta kekayaannya
dengan aman dan mencegah kelancangan orang lain untuk
merampas atau mencurinya. Ketika harta kekayaan ini
dirampas atau dicuri, pemimpin harus dapat mengembalikan
harta itu atau gantinya kepada pemiliknya. Kalau perlu, ia
harus menghukum pencuri atau perampas setimpal dengan
tindak kriminalnya.
Di antara lahan dan kondisi yang harus dipersiapkan oleh
pemimpin negara adalah eksistensi undang-undang yang adil
dan aplikasinya, mengirim penjaga ke seluruh kota khususnya
di waktu malam, memelihara keamanan di jalan-jalan umum,
dan menjalankan pendidikan yang perlu untuk memelihara
keamanan harta kekayaan. Meskipun demikian, menjaga
harta kekayaan termasuk hak personal setiap individu. Oleh
karena itu, pemimpin politik tidak memiliki kewenangan yang
p:166
luas dalam hal ini. Oleh karena itu, dalam rangka mendorong
anggota masyarakat ke arah kesempurnaan, pemimpin hanya
harus memasyarakatkan tujuan asli dan tata cara menjaga
harta kekayaan di kalangan masyarakat luas. Dengan cara
ini, setiap individu dapat memanfaatkan harta kekayaannya
sesuai dengan kemampuan, kekayaan, dan kehendak hatinya.
Lebih dari itu, ia tidak akan menjadikan harta kekayaan
sebagai tujuan utama atau tidak juga menganggap harta itu
sebagai “milik mutlak” bagi dirinya; suatu cara berpikir yang
menyebabkan ia merasa memiliki hak untuk menjaga atau
mempergunakan harta itu sesuka hati. Karena Allah menuntut
tanggung jawab dari hamba-Nya tentang seluruh harta yang
ia miliki.(1)
Pemimpin negara harus mendorong rakyat supaya
memperhatikan tiga syarat dalam menjaga harta kekayaan
mereka:
Pertama, tidak menimbulkan gangguan bagi keluarga.
Kedua, tidak menimbulkan gangguan bagi agama dan
harga diri. Jika kita tidak dapat memenuhi kebutuhan orangorang
yang membutuhkan padahal kita memiliki harta, maka
kita tidak pantas disebut orang yang beragama. Apabila kita
berpaling dari tindak lebih mementingkan orang lain dan
menindak orang-orang yang menginjak-injak harga diri,
tindakan semacam ini jauh dari harga diri.
Ketiga, tidak melakukan sebuah perilaku yang hina, seperti
kikir dan tamak.(2)
p:167
Lebih dari itu, supaya ekonomi masyarakat semakin
berkembang pesat, dengan menyusun perencanaan yang
matang, pemimpin harus mendorong rakyat supaya
menabung secara benar; sebuah aktivitas ekonomi yang dapat
mengembangkan keuntungan, bukan menyembunyikan harta
kekayaan di sudut rumah dan di bawah tanah, dan melakukan
deposito di bidang-bidang yang mendatangkan keuntungan
yang lebih baik bagi diri mereka dan masyarakat, khususnya
bidang-bidang yang dapat menyemarakkan lapangan kerja.
Maksudnya, keuntungan yang bersifat kontinyu, sekalipun
sedikit(1)
Telah kami singgung di atas bahwa Allah akan menuntut
pertanggungan jawab atas setiap harta kekayaan. Oleh karena
itu, mencari dan mempergunakan pendapatan secara benar
adalah sebuah kriteria yang dapat mewujudkan keutamaan
dan menghindarkan kehinaan jiwa yang secara otomatis
juga kehinaan sosial. Jika seseorang menggunakan harta
kekayaannya secara tidak benar dan ilegal, pada hakikatnya
ia telah menciptakan sebuah pendapatan yang ilegal dan tidak
sehat bagi anggota masyarakat yang lain. Sebenarnya, dengan
melakukan perilaku yang ilegal ini, ia sendiri telah terjauhkan
dari area keutamaan.
Oleh karena itu, pemimpin negara harus memasyarakatkan
metode pemanfaatan harta kekayaan yang benar. Untuk tujuan
ini, ia harus lebih memfokuskan perhatian terhadap fenomena
penghamburan harta yang lebih banyak menimbulkan efek
p:168
ekonomi dan sosial yang negatif.
Secara umum, pemimpin negara harus mendorong
anggota masyarakat supaya menghindari empat hal dalam
mempergunakan harta kekayaan sebagai berikut:
Pertama, sangat perhitungan dan mempersempit nafkah
yang akan diberikan kepada keluarga sehingga kita enggan
untuk mengucurkan kedermawanan sedikit pun atas mereka.
Kedua, menghamburhamburkan harta. Kita menggunakan harta
untuk keperluan yang tidak dibutuhka, seperti mengumbar
syahwat dan mengenyangkan kelezatan semata, atau melebihi
kebutuhan yang wajib. Ketiga, riya dan ingin membanggakan
diri. Kita menginfakkan harta dengan tujuan membanggakan
diri, memamerkan kekayaan, riya, dan membesar-besarkan
diri sendiri. Keempat, manajemen yang buruk. Ada kalanya
kita mengeluarkan harta melebihi garis normal; adakalanya
pula di bawah garis normal.(1)
Masyarakat politik terwujud berlandaskan pada asas saling
tolong menolong dan pembagian kerja atau tugas yang muncul
karena semangat saling bantu membantu ini. Akan tetapi,
kekokohan dan kontinuitas semangat ini hanya terwujud
karena prinsip keadilan.(2) Semangat saling tolong menolong
dan bantuk membantu hanya akan langgeng apabila keadilan
menjadi dominan di kalangan masyarakat. Pemimpin negara
harus memperhatikan kondisi masing-masing anggota
masyarakat dan mengaplikasikan undang-undang keadilan
p:169
dalam masyarakat secara sempurna. Lebih dari itu, ia juga
harus memelihara keutuhan undang-undang ini.
Undang-undang tersebut adalah sebagai berikut:
Kesetaraan klasifi kasi profesi berarti seluruh golongan yang
hidup di masyarakat memiliki kedudukan dan posisi yang
sama sehingga tak ada satu pun golongan yang merasa menang
terhadap golongan yang lain. Ketidaksetaraan bisa terwujud
dengan salah satu dari dua fenomena berikut ini:
Jumlah sebuah klasifi kasi profesi dalam batas tidak normal
berjumlah lebih banyak atau lebih sedikit; jelas, apabila
jumlah anggota sebuah klasifi kasi profesi bertambah,
maka semangat klasifi kasi ini pasti bertambah pula. Dan
jika jumlah anggota klasifi kasi profesi ini berkurang,
maka secara otomatis fungsi dan potensialnya pasti akan
berkurang di tengah-tengah masyarakat.
Hegemoni sebagian klasifi kasi profesi atas sebagian
klasifi kasi profesi yang lain; ketika keseteraan tidak
terwujud, yang pasti, klasifi kasi profesi yang memiliki
jumlah atau kekuatan yang lebih banyak pasti akan
memiliki hegemoni atas klasifi kasi profesi yang lain,
baik secara langsung maupun tidak langsung, dan
mengeluarkan urusan sosial masyarakat dari garis
keseimbangan. Dalam kondisi seperti ini, kerusakan dan
ketimpangan sosial akan muncul ke permukaan.
p:170
Melihat realita ini, seorang pemimpin negara harus
bertindak tegas untuk menyetarakan seluruh klasifi kasi profesi
yang eksis di tengah-tengah masyarakat dan membangun
sebuah masyarakat yang bergerak seimbang. Masyarakat yang
seimbang akan terwujud apabila keempat klasifi kasi profesi
(ahli pena, ahli pedang, ahli transaksi, dan ahli pertanian)
terbentuk dengan setara.
Tabiat yang seimbang akan terwujud karena keempat
unsur terwujud dengan setara, dan dominasi salah satu unsur
atas ketiga unsur yang lain akan menyebabkan penyelewengan
tabiat dari garis keseimbangan dan kepunahan sebuah susunan.
Atas dasar ini, dominasi sebuah klasifi kasi profesi atas ketiga
klasifi kasi yang lain akan menyebabkan penyelewengan
urusan sosial masyarakat dari garis keseimbangan dan
kerusakan spesies manusia.(1) Alasannya, apabila jumlah
anggota sebuah klasifi kasi profesi berkurang sangat mencolok
dibandingkan dengan klasifi kasi profesi yang lain, tugas dan
potensial khusus yang harus dilaksanakan oleh klasifi kasi
profesi ini akan terganggu. Sebagai contoh, apabila jumlah
pasukan militer berkurang dari batas yang semestinya, maka
masyarakat ini tidak akan mampu menjamin keamanan dalam
negeri dan mempertahankan diri dari ancaman musuh asing.
Apabila jumlah para petani berkurang, maka akan timbul
paceklik, pencurian menyemarak, penimbunan harta dan
kebutuhan pokok memasyarakat, pemberontakan bergolak di
mana-mana, dan ketidakteraturan akan mendominasi. Apabila
jumlah ahli transaksi berkurang, maka bahan makanan dan
p:171
kebutuhan utama manusia tidak akan sampai ke seluruh
bagian masyarakat secara merata, atau produksi alat-alat dan
fasilitas yang diperlukan oleh masyarakat akan menurun.
Apabila jumlah ahli pena berkurang, maka ilmu pengetahuan
akan mengalami stagnansi dan urusan sosial masyarakat yang
utama tidak akan terurusi sama sekali atau terurusi dengan
tidak benar. Ini dari satu sisi.
Dari sisi lain, apabila jumlah sebuah klasifikasi profesi
melebihi batas yang semestinya, maka perilaku mereka akan
menjadi dominan di tengah-tengah masyarakat dan juga akan
mendominasi seluruh klasifikasi profesi yang lain. Apabila
jumlah anggota militer bertambah, maka semangat militerisme
akan memuncak. Jika jumlah para petani bertambah,
maka kerakusan dan keserakahan terhadap kebutuhan utama
masyarakat akan menggelora. Apabila jumlah ahli transaksi
bertambah, maka semangat ingin bermewah-mewah dan ketamakan
akan memasyarakat. Jika jumlah ahli pena bertambah,
maka semangat ingin memamerkan keutamaan diri yang
akan berakibat kerancuan ilmu pengetahuan, pengangguran
kaum terpelajar, kemiskinan harga diri, dan ketidakteraturan
urusan agama dan dunia akan merajalela.
Ketidaksetaraan yang disebabkan oleh dominasi sebagian
klasifikasi profesi akan menyebabkan kontrol kekuatan kekuatan
yang ada dalam masyarakat dikuasai oleh klasifikasi
profesi ini. Dengan ini, mereka akan bisa menekan dan mempengaruhi
pemimpin negara.
Dengan demikian, jika mereka mampu mengeluarkan
kontrol negara dari genggaman tangan pemimpin
negara,
p:172
maka fenomena kedua ketidaksetaraan ini akan terjadi.
Dalam fenomena ini, satu klasifi kasi profesi akan berkuasa
atas klasifi kasi-klasifi kasi profesi yang lain dan memegang
kontrol negara. Dengan demikian, klasifi kasi profesi ini akan
menggantikan posisi para pengatur dan pemimpin negara
yang sejati. Apabila hal ini terjadi, maka masyarakat akan
menyeleweng dari jalan kesempurnaan yang hakiki. Jika
angkatan bersenjata dan militer adalah klasifi kasi profesi yang
menempati posisi para pengatur urusan politik negara, maka
mereka akan mengeluarkan anggota masyarakat dan seluruh
badan negara, lembaga politik, dan strukturnya dari garis
keseimbangan, dan menggiring mereka ke arah kepentingankepentingan
militer dan militerisme.(1)
Sumber daya ekonomi masyarakat (ahli transaksi
dan pertanian) juga harus menempati posisi mereka dan
melaksanakan tugas mereka masing-masing. Jika mereka ikut
campur tangan dalam urusan politik dan mengatur urusan
sosial masyarakat, maka negara akan menyimpang dari garis
keseimbangannya. Akibatnya, seluruh rakyat, lembagalembaga
negara, dan struktur kekuatan politik negara akan
meninggalkan tugas mereka dan saling berlomba-lomba
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan bahkan kebutuhankebutuhan
barang mewah yang digunakan sekadar untuk
keperluan interior. Lebih parah lagi, kerakusan dan keserakahan
akan merajalela.(2)
Para ulama dan ilmuwan dalam berbagai bidang ilmu
pengetahuan, sesuai dengan bidang spesialisasi masing-
p:173
masing, harus membantu memperkokoh agama dan dunia
masyarakat. Tanpa pengetahuan dan pengalaman politik,
mereka jangan ikut campur dalam urusan politik dan
memegang urusan politis. Jika hal ini terjadi, maka urusan
sosial tidak dapat dimanajemen dengan benar. Hal ini pernah
disinggung oleh para fi losof sebagai berikut:
Keutamaan para petani tersembunyi dalam semangat
membantu yang mereka lakukan untuk kemajuan seluruh
pekerjaan. Keutamaan para pedagang terdapat dalam
kesediaan mereka membantu dengan harta mereka. Keutamaan
para raja terletak pada bantuan yang mereka berikan dalam
melapangkan jalan-jalan politik. Dan keutamaan para ulama
agama terletak pada penentuan hukum-hukum yang hakiki.
Lalu, seluruh golongan ini saling bantu membantu dan tolong
menolong dalang rangka memakmurkan negara melalui jalan
aneka kebaikan dan keutamaan.(1)
Pemimpin negara harus mencegah satu klasifi kasi profesi
mengerjakan tugas-tugas yang semesetinya diemban oleh
klasifi kasi-klasifi kasi profesi yang lain. Ia juga harus mencegah
supaya satu klasifi kasi profesi bertambah atau berkurang
jumlah melebihi batas yang semestinya. Dengan kesetaraan
dan saling tolong menolong yang ada antara seluruh klasifi kasi
profesi ini, mereka dapat melanggengkan eksistensi negara
dan menjamin seluruh kebutuhan duniawi dan ukhrawi
yang diperlukan oleh seluruh anggota masyarakat di bawah
manajemen negara dan khususnya, pemimpin negara.
p:174
Setelah seluruh klasifi kasi profesi tersusun dengan setara,
syarat pertama keadilan atau kekokohan sebuah negara dan
pemerintah telah terwujud. Akan tetapi, setiap klasifi kasi
profesi memiliki individu-individu yang berbeda-beda dengan
tabiat yang juga berbeda-beda dan bahkan kontradiktif.
Sebagian mereka dengan tabiat jahat dan buruk mereka
mengancam keteraturan dan keamanan masyarakat. Kaidah
atau syarat kedua keadilan adalah mencermati kondisi
dan perilaku rakyat, mengenali mereka, dan menentukan
posisi masing-masing mereka sesuai dengan kepatutan dan
kompetensi yang mereka miliki. Artinya, pemimpin negara
harus mengorganisasi anggota masyarakat berlandaskan pada
konsep “pilih yang terlayak”. Untuk pengorganisasian ini, ia
harus memperhatikan dua pilar utama konsep “pilih yang
terlayak”; yakni “kepatutan” dan “kompetensi.”
Guna menjalankan hal ini, kita harus memperhatikan
klasifi kasi manusia berdasarkan tabiat mereka sebagai
berikut:(1)
“Mereka yang secara tabiat adalah orang baik dan kebaikan
mereka juga sampai kepada orang lain” harus menjadi
orang-orang terdekat bagi pemimpin negara. Dengan cara
menghormati dan mengagungkan mereka, serta menyerahkan
tanggung jawab sosial-politik kepada mereka, ia harus
memanfaatkan keberadaan mereka dalam struktur negera dan
pemerintah.
p:175
“Mereka yang secara tabiat adalah orang baik, akan tetapi
kebaikan mereka tidak sampai kepada orang lain” harus
dihormati di tengah-tengah masyarakat dan seluruh kebutuhan
mereka harus dipenuhi.
“Mereka yang secara tabiat bukan orang baik dan bukan
pula orang jahat” harus menjalani kehidupan di tengah-tengah
masyarakat dengan penuh keamanan dan ketenteraman.
Mereka harus didorong supaya mengerjakan kebajikan
sehingga mereka, sesuai dengan kemampuan yang mereka
miliki, dapat menggapai kesempurnaan jiwa.”
Menurut sebuah pepatah, “kesirnaan negara akan
terwujud apabila orang-orang yang hina dihormati”.(1)Atas
dasar ini, pemimpin negara harus meletakkan “mereka yang
secara tabiat adalah orang jahat, tetapi kejahatan mereka tidak
sampai kepada orang lain” dan “mereka yang secara tabiat
adalah orang jahat dan kejatahan mereka sampai kepada
orang lain”(2) di hierarki sosial yang terendah. Ia tidak boleh
memberikan tanggung jawab politik atau sosial apa pun
kepada mereka. Dengan cara menjalankan politik dominasi
atas mereka, ia harus menjauhkan kejahatan mereka dari
tengah-tengah masyarakat.
Setelah regulasi profesi dan urusan sosial anggota masyarakat,
sekarang tiba giliran regulasi bagian distribusi kemaslahatan
p:176
umum (layanan sosial). Kemaslahatan komunal adalah seluruh
fasilitas dan planing politik, ekonomi, dan kebudayaan yang
diperlukan demi mewujudkan kebahagiaan jasmani, madani,
dan spiritual setiap manusia. Seluruh anggota masyarakat,
sesuai dengan kepatutan (istihqaq) dan kompetensi (isti’dad)
mereka, memiliki saham dan bagian masing-masing. Karena
setiap individu memiliki kebutuhan yang berbeda-beda
terhadap kemaslahatan umum,(1) ia memiliki saham dan
bagian khusus darinya. Jika ia memperoleh saham yang lebih
sedikit atau lebih banyak dari saham yang semestinya, maka
hal ini termasuk sebuah kezaliman terhadap dirinya dan
juga terhadap anggota masyarakat yang lain.(2) Untuk itu,
pemimpin negara harus meregulasi kemaslahatan komunal ini
secara adil dan merata.
Kemaslahatan komunal terdiri dari keselamatan dan
kesehatan, harta kekayaan, dan harga diri.
Pada pembahasan sebelum ini, telah kami jelaskan bahwa
tubuh adalah fasilitas dan tunggangan bagi jiwa manusia.
Tanpa tubuh, jiwa manusia tidak akan mampu melakukan
pekerjaan dan tidak pula menggapai keutamaan. Oleh karena
itu, memelihara kesehatan tubuh dan jiwa termasuk dua pokok
fundamental dalam mewujudkan kemaslahatan komunal.
Untuk itu, seorang pemimpin negara harus melakukan hal-hal
berikut ini:
p:177
Pertama, dengan cara mewujudkan kesetaraan profesi di
tengah-tengah masyarakat, ia harus memelihara jumlah dokter,
ahli pembuat obat, dan profesi-profesi yang berhubungan
dengan medis dalam kondisi stabil. Dengan cara ini, seluruh
anggota masyarakat dapat merujuk kepada dokter dan
memperoleh obat-obatan yang diperlukan.
Kedua, dengan cara membangun rumah sakit dan
universitas-universitas yang mengajarkan bidang ilmu medis,
farmasi, dan ilmu-ilmu pengetahuan serupa, pemimpin negara
harus menyiapkan lahan pengobatan bagi seluruh anggota
masyarakat.(1)
Ketiga, pemimpin harus mempersiapkan lahan dan
fasilitas yang memadai sehingga seluruh anggota masyarakat,
khususnya kalangan masyarakat yang tidak mampu, dapat
menikmati kesehatan umum yang paling minimal.
Setelah kesehatan terjamin, tiada perhiasan bagi rakyat yang
lebih indah daripada rezeki yang lapang. Fasilitas terbaik
untuk memperoleh rezeki adalah pekerjaan yang didasari
oleh keadilan, kesucian, dan harga diri, serta terhindarkan
dari ketamakan, keserakahan, tindakan yang tercela, dan sikap
pengabaian terhadap pekerjaan-pekerjaan yang penting.(2)
Setelah regulasi bidang ekonomi, pemerintah, dan
pemimpin negara sebagai pemegang tali kendali utama
masyarakat, harus mengatur urusan anggota masyarakat
yang memiliki kondisi ekonomi tidak mapan, atau karena
p:178
sebuah alasan tertentu, seperti menciptakan penemuan baru,
menciptakan lahan kerja bagi anggota masyarakat yang lain,
membangun pusat-pusat pengobatan dan pendidikan, dan
lain sebagainya, mereka berhak menerima bantuan fi nansial
dari pemerintah. Untuk itu, pada tahap pertama, dengan cara
menciptakan lahan dan kondisi yang mendukung, pemerintah
harus mewujudkan lahan perkerjaan yang berguna dan
legal bagi setiap individu anggota masyarakat yang sedang
mencari pekerjaan. Sehingga dengan demikian, mereka dapat
memperoleh pendapatan dengan cara transaksi ekonomi
dalam koridor masyarakat sendiri, dan tidak menyeleweng
ke arah pekerjaan-pekerjaan hina yang bertentangan dengan
kemaslahatan umum atau nilai keutamaan.
Pada tahap kedua, pemerintah harus menyiapkan sebuah
kehidupan sejahtera dalam koridor interaksi dan ketentuanketentuan
sosial-ekonomi bagi beberapa golongan dengan
aneka ragam cara. Di antaranya adalah memberikan bantuan
kebutuhan pokok kehidupan atau minimal pendapatan yang
diperlukan untuk sebuah kehidupan sederhana dan terhormat
kepada anggota masyarakat yang belum berhasil memperoleh
pekerjaan (asuransi pengangguran), tidak mampu bekerja
karena suatu alasan (tunjangan hidup), atau pendapatan
mereka tidak cukup sekalipun mereka telah memiliki pekerjaan
(subsidi).
Dalam hal ini (distribusi kemaslahatan komunal), dua
faktor “kepatutan” dan “kompetensi” juga harus diperhatikan.
Seorang anggota masyarakat yang berhak dan memiliki
kemampuan untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan yang mulia
p:179
tidak boleh dialokasikan untuk pekerjaan-pekerjaan menengah
dan hina, atau malah menganggur. Tugas pemerintah dan
pemimpin negara adalah melindungi anggota masyarakat
semacam ini.
Salah satu sisi yang sangat penting bagi kepribadian manusia
adalah kemuliaan dan status sosialnya. Seorang pemimpin
negara harus menentukan kebijakan-kebijakan yang dapat
menjamin kemuliaan setiap anggota masyarakat di samping
hak-haknya sebagai seorang warga masyarakat dan manusia.
Sekalipun dalam kemuliaan insani, seluruh warga masyarakat
adalah sama, akan tetapi setiap orang sesuai dengan kepatutan
dan kompetensi masing-masing layak menerima sebuah
kemuliaan, penghormatan, dan perlakuan tertentu. Yang
jelas, lebih atau kurang dari hak dan kemampuan ini akan
menimbulkan kezaliman.(1) Mencoreng kemuliaan insani
manusia dapat menyebabkan penghinaan dan pelecehan
terhadapnya. Sementara itu, menghormatinya lebih dari batas
yang wajar akan menimbulkan kesan menjilat. Semua ini
dalam ranah individual adalah sebuah kehinaan dan dalam
ranah sosial adalah sebuah kerusakan.
Dalam kemaslahatan komunal di atas, setiap warga
memiliki saham tertentu. Kurang atau lebih dari saham
ini adalah sebuah jenis kezaliman. Dalam kondisi kurang,
kezaliman terarah kepada warga itu sendiri. Sedangkan, dalam
kondisi lebih, kezaliman tertuju kepada seluruh warga sebuah
p:180
negara.(1) Bahkan, memberi lebih sedikit daripada saham yang
berhak dimiliki oleh seorang warga adalah sebuah kezaliman
terhadap seluruh warga negara. Alasannya adalah jelas.
Tindakan semacam ini akan menyebabkan kemampuan salah
seorang warga senegaranya tidak memperoleh perhatian;
sebuah kemampuan yang apabila muncul ke permukaan
akan dapat menjadi sumber seluruh pemikiran dan kebijakankebijakan
yang penting bagi negara. Lebih dari itu, apabila
tindakan itu menyebabkan hak seorang warga yang berhak
terkesampingkan dan diberikan kepada seorang warga atau
warga-warga lain yang tidak berhak, maka hal ini adalah
sebuah kezaliman terhadap seluruh warga yang hidup di
negara itu.
Negara adalah sebuah institusi yang dengan cara menjamin
seluruh kebijakannya bisa ditaati bertanggung jawab atas
pengaplikasian norma-norma yang benar bagi sebuah perilaku
di tengah-tengah masyarakat. Tujuan semua ini adalah supaya
semangat bantu membantu dan tolong menolong di kalangan
sesama manusia tetap berjalan secara kontinyu dalam koridor
negara, serta seluruh urusan negara tetap berjalan dengan baik.
Institusi yang dikepalai oleh seorang pemimpin negara ini dapat
menjadi sebuah institusi yang kompeten dan berhasil, apabila
ia bergerak di atas jalan keseimbangan dan menghindari tindak
berlebih-lebihan maupun keteledoran (ifrath dan tafrith).
Yakni, ia harus melaksanakan tugas-tugasnya hanya dalam
rangka merealisasikan tujuan asli sebuah masyarakat politik;
p:181
yaitu mengarahkan dan mempersiapkan segala lahan supaya
seluruh warga masyarakat bisa sampai kepada kesempurnaan.
Jika negara teledor dalam melaksanakan tugas-tugasnya
atau tidak mampu lagi melaksanakan seluruh tugas dan
kewajibannya, maka kendali urusan masyarakat akan terlepas
dari genggaman tangannya. Akibatnya, ketidakteraturan dan
keonaran akan mendominasi seluruh masyarakat. Begitu juga,
jika negara terlalu bertindak berlebih-lebihan dan melampaui
batas tanggung jawabnya sehingga mencampuri urusan
individual dan madani warga masyarakat, maka ia mau tidak
mau telah keluar dari tujuan aslinya dan berubah menjadi
sebuah negara yang haus hegemoni. Tentunya, hal ini tidak
sesuai dengan tujuan asli masyarakat politis.
Atas dasar ini, negara-negara yang inkompeten
menyebabkan inkompetensi masyarakat politis yang berada
dalam kekuasaannya. Mengapa?
Penyakit yang merajalela di dunia ini adalah dua
macam: pertama, negara-negara yang haus hegemoni, dan
kedua, kekacauan sosial yang disebabkan oleh negara yang
inkompeten. Negara-negara yang haus hegemoni adalah
sesuatu yang buruk secara substansial dan menganggap
jiwa-jiwa yang buruk sebagai sesuatu yang baik. Kekacauan
sosial adalah sesuatu yang menyakitkan secara substansial
dan membuat jiwa-jiwa yang jahat dapat menikmati segala
kenikmatan. Meskipun hegemoni menyerupai sebuah negara,
tetapi pada hakikatnya bertentangan dengan negara.(1)
Guna menghindari kedua penyakit tersebut di atas dan
menciptakan sebuah negara yang kompeten dan berperan
p:182
sebagai penunjuk jalan hidayah, pemimpin negara harus
mengorganisir negaranya dengan tepat dan benar.
Setiap negara memiliki beberapa lembaga. Setiap lembaga
memiliki tanggung jawab melaksanakan sebuah tugas guna
merealisasikan tujuan universal negara. Seluruh lembaga ini
membentuk sebuah instansi negara. Secara global, lembagalembaga
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Lembaga-lembaga ekonomi; lembaga-lembaga ini
mengatur ekonomi masyarakat. Sebagian lembaga ini
meregulasi bidang ekonomi masyarakat dan membawanya
menuju kemajuan ekonomi yang lebih mapan. Sebagian
lembaga yang lain mengurusi urusan fi nansial pemerintah,
berikut lembaga-lembaga yang berhubungan dengannya.
2. Lembaga-lembaga keamanan; lembaga-lembaga ini
memiliki tanggung jawab menjalankan keteraturan dan
memelihara keamanan dalam negeri dan luar negeri
dengan berlandaskan pada konsep keadilan. Lembagalembaga
ini meliputi lembaga inteligen, lembaga
pengadilan, kepolisian, kemiliteran, dan lembaga-lembaga
yang berada di bawah kekuasaan masing-masing lembaga
ini.
3. Lembaga-lembaga kebudayaan; lembaga-lembaga ini
melakukan aktivitas dalam bidang penanaman normanorma
sosial, pendidikan dan pengajaran, pendidikanpendidikan
teoretis dan praktis, menyampaikan informasi
kepada seluruh masyarakat, dan pemsyarakatan ilmu
pengetahuan di tengah-tengah masyarakat luas.
p:183
4. Lembaga-lembaga politik; lembaga-lembaga ini
memanajemen, mengatur, dan mengaplikasikan seluruh
kebijakan politik, keamanan, dan kebudayaan di tengahtengah
masyarakat atau negara. Melalui perantara
lembaga-lembaga yang lain dan dalam bentuk pemerintah,
lembaga-lembaga ini menuntun dan memanajemen
masyarakat politis ke arah kesempurnaan. “Institusi
kepemimpinan” atau “pemimpin politik” berada di
puncak piramida lembaga-lembaga politik. Secara umum,
ia adalah kepala pemerintah dan negara. Ia bertanggung
jawab dalam mengorganisir seluruh anggota masyarakat
secara universal melalui perantara setiap lembaga tersebut
di atas.
Dalam menetapkan para penanggung jawab untuk setiap
lembaga di atas, pemimpin politik harus memilih individuindividu
yang berakal, bertakwa, komitmen memberikan
nasihat, pemegang rahasia, setia pada tugas, siap berkorban,
taat, dan memiliki ilmu pengetahuan dan pengalaman
berkenaan dengan tugas mereka. Dalam lembaga-lembaga
tersebut, setiap orang harus berada dalam hierarki kelembagaan
sesuai dengan kompetensi dan kepatutan masing-masing
dalam pengawasan seorang manajer. Hal ini berlanjut hingga
sampai kepada pegawai atau buruh biasa.(1)
Secara global, untuk menunjuk orang-orang yang
bekerja di setiap lembaga politik, ekonomi, keamanan, dan
kebudayaan, beberapa poin berikut ini harus diperhatikan
dengan seksama:
p:184
a. Mementingkan orang yang lebih layak; memilih dan
menunjuk individu-individu untuk duduk di sebuah posisi
dan lembaga harus dilakukan dengan berlandaskan pada
dua pilar fundamental; yaitu kepatutan dan kompetensi.
Penunjukan dengan memperhatikan kedua pilar ini juga
mengandung unsur keadilan. Dengan memperhatikan
unsur kepatutan dan kompetensi, kemampuankemampuan
teoretis dan praktis, pengalaman yang
bermanfaat, dan kriteria-kriteria lain yang diperlukan
dalam merekrut pegawai pasti diindahkan.
b. Memilah tanggung jawab; artinya, setiap orang yang
berada pada sebuah kedudukan dan jabatan bertanggung
jawab atas tugas dan kewajiban yang telah dipasrahkan
kepadanya.
c. Memilah profesi dan pekerjaan; pekerjaan dan tanggung
jawab yang berbeda-beda jangan diserahkan kepada
satu orang. Alasannya, pertama, setiap individu
memiliki keistimewaan dan kriteria khusus. Ia memiliki
kemampuan untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan
khusus dalam bidang-bidang yang khusus pula. Kedua,
orang yang memiliki satu pekerjaan, karena kejelian yang
ia tumpahkan untuk pekerjaan ini, perlahan-lahan ia akan
mempelajari seluk-beluknya dengan cermat. Akibatnya,
ia akan memperoleh pengalaman yang sangat berharga.
Akan tetapi, jika kejelian dan semangatnya terbagi-bagi
untuk aneka ragam pekerjaan, seluruh pekerjaannya akan
terbengkalai dan ia tidak akan mengalami kemajuan.
Akibatnya, ia tidak akan memperoleh kemahiran dan
p:185
pengalaman yang cukup. Ketiga, sering terjadi dua
pekerjaan atau lebih yang diserahkan kepada satu orang
harus dilaksanakan dalam satu waktu. Jika ia memilih
salah satunya, maka pekerjaan yang lain akan terbengkalai.
Dalam proses regulasi dan organisir, orang-orang yang
memiliki kemampuan mengerjakan aneka ragam pekerjaan
harus diberi sebuah pekerjaan terbaik dan terpenting yang
dapat ia lakukan.
Sembari memperhatikan tiga poin di atas, dalam rangka
mewujudkan sebuah negara yang berperan menenetukan
jalan petunjuk, pemimpin politis harus meregulasi dan
mengorganisir beberapa hal berikut ini secara benar dalam
koridor pemerintah:
Tak ubahnya seperti seorang manusia, supaya bisa langgeng
dan hidup makmur, negara dan pemerintah memerlukan
sebuah ekonomi yang telah teregulasi. Ekonomi yang telah
teregulasi secara benar dapat menambah kekuatan negara
dan pemerintah, serta menjaga masyarakat tetap berada di
atas jalan kesempurnaan, berikut membantunya menggapai
kebaikan dan kebahagiaan.
Supaya regulasi ekonomi dapat terwujud dengan benar
dalam ruang lingkup nasional, sebelum segala sesuatu
pemimpin politis harus memisahkan harta pribadinya dari
harta negara. Harta pribadi termasuk hak milik pribadi
pemimpin politis, tak ubahnya seperti anggota masyarakat
p:186
yang lain. Akan tetapi, harta negara adalah harta masyarakat
yang dimiliki oleh seluruh rakyat. Pada kesempatan ini,
kita akan menelaah harta dari tiga sisi; yaitu pendapatan,
pemeliharaan, dan pengeluaran.
Sumber income pemerintah dihasilkan melalui empat jalan.
Tidak berbeda dengan pekerjaan dan pendapatan pribadi
setiap warga, dalam memperoleh pendapatan, pemerintah dan
pemimpin politis harus mengindahkan tiga syarat berikut ini:
1. Menghindari tindak kezaliman; income pemerintah tidak
boleh diperoleh melalui cara-cara seperti hegemoni atas
rakyat, menjajah dan mengeksploitasi negara lain, atau
cara-cara lain yang keluar dari konsep keadilan dan
termasuk cara-cara yang lalim. Dengan ini, pemimpin
politis tidak boleh mempergunakan empat harta berikut
ini:
Pertama, sumber kehidupan yang dimiliki oleh orangorang
baik.
Kedua, harta anak yatim.
Ketiga, harta orang-orang yang bepergian jauh dan
masih ada harapan akan kembali. Begitu juga harta yang
diamanatkan oleh rakyat.
Keempat, harta wakaf.(1)
2. Menghindari cela dan aib; income pemerintah tidak boleh
diperoleh melalui jalan yang ceroboh, menghinakan diri,
atau mencoreng wajah negara dan rakyat dalam opini
p:187
internasional, seperti penyelundupan, menjual harga diri,
atau membentuk sindikat-sindikat ilegal internasional.
3. Menghindari kehinaan; income pemerintah harus diperoleh
dengan cara menciptakan proyek dan strategi yang pantas
dengan posisi dan kemampuan rakyat. Sebagai contoh,
jika lahan pekerjaan dan industri bisa diciptakan di dalam
negeri, maka kita tidak boleh mengirim rakyat ke negeri
sebagai tenaga kerja. Jika kaum terpelajar dan para medis
bisa dikirim sebagai duta negara, maka kita tidak boleh
mengirimkan pekerja biasa.(1)
Dengan memperhatikan syarat-syarat di atas, pemimpin
politis harus mengklasifi kasikan income pemerintah ke dalam
empat bagian berikut ini:
Warisan orang-orang terdahulu ini adalah seluruh harta yang
tersisa dari kerajaan para raja terdahulu.(2) Harta warisan ini
meliputi seluruh tanah air dan segala sesuatu yang terdapat di
dalamnya dan bisa menghasilkan income, seperti harta negara,
jalan-jalan raya, jalan-jalan perkampungan, peninggalanpeninggalan
arkeologis, dan lain-lain.
Sumber income kedua pemerintah berasal dari harta yang
dimiliki oleh para warga. Sumber income yang disebut dengan
nama “pajak” ini dipungut dari empat golongan masyarakat:
p:188
Kaum petani adalah warga negara yang menjalani kehidupan
mereka sehari-hari dengan jalan bekerja di atas sepetak
tanah. Mereka adakalanya adalah orang-orang mampu dan
adakalanya pula orang-orang miskin. Tanah yang mereka
gunakan sebagai lahan pertanian adakalanya adalah tanah
yang kerontang dan adakalanya pula tanah yang subur nan
bagus. Jika mereka adalah orang-orang yang mampu dan tanah
lahan pertanian mereka adalah tanah yang subur, maka hasil
panen mereka dipungut satu per sepuluh sebagai pajak. Akan
tetapi, jika tanah lahan pertanian mereka adalah tanah yang
kering kerontang, maka hasil panen mereka dipungut satu per
dua puluh sebagai pajak. Apabila mereka adalah para petani
yang miskin, maka biaya cocok tanam mereka harus disisihkan
dan pajak sebanyak satu per sepuluh atau satu per dua puluh
dibebankan kepada penghasilan murni mereka. Apabila biaya
cocok tanam itu sama atau lebih banyak dari penghasilan
mereka, maka mereka tidak dikenai beban pajak.(1)
Pada masa kini di mana jumlah penduduk dan wilayah
kian bertambah banyak, pemungutan pajak masih merupakan
sebuah kewajiban yang lumrah.
Menurut para penguasa yang adil, seluruh tanah dan
kebun harus dikalkulasi berapakah harus dipungut dalam
setahun yang makmur, setahun yang sedang, dan setahun
yang buruk; apakah dipungut satu per sepuluh atau satu per
dua puluh, sekiranya tidak terlalu mahal dan juga tidak terlalu
murah. Hasil pungutan ini disebut “pajak”. Jika tanah tidak
p:189
ditanami pada setiap tahun atau kebun tidak berbuah setiap
tahun, maka pajaknya dipungut setengah. Tanah dan kebunkebun
ini harus diperiksa kembali dalam setiap beberapa tahun
sekali. Jika tanah dan kebun yang makmur menjai rusak, maka
pajaknya menjadi gugur. Jika tanah dan kebun yang sudah
rusak ini dimakmurkan kembali, masalah ini tidak keluar dari
dua kondisi:
Pertama, kerusakan tanah dan kebun itu berjalan sangat
panjang. Dalam kondisi ini, dalam rentang masa tiga puluh
tahun, mereka dibebaskan dari kewajiban pajak selama tiga
tahun. Setelah tiga tahun berlalu, mereka hanya dikenai
kewajiban pajak sebanyak setengah hingga sepuluh tahun. Yang
demikian ini supaya mereka tetap hidup dalam kemakmuran
dan tentunya penduduk pasti menyukai hal ini.
Kedua, kerusakan tanah dan kebun itu hanya berjalan
singkat. Dalam kondisi ini, biaya pemakmuran tanah dan
kebun itu disisihkan. Lalu, dipungut pajak.(1)
Jika kebun dirubah menjadi tanah pertanian atau tanah
pertanian dirubah menjadi kebun, negara harus memungut
pajak secara adil. Pajak yang dipungut dari seluruh wilayah
kekuasaan negara harus dipungut sejalan dengan ketentuan
undang-undang, sesuai dengan kondisi kehidupan dan
okonomi masing-masing masyarakat, dan demi kemaslahatan
dan keuntungan seluruh penduduk.
Para raja kuno yang adil sering kali tidak memungut apa pun
dari para saudagar dan pedagang, kecuali sebuah pemberian
p:190
yang diberikan kepada negara dari modal utama mereka.
Jumlah pemberian ini adalah satu per dua ratus empat puluh
dari modal dan satu per seratus dua puluh dari keuntungan.(1)
Atas dasar ini, pemimpin politis harus memungut pajak dari
golongan ini secara adil.
Pemimpin politik, tak ubahnya seperti tindakan para
penguasa kuno yang adil, dalam memungut pajak dari para
peternak harus memperhatikan dua hal: pertama, binatang
ternak berjumlah cukup banyak, dan kedua, binatang ternak
itu digembala di padang rumput.(2) Ia juga harus mewajibkan
pajak atas mereka sesuai dengan tempat mereka hidup dan
kemaslahatan negara.
Harta ini memiliki empat jenis:
Pertama, harta warisan yang tidak memiliki pewaris. Kedua,
seseorang yang pernah memakan uang negara atau menerima
uang suap, dan karena masalah ini, ia harus membayar ganti
rugi. Ketiga, harta utang yang tidak memiliki penagih dan
harta hilang (yang tidak mempunyai pemilik). Keempat, harta
seseorang yang tidak jelas apakah ia sudah meninggal dunia
atau masih mendekam dalam jeruji penjara, sedangkan ia tidak
memiliki pewaris. Jika pemilik kedua harta terakhir ini tiba-tiba
datang, maka ganti harta itu harus diserahkan kepadanya.
p:191
Semua harta itu berada dalam hak prerogatif negara.(1)
Adapun harta yang berhasil dirampas dari tangan para
pemberontak dan pihak musuh dapat diklasifi kasikan dalam
dua golongan:
Harta, persenjataan, binatang tunggangan, dan lain
sebagainya yang berhasil dirampas oleh pasukan negara
dari tangan para tawanan. Seluruh harta yang berhasil
mereka rampas ini diberikan kepada mereka sendiri.
Untuk harta selebihnya, penguasa mengambil seperlima
untuk keperluan hidupnya dan sisanya dibagikan di
antara prajurit; prajurit penunggang kuda diberi jatah dua
dan pasukan pejalan kaki diberi jatah satu.
Harta yang berhasil ditemukan oleh pasukan negara,
seperti sumber mata air, tanah, binatang ternak, dan
seluruh harta kekayaan yang ada di wilayah itu. Seluruh
harta ini adalah milik penguasa.(2)
Sumber income ini diperoleh karena kompetensi negara,
pemimpin politik, dan seluruh aparat pemerintah dalam
mengelola. Sumber pendapatan ini adalah empat jenis:
1. Pembangunan; pembangunan ini meliputi usaha
menghidupkan tanah yang mati dan tidak pernah
makmur, atau tanah yang pernah makmur dan menjadi
mati setelah beberapa masa berlalu. Usaha ini meliputi
tanah pertanian, lahan arsitektural dan bangunan, dan lain
sebagainya. Syaratnya, apabila tanah ini adalah sebuah
p:192
tanah yang berpemilik, maka seluruh hak harus diberikan
kepada pemiliknya.
2. Sumber-sumber tambang; sumber-sumber tambang ini
berupa emas, perak, besi, mutiara, dan barang-barang
tambang yang lain.
3. Jasa pelayanan; seluruh pendapatan yang diperoleh
karena aktivitas pelayanan yang dilakukan oleh rumahrumah
penduduk, para pedagang, dan pusat-pusat jualbeli
emas.
4. Perburuan dan industri penangkapan ikan; saham negara
yang diperoleh dari penangkapan ikan di laut dan
perburuan binatang di padang terbuka.(1)
Keempat jenis pendapatan ini dapat dilaksanakan di pasar
dalam negeri dan luar negeri.
Dalam memperoleh pendapatan yang didasari oleh
kecakapan mengelola ini, pemimpin politis tidak boleh
menerima pekerjaan dan proyek-proyek yang bertentangan
dengan kemaslahatan umum atau kemuliaan dan kedudukan
diri dan rakyatnya.
Para raja besar enggan menerima empat harta:
Pertama, uang hasil pemerasan guna menjamin keamanan
jalan dan jalur kapal laut.
Kedua, harta yang dihasilkan dari uang kotor.
Ketiga, keuntungan yang diperoleh dengan cara membeli
barang keperluan rakyat dengan harga murah dan menjualnya
dengan harga mahal.
p:193
Keempat, harta yang diterima dari para pelaku kriminal
dan dosa, seperti membunuh atau memukul orang lain, dengan
syarat mereka dibebaskan dari hukuman yang berlaku.(1)
Atas dasar ini, pemimpin politik harus mengambil
kebijakan dan langkah-langkah jitu sehingga:
Negara tidak menjadi negara yang memeras uang rakyat.
Menjamin keamanan jalur perjalanan darat, laut, dan
udara adalah salah satu tugas dan kewajiban negara,
bukan sumber pendapatan.
Pemimpin politik harus menghindari setiap kebijakan
dan transaksi yang dapat menghancurkan nilai mata
uang negara di hadapan mata uang asing, sekalipun
kebijakan dan transaksi ini secara lahiriah mendatangkan
keuntungan besar bagi negara.
Pemimpin politik jangan memperlakukan rakyat dengan
tolok ukur bisnis, dan lalu menimbun kebutuhan umum
guna menjualnya dengan harga yang mahal.
Pemimpin politik jangan menjadikan kompensasi dosa
yang pernah dilakukan penduduk sebagai sumber
pendapatan negara dan meliburkan hukum Ilahi karena
sepeser uang. Jika hal ini terjadi, sebagai ganti dari
kewajiban yang harus dilakukan dan memimpin negara,
ia malah menjadi sebab utama dominasi penyembahan
harta.
p:194
Sumber pendapatan terakhir negara adalah nasib dan rezeki
yang dianugerahkan oleh Allah Yang Maha Pengasih kepada
pemimpin politik dan negara. Kita bisa menyebutkan dua jenis
pendapatan yang diperoleh melalui jalan ini:
Pertama, harta yang diberikan oleh penduduk kepada
pemerintah, seperti lahan dan bangunan sekolah.
Kedua, harta karun yang ditemukan secara tibatiba.
Pengeluaraan dan pembiayaan adalah suatu realita yang
tidak dapat dihindari. Oleh karena itu, tanpa pemanfaatan
dan investasi harta negara dengan benar, pemeliharaan
modal dan sumber keuangan negara tidak mungkin dapat
terlaksana dengan baik. Supaya dapat memelihara harta
negara dalam ranah nasional dengan baik, pemimpin politik
harus memperhatikan tiga syarat berikut ini:
Pertama, kehidupan sehari-hari rakyat jangan sampai
terganggu. Kedua, agama dan harga diri tidak boleh tercoreng.
Alasannya, jika kita tidak membantu orang-orang yang
sedang membutuhkan padahal kita memiliki harta kekayaan,
jelas tindakan kita ini sangat jauh dari ajaran dan tuntunan
agama. Jika kita enggan menghibahkan sebagian harta kita
kepada orang-orang yang memerlukan sebagian harta itu atau
orang-orang yang bersimbah diharibaan kita dan memohon
demi harga diri kita, jelas tindakan kita ini jauh dari peri
kemanusiaan. Ketiga, tidak melakukan sebuah kehinaan seperti
p:195
kekikiran dan kerakusan.(1)
Jika ketiga syarat di atas tidak terpenuhi, maka tujuan asli
setiap individu dan masyarakat; yakni menggapai keutamaan,
tidak akan pernah tercapai. Apabila ketiga syarat tersebut
terpenuhi dengan baik, maka harta kekayaan masyarakat
umum dapat dipelihara dengan tiga cara berikut ini:(2)
1. Tabungan; maksudnya, pengeluaran jangan sampai imbas
atau lebih banyak dari pemasukan. Idealnya, pengeluaran
harus berjumlah lebih sedikit daripada pemasukan.
2. Investasi yang logis; maksudnya, kita jangan melakukan
investasi untuk sebuah produksi atau di sebuah tempat
yang keuntungannya sulit diperoleh atau terlalu sedikit.
3. Kelarisan dan kesuksesan yang kontinyu; maksudnya,
kita harus selalu memelihara supaya profesi masyarakat
senantiasa aktif, dan lebih mementingkan keuntungan
yang datang secara terus menerus, sekalipun sedikit, atas
keuntungan-keuntungan yang hanya muncul secara tibatiba.
Seorang yang berakal jangan sampai lupa menyimpan
bahan makanan dan harta kekayaan sehingga ia dapat
memanfaatkannya pada saat-saat diperlukan dan pekerjaan
tidak ada, seperti masa kemarau dan pada saat ia sakit.
Menurut pandangan para ahli, ia harus memiliki tiga jenis
harta kekayaan:
Pertama, mata uang.
Kedua, barang-barang keperluan dan makanan.
p:196
Ketiga, tanah, kebun, dan binatang ternak.
Dengan demikian, jika salah satu harta kekayaan di atas
mengalami gangguan, maka ia dapat menutupi kekurangan
dengan dua harta kekayaan yang lain dengan mudah.(1)
Menilik prinsip utama dan poin-poin penting di atas,
pemimpin politik harus memiliki program dan kebijakan
yang jitu untuk masa sekarang dan masa depan. Berikut
memprediksi kemungkinan bencana-bencana alam dan krisiskrisis
politik-ekonomi dalam ranah nasional dan internasional
terjadi. Dengan ini, ia akan memiliki sumber kekayaan untuk
dikelola, lebih-lebih untuk disimpan, guna menutupi kerugian
yang timbul dan melalui krisis-krisis yang muncul. Untuk itu,
ia harus memanfaatkan cadangan-cadangan yang beraneka
ragam, khususnya cadangan valuta asing (foreign exchange
reserves). Dengan harapan, apabila nilai sebuah cadangan
runtuh, kerugian akibat keruntuhan nilai ini dapat ditutupi
dengan nilai cadangan-cadangan yang lain.
Pengeluaran dan pembelanjaan harta negara harus dilakukan
secara benar dan dalam rangka merealisasikan tujuan-tujuan
negara. Untuk itu, dalam menggunakan harta negara, kita
harus menghindari empat hal berikut ini:
Kekikiran dan pikiran yang pendek; pemimpin politis
tidak boleh terlalu kikir dalam menentukan hak para
pekerja, pegawai, dan penduduk. Ia harus menentukan
gaji yang cukup, pendapatan yang sesuai, dan kebutuhankebutuhan
utama kehidupan mereka.
p:197
Berfoya-foya dan menghambur-hamburkan harta;
pemimpin politik tidak boleh membelanjakan harta negara
untuk keperluan-keperluan yang tidak dibutuhkan,
seperti untuk kelezatan dan mengumbar syahwat. Untuk
memenuhi kebutuhan utama kehidupan pun, ia tidak boleh
membelanjakannya melebihi batas yang diperlukan.
Riya dan berbangga diri; pemimpin politik tidak layak
memberikan bantuan-bantuan yang tidak diperlukan
kepada orang lain hanya dengan tujuan untuk membanggabanggakan
diri.
Manajemen yang buruk; maksudnya adalah pengeluaran
yang lebih sedikit atau lebih banyak dari keperluan yang
dibutuhkan.(1)
Dengan melihat empat hal di atas, pemimpin politis harus
membelanjakan uang dan pendapatan negara untuk hal-hal
berikut ini:(2)
a. Para pegawai, staf luar negeri, dan prajurit; mereka
memiliki hubungan dengan negara dan bekerja untuk
negara. Karena itu, pendapatan mereka juga harus dijamin
oleh negara. Jika tidak demikian, mereka tidak akan
bersemangat dalam melaksanakan tugas dan mungkin saja
akan menggelapkan harta negara, korupsi, atau menerima
uang pelicin. Sebaliknya, jika pendapatan mereka dijamin
oleh negara, mereka akan memandang harta negara
dengan penuh penghormatan, dapat mengalahkan hawa
p:198
nafsu, tidak memeras uang rakyat, dan tidak berani
mengutik uang mereka.
b. Kemaslahatan kota dan wilayah; yakni anggaran dan dana
yang dialokasikan demi kemaslahatan dan kepentingan
kota dan wilayah tertentu.
c. Layanan sosial; layanan sosial harus diberikan kepada
orang-orang yang tidak mampu, orang-orang miskin,
anak-anak yatim, dan kaum wanita yang tak bersuami.
d. Media hubungan antarmasyarakat; media hubungan
antarmasyarakat, baik berupa layanan pos maupun
transportasi, harus memperoleh perhatian oleh seorang
pemimpin politik. Melalui pos, surat-surat negara akan
sampai ke seluruh pojok negara dan seluruh informasi
penting dapat disampaikan kepada pusat negara dengan
mudah. Lebih dari itu, ketika banyak tempat dan jalur yang
digunakan oleh penduduk, negara harus menyiapkan
fasilitas yang mereka perlukan, seperti membangun
jalan umum, menjamin keamanan, fasilitas transportasi,
dan pusat-pusat penginapan. Para raja masa lalu juga
bertindak demikian. Banyak penduduk yang melakukan
perjalanan dari satu tempat ke tempat lain atau pergi
melakukan rekreasi. Semua mereka memanfaatkan
binatang tunggangan yang telah dipersiapkan dari harta
negara dan dikirim ke kota dan wilayah sehingga mereka
tidak perlu bersusah-payah menyiapkan keledai.(1)
p:199
Jika pemimpin politik memperhatikan seluruh prinsip dan
poin-poin di atas dalam regulasi ekonomi, bisa diharapkan
urusan ekonomi akan semarak dan kebahagiaan serta
ketentraman madani penduduk akan terealisasi dan keadilan
madani pun akan terwujud. Para raja yang adil masa lalu juga
telah bertindak sesuai dengan prinsip ini. Seluruh wilayah
kekuasaan mereka makmur, seluruh penduduk dan laskar
mereka tentram, pengeluaran kerajaan lebih kecil dibandingkan
dengan pemasukan, kas kerajaan senantiasa penuh dengan
harta yang meruah, dan harta karun melimpah. Dengan ini,
nama mereka senantiasa dikenang dengan harum.(1)
Dalam pembahasan regulasi bidang sosial, telah dipaparkan
faktor dan pribadi-pribadi yang mungkin dari dalam dapat
menghancurkan negara atau menyelewengkannya dari jalan
kebahagiaan dan kesempurnaan, serta mengganggu keamanan
penduduk. Di samping itu, metode yang harus dilakukan oleh
pemimpin politik terhadap mereka juga telah dikupas. Pada
kesempatan ini, sesuai dengan metode yang berlaku di alam
natural, setelah regulasi bidang ekonomi rampung, kini tiba
giliran regulasi bidang keamanan pemerintah.
Setelah bidang ekonomi diregulasi, pemerintah hidup
sebagai sebuah entitas politis dan memiliki kemampuan untuk
melanjutkan eksistensinya. Oleh karena itu, dengan melakukan
regulasi kekuatan yang tangguh, ia harus membasmi seluruh
bahaya yang datang dari pemerintah dan negara asing, atau
ancaman yang berasal dari para pemberontak dalam negeri
p:200
dan pengancam kestabilan sosial yang dapat menggoyahkan
keamanan dan kelanggengan eksistensi pemerintah. Kekuatan
ini adalah bagian dari klasifi kasi kedua profesi; yakni “ahli
pedang”. Golongan ini adalah kelompok masyarakat yang
terorganisasi secara sistemik. Dengan menciptakan keamanan
dan kestabilan di dalam dan luar negeri, mereka memelihara
dan menjaga fondasi pemerintah. Kepolisian bertugas
menciptakan keteraturan dan keamanan di seluruh penjuru
negara, memelihara norma, nilai, dan undang-undang yang
berlaku di masyarakat, serta menopang struktur negara dan
seluruh aparaturnya. Tugas angkatan bersenjata tersimpulkan
dalam empat hal berikut ini:
Pertama, memelihara kekuatan dan wibawa pemerintah
dan pemimpin politik.
Kedua, membasmi para pemberontak dalam negeri dan
musuh luar negeri.
Ketiga, menjamin keamanan warga negara dari ancaman
asing dan bisa pula ancaman dalam negeri.
Keempat, menjamin keamanan jalan dari ancaman para
pencuri dan sampai-sampai ancaman binatang buas.(1)
Atas dasar ini, pemimpin politik menegakkan keteraturan
serta keamanan dalam dan luar negeri melalui perantara
kepolisian dan angkatan bersenjata. Untuk memilih anggota
kepolisian dan angkatan bersenjata, ia harus menentukan tolok
ukur-tolok ukur khusus, di samping ketentuan-ketentuan
umum pemilihan aparatur negara. Salah satu contoh tolok
ukur-tolok ukur khusus adalah keberanian, ketaatan, kesiapan
p:201
jasmani dan militer. Supaya regulasi angkatan bersenjata
dapat dengan baik menjalankan tugas membela negara dan
penduduk dari ancaman musuh asing, maka pemimpin politik
harus memilih orang-orang yang memiliki kriteria berikut
ini:(1)
Mampu dan siap menjadi anggota militer, serta bisa
berjalan bersama dengan anggota militer yang lain.
Setia kepada pemimpin politik dan satu hati dengannya.
Taat mutlak kepada pemimpin politik. Dengan ini, mereka
tidak akan berani melakukan apa pun tanpa perintah
darinya.
Terpelajar dan aktif; artinya, mereka telah menguasai ilmu
kemiliteran dan siap hadir di medan perjuangan.
Syarat-syarat pemilihan aparat negara tersebut di atas,
khususnya untuk anggota militer, sangat penting sekali.
Mereka yang tidak dapat memenuhi syarat-syarat ini tidak
memiliki kelayakan untuk menjadi anggota lembaga militer.
Jika mereka masih saja diterima sebagai anggota lembaga
militer, niscaya mereka akan menyeret angkatan bersenjata
negara kepada kemusnahan.
Akhirnya, setelah regulasi bidang militer terlaksana
dengan baik, pemimpin politis harus memenuhi empat hal
berikut ini:(2)
1. Menjamin logistik; sebagaimana para adil masa lampau
menyiapkan pangan, sandang, senjata, binatang
tunggangan, makanan binatang, dan lain sebagainya untuk
p:202
laskar mereka. Pemimpin politis juga harus menyiapkan
seluruh fasilitas yang diperlukan pasukannya untuk
berperang.
2. Mengatur hierarki dan pangkat militer; pemimpin politik
harus menentukan posisi para komandan dan prajurit.
Dengan memperhatikan posisi dan pangkat masingmasing,
ia harus memperlakukan mereka sesuai dengan
posisi dan pangkat tersebut.
3. Memberi penghargaan; pemimpin politik harus
menghargai dan mengagungkan usaha anggota militer
yang berkhidmat dengan lebih baik. Di samping kenaikan
pangkat, ia juga harus menganugerahkan hadiah materi
dan memberikan kehidupan yang layak kepada mereka.
Setelah mereka meninggal dunia sekalipun, demi
menghargai nama dan jasa mereka, keluarga mereka yang
masih hidup harus diberi dukungan finansial.
4. Memberi gaji yang layak; gaji yang layak sangat urgen
sekali supaya mereka tidak serakah terhadap harta
orang lain, tidak berbuat lalim terhadap penduduk, dan
demi mencegah supaya mereka tidak memberontak dan
berkhianat kepada negara dan pemimpin politis. Ia juga
harus memberikan saham rampasan perang kepada
mereka secara adil.
Regulasi bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan adalah
sebuah kebijakan tertinggi yang dilakukan oleh sebuah
negara dalam rangka manajemen politik sebuah masyarakat.
p:203
Lembaga-lembaga ilmu pengetahuan dan kebudayaan
adalah fasilitas-fasilitas negara dan pemimpin politik untuk
melakukan kebijakan-kebijakan yang perlu guna menggapai
tujuan puncak sebuah manajemen politik; yakni mengantarkan
seluruh anggota masyarakat kepada kesempurnaan dan
kebahagiaan puncak. Melalui fasilitas-fasilitas ini, pemimpin
politik memberikan pendidikan dan hidayah kepada anggota
masyarakat supaya mereka bisa sampai kepada kesempurnaan
dan kebahagiaan akhir. Lembaga-lembaga ini bertanggung
jawab mengembangkan keilmuan dan budaya masyarakat.
Dengan cara menyusun program dalam berbagai bidang
ilmu pengetahuan dan kebudayaan, ia memperkenalkan
kesempurnaan-kesempurnaan yang mampu diraih oleh seluruh
anggota, sekalipun mereka belum memilikinya untuk sementara
ini. Lebih dari itu, lembaga-lembaga ini juga mengarahkan
mereka untuk meraih kesempurnaan-kesempurnaan yang
memang mampu mereka gapai. Proses penanaman kultur
masyarakat, pendidikan anak-anak dan remaja, pendidikan
untuk para penuntut ilmu pengetahuan secara spesialis dalam
usia yang berbeda-beda, dan meningkatkan pengetahuan dan
kebudayaan anggota masyarakat adalah tugas-tugas penting
yang diemban oleh lembaga-lembaga ilmu pengetahuan dan
kebudayaan ini.
Atas dasar ini, melihat urgensi tugas-tugas khusus yang
harus diemban oleh lembaga-lembaga ilmu pengetahuan dan
kebudayaan, dalam upaya meregulasinya, pemimpin politik
harus memanfaatkan pengetahuan yang dimiliki oleh para
ulama dan ilmuwan sesuai dengan kadar yang dibutuhkan.
p:204
Ia harus menempatkan mereka yang memiliki posisi ilmiah
dan spesialisasi yang lebih unggul dibandingkan dengan yang
lain, serta kemampuan manajemen sebagai kepala lembagalembaga
tersebut. Jelas, untuk urusan ini, ia harus memilih
mereka dari kalangan klasifi kasi tabiat pertama; yaitu orangorang
yang secara tabiat adalah orang baik dan kebaikan
mereka sampai kepada orang lain.
Dalam konsep manajemen politik, setelah prinsip keadilan,
tidak ada keutamaan lain yang lebih agung dan lebih penting
daripada sikap toleransi terhadap rakyat dan berbuat
kebaikan kepada anggota masyarakat. Setelah melakukan
regulasi terhadap urusan masyarakat dengan berlandaskan
pada asas keadilan, untuk mengelola seluruh urusan ini,
pemimpin politis harus mengambil cara berbuat kebajikan
kepada anggota masyarakat. Mengapa demikian? Karena kita
dapat menarik hati mayoritas rakyat dengan cara kita berbuat
kebajikan kepada mereka. Hasilnya, akan terwujud sebuah
hubungan yang kokoh dan didasari oleh perasaan cinta. Jelas,
hubungan semacam ini adalah lebih kokoh dibandingkan
hubungan masyarakat dengan negara yang didasari oleh
keadilan semata.(1)
Kebajikan (ihsân) adalah memberikan seluruh fasilitas
dan kemudahan yang memang harus dibagikan di kalangan
masyarakat secara adil dengan cara melebihi hak yang mereka
miliki, sembari memperhatikan posisi dan kedudukan yang
p:205
dimiliki oleh masing-masing mereka.(1) Dengan ungkapan lain,
kebajikan adalah seluruh kebaikan dan pelayanan diterima
oleh anggota masyarakat melebihi kadar yang diwajibkan oleh
prinsip keadilan.(2)
Poin yang sangat menarik dalam masalah ini adalah
kebajikan ini harus disertai oleh kewibawaan serta keagungan
negara dan pemimpin politik. Alasannya, seluruh keagungan
dan nilai yang dimiliki oleh pemimpin politik dan negara
berasal dari kewibawaan ini. Memperhatikan urusan
masyarakat harus dilakukan dengan kebajikan yang disertai
oleh kewibawaan. Jika tidak demikian, kebajikan tanpa
kewibawaan akan menyebabkan rakyat tidak berterima kasih,
bertindak kurang ajar, dan serakah. Jika mereka sudah menjadi
rakus dan serakah, niscaya mereka tidak akan pernah puas.(3)
Penggembala menggembala kambing sebaik mungkin,
membawanya ke padang rumput dan tempat minum yang
rindang, menjaganya dari ancaman binatang buas dan
malapetaka langit dan bumi, menyiapkan tempat tinggal yang
layak untuk musim panas dan musim dingin, begitu pula
untuk siang dan malam hari. Dengan demikian, kehidupannya
sehari-hari dan kondisi binatang ternak itu akan teratur dengan
rapi.(4)
Pemimpin politik, dengan cara mewujudkan lahan dan
faktor-faktor sosial yang sesuai, harus menjamin seluruh
p:206
kebutuhan yang merupakan tuntutan kekuatan syahwat
dan amarah yang dimiliki oleh seluruh anggota masyarakat.
Setelah seluruh kebutuhan ini terpenuhi, setiap orang dapat
menggapai kesempurnaan yang memang dalam sebuah sistem
sosial yang sehat; sebuah kesempurnaan yang memang mereka
memiliki kemampuan untuk menggapainya.
Atas dasar ini, dengan cara meregulasi dan mengorganisir
masyarakat, pemimpin politik juga mempersiapkan lahan
dan faktor-faktor yang dapat membantu anggota masyarakat
menggapai kesempurnaan. Untuk itu, ia harus mewajibkan
mereka untuk mengindahkan undang-undang keadilan dan
keutamaan yang telah dijadikan sebagai fondasi utama regulasi
dan organisasi masyarakat.(1) Dengan cara mengindahkan
undang-undang ini, mereka dapat mencapai kebahagiaan
dan kesempurnaan sesuai dengan kemampuan dan kehendak
masing-masing.
Kewajiban “mengindahkan undang-undang” yang telah
ditetapkan oleh pemimpin politik untuk anggota masyarakat
adalah sebuah tindakan yang bijaksana. Mengindahkan
undang-undang dapat menyebarkan hikmah di tengah-tengah
masyarakat dan mencegah mereka dari penyelewengan. Begitu
pula dapat mencegah kerusakan, kemungkaran, dan dekadensi
muncul di tengah-tengah masyarakat. Jika kekokohan tubuh
kita terwujud karena alam natural, kekokohan alam natural
disebabkan oleh jiwa, dan kekokohan jiwa terjadi karena akal,
maka kekokohan sebuah negara terwujud karena seorang
pemimpin, kekokohan pemimpin terjadi karena syariat dan
politik, dan kekokohan syariat dan politik terbentuk karena
p:207
hikmah.(1)
Hikmah adalah mengetahui segala sesuatu sebagaimana
adanya dan melakukan tugas sebagaimana mestinya
sesuai dengan kemampuan, sehingga jiwa insani mencapai
kesempurnaan yang memang sedang ia tuju.(2) Jika hikmah
ini menguasai masyarakat dan undang-undang yang hak
diterima dan diikuti oleh seluruh anggota masyarakat, maka
keteraturan akan terwujud dan kesempurnaan wujud akan
memperoleh perhatian yang semestinya. Akan tetapi, apabila
hikmah telah hengkang dari manajemen politik dan secara
otomatis dari tengah-tengah masyarakat, maka kehinaan akan
menguasai undang-undang, hiasan negara akan sirna, dan
fi tnah dan kerusuhan akan bergolak. Kenikmatan akan berubah
menjadi malapetaka. Para pengenyam kenikmatan akan selalu
diganggu oleh malapetaka yang diciptakan oleh orang-orang
yang dengki. Seluruh anggota masyara-kat akan melanggar
hak-hak sesama mereka. Seluruh tolok ukur dan konsep etika,
seperti mencintai sesama, saling bantu membantu, harga diri,
dan bahkan keberagamaan dan menaati politik negara, akan
sirnas; seluruh aturan, keamanan, dan sistem sosial akan
musnah.(3)
Dengan demikian, pemimpin politik harus bertindak
dengan berlandaskan pada dasar hikmah. Di samping itu,
dengan mewajibkan seluruh anggota masyarakat untuk
menaati undang-undang, ia harus menyemarakkan hikmah
di tengah-tengah masyarakat. Dengan tindakan ini, negara
p:208
dan rakyat akan melangkah menuju kebahagiaan dan
kesempurnaan dalam sebuah keteraturan dan keamanan yang
sempurna.
Setelah seluruh urusan negara terorganisir dengan baik,
tanggung jawab pemimpin politis belum berakhir. Ia jangan
membayangkan, karena seluruh urusan negara berada dalam
genggaman tangannya, ia akan memiliki waktu luang dan
ketenteraman yang lebih, dapat menikmati kenikmatankenikmatan
pribadi yang hanya berlangsung sekejap, atau
mencari hegemoni dan kemuliaan-kemuliaan yang bukan
haknya. Jika ia sibuk berfoya-foya dan lalai terhadap urusanurusan
penting negara, niscaya seluruh urusan negara akan
melemah dan kondisi yang kondusif menjadi kacau balau. Hal
ini disebabkan seluruh aparatur negara dan rakyat, karena
mengikuti jejaknya, juga akan mementingkan urusan syahwat
dan masalah duniawi. Seluruh faktor ini menyebabkan
kebahagiaan berubah menjadi kesengsaraan, persahabatan
berubah menjadi permusuhan dan kebencian, keteraturan
berubah menjadi kekacau-balauan, dan undang-undang Ilahi
mengalami ketimpangan.(1)
Dalam kondisi seperti ini, pemimpin politik kehilangan
kapabilitasnya untuk menjalankan manajemen politik sebuah
negara. Masyarakat terpaksa harus mencari seorang pemimpin
lain yang layak, legal, dan adil.
Pemimpin politik harus mengurangi waktu yang
dipergunakan untuk berfoya-foya, dan bahkan waktu untuk
p:209
mengerjakan kebutuhan-kebutuhan pokok yang diperlukan
dalam kehidupan sehari-hari, seperti makan, minum, tidur,
dan berbincang-bincang dengan ke-luarganya. Ia harus
menambah waktu untuk kerja, usaha, amal, berpikir, dan
mengatur urusan negara. Sekalipun untuk sekejap, ia tidak
selayaknya mengosongkan pikirannya dari urusan negara.
Hal ini karena kemampuan pikirannya untuk memelihara
dan menjaga negara adalah lebih kuat dan lebih berpengaruh
dibandingkan kemampuan laskar yang lain.(1)
Atas dasar ini, supaya dapat mengelola urusan negara
dengan benar, pemimpin politik harus memperhatikan
beberapa poin di bawah ini:
Setelah harta kekayaan negara didistribusikan di tengah
masyarakat, karena tabiat mementingkan diri sendiri dan
selalu ingin memiliki harta terbanyak, ada kemungkinan harta
kekayaan negara ini tidak akan sampai kepada para penerima
yang berhak. Harta kekayaan tidak sampai kepada penerima
yang berhak bisa terjadi karena tindak kezaliman, seperti
perampasan dan pelecehan kehormatan, atau karena tindak
penipuan dalam transaksi dan kontrak.
Untuk itu, setelah usai mendistribusikan harta kekayaan
negara ke seluruh kalangan masyarakat, maka dengan cara
mengawasi dan mengambil kebijakan politik protektif,
pemimpin politik harus memelihara seluruh hak warga
negara; yakni harta kekayaan umum (musytarak). Ia tidak boleh
membiarkan satu hak pun dirampas dari tangan seseorang;
p:210
suatu tindakan yang berakibat merugikan pihak yang
bersangkutan, negara, atau masyarakat. Guna merealisasikan
hal ini, ia harus menjalankan dua jenis kebijakan berikut ini:
Arti kebijakan kompensasi adalah apabila salah seorang
anggota masyarakat kehilangan haknya, maka pemimpin
politis harus memberikan ganti hak tersebut kepada anggota
masyarakat yang telah terzalimi atau tertipu ini. Pengganti ini
bisa berupa barang yang serupa dengan hak yang telah hilang
itu atau barang lain.
Dalam kebijakan kompensasi, memberikan barang
pengganti harus dilakukan sedemikian rupa sehingga
menguntungkan kemaslahatan negara atau paling tidak
mendatangkan kerugian bagi negara.
Jika seseorang mengambil kembali haknya atau hak orang
lain dengan cara yang dapat merugikan negara, sebenarnya ia
adalah orang yang zalim.(1)
Kebijakan sanksi dijalankan dalam rangka mencegah
kezaliman dan pelanggaran yang dilakukan oleh satu anggota
masyarakat terhadap anggota masyarakat yang lain. Pertama
kali, pemimpin politik harus meletakkan sebuah undangundang
yang adil guna menghukum para pelanggar hak orang
dan orang-orang yang zalim dengan jaminan aplikasi dari
negara. Dengan undang-undang ini, ia dapat mencegah orangorang
yang secara tabiat memang memiliki kecondongan
p:211
untuk berbuat zalim dan melanggar hak orang lain. Jika tindak
kezaliman dan pelanggaran ini memang terjadi, maka dengan
tujuan untuk mengingatkan atau paling tidak mencegah supaya
mereka tidak meneruskan tindakan itu, ia harus menghukum
mereka sesuai udang-undang yang berlaku dengan berbagai
jenis hukuman, seperti ganti rugi, hukum cambuk, penjara,
qisas, dan lain sebagainya. Dengan tindakan tegas ini, ia akan
bisa mencegah mereka supaya tidak melakukan pelanggaran
berikutnya, atau mencegah orang lain supaya tidak melanggar
hak-hak sesama anggota masyarakat.
Dalam menetapkan dan menjalankan hukum pidana,
seluruh hukuman harus sesuai dengan kadar kriminalitas,(1)
sehingga pemimpin politik tidak keluar dari garis keadilan,
hak orang-orang yang berbuat zalim tidak terinjak-injak, dan
keadilan dalam menjalankan hukuman bisa terpelihara.
Jika hukuman melebihi kadar kriminalitas, maka
orang yang telah berbuat kezaliman dan pelanggaran telah
terzalimi. Apabila hukuman kurang dari kadar kriminalitas
atau sekalipun hukuman melebihi kadar kriminalitas, maka
masyarakat telah terzalimi.(2)
Di samping pengawasan dan kontrol sosial yang dilakukan
setelah regulasi dan pengarahan anggota masyarakat, setelah
mengorganisir para pegawai dan aparatur negara, pemimpin
politis harus berpikir bagaimana mengawasi dan mengontrol
mereka. Dengan pengawasan ini, mereka akan melakukan
p:212
tugas mereka dengan baik dan hak-hak rakyat tidak akan
diteledorkan atau dilanggar. Sebagaimana pernah ditegaskan
oleh Ghazali berikut ini:
Jika petugas penarik pajak bisa bergerak bebas, tidak
memiliki ketakwaan, dan tidak merasa takut terhadap
hukuman raja, maka ia akan mengantongi seluruh harta rakyat
dan menjerumuskan seluruh anggota masyarakat ke dalam
jurang kemiskinan dan kesengsaraan.(1)
Begitu pula, jika para pegawai dan aparatur negara
tidak merasa ada pengawasan atas setiap tindak-tanduk
mereka, maka sangat mungkin mereka akan teledor dalam
melaksanakan tugas, atau akan berbuat zalim terhadap
seluruh rakyat hanya demi mendulang kepentingan lahiriah
dan material.
Atas dasar ini, setelah mengorganisir seluruh instansi
pemerintah dan seluruh aparatur negara, pemimpin politik
harus mengawasi pekerjaan mereka dengan menggunakan
aneka ragam cara; entah ia sendiri secara langsung atau
wakilnya memeriksa pekerjaan mereka. Guna melakukan
pengawasan dan pemeriksaan secara lebih baik, ia harus
memperhatikan beberapa poin di bawah ini:
Pemimpin politik harus mengirim orang-orang khusus
secara rahasia guna meneliti peristiwa politik dan sosial yang
tersembunyi. Setelah itu, mereka akan memberikan informasi
penting kepadanya tentang kondisi wilayah dan kinerja para
penguasa daerah yang telah ia tunjuk. Dengan cara ini, ia dapat
p:213
mengawasi kinerja mereka.(1)
Regulasi dan organisasi urusan sosial bertujuan supaya seluruh
anggota masyarakat bisa memanfaatkan harta kekayaan negara
sesuai dengan hak dan kemampuan masing-masing. Dengan
demikian, jika seseorang memerlukan sebuah bantuan material
atau spiritual, atau mengadukan perkara guna mendepak
kezaliman, maka pemimpin politik harus memperhatikan
kebutuhan mereka dan menyelesaikan masalah mereka.
Dengan cara mencari informasi tentang kinerja para aparatur
negara, ia harus mengawasi cara kerja dan kinerja mereka.(2)
Pemimpin politik menunjuk para pejabat dan aparatur negara
dalam aneka ragam bidang dan instansi berdasarkan pada
sebuah pengenalan yang fundamental dan kaidah yang paten.
Oleh karena itu, ia harus percaya penuh kepada mereka,
memberikan hak-hak menentukan penuh kepada mereka,
dan jangan serta merta mempercayai para penyebar fi tnah
dan penentang mereka. Sangat mungkin sekali para penyebar
fi tnah dan penentang ini merasa iri hati terhadap posisi mereka
itu. Akan tetapi, apabila seseorang datang mengadukan
keteledoran, kezaliman, atau kebejatan seorang aparat dengan
berlandaskan pada bukti akurat, pemimpin politik harus
menanggapi pengaduan ini dan mengambil sebuah keputusan
yang bijaksana.(3)
p:214
Pemberian penghargaan dan hukuman termasuk bagian
penting dalam upaya pengawasan dan pemeriksaan. Apabila
kebijakan ini dijalankan, karena takut kepada hukuman, para
aparatur negara tidak akan berbuat kerusakan. Sebaliknya,
mereka akan terdorong untuk mengerjakan tugas mereka
dengan benar.(1)
Manajemen sebuah urusan memerlukan informasi,
pengetahuan, dan spesialisasi tentang urusan ini. Manajemen
yang kontinyu memerlukan informasi dan berita yang kontinyu
pula tentang situasi dan kondisi yang sedang eksis di negara
dan pemerintah. Oleh karena itu, pemimpin politik harus
menjadikan informasi yang komprehensif dan benar sebagai
tolok ukur seluruh kebijakan dan manajemennya. Di samping
itu, ia juga harus mengetahui situasi negara, rakyat, aparatur
negara, dan para musuh dalam negeri. Begitu pula, ia harus
menguasi kondisi dan tujuan yang dimiliki oleh negara-negara
lain, khususnya pihak musuh asing. Pada saat diperlukan, ia
dapat memanfaatkan seluruh informasi dan pengetahuan ini.
Dan pada saat ia harus bertindak hati-hati, ia dapat menjauhi
mereka dan mengambil keputusan yang benar.
Guna merealisasikan hal ini, pemimpin politik harus
memperhatikan tiga poin hayati berikut ini:
p:215
Guna memperoleh informasi yang komprehensif tentang
urusan dan masalah yang sedang terjadi di tengah-tengah
masyarakat, pemimpin politik harus memanfaatkan sumbersumber
resmi dan nonresmi. Ia dapat memperoleh informasi
secara resmi dari para aparatur dan pegawai daerah. Salah
satu tugas mereka adalah mentransfer informasi berkenaan
seluruh aktivitas yang terjadi di daerah kekuasaan mereka.
Cara yang lain, ia juga dapat mengorek informasi dengan jalan
melakukan kunjungan resmi dan nonresmi, mengirimkan
pemeriksa dan informan daerah. Malah ia bisa pula mengorek
informasi dari anak-anak para penguasa daerah dan mereka
yang banyak tahu tentang urusan negara.(1)
Jalan terbaik untuk mengorek informasi adalah melakuan
penelitian dan berbincang-bincang dengan setiap sumber
informasi dan setiap orang. Alasannya adalah setiap orang
memiliki seorang sahabat karib yang sangat akrab. Ia pasti
mengutarakan seluruh rahasia dan informasi kepadanya secara
detail dan sempurna. Jika perbincangan sering berlangsung,
maka akan muncul sebuah tanda yang mengungkapkan
batinnya.(2)
Setelah memperoleh sebagian informasi, selama bukti dan
tanda-tanda belum sejalan dan serasi, pemimpin politik tidak
boleh mengambil sebuah kebijakan dan keputusan secara
tergesa-gesa.
p:216
Dalam rangka berperang melawan musuh, senjata terbesar dan
ter-ampuh adalah mengetahui rencana musuh. Oleh karena
itu, pemimpin politik dan negara harus senantiasa memiliki
informasi tentang keamanan masyarakat, baik keamanan
yang berhubungan dengan kemanan dalam negeri dan musuh
dalam negeri maupun keamanan luar negeri dan musuh
luar negeri. Di samping para aparatur dan pegawai negara,
ia juga dapat mengutus para informan daerah dan matamata
guna meneliti urusan rahasia dan penting, khususnya
tentang kondisi para musuh asing. Dengan cara ini, ia dapat
menjelaskan bagi negaranya seluruh tujuan dan politik musuh
yang terselubung. Dalam hal ini, ia harus memperhatikan
seluruh informasi dan berita yang sampai kepada negara, baik
informasi resmi maupun informasi nonresmi. Lebih dari itu,
ia juga harus mengetahui secara sempurna seluruh kelemahan
yang dimiliki oleh pihak musuh. Ia harus menyembunyikan
kelemahan-kelemahan ini sampai pada masa diperlukan
sehingga musuh tidak berusaha untuk memperbaikinya. Pada
kesempatan yang cocok, ia dapat memukul musuh melalui
jalan ini.
Dalam usaha memahami pemikiran musuh, pemimpin
politis harus bermusyawarah dengan para ahli sehingga
segala kesimpulan yang diperlukan dapat disimpulkan
dari pandangan-pandangan mereka. Dengan ini, ia harus
mengetahui jumlah para sekutu musuh, seluk-beluk sistem
militer dan pertahanan mereka, dan tindakan-tindakan mereka
yang mencurigakan, seperti mengumpulkan orang-orang asing
p:217
dan membubarkan orang-orang yang sudah ada, menebar
orang-orang ke berbagai penjuru, dan kriteria para sekutu
mereka. Di samping itu, ia juga harus memperhatikan besar
usaha mereka untuk meneliti berita yang sedang berkembang
di dalam negara, propaganda-propaganda bohong, kadar
pengetahuan mereka tentang urusan dalam negeri dan luar
negeri masyarakat. Ia harus memanfaatkan sekutu-sekutu
dekat mereka yang mengetahui seluruh rahasia mereka.(1)
Titik kekuatan dan kelemahan sebuah negara serta seluruh
informasi berkenaan dengan masalah ini termasuk salah satu
hal penting yang harus tersimpan secara rahasia. Kerahasiaan
ini akan menjadikan negara mampu untuk merenungkan,
mengelola, dan mengambil kebijakan yang benar, serta
terpelihara dari bahaya seluruh penentangan yang dilancarkan
dari dalam maupun luar negeri.(2) Untuk keperluan ini, harus
dibentuk sebuah lembaga atau instansi yang menyimpan dan
memelihara seluruh rahasia negara.
Dari satu sisi, melihat urgensi musyawarah, cara untuk
memelihara rahasia adalah pemimpin politis harus mengambil
orang-orang yang memiliki komitmen, berjiwa mulia, dan
berakal sebagai teman musyawarah. Orang-orang semacam
ini tidak akan membocorkan keputusan dan kebijakan negara
kepada orang lain. Lebih dari itu, usaha sebagian orang yang
berakal lemah dan sangat mungkin membocorkan informasi
penting negara kepada orang lain atau diperalat oleh pihak
p:218
musuh guna membongkar informasi rahasia negara dapat
dicegah.
Begitu pula, setelah keputusan diambil, dengan cara
mencampur-aduk antara tindakan yang menjadi fondasi
utama keputusan dan tindakan yang menjadi titik kontradiksi
keputusan ini, usaha orang lain untuk mengetahui keputusan
ini dapat dicegah. Artinya, dengan cara menghindari kehendak
untuk condong kepada salah satu sisi; sisi keputusan dan sisi
kontradiksi keputusan, keputusan yang telah diambil akan
tetap terpelihara. Oleh karena itu, sekalipun dengan cara
menelaah tindakan-tindakan negara, pihak musuh tidak akan
dapat menyimpulkan keputusan yang telah diambil olehnya
dan juga tidak dapat mengetahui urusan rahasianya.(1) Jika
musuh mengetahui informasi rahasia negara melalui jalan apa
pun, maka negara, dengan penuh kesabaran dan ketenangan,
harus menentukan kebijakan yang layak sesuai dengan kondisi
baru ini.
Mengorek informasi adalah sebuah tahapan yang sangat
fundamental untuk menentukan keputusan dan memanajemen
urusan sosial. Setelah informasi berhasil diperoleh, pemimpin
politis tidak boleh mengambil keputusan atau menentukan
sebuah tindakan secara tergesa-gesa. Alasannya, kemungkinan
mengambil keputusan yang salah sangat besar. Sebagai
gantinya, ia harus bermusyawarah dengan para ahli. Mereka
memiliki kekuatan berpikir, berpendapat, merenung, dan
melihat masalah dengan jeli. Dengan bantuan pandangan
p:219
mereka, ia dapat memperoleh pandangan dan keputusan yang
kokoh.(1)
Untuk keperluan ini, pemimpin politik harus mendekatkan
diri-nya kepada orang-orang yang memiliki keutamaan
dan bermusyawarah dengan orang-orang yang berakal.
Dengan cara ini, pendapatnya akan menjadi kokoh dan dapat
menentukan keputusan dengan berlandaskan padanya.
Dengan demikian, selurut rakyat juga akan berpikiran bahwa
pandangan pemimpin memiliki kekuatan yang sama dengan
pandangan orang lain.(2)
p:220
Khajeh Nashiruddin Thusi memandang manusia melalui
jendela tauhid. Dengan berlandaskan pada titik awal dan
titik akhir kehidupan manusia, Khajeh mengutarakan defi nisi,
menjelaskan substansi, dan seluruh kebutuhan manusia.
Berdasarkan perspektif ini, Khajeh menilai bahwa manajemen
politik memiliki akar dalam tabiat manusia. Ia meyakini
bahwa manusia adalah makhluk Allah yang di permulaan
wujud berada jauh dari titik kesempurnaan. Akan tetapi, ia
diciptakan untuk menggapai kesempurnaan ini.
Manusia adalah makhluk yang termulia. Guna mencapai
kesempurnaan, ia memiliki jalan, tujuan, fasilitas, dan kondisi
yang sangat khusus. Seluruh faktor dan sebab ini, melihat
kriteria yang dimiliki oleh tabiat manusia, hanya dapat
termanifestasi dalam sebuah masyarakat politik dan kehidupan
politik. Atas dasar ini, membangun diri, menyucikan etika,
pengajaran, dan pendidikan yang benar adalah syarat asli
p:221
untuk menggapai kesempurnaan dan kebahagiaan akhir jiwa
manusia.
Dari sisi yang lain, menggapai kesempurnaan tanpa
kelanggengan tubuh manusia adalah suatu hal yang mustahil.
Oleh karena itu, menjamin seluruh kebutuhan material
manusia untuk menggapai kesempurnaan adalah satu hal
yang sangat urgen. Untuk itu, Khajeh Nashiruddin Thusi,
sembari mengutamakan kebahagiaan hakiki, menilai bahwa
kebutuhan material adalah sangat urgen dan merupakan syarat
yang harus dipenuhi untuk menggapai sebuah kebahagiaan
yang hakiki.
Berdasarkan hal ini, Khajeh Nashiruddin Thusi
memandang manajemen politik dengan dua orientasi.
Artinya, manajemen politik harus mempersiapkan seluruh
kebutuhan material masyarakat, serta memanajemen seluruh
faktor dan lahan yang dapat mengantarkan manusia kepada
kesempurnaan dan kebahagiaan. Dengan demikian, seluruh
kebutuhan yang diperlukan untuk menggapai keutamaan dan
kebahagiaan dapat terjamin. Dan lebih penting dari semua ini,
demi menggapai keutamaan material dan spiritual yang lebih
banyak serta mencapai pengetahuan dan kebahagiaan, seluruh
kebutuhan ini menjadi sebuah fasilitas yang transendental.
Sembari menolak sistem manajemen politik defi sien,
Khajeh Nashiruddin Thusi memperkenalkan sistem manajemen
politik ideal sebagai sebuah sistem manajemen politik yang
komprehensif dan sempurna. Dengan mementingkan keserasian
antara kehendak anggota masyarakat dan kehendak pemimpin
politis, ia memperkenalkan sebuah sistem manajemen politik
p:222
yang salih dan sesuai dengan seluruh jenis masyarakat politis.
Sebagai contoh, ia menentukan tujuh syarat untuk seorang
pemimpin politik ideal yang mengharapkan kemajuan dan
transendensi material dan spiritual secara bersamaan.
Khajeh Nashiruddin Thusi juga menilai bahwa
kepemimpinan dan manajemen politik adalah sebuah tanggung
jawab yang akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt.
Oleh karena itu, kepemimpian ini harus diberikan kepada
seseorang yang paling sempurna dari sisi akal, pengetahuan,
dan keutamaan-keutamaan insani yang lain. Dalam perspektif
Khajeh, pemimpin politik yang hakiki adalah orang yang
memiliki seluruh kriteria dan keutamaan ini, sekalipun secara
lahiriah ia tidak memegang tampuk kekuasaan.
Akhirnya, kami memaparkan perspektif Khajeh
Nashiruddin Thusi tentang tata cara aplikasi manajemen
politik yang transendental di sebuah masyarakat. Dalam hal
ini, regulasi, organisasi, dan manajemen seluruh urusan sosial
sekiranya dapat menciptakan kemakmuran dan ketenteraman
material, serta kesempurnaan teoretis dan praktis anggota
masyarakat memperoleh penekanan khusus darinya.
Kesimpulan akhir, dengan berlandaskan prinsip-prinsip
Khajeh Nashiruddin Thusi yang sangat detail itu, kita dapat
mengklaim bahwa dengan pengetahuan yang sempurna
terhadap substansi manusia dan masyarakat, ia meyakini
sistem manajemen politik ideal yang memperhatikan seluruh
kebutuhan material dan spiritual dengan tetap menekankan
prioritas sebagai satu-satunya manajemen politik yang efektif
dan kompeten bagi “peradaban umat manusia”.
p:223
p:224
Amin, Muhsin, A‘yân Al-Syî‘ah, teliti ulang oleh Hasan Amin,
Beirut, Dâr Al-Ta‘âruf li Al-Mathbû‘ât, 1403 H.
Bayoni, Syirin, Mughûlon va Hukûmat-e Ilkhoni dar Iron, Tehran,
Samt, 1379 HS.
Corbin, Henry, Torikh-e Falsafeh-e Eslomi, terj. Jawad
Thabathabai, Tehran, Kavir, 1373 HS.
Dehkhudo, Ali Akbar, Lughatnomeh.
Farabi, Abu Nashr Muhammad, Andisyehho-ye Ahl-e Madineh-e
Foze-leh, terj. Sayyid Ja‘far Sajjâdî, Tehran, Sozmon-e Chob
va Ente-syorot-e Vezorat-e Farhang va Ersyod-e Eslomi,
1379 HS.
__________, Siyosat-e Madaniyeh, terj. Sayyid Ja‘far Sajjâdi,
Tehran, Sozmon-e Chob va Entesyorot-e Vezorat-e
Farhang va Ersyod-e Eslomi, 1379 HS.
Haqiqat, Abdurrafi‘, Torikh-e Nehzatho-ye Fekri-e Ironiyon,
Tehran, Syerkat-e Mu’alefon va Mutarjemon-e Iron, 1356
HS.
Halabi, Ali Ashghar, Torikh-e Falosefeh-e Ironi az Oghoz-e Eslom
to Em-rûz, Tehran, Ketobfurûsyi-e Zuvvor, 1351 HS.
Hilli, Jamaluddin Hasan bin Yusuf, Al-Bâb Al-Hâdî ‘Asyar,
Qam, Maktabah Al-‘Allâmah, 1413 H.
__________, Kasyf Al-Murâd fî Syarh Tajrîd Al-I‘tiqâd, Tehran,
Ente-syorot-e Ketobfurûsyi-e Eslomiyeh, 1398 H.
Bibliografi
p:225
Mudarrisi Zanjani, Muhammad, Sarguzasyt va Aqo’ed-e Falsafi -e
Khojeh Nashîruddin Tûsî, Tehran, Entesyorot-e Danesygoh
Tehran, 1335 HS.
Nashiruddin Thusi, Muhammad bin Muhammad, Oghoz va
Anjom, terj. Hasan Hasan Zadeh Amuli, Tehran, Sozmone
Chob va Entesyorot-e Vezorat-e Farhang va Ersyod-e
Eslomi, 1379 HS.
__________, Akhloq-e Muhtasyami, revisi Muhammad Taqi
Donesy-pazhûh, Tehran, Entesyorot-e Donesygah-e
Tehran, 1377 HS.
__________, Akhloq-e Nosheri, revisi Mujtaba Minavi dan Ali
Reza Haidari, Tehran, Entesyorot-e Khorazmi, 1360 HS.
__________, Asâs Al-Iqtibâs, revisi Muhammad Taqi Mudarris
Ridh-awi, Tehran, Entesyorot-e Donesygohe-e Tehran,
1355 HS.
__________, Awshâf Al-Asyrâf, revisi Sayyid Mahdi Syamsuddin,
Tehran, Anjuman-e Eslomi-e Al-Ghadir, 1361 HS.
__________, Awshâf Al-Asyrâf, Tehran, Sozmon-e Zhob va
Entesyo-rot-e Vezorat-e Farhang va Andisyeh-e Eslomi,
1377 HS.
__________, Tajrîd Al-Manthiq, Beirut, Mansyûrât Mu’assasah
Al-A‘-lamî li Al-Mathbû‘ât, 1408 H.
__________, Talkhîsh Al-Muhashshal, revisi Abdullah Nuroi,
Tehran, Mu’asseseh-e Muthole‘ot-e Eslomi Donesygoh-e
Mc Gill Kanada cabang Tehran, 1359 HS.
__________, Resoleh-e Emomat, revisi Muhammad Taqi
Donesypa-zhuh, Tehran, Entesyorot-e Donesygoh-e
Tehran, 1359 HS.
__________, Resoleh-e Jabr va Ekhtiyor, Tehran, Nasyr-e Ulûm-e
Es-lomi, 1363 HS.
p:226
__________, Resoleh-e Jabr va Qadr, Tehran, Enstesyorot-e
Donesy-goh-e Tehran, 1341 HS.
__________, Resoleh-e Jabr va Qadr, Tehran, Entesyorot-e Nasyre
Ulûm-e Eslomi, 1363 HS.
__________, Risâlah fî Al-‘Ilm wa Al-‘Âlim wa Al-Ma‘lûm,
appendiks buku Sarguzasyt va Aqo’ed-e Falsafi -e Khajeh
Nashiruddin Thusi, Tehran, Entesyorot-e Donesygoh-e
Tehran, 1335 HS.
__________, Resoleh-e Gusyoyesynomeh, revisi Muhammad Taqi
Do-nesypazhuh, Entesyorot-e Donesygoh-e Tehran, 1341
HS.
__________, Resoleh-e Tavalli va Tabarri, appendiks buku
Akkhloq-e Muhtasyami, Tehran, Entesyorot-e Denesygohe
Tehran, 1377 HS.
__________, Majmû’eh-e Raso’el; Resoleh-e Rasm va Oyin-e
Podesyohon Qadim roje’ beh Akhz-e Moliyot va Kharoj va
Masoref-e On, Tehran, Entesyorot-e Donesygoh-e Tehran,
1335 HS.
__________, Raudhat Al-Taslîm (Al-Tashawwurât), revisi dan
riset W. Ivanof, Tehran, Nasyr-e Jomi.
__________, Majmû’eh-e Raso’el; Seyr va Sulûk, Tehran,
Entesyorot-e Donesygoh-e Tehran, 1335 HS.
__________, Syarh Al-Isyârât wa Al-Tanbîhât, revisi Sulaiman
Duniya, Mesir, Dâ’irat Al-Ma‘ârif, 1960 M.
_________ , Fushûl Al-‘Aqâ’id, karya Muhammad Taqi
Donesypa-zhuh, Tehran, Entesyorot-e Donesygoh-e
Tehran, 1335 HS.
__________, Majmû’eh-e Raso’el; Qesmat-e Movjûdot, Tehran,
Entesyo-rot-e Donesygoh-e Tehran, 1335 HS.
__________, Majmû‘eh-e Raso’el.
Bibliografi
p:227
__________, Mashâri‘ Al-Mushâri‘, revisi Hasan Mu‘azzâ, Qom,
Mak-tabah Ayatullah Mar‘asyî, 1405 H.
__________, Nasihatnomeh, appendiks buku Sarguzasyt va
Aqo’ed-e Falsafi -e Khajeh Nashiruddin Thusi, Tehran,
Entesyorot-e Donesygoh-e Tehran, 1335 HS.
Nu‘man Farhan, Hani, Al-Khajeh Nashîruddîn Al-Tûsî, Beirut,
Dâr Ihyâ’ Al-Turâts Al-‘Arabî, 1406 H.
Qomi, Abbas, Favo’ed-e Rezaviyeh dar Ahvol-e Ulamo-e Mashab-e
Ja-‘fariyeh.
Surusy, Muhammad, Din va Dovlat dar Andisyeh-e Eslomi, Qom,
Mar-kaz-e Entesyorot-e Daftar-e Tablighot-e Eslomi, 1378
HS.
Yusufi Rad, Murtadha, Andisyeh-e Siyosi-e Al-Khojeh Nashîruddîn
Al-Tûsî, Qom, Buston-e Ketob-e Qom, 1380 HS.
p:228
A
Abaqa Khan 14, 15, 21
Abu Ja‘far Nashiruddin
Muhammad bin
Muhammad bin Hasan
Thusi 3
Adab 38, 39, 41
Administratif 212
Ahli hadis 3
Ahli Sunah 24, 27
Akhloq-e Nosheri 9, 21, 22,
31
Al-Qur’an 4, 39
Alexander 158, 159
Allamah Hilli 17, 18, 25, 26
Antropologi Politis 74
Aparatur 201, 209, 212, 213,
214, 215, 216, 217
Argumentasi 20, 139
Aristoteles 26, 52, 65, 89, 114,
116, 117, 122, 159, 162
Astronom 10, 26, 96
Astronomi 5, 7, 10, 30
B
Badanî 45
Baghdad 7, 11, 13, 14, 15, 24
Bahîmî 38, 39, 49, 63
Baitul Mal 144
Bani Abbasiyah 7, 10, 11, 12,
27
Barometer 139
Basîth 35, 47
Bathî’ al-zawâl 58
Benteng Alamut 9
Benteng Maimum 8
C
Chandsûyeh 36
Cinta 81, 82, 83, 126, 205
Contingen 32
D
Denmark 29
Dwiorientasi 1
p:229
E
Ekonomi imperium 23
Eksistensi masyarakat 226
Evaluasi 1
Exchange reserves 197
F
Fâdhilah 48, 90, 123
Fadhil Jabali 28
Faqih 3, 96
Farabi 20, 21, 46, 88, 89, 90, 94,
231
Fasilitas material 35, 144
Filsafat 7, 9, 18, 20, 22, 28,
29, 30, 34, 69, 95
Filsafat praktis 7
Fiqih 4, 5, 18
Fondasi 19, 20, 24, 31, 83, 106,
113, 153, 158, 160, 201,
207, 219
Forma-forma 56, 62, 75
Fundamental 20, 24, 89, 109, 149,
161, 177, 185, 214, 219
G
Ghazali 21, 213
H
Hadis 3, 4, 29
Hakim Tsani 21
Hâl 58
Hegemoni 127, 128, 170
Henry Corbin 18, 20, 30
horoscope 9, 14
Hulagu 9, 10, 11, 12, 13, 14,
21, 28
I
Ibn Sina 4, 30
Ilkhan 11, 13, 14, 17
Ilmu Astronomi 7, 10
Ilmu Falak 30
Ilmu pengetahuan rasional 5,
27
Ilmu rasional 25
Income 144, 187, 188, 192
Insinyur 16, 96
Intelligibilia 62
Invensional 105
J
Jamaluddin Abu Manshur
Husain bin Muthahhar
Hilli 17
Jauhar 34
Jenghis Khan 5
Jisim-jisim 39
Jism 34, 36
Jiwa bahîmî 38, 39, 63
Jiwa sabu‘î 63
Juz’iyyah 38
p:230
K
Kaidah-kaidah rasional 20
Kaligrafi 16
Kanselir 17
Kasyf Al-Zdunûn 28
Kebijakan sanksi 227
Kekuatan 14, 23, 35, 36, 37, 38,
40, 42, 43, 44, 45, 48, 49,
50, 51, 53, 55, 56, 57, 59,
60, 117, 60, 61, 64, 67, 68,
74, 83, 84, 91, 92, 98, 99,
100, 107, 109, 112, 113,
117, 118, 121, 125, 129,
135, 138, 139, 149, 152,
153, 158, 160, 164, 170,
172, 173, 186, 200, 201,
207, 218, 219, 220
Keturunan 17, 23, 28, 37,
86, 94, 120, 139, 145, 146
Khajeh Nashiruddin Thusi 1,
2, 3, 4, 5, 7, 8, 9, 10, 11,
12, 14, 15, 16, 17, 18, 19,
20, 21, 22, 23, 24, 25, 26,
27, 28, 29, 30, 31, 87, 89,
103, 147, 198, 221, 222,
223, 233, 234
Khalifah 7, 8, 10, 11, 16, 52
Khalifah Dinasti Bani
Abbasiyah 7
Khojeh-e Ko’enot 8
L
Lembaga Wakaf Kerajaan 13
M
Ma‘qûl 62
Madrasah Nezamiah 24
Makrifat 41, 44, 55, 62, 63, 71,
134
Malakî 38, 44, 64
Manajemen politik 1, 2, 31,
32, 88, 101, 103, 104,
106, 107, 109, 110, 111,
112, 115, 117, 119, 128,
137, 138, 147, 148, 203,
204, 205, 208, 209, 221,
222, 223
Manusia madani 116
Maragheh 12, 14, 15, 16, 24,
25, 29
Masyarakat fasik 92, 93
Masyarakat politis 1, 88, 89,
92, 95, 103, 107, 108, 110,
113, 114, 115, 116, 118,
119, 122, 135, 147, 161,
182, 184, 223
Matematika 4, 5, 26, 30
Maujud 32, 33, 35, 40, 41, 42,
43, 44, 46, 62, 66, 74, 77,
100, 147
Melankolia 8
Indeks
p:231
Metode 2, 91, 142, 148, 152,
154, 168, 200
Mongolia 9, 10, 13, 18, 22, 23,
27
Morfologi 4
Multi orientasi 36
Musyawarah 11, 141, 164, 218
Muthma’innah 39
N
Nabi Adam as 33
nafs nâthiqah 49
Nahwu 4
Nashiruddin bin Abdurrahim
6, 7
Nicomachean Ethics 117
Nisyabur 4
O
Observatorium 25
Oljeitu 17, 18
Ontologis 32
Ordubad 17
P
Perkembangan badan 37
Persia 7, 26
Pilar-pilar utama 1, 2, 149
Plato 26, 114, 116
Politik defisien 123, 124, 125,
127, 222
Politik dominasi 122, 126, 130,
131, 132, 137, 150, 176
Politik Ideal viii, 129
Politik jamaah 122, 135, 136,
137
Politik kota 7, 106
Positivisme 228
Postulat 228
Praktis 2, 7, 49, 50, 62, 63, 101,
104, 105, 107, 108, 109,
110, 129, 138, 142, 154,
183, 185, 223
Prinsip-prinsip 2, 223
Propaganda-propaganda 218
Q
Qadhi Nurullah Syusytari 26
Quhestan 6, 7, 8
Quthbuddin Esykavari 27
Quthbuddin Mishri 4
R
Rabbani 33, 101
Radzilah 54
Reproduksi 36, 37, 79
T
Taghallub 127
Taklif 33, 73, 74
Pendahuluan 233
Tauhid 44, 221
Tawakal 54
Teologi 14, 20
Teoretis 1, 49, 50, 62, 63, 98,
101, 104, 105, 129, 138,
154, 183, 185, 223
Terminologi 19, 89, 101, 114,
116
Toleransi 2, 131, 205
Transendental 1, 110, 222,
223
Transkrip-transkrip 21
Tyco Brahe 29
U
Ulama 3, 4, 13, 18, 27, 28, 29,
48, 72, 95, 114, 116, 173,
174, 204
Undang-undang 2, 12, 51, 60,
68, 69, 70, 74, 106, 108,
112, 113, 114, 115, 116,
117, 121, 122, 130, 131,
133, 134, 135, 136, 142,
162, 166, 169, 170, 190,
201, 207, 208, 209, 211
Universal 37, 44, 55, 57, 61,
106, 113, 135, 183, 184,
229
Ustâdz Al-Basyar 5
W
Waham 37
Wâhib al-shuwar 56
Wasat 50
wusthâ 41
Z
Zaman azali 33
Zij-e Ilkhoni 14
Indeks
p:232
p:233
p:234
p:235