Buku Saku Bimbingan Untuk Generasi Muda

BOOK ID

سرشناسه:مطهری، مرتضی، 1298 - 1358.

Mutahhari, Murtaza

عنوان و نام پدیدآور:Buku Saku Bimbingan Untuk Generasi Muda[Book]: Konsep Dan Nalar Islam Yang Mendasar Untuk MelahirkanGenerasi Baru Yang Bertanggung-JawabUntuk Masyarakat Dan Zamannya/ Ayatullah Murtadha Muthahhari; penterjemah Inggris : Saleem Bhimjipenterjemah Indonesia, Arif Mulyadi.

مشخصات نشر:Qom: pusat penerbitan danpenterjemahan internasional al Musthafa, 2014= 1393.

مشخصات ظاهری:154ص.

فروست:مرکز بین المللی ترجمه و نشر المصطفی صلی الله علیه و آله؛ پ1393/266/173، نمایندگی المصطفی در اندونزی؛12.

شابک:978-964-195-042-4

وضعیت فهرست نویسی:فیپا

یادداشت:اندونزیایی.

یادداشت:این کتاب برگرفته وترجمه از آثار شهید مطهری است.

آوانویسی عنوان:باکا...

موضوع:جوانان مسلمان-- راه و رسم زندگی

موضوع:جوانان -- راه و رسم زندگی

شناسه افزوده:بهیمجی، سالم، مترجم

شناسه افزوده:Bhimji, Saleem

شناسه افزوده:مولیادی، عارف، مترجم

شناسه افزوده:Mulyadi، Arif

رده بندی کنگره:BP230/165/م6ب2 1393

رده بندی دیویی:297/483

شماره کتابشناسی ملی:3649493

p: 1

Point

بسم الله الرحمن الرحیم

p: 2

سرشناسه:مطهری، مرتضی، 1298 - 1358.

Mutahhari, Murtaza

عنوان و نام پدیدآور:Buku Saku Bimbingan Untuk Generasi Muda[Book]: Konsep Dan Nalar Islam Yang Mendasar Untuk MelahirkanGenerasi Baru Yang Bertanggung-JawabUntuk Masyarakat Dan Zamannya/ Ayatullah Murtadha Muthahhari; penterjemah Inggris : Saleem Bhimjipenterjemah Indonesia, Arif Mulyadi.

مشخصات نشر:Qom: pusat penerbitan danpenterjemahan internasional al Musthafa, 2014= 1393.

مشخصات ظاهری:154ص.

فروست:مرکز بین المللی ترجمه و نشر المصطفی صلی الله علیه و آله؛ پ1393/266/173، نمایندگی المصطفی در اندونزی؛12.

شابک:978-964-195-042-4

وضعیت فهرست نویسی:فیپا

یادداشت:اندونزیایی.

یادداشت:این کتاب برگرفته وترجمه از آثار شهید مطهری است.

آوانویسی عنوان:باکا...

موضوع:جوانان مسلمان-- راه و رسم زندگی

موضوع:جوانان -- راه و رسم زندگی

شناسه افزوده:بهیمجی، سالم، مترجم

شناسه افزوده:Bhimji, Saleem

شناسه افزوده:مولیادی، عارف، مترجم

شناسه افزوده:Mulyadi، Arif

رده بندی کنگره:BP230/165/م6ب2 1393

رده بندی دیویی:297/483

شماره کتابشناسی ملی:3649493

p: 3

Buku Saku

Bimbingan Untuk Generasi Muda

Konsep Dan Nalar Islam Yang Mendasar Untuk Melahirkan

Generasi Baru Yang Bertanggung-Jawab

Untuk Masyarakat Dan Zamannya

***

Ayatullah Murtadha Muthahhari

***

penerjem ah Inggris:

Saleem Bhim ji

penerjem ah Indonesia:

Arif Mulyadi

pusat penerbitan dan

penerjemahan internasional al Musthafa

p: 4

Buku Saku Bimbingan Untuk Generasi Muda Konsep Dan Nalar Islam Yang Mendasar

Untuk Melahirkan Generasi Baru Yang Bertanggung Jawab Untuk Masyarakat Dan Zamannya

penulis: Ayatullah Murtadha Muthahhari

Penerjem ah Inggris: Saleem Bhimji

Penerjem ah Indonesia: Arif Mulyadi

cetakan: pertama, 1393 sh / 2014

penerbit: pusat penerbitan dan penerjemahan internasional al Musthafa

percetakan: Norenghestan

jumlah cetak: 300

ISBN: 978-964-195-042-4

رهبری نسل جوان

ناشر: مرکز بین المللی ترجمه و نشر المصطفی صلی الله علیه و آله

تیراژ : 300

قیمت: 90000 ریال

مؤلف: آیت الله مرتضی مطهری

مترجم: عارف مولیادی، سالم بهیجی

2014م

چاپ اول: 1393 ش

چاپخانه: نارنجستان

© Al-Mustafa International Publication and Translation Center

Stores:

OIRAN, Qom, Muallim avenue western, (Hujjatia). Tel-Fax: +98 25-37839305 - 9

OIRAN, Qom, Boulevard Muhammad Ameen, Y-track Salariyah Tel: +98 25-32133106,

Fax: +98 25-32133146

OIRAN, Tehran, Inqilab Avenue, midway Wisal Shirazi and Quds, off Osko Street, Block 1003.

Tel: +98 21 - 66978920

OIRAN, Mashad; Im am Reza (a.s) Avenue, Danish Avenue Eastern, midway Danish 15 and 17.

Tel: +98 51-38543059

www.pub miu.ac.ir m iup@pub miu.ac.ir

***

kepada semua pihak yang turut andil dalam penerbitan buku ini kami haturkan banyak terima kasih

p: 5

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB

photo

p: 6

PEDOMAN TRANSLITERASI PERSIA

photo

p: 7

DAFTAR ISI

PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB

PEDOMAN TRANSLITERASI PERSIA

PENGANTAR...1

TENTANG PENULIS...7

PENGANTAR PENULIS...31

BAB 1...35

Dua Jenis Tanggung jawab

BAB 2...45

Metode-metode Kepemimpinan Bersifat Relatif dan

Temporer

BAB 3...53

Sebab-sebab Perbedaan Mukjizat-mukjizat Para Nabi

BAB 4...61

Metode Para Nabi

BAB 5...67

Murid-murid Terbaik

BAB 6...77

Generasi Muda atau Pola Pikir Kaum Muda?

p: 8

BUKU SAKU Bimbingan Untuk Generasi Muda

BAB 7...83

Menjadi Seorang Alim untuk Zaman Anda Hidup

BAB 8...91

Apa yang Harus Dilakukan?

BAB 9...97

Contoh dari Dua Generasi

BAB 10...107

Generasi Muda Hari Ini

BAB 11...111

Kesulitan-kesulitan Generasi ini Harus Dipahami

BAB 12...123

Sebab-sebab Mengapa Manusia Condong ke Ateisme

BAB 13...129

Tanda-tanda Perkembangan Intelektual

BAB 14...133

Meninggalkan Al-Quran

BAB 15...141

INDEKS...153

p: 9

PENGANTAR

Dari buaian hingga liang lahat Kehidupan hanya tampak ilusi Fase anak-anak muda yang begitu berani Ini bahkan sebuah ilusi yang lebih besar Buku ini adalah buah dari salah satu ceramah pemikir dan ulama terkemuka, Ayatullah Syahid Muthahhariq.s (quddisa sirruh: semoga Allah menyucikan rahasianya). Bahkan pula, ia menyampaikan kebutuhan mendesak untuk melakukan pemikiran ulang tentang bagaimana kita menghadapi tantangan-tantangan yang muncul di era

p: 1

modern yang didominasi oleh kultur Barat dan nilai- nilainya yang menyertainya. Inilah kesinambungan dari pencarian beliau yang abadi untuk menjembatani kesenjangan yang tampak memisahkan bahasa agama tradisional dan bahasa modernitas. Konsekuensi dari kesenjangan seperti itu melahirkan miskonsepsi- miskonsepsi yang telah menjadi “konsep-konsep". Satu konsep seperti itu dinamakan “kesenjangan generasi”.

Setelah mengemuka, miskonsepsi ini yang sekarang telah menjadi sebuah konsep yang diterima dan mengambil bentuk nubuat pemenuhan-diri (self-fulfiling), sesungguhnya telah menciptakan kesenjangan di antara generasi-generasi.

Konsep itu telah memberikan lisensi dan kehormatan kepada generasi yang lebih muda untuk 'berbeda! Menggunakan bahasa modern, konsep itu telah menjadi 'sejuk' untuk dikenakan, dijalani, dan tampil beda. Inilah peta jalan yang membawa kepada MTV dan negeri modern.

Judul Bimbingan Untuk Generasi Muda menjadi semakin relevan pada masa ini dan di era outsourcing, e-mail, portal-portal situs, dan "blogging"—konsep- konsep dan nilai-nilai Barat sedang diadopsi di seluruh dunia dengan antusiasme. Meniru mode-mode dan

p: 2

pola-pola mutakhir sekarang telah diperluas menuju pusat-pusat layanan informasi (call centers) di negeri- negeri berkembang ketika generasi muda, pria dan wanita, kini berbicara dengan logat orang-orang Texas dan menit berikutnya beralih pada aksen Inggris Baru mengikuti penelepon dari Boston. Generasi Muda Muslim hampir tidak dapat imun dan steril dari ini.

Para pembaca, terutama para orang tua, yang mencari sebuah perbaikan cepat atau sederet jawaban terhadap tantangan-tantangan akan mengalami kekecewaan. Walaupun buku ini akan mengajukan lebih banyak pertanyaan daripada jawabannya, namun Ayatullah Muthahhari meletakkan tanggung jawab secara jujur pada generasi dahulu, dan menyatakan:

"Masing-masing generasi bertanggung jawab untuk membimbing generasi penerus-terutama mereka yang secara resmi dikenal sebagai pemimpin- pemimpin masyarakat-mereka memiliki tanggung jawab yang jauh lebih besar..." Dalam hubungan ini mendorong kita untuk tidak menghadapi tantangan-tantangan masa kini dengan solusi-solusi masa kemarin. Dalam hal ini, ia menyatakan:

p: 3

"...persoalan kepemimpinan dan membimbing generasi ini berbeda dalam metode-metode dan teknik-tekniknya sepanjang beragam waktu dan periode serta berbeda sesuai dengan kelompok- kelompok atau orang-orang yang bekerja dengannya. Dengan demikian, kita harus benar-benar menghilangkan pemikiran tersebut dari kepala-kepala kita bahwa generasi baru ini harus dibimbing dengan mengikuti metode-metode yang digunakan oleh generasi-generasi sebelumnya." Dalam konteks inilah, buku ini perlu dipahami untuk memberikan arahan dalam menghadapi tantangan-tantangan melalui cara yang relevan dengan masa kehidupan kita.

Almarhum Ayatullah Muthahhari juga mengingatkan kita tentang perkataan Imam Ja'far bin Muhammad Shadiq as bahwa, "Orang yang benar- benar menyadari zaman di mana ia hidup di dalamnya tidak akan pernah mengalami kebingungan dengan hal-hal di sekelilingnya." Karenanya, untuk mengenal era di mana kita hidup di dalamnya, kita perlu untuk fokus pada integrasi aspek-aspek intelektual, sosial, dan emosional yang memengaruhi generasi muda kita dan terutama

p: 4

mahasiswa-mahasiswa di perguruan-perguruan tinggi dan kampus-kampus.

Kebutuhan dari era sekarang ini adalah mengetahui bahwa generasi muda kita terus berjuang dengan fragmentasi yang meningkat dalam hal proses belajar sebanyak dikotomi disiplin-disiplin (ilmu) dan kontradiksi-kontradiksi inheren dalam konsep-konsep seperti pluralisme. Mereka hidup dalam suatu era yang membuat mereka tersentuh dengan beragam ideologi dan yang menuntut mereka memberi penjelasan rasional dalam hal-hal keimanan. Kesadaran ini dapat membantu kita untuk menangani suatu generasi Muslim yang pada gilirannya akan mampu untuk menangani generasi berikutnya.

Sebagai penutup, kami mengutip kata-kata dari penyair Pakistan, almarhum Allamah Iqbal yang menulis:

Tuhan, anugerahi hati kaum Muslim dengan motivasi- motivasi sekali lagi Sedemikian hingga motivasi-motivasi itu dapat menghangatkan hati dan menggerakkan jiwa sekali lagi Biarlah setiap individu umat Islam bersinar sekali lagi Berkatilah ia dengan kebulatan tekad dan semangat sekali lagi

p: 5

Orang-orang yang telah dibutakan, berikanlah mereka wawasan-wawasan segar pula Apa yang telah kurasakan, tunjukkanlah visi yang sama kepada mereka juga *** Hasnain Walji Plano, Texas Jumadits Tsani 1425 H./Agustus 2004

p: 6

TENTANG PENULIS

Ayatullah Murtadha Muthahhari q.s adalah salah seorang arsitek utama dari kesadaran Islam Baru di Iran. Ia dilahirkan pada 2 Februari 1920 di Fariman.

Fariman yang pada waktu itu adalah sebuah desa, sekarang berkembang menjadi sebuah kotamadya yang berjarak sekitar 60 km dari Masyhad, pusat ziarah dan pengajaran besar Syi'ah di Iran Timur. Ayahnya bernama Muhammad Husain Muthahhari, seorang ulama terkenal yang belajar di Najaf dan menghabiskan beberapa tahun di Mesir dan Hijaz sebelum kembali ke Fariman. Muthahhari senior memiliki posisi pemikiran yang berbeda dibandingkan dengan putranya, yang bagaimanapun lebih cemerlang darinya. Ayahnya tekun menggeluti karya-karya pakar hadis kondang, Mulla Muhammad Baqir Majlisi q.s. Sebaliknya, sang putra yang merupakan pahlawan besar di antara para

p: 7

ulama Syi'ah dahulu adalah seorang teosofis Mulla Shadra q.s.

Namun, Ayatullah Muthahhari selalu menunjukkan respek dan kecintaan besar terhadap ayahnya, yang juga merupakan guru pertamanya. Ia mendedikasikan kepada ayahnya salah satu bukunya yang sangat popular, Dastan-e-Rastan (The Epic of the Righteous), diterbitkan pertama kali pada 1960, dan yang kemudian terpilih sebagai “Book of the Year" oleh Komisi Nasional Iran untuk UNESCO pada 1965.

Pada usia sangat muda, 12 tahun, Muthahhari memulai studi-studi formal agamanya pada lembaga pendidikan di Masyhad, yang pada waktu itu dalam kondisi merosot, sebagian disebabkan alasan-alasan internal dan sebagian disebabkan tindakan-tindakan represif yang dipimpin oleh Ridha Khan, otokrat Pahlevi yang pertama, terhadap semua lembaga Islam.

Namun di Masyhad, Muthahhari menemukan cintanya yang besar terhadap filsafat, teologi, dan 'irfân, suatu cinta yang tetap ada bersamanya sepanjang hidupnya dan membentuk keseluruhan pandangannya tentang agama:

"Aku dapat mengingat bahwa ketika aku memulai studi-studiku di Masyhad dan sibuk mempelajari bahasa Arab dasar, para filosof, para 'ârif, dan teolog

p: 8

membuat aku terkesan jauh melebihi para ulama dan ilmuwan lainnya, seperti para peneliti dan penyelidik.

Tentu saja aku belum mengenal ide-ide mereka, namun aku menganggap mereka sebagai pahlawan- pahlawan di pentas pemikiran."(1) Demikianlah, figur di Masyhad yang menggelorakan pengabdian terbesar pada Muthahhari adalah Mirza Mahdi Syahidi Razavi q.s, seorang guru filsafat. Namun, Razavi wafat pada 1936, sebelum Muthahhari cukup dewasa untuk ikut serta dalam pelajaran-pelajaran di kelasnya, dan terutama disebabkan oleh alasan ini, yaitu ia meninggalkan Masyhad pada tahun berikutnya untuk bergabung dengan sejumlah siswa yang belajar di lembaga pendidikan (hawzah) di Qum.

Berkat kepengurusan kapabel Syekh Abdulkarim Ha'iriq.s, Qum bergerak untuk menjadi ibukota spiritual dan intelektual dari Iran Islam. Sementara itu, di saat yang sama Muthahhari mampu memperoleh manfaat di sana dari pengajaran sejumlah besar ulama. Ia mempelajari fikih dan ushul—subjek-subjek inti dari kurikulum tradisional-pada Ayatullah Hujjat Kuhkamari q.s, Ayatullah Sayyid Muhammad Damad (q.s.), Ayatullah Sayyid Muhammad Ridha Gulpayagani (q.s.), dan Haji Sayyid Shadruddin ash-Shadr (q..s.).

p: 9


1- [1] "Ilal-e-Girayish ba Maddigarî, hal. 9

Akan tetapi, lebih penting dari semua ini adalah Ayatullah Burujerdi (q.d.s.), penerus dari Ha'iri sebagai direktur hawzah di Qum. Muthahhari menghadiri kuliah-kuliahnya sejak kedatangannya di Qum pada 1944 hingga kepulangannya ke Teheran pada 1952. Ia menunjukkan respek yang mendalam terhadapnya.

Kepatuhan yang luar biasa dan pertalian yang dekat mencirikan hubungan Muthahhari dengan mentor utamanya di Qum, Ayatullah Ruhullah Khomeini (q.s.). Ketika Muthahhari tiba di Qum, Ayatullah Khomeini adalah seorang pengajar muda, namun beliau sudah menjadi pusat perhatian para rekan sejawatnya disebabkan keluasan dan kesempurnaan visi Islamnya dan kemampuannya untuk menyampaikannya kepada orang-orang lain.

Keutamaan-keutamaan ini termanifestasikan dalam kuliah-kuliah terkenal tentang etika yang beliau mulai memberikannya di Qum pada awal 1930.

Kuliah-kuliah Khomeini menarik banyak audiens dari luar dan dalam lembaga pengajaran agama dan memiliki dampak luar biasa pada semua orang yang menghadiri kuliah-kuliahnya. Muthahhari membuat perkenalan pertamanya dengan Ayatullah Khomeini pada kuliah-kuliah ini:

p: 10

"Ketika aku pindah ke Qum, aku menemukan objek keinginanku pada sesosok pribadi yang memiliki seluruh sifat Mirza Mahdi (Syahidi Razavi) di samping lain-lainnya yang secara istimewa ia miliki. Aku menyadari bahwa dahaga jiwaku akan terpuaskan pada mata air bening pribadi itu. Walaupun aku masih belum menyelesaikan tahap-tahap pendahuluan dari studi-studiku dan belum memenuhi syarat untuk naik ke jenjang studi ilmu-ilmu rasional (ma'qûlat), kuliah-kuliah tentang etika yang diberikan oleh pribadi tercinta itu setiap kamis dan Jumat tidak terbatas pada etika dalam pengertian kering dan akademik tapi menyentuh masalah 'irfân dan wisata spiritual, dan dengan demikian, kuliah-kuliah seperti itu membuatku sangat bergairah. Tanpa melebih-lebihkan dapat kukatakan bahwa kuliah-kuliah itu menimbulkan sedemikian besar kegairahanku hingga efeknya tetap ada bersamaku hingga Senin atau Selasa berikutnya.

Suatu bagian penting dari kepribadian intelektual dan spiritualku mengambil bentuk di bawah pengaruh kuliah-kuliah itu dan pelajaran-pelajaran lainnya yang aku jalani selama dua belas tahun melalui ustad llahi [maksudnya Ayatullah Khomeini]."(1) Sekitar 1946, Ayatullah Khomeini mulai memberikan kuliah kepada sekelompok kecil pelajar yang termasuk di dalamnya Muthahhari dan teman seruangannya pada Madrasah Fayziya,

p: 11


1- [2] Ibid.

Ayatullah Muntazhari, tentang dua naskah utama filsafat, Asfar al-Arba'ah karya Mulla Shadra (q.s.) dan Syarh Manzhumah karya Mulla Hadi Sabzwari (q.s.).

Partisipasi Muthahhari dalam kelompok ini, yang terus bertemu hingga sekitar 1951, memungkinkannya untuk membangun hubungan-hubungan yang lebih intim dengan gurunya. Juga pada 1946, atas permintaan Muthahhari dan Muntazhari, Ayatullah Khomeini mengajarkan kuliah formal pertamanya tentang Fikih dan Ushul, mengambil bab tentang dalil-dalil rasional dari jilid kedua Kifayat al-Ushûl karya Akhund Khurasani sebagai naskah pengajarannya.

Muthahhari mengikuti kuliahnya dengan penuh perhatian, padahal ia masih mengikuti studi-studi fikihnya pada Ayatullah Burujerdi.

Pada dua dekade pertama pascaperang, Ayatullah Khomeini melatih sejumlah pelajar di Qum yang menjadi pemimpin-pemimpin Revolusi Islam dan Republik Islam sehingga melalui mereka (dan secara langsung), kesan kepribadian beliau tampak pada seluruh perkembangan utama dekade yang lalu. Namun, tidak ada di antara para murid beliau yang memiliki hubungan pertalian serupa seperti Muthahhari, suatu pertalian yang Ayatullah Khomeini sendiri telah memberikan kesaksian untuknya. Murid dan guru berbagi keterkaitan besar terhadap seluruh

p: 12

aspek pengetahuan tradisional, tanpa menjadi tawanannya; suatu visi Islam yang komprehensif sebagai sebuah sistem total kehidupan dan keimanan, dengan makna khusus yang dianggap berasal dari aspek-aspek filosofis dan mistisnya; suatu loyalitas mutlak kepada lembaga agama, ditempa oleh kesadaran tentang keharusan perbaikan; sebuah keinginan untuk perubahan sosial dan politik, disertai dengan makna besar tentang strategi dan pemilihan waktu; sebuah kemampuan untuk mencapai di luar lingkup agama secara tradisional, serta memperoleh perhatian dan loyalitas dari kaum terdidik sekuler.

Di antara guru-guru lainnya yang pengaruhnya dirasakan Muthahhari di Qum adalah pakar besar tafsir Quran dan filosof, Ayatullah Sayyid Muhammad Husain Thabathaba'i (q.s.). Muthahhari ikut serta dalam pelajaran-pelajaran Thabathaba'i tentang kitab Al-Syifa' karya Abu Ali ibn Sina dari 1950 hingga 1953, dan pertemuan-pertemuan malam Jumat yang berlangsung di bawah arahannya. Subjek dari pertemuan-pertemuan ini adalah filsafat materialis, sebuah pilihan luar biasa bagi sekelompok ulama tradisional. Muthahhari sendiri untuk pertama kali memahami minat besar pada filsafat materialis, terutama Marxisme, segera setelah naik ke jenjang studi formal ilmu-ilmu rasional.

p: 13

Menurut ingatannya sendiri, pada sekitar 1946 ia mulai mempelajari terjemahan-terjemahan Persia tentang literatur Marxis yang dipublikasikan oleh Partai Tudeh, organisasi Marxis utama di Iran dan pada waktu itu merupakan kekuatan penting di pentas politik. Di samping itu, ia membaca tulisan-tulisan Taqi Arani, teoretisi utama Partai Tudeh, dan publikasi-publikasi Marxis dalam bahasa Arab yang berasal dari Mesir. Pada awalnya ia mengalami sedikit kesulitan memahami naskah-naskah ini sebab ia tidak terbiasa dengan terminologi filsafat modern, tetapi dengan terus berusaha keras yang meliputi penyusunan sebuah sinopsis buku Elementary Principles of Philosophy karya Georges Pulitzer), ia berhasil menguasai seluruh subjek tentang filsafat materialis. Penguasaan ini membuatnya menjadi seorang kontributor penting untuk lingkaran Thabathaba'i dan kemudian, setelah ia pindah ke Teheran, menjadi seorang pejuang efektif dalam perang ideologi melawan Marxisme dan interpretasi-interpretasi berpengaruh Marxis tentang Islam.

Sejumlah pembuktian kesalahan-kesalahan tentang Marxisme telah diuji coba di Dunia Islam, baik di Iran maupun di tempat lain, namun hampir semuanya gagal karena ketidakcocokan-ketidakcocokan yang nyata dari Marxisme dengan kepercayaan agama

p: 14

serta kegagalan-kegagalan politik dan inkonsistensi partai-partai politik Marxis. Sebaliknya, Muthahhari mengkaji akar-akar filosofis dari persoalan tersebut dan dengan logika yang teliti menunjukkan sifat hipotetis kontradiktif dan arbitratif dari prinsip-prinsip utama Marxisme. Tulisan-tulisan polemiknya banyak tercirikan melalui kekuatan intelektual dibandingkan dengan kekuatan retorika atau emosional.

Namun, menurut Muthahhari, filsafat adalah jauh melebihi sebuah alat polemik atau disiplin intelektual.

Filsafat merupakan gaya khusus keberagamaan, sebuah cara untuk memahami dan memformulasikan Islam. Muthahhari sesungguhnya memiliki tradisi kepedulian filosofis Syi'ah yang minimal mundur sejauh Nashiruddin Thusi, salah satu pahlawan pribadi Muthahhari. Untuk mengatakan bahwa pandangan Muthahhari tentang Islam berwatak filosofis tidaklah bermakna bahwa ia kekurangan spiritualitas atau ditakdirkan untuk menundukkan dogma wahyu kepada interpretasi filosofis dan memaksakan terminologi filosofis atas seluruh bidang agama.

Sebaliknya, itu bermakna bahwa ia memandang pencapaian pengetahuan dan pemahaman sebagai tujuan utama dan manfaat agama dan karena alasan itu ia memberikan filsafat tempat utama dan tertentu di antara disiplin-disiplin ilmu yang ada dalam lembaga

p: 15

agama. Dalam hal ini, ia berbeda dengan sejumlah ulama yang menjadikan fikih sebagai kurikulum utama. la berbeda dengan kelompok modernis yang bagi mereka filsafat merepresentasikan penyusupan paham Yunani atau Helenistik ke dalam Dunia Islam.

la juga berbeda dengan semua orang yang semangat revolusioner mereka telah membuat mereka tidak sabar dengan pemikiran filosofis yang bersifat hati-hati.(1) Aliran filsafat khusus yang dianut Muthahhari adalah filsafat Mulla Shadra, "Filsafat yang Menjulang" (al-hikmah al-muta’âliyâh) yang berusaha mengombinasikan metode-metode perspektif spiritual dengan metode-metode deduksi filosofis.

Muthahhari memiliki watak tenang dan sejuk, baik dalam perilaku kesehariannya maupun dalam tulisan- tulisannya. Bahkan, ketika ia terlibat dalam polemik- polemik, ia selalu berperilaku santun dan biasanya ia menahan diri untuk mengucapkan kata-kata yang bersifat emosional dan tidak layak. Namun, berkaitan dengan kesetiaannya kepada Mulla Shadra yang habis-habisan akan dibelanya walaupun itu berupa kecaman ringan atau insidental, dan ia memilih nama "Shadra" untuk cucu pertamanya juga untuk usaha penerbitannya di Qum yang memproduksi buku-bukunya.

p: 16


1- [3] Pernyataan autoritatif dari pandangan ini dibuat oleh Sayyid Qutb dalam naskahnya Khasa'is al-Tasawwur al-Islâmi wa Muqawwimatuhu, Kairo, sejumlah edisi, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Persia dan memiliki pengaruh atas pandangan- pandangan terhadap filsafat.

Sejauh menyangkut mazhab filsafat Shadra, ia berusaha menggabungkan metode-metode pencerahan batiniah dan refleksi intelektual, maka tidak mengherankan bahwaitu menimbulkan beragam interpretasi oleh mereka yang lebih condong kepada salah satu metode dibandingkan dengan metode lainnya. Untuk menilai tulisan-tulisannya, Muthahhari memiliki orang-orang yang unggul dalam hal dimensi intelektual ajaran Shadra. Ada sedikit nada mistis atau sangat spiritual yang ditemukan dalam eksponen- eksponen pemikiran Shadra lainnya, mungkin karena Muthahhari memandang pengalaman-pengalaman batiniahnya sendiri sebagai tidak relevan dengan tugas pengajaran ketika ia terlibat atau bahkan sebagai rahasia inti yang harus ia sembunyikan.

Namun, lebih mungkin adalah bahwa kesukaannya yang luar biasa terhadap dimensi filosofis dari "filsafat yang menjulang" merupakan sebuah ekspresi dari temperamen dan kejeniusan Muthahhari sendiri.

Dalam hal ini, ia sangat berbeda dari mentor agungnya, Ayatullah Khomeini, yang banyak statement politisnya terus diselimuti dengan bahasa dan hal-hal 'irfan dan spiritualitas.

Pada 1952, Muthahhari meninggalkan Qum menuju Teheran, tempat ia menikahi putri dari Ayatullah Ruhani (q.s.) dan mulai mengajar

p: 17

filsafat di Madrasah Marwi, salah satu lembaga utama pendidikan agama di ibukota. Ini bukanlah awal dari karirnya mengajar karena di Qum ia sudah mulai mengajar topik-topik tertentu—logika, filsafat, teologi, dan fikih sewaktu ia sendiri masih berstatus seorang pelajar. Namun, Muthahhari tampak menjadi begitu tidak sabar dengan suasana Qum yang agak dibatasi, dengan faksionalisme yang mengemuka di antara sebagian pelajar dan guru-guru mereka, dan dengan jauhnya mereka dari kepedulian terhadap masyarakat. Prospek-prospek masa depannya sendiri di Qum adalah juga tidak menentu.

Di Teheran, Muthahhari menemukan bidang yang lebih luas dan lebih memuaskan dalam hal aktivitas keberagamaan, pendidikan, dan pada akhirnya politik. Pada 1954, ia diundang untuk mengajar filsafat di Fakultas Teologi dan Ilmu-ilmu Islam dari Universitas Teheran, tempat ia mengajar selama dua puluh dua tahun. Pertama-tama regularisasi dari pengangkatannya dan kemudian promosinya menjadi profesor ditunda oleh kecemburuan kolega- kolega menengahnya dan oleh pertimbangan- pertimbangan politik (karena kedekatan Muthahhari dengan Ayatullah Khomeini dikenal luas). Namun, kehadiran figur seperti Muthahhari dalam kampus sekuler adalah signifikan dan efektif. Banyak orang

p: 18

yang berlatar belakang madrasah telah datang untuk mengajar di kampus-kampus, dan mereka rata-rata berpengetahuan luas. Akan tetapi, hampir tanpa kecuali mereka telah mendepak pandangan dunia Islam, bersama dengan sorban-sorban dan jubah- jubah mereka. Sebaliknya, Muthahhari, datang ke kampus sebagai seorang yang pandai mengemukakan pikiran-pikirannya dan seorang eksponen yang meyakini pengetahuan dan hikmah Islam, hampir bisa disebut sebagai seorang utusan lembaga agama kepada lembaga berpendidikan sekuler. Banyak orang meresponnya karena kekuatan-kekuatan pendidikan yang ia pertama-tama tunjukkan di Qum dan kini sangat berkembang.

Selain membangun reputasinya sebagai seorang dosen kampus yang populer dan berdaya guna, Muthahhari juga ikut serta dalam aktivitas- aktivitas dari sejumlah organisasi (anjumanhâ) Islam profesional yang telah eksis di bawah pengawasan Mahdi Bazargan dan Ayatullah Taleqani (q.s.), dengan memberikan kuliah kepada para dokter, insinyur, guru dan membantu mengoordinasikan pekerjaan mereka.

Sesungguhnya sejumlah buku Muthahhari meliputi transkripsi-transkripsi yang direvisi dari serangkaian kuliah yang disampaikan pada organisasi-organisasi Islam.

p: 19

Keinginan-keinginan Muthahhari pada sebuah difusi yang lebih luas dari pengetahuan agama dalam masyarakat dan keterlibatan yang lebih efektif dari para ulama dalam masalah-masalah sosial membawanya pada 1960 untuk menduduki kepemimpinan sekelompok ulama Teheran yang dikenal sebagai Anjuman-e-Mahâna-yi Dînî ("The Monthly Religious Society"). Para anggota kelompok ini, yang termasuk almarhum Ayatullah Behesti (q.s.), teman sekolah Muthahhari di Qum, mengorganisasikan ceramah- ceramah umum bulanan yang dirancang secara simultan untuk menunjukkan relevansi Islam dengan persoalan-persoalan kontemporer dan menstimulir pemikiran reformis di antara para ulama. Ceramah- ceramah dicetak di bawah judul Guftâr-e-Mâh ("Dis- course of the Month") dan terbukti sangat popular.

Namun, pemerintah melarangnya pada Maret 1963 ketika Ayatullah Khomeini memulai perlawanan publiknya terhadap rezim Pahlevi.

Upaya sejenis yang jauh lebih penting pada 1965 adalah pendirian Husainiyah Irsyad, sebuah lembaga di utara Teheran, yang dirancang untuk meraih dukungan kesetiaan kaum muda yang terdidik secara sekuler terhadap Islam. Muthahhari termasuk di antara dewan pengarah. Ia juga memberikan ceramah di Husainiyah Irsyad serta menjadi editor dan 20

p: 20

kontributor untuk beberapa penerbitannya. Lembaga tersebut mampu menarik banyak sekali orang yang menjalankan fungsi-fungsi kelembagaan, tetapi kesuksesan ini yang tak diragukan telah melampaui harapan-harapan para pendirinya, dikalahkan oleh sejumlah persoalan internal. Salah satu persoalannya adalah konteks politik dari aktivitas-aktivitas lembaga tersebut, yang menimbulkan beragam pendapat tentang kemungkinan-kemungkinan menitikberatkan pada penceramahan reformis daripada konfrontasi politik.

Umumnya kata yang terucap memainkan peran yang lebih efektif dan lebih segera dalam mempromosikan perubahan revolusioner dibandingkan dengan kata yang tertulis, dan akan mungkin untuk menyusun sebuah antologi dari pidato-pidato, pesan-pesan dan ceramah-ceramah utama yang telah memajukan Revolusi Islam Iran.

Namun, penjelasan konten ideologis dari revolusi dan demarkasinya dari aliran-aliran pemikiran yang menentang atau berkompetisi perlu bergantung pada kata yang tertulis, pada komposisi dari karya- karya yang menjelaskan secara rinci doktrin Islam secara sistematis, dengan perhatian khusus terhadap persoalan-persoalan dan hal-hal kontemporer.

Dalam area ini, kontribusi Muthahhari adalah unik

p: 21

dalam besaran dan cakupannya. Muthahhari menulis dengan tekun dan kontinyu, sejak masa belajarnya di Qum hingga 1979, tahun kesyahidannya. Banyak karyanya ditandai oleh nada dan penekanan filosofis yang sama dan telah tercatat, dan ia mungkin menganggap sebagai karyanya yang paling penting Ushûl-e-Falsafa wa Ravish-e-Ri'âlism ("Prinsip-prinsip Filsafat dan Metode Realisme"), catatan tentang ceramah-ceramah Thabathaba'i pada majelis malam Jumat di Qum, dilengkapi dengan komentar-komentar Muthahhari. Namun, ia tidak memilih topik dari buku- bukunya sesuai dengan kepentingan atau kesukaan pribadi, tetapi sesuai dengan persepsinya tentang kebutuhan. Kapan pun sebuah buku tidak memiliki topik vital dalam hal kepentingan Islam kontemporer, Muthahhari berusaha menyediakannya.

Dengan mudah ia mulai mengonstruksi unsur- unsur utama dari perpustakaan Islam kontemporer.

Buku-buku seperti "Adl-e-llâhî (“Keadilan Ilahi"), Nizâm-e-Huquq-e-Zan dar Islâm ("Hak-hak Wanita dalam Islam"), Mas'ala-yi Hijab ("Persoalan Hijab”), Ashnâ'i ba Ulûm-e-Islâmî ("Sebuah Pengantar kepada Ilmu-ilmu Islam"), and Muqaddima bar Jahânbînî- yi Islâmi (“Mukadimah kepada Pandangan-Dunia Islam") semuanya ditujukan untuk memenuhi suatu kebutuhan, untuk berkontribusi terhadap

p: 22

pemahaman Islam yang akurat dan sistematik serta persoalan-persoalan dalam masyarakat Islam.

Buku-buku ini dapat dianggap sebagai kontribusi yang sangat abadi dan penting bagi lahirnya kembali Iran Islami, namun aktivitasnya juga memiliki dimensi politik yang walaupun derajatnya di bawah aktivitas utamanya, tetapi tidak semestinya dipandang rendah. Sewaktu masih berstatus pelajar dan calon guru di Qum, ia telah berusaha keras menanamkan kesadaran politik pada teman-teman sejawatnya dan yang terutama dekat dengan mereka yang menjadi anggota-anggota Fida'iyan-i Islâm, sebuah organisasi militan yang didirikan pada 1945 oleh Nawwab Safawi. Markas Besar Fida'iyan di Qum adalah Madrasah Fayziya, tempat Muthahhari sendiri berada, dan ia tidak berhasil mencegah mereka dipindahkan dari Madrasah tersebut oleh Ayatullah Burujerdi, yang dengan tegas menentang segala konfrontasi politik dengan rezim Syah.

Dalam perjuangan menasionalisasikan Industri Minyak Iran, Muthahhari bersimpati terhadap upaya-upaya Ayatullah Kasyani (q.s.) dan Dr.

Muhammad Mushaddiq, walaupun ia mengkritisi Dr.

Mushaddiq karena yang bersangkutan menganut nasionalisme sekuler. Setelah kepindahannya ke

p: 23

Teheran, Muthahhari berkolaborasi dengan Gerakan Kemerdekaan-nya Bazargan dan Taleqani, namun ia tidak pernah menjadi salah satu figur utama dalam kelompok tersebut Konfrontasi pertamanya yang serius dengan rezim Syah berlangsung dalam pemberontakan 15 Khurdad 1342/6 Juni 1963, ketika ia menunjukkan dirinya secara politik dan intelektual sebagai seorang pengikut Ayatullah Khomeini dengan mendistribusikan deklarasi-deklarasi Khomeini dan memberikan dukungan bagi Khomeini dalam ceramah-ceramah yang ia berikan(1). Akhirnya, ia pun ditahan dan dipenjara selama empat puluh tiga hari. Setelah kebebasannya, ia ikut serta secara aktif dalam berbagai organisasi yang ada guna memelihara momentum yang telah tercipta melalui pemberontakan tersebut. Yang sangat penting di antara organisasi-organisasi itu adalah Asosiasi Alim Ulama Militan (the Association of Militant Religious Scholars). Pada November 1964, Ayatullah Khomeini memasuki masa empat belas tahun pengasingannya, pertama-tama dihabiskan di Turki kemudian di Najaf.

Sepanjang periode ini, Muthahhari tetap berhubungan dengan Ayatullah Khomeini, baik secara langsung, melalui kunjungan-kunjungannya ke Najaf-maupun secara tidak langsung.

p: 24


1- [4] Nama Muthahhari masuk sebagai orang ke-9 dalam daftar tahanan para ulama yang disiapkan oleh kantor jaksa militer pada Juni 1963. Lihat fax dari daftar tersebut di Dihnavi, Qiyam-e-Khunin-i 15 Khurdad 42 ba Rivâyat-e-Asnâd, Teheran, 1360 Sh./1981, hal. 77.

Ketika Revolusi Islam mendekati puncak kemenangannya pada musim dingin 1978 dan Ayatullah Khomeini meninggalkan Najaf menuju Paris, Muthahhari termasuk di antara orang-orang yang pergi ke Paris untuk bertemu dan berkonsultasi dengan Ayatullah Khomeini. Kedekatannya dengan Ayatullah Khomeini ditegaskan melalui pengangkatannya pada Dewan Revolusi Islam, suatu dewan yang eksistensinya diumumkan oleh Ayatullah Khomeini pada 12 Januari 1979.

Pengabdian-pengabdian Muthahhari kepada Revolusi Islam secara brutal terhenti melalui pembunuhannya pada 1 Mei 1979. Pembunuhan itu dilakukan oleh kelompok yang dinamakan sebagai Furqan, yang mengklaim organisasi mereka sebagai pendukung-pendukung "Islam Progresif", organisasi yang konon membebaskan diri mereka dari pengaruh distortif para ulama. Walaupun Muthahhari tampaknya telah menjadi ketua Dewan Revolusi Islam pada waktu pembunuhannya, namun ia syahid sebagai seorang pemikir dan penulis.

Pada 1972, Muthahhari menerbitkan buku berjudul Illal-i Girayish ba Maddigarî (“Alasan-alasan Berpaling kepada Materialisme”), sebuah karya penting yang menganalisis latar belakang historis dari

p: 25

materialisme di Eropa dan Iran. Pada waktu revolusi, ia menulis sebuah pengantar untuk edisi kedelapan buku ini, yang menyerang distorsi-distorsi pemikiran Hafiz dan Hallaj yang telah menjadi tren hidup dalam beberapa segmen masyarakat Iran dan membuktikan kesalahan interpretasi-interpretasi materialistik tertentu terhadap Al-Quran. Sumber interpretasi- interpretasi dimaksud adalah kelompok Furqan, yang berusaha mengingkari konsep-konsep Al-Quran yang fundamental, seperti transendensi Ilahi dan realitas akhirat. Sebagaimana selalu dalam hal-hal demikian, sikap Muthahhari adalah persuasif dan santun, tidak mengumbar kemarahan dan kecaman. Bahkan, ia mengajak Furqan untuk memberikan respon dan pihak-pihak terkait lainnya untuk mengomentari apa yang ia tulis. Ironisnya, respon satu-satunya yang mereka berikan adalah pembunuhan dirinya.

Ancaman untuk membunuh semua orang yang menentang mereka sudah terkandung dalam publikasi-publikasi Furqan. Dan, setelah penerbitan edisi baru dari Illal-e-Girayish ba Maddigarî, Muthahhari kelihatannya sudah memiliki pertanda atau firasat tentang kesyahidannya. Menurut pengakuan putranya, Mujtaba, sejenis pelepasan diri dari urusan-urusan duniawi menjadi tampak padanya.

la memperhebat shalat-shalat malamnya dan

p: 26

bacaan-bacaan Al-Quran. Ia pernah bermimpi bahwa ia berada di hadapan Rasulullah saw bersama dengan Ayatullah Khomeini (q.s.).

Pada Selasa, 1 Mei 1979, Muthahhari pergi ke rumah Dr. Yadullah Sahabi untuk berkumpul dengan para anggota lain dari Dewan Revolusi Islam. Sekitar pukul 10:30 malam, ia dan peserta pertemuan lainnya, Insinyur Katira'i, meninggalkan rumah Sahabi. Berjalan sendiri menuju sebuah gang yang dekat dengan rumah itu di mana mobil yang akan membawanya pulang di parkir disitu, Muthahhari tiba- tiba mendengar suara yang tak ia kenal memanggil- manggilnya. Ia memandang sekeliling untuk melihat dari mana asal suara itu, dan sebutir peluru pun menghantam kepalanya, masuk di bawah gendang telinga kanan dan keluar di atas alis kirinya. Ia hampir wafat seketika. Walaupun ia dilarikan ke rumah sakit terdekat, tidak ada yang dapat dilakukan kecuali kabar duka cita kematiannya. Tubuhnya tetap berada di rumah sakit hingga esok harinya. Kemudian pada hari Kamis, di tengah-tengah perkabungan yang meluas di seantero negeri, mayatnya pertama-tama dibawa ke Universitas Teheran untuk dishalatkan dan kemudian ke Qum untuk dikuburkan, bersebelahan dengan makam Syekh Abdulkarim Ha'iri (q.s.).

p: 27

Ayatullah Khomeini (q.s.) menangis di depan umum ketika Muthahhari dikuburkan di Qum, dan beliau melukiskan Muthahhari sebagai "putra tercintanya," dan sebagai "buah kehidupanku," serta sebagai "belahan jiwanya." Namun, dalam euloginya Ayatullah Khomeini juga menunjukkan bahwa dengan pembunuhan Muthahhari tidaklah berkurang kepribadiannya dan tidak mengganggu jalannya revolusi:

“Biarlah para pelaku kejahatan mengetahui bahwa dengan kepergian Muthahhari—kepribadian Islaminya, filsafat dan pengetahuannya, tidak pergi meninggalkan kita. Pembunuhan-pembunuhan tidak dapat menghancurkan kepribadian Islami dari orang- orang besar Islam... Islam tumbuh berkembang melalui pengorbanan dan kesyahidan pribadi-pribadinya yang mulia. Sejak turunnya wahyu hingga kini, Islam selalu ditemani oleh kesyahidan dan kepahlawanan."(1) Ketokohan dan peninggalan Ayatullah Muthahhari sudah tentu tak terlupakan dalam Republik Islam, sedemikian tingginya hingga ketiadaannya hampir sama mengesankan dengan prestasi-prestasi hidupnya. Ulang tahun kesyahidannya secara reguler diperingati dan potret dirinya bertebaran di mana- mana di seluruh Iran. Beberapa tulisan-tulisannya

p: 28


1- [5] Teks eulogi Ayatullah Khomeini dalam Yadnama-yi Ustád-i Shahid Murtazha Muthahhari, hal. 3-5.

yang belum sempat diterbitkan akhirnya dicetak untuk pertama kali. Seluruh kumpulan karya tulisnya kini didistribusikan dan dikaji dalam skala massif.

Dalam kata-kata Ayatullah Khomeini, sewaktu menjadi Presiden Iran, karya-karya Muthahhari telah berhasil membentuk "infrastruktur intelektual dari Republik Islam." Maka itu, upaya-upaya yang sedang berlangsung adalah mempromosikan pengetahuan dari tulisan- tulisan Muthahhari di luar dunia yang berbahasa Persia juga, dan Kementerian Bimbingan Islam telah mensponsori penerjemahan karya-karyanya ke dalam beragam bahasa, seperti Spanyol dan Melayu. Namun, akan terasa paling pas untuk mengenang Muthahhari jika Iran revolusioner terbukti mampu untuk membangun pemerintahan, masyarakat, ekonomi, dan kultur yang Islami secara autentik dan integral.

Karena kehidupan Muthahhari berorientasi menuju suatu sasaran yang melampaui motivasi individual dan kesyahidannya merupakan ekspresi final dari sikap tidak menonjolkan diri.

p: 29

Catatan:

[1] "Ilal-e-Girayish ba Maddigarî, hal. 9 [2] Ibid.

[3] Pernyataan autoritatif dari pandangan ini dibuat oleh Sayyid Qutb dalam naskahnya Khasa'is al-Tasawwur al-Islâmi wa Muqawwimatuhu, Kairo, sejumlah edisi, yang diterjemahkan ke dalam bahasa Persia dan memiliki pengaruh atas pandangan- pandangan terhadap filsafat.

[4] Nama Muthahhari masuk sebagai orang ke-9 dalam daftar tahanan para ulama yang disiapkan oleh kantor jaksa militer pada Juni 1963. Lihat fax dari daftar tersebut di Dihnavi, Qiyam-e-Khunin-i 15 Khurdad 42 ba Rivâyat-e-Asnâd, Teheran, 1360 Sh./1981, hal.

77.

[5] Teks eulogi Ayatullah Khomeini dalam Yadnama-yi Ustád-i Shahid Murtazha Muthahhari, hal. 3-5.

p: 30

PENGANTAR PENULIS

Allah Swt berfirman, Ajaklah manusia ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik dan berargumentasilah dengan mereka dalam cara yang terbaik. Tuhanmu lebih mengetahui siapa orang- orang yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia juga lebih mengetahui siapa orang-orang yang mendapat petunjuk jalan-Nya.(1) Pembahasan naskah ini yang akan diberi topik "Bimbingan Untuk Generasi Muda" sesungguhnya berkaitan dengan tanggung jawab masyarakat yang berlaku bagi semua Muslim pada umumnya dan dengan resmi kepemimpinan masyarakat religius.

Ada suatu prinsip dalam Islam yang kita semua tahu dan berbunyi: Dalam agama suci Islam, tanggung jawab terbagi di antara masyarakat. Melalui ini kami

p: 31


1- [6] QS al-Nahl (16): 125.

maksudkan bahwa masyarakat adalah para pemimpin dan bertanggung jawab satu sama lain serta kita semua berbagi dalam tanggung jawab ini satu sama lain.

Kullukum râ'in wa kullukum mas 'ûlun 'an ra'iyatihi “Masing-masing kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin bertanggung jawab atas kepemimpinannya."(1) Bahkan, setiap generasi adalah pemimpin dan bertanggung jawab bagi generasi lainnya. Setiap generasi bertanggung jawab bagi generasi yang datang setelah mereka dan bertanggung jawab untuk menjamin bahwa agama dan petunjuk (llahi) yang telah diberikan kepada generasi-generasi sebelumnya yang telah terpelihara dan dijalankan dari tangan ke tangan serta telah mencapai generasi berikutnya, pada gilirannya, dapat diberikan kepada generasi- generasi yang akan datang. Karenanya, setiap generasi yang sedang berproses harus siap dan dibekali untuk menerima pengajaran-pengajaran (agama) dan mempraktikkannya dalam cara terbaik.

Oleh karena itu, pembahasan tentang kepemimpinan kaum muda merupakan pembahasan yang juga meliputi tanggung jawab-tanggung jawab yang kita semua berkewajiban untuk memenuhinya.

p: 32


1- [7] Jami' al-Shaghir, hal. 95

Hal yang kami kemukakan dalam pembahasan ini sebagai unsur yang tidak dikenal dan yang kita harus hati-hati memikirkannya serta berusaha menemukan jalan perbaikan, dapat dinyatakan sebagai berikut:

Kepemimpinan dan bimbingan seorang individu, atau bahkan suatu generasi keseluruhannya tidak terwujud secara sama dalam hal-hal dan kondisi-kondisi yang berubah (di berbagai zaman)- sebaliknya, itu berbeda. Dengan demikian, bentuk kepemimpinan juga harus mengambil bentuk-bentuk dan metode-metode yang berbeda. Cara-cara dan sarana yang digunakan dalam kepemimpinan ini juga berbeda, dan satu resep umum tidak dapat diberikan yang akan bekerja bagi semua orang dan semua generasi yang hidup di berbagai zaman.

Disebabkan fakta ini, di setiap era dan sewaktu hidup di bawah kondisi-kondisi berbeda, kita harus hati-hati berpikir tentang persoalan ini dan melalui kontemplasi, kita harus melihat dalam cara apa kepemimpinan dan kekuasaan seharusnya terwujud dan resep apa yang harus diberikan kepada masyarakat.

Catatan:

p: 34

BAB 1

DUA JENIS TANGGUNG JAWAB

p: 35

p: 36

Pada pembicaraan yang telah saya berikan dalam persoalan yang sama ini di bawah topik Amr bil Ma'rûf wa Nahî 'Anil Munkar, saya telah menyinggung poin yang akan aku ulangi di sini, yaitu tanggung jawab-tanggung jawab keberagamaan kita ada dua jenis sebagian tanggung jawab-tanggung jawab itu berkaitan dengan pelaksanaan tugas kita yang terwujud dalam satu bentuk khusus. Seluruh aspek khusus dari tugas tertentu dan segi-segi individualnya telah dijelaskan oleh agama Islam dan kita telah diinformasikan bahwa kita harus melaksanakan suatu perbuatan khusus dalam bentuk tertentunya menuruti kondisi-kondisi spesifik. Tentu saja, perbuatan khusus itu telah diperintahkan untuk dilaksanakan oleh Allah Swt) dan ada alasan untuknya, namun kita tidak bertanggung jawab untuk hasil perbuatan itu. Jenis perbuatan-perbuatan ini dimaknai sebagai ta’abudiyât (perkara-perkara yang telah dilegislasikan yang harus kita ikuti sebagai perbuatan-perbuatan ibadah). Jenis perbuatan-perbuatan inilah yang dapat juga dimaknai sebagai perbuatan-perbuatan yang merupakan "tanggung jawab dalam hal bentuk perbuatan- perbuatan". Sebagai contoh, shalat adalah suatu perbuatan yang memiliki perbuatan pendahuluan tertentu yang berkaitan dengannya (wudhu, tayamum, ghusul) dan syarat-syarat (yang berkaitan dengannya).

p: 37

Shalat memiliki ketentuan-ketentuan khusus tertentu dan bagian-bagian yang terkait dengannya. Ada pula hal-hal tertentu yang tidak mesti dilaksanakan dan hal-hal tertentu yang membuat shalat-shalat tidak sah. Kita telah diperintahkan untuk mendirikan shalat tanpa alasan keadaan-keadaan, dan dalam bentuk khususnya shalat merupakan bentuk paling murni dari menaati perintah-perintah Allah Swt. Tentu saja meskipun, amalan shalat ini dalam bentuk khususnya telah diperintahkan karena suatu hasil-terdapat hasil wajar langsung dalam pelaksanaan amalan ini:

"Sesungguhnya shalat itu mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar."(1) Kita hanya bertanggung jawab untuk melaksanakan amalan ini dan tidak bertanggung jawab untuk hasil yang akan dihasilkan amalan ini.

Jika kita menunaikan amalan tersebut secara benar dan sempurna sebagaimana diperlihatkan atau dicontohkan kepada kita dan bagaimana kita telah diperintahkan untuk melaksanakannya, maka tentu saja hasil (menjauhkan diri kita dari perbuatan keji dan mungkar) akan mengikutinya.

Jenis tanggung jawab kedua yang kita miliki dalam keimanan Islam dimaknai sebagai “tanggung jawab hasil." Melalui ini, kita maksudkan bahwa akibat

p: 38


1- [8] QS al-'Ankabut (29): 45.

atau hasil akhir dari amalan tersebut adalah juga tanggungjawab dari orangnya. Sama seperti seseorang yang adakalanya mengatakan, “Aku inginkan hasil begini dan begitu untuk amalanku ini. Namun, tentang bagaimana hasil akan diperoleh-yang melaluinya saluran-saluran dan langkah-langkah pendahuluan, dengan syarat-syarat apa dan bagaimana ini semua akan dilaksanakan kita harus menyatakan bahwa amalan-amalan ini seharusnya dilaksanakan dalam cara sebaik mungkin, tetapi bukan satu cara tunggal, kokoh, dan dapat dilukiskan yang harus dilakukan.

Sebaliknya, cara-cara, metode-metode dan melalui saluran-saluran apa hasil ini dapat melahirkan perubahan-perubahan tergantung pada waktu dan tempat.

Izinkan saya memberikan sebuah contoh kepada Anda. Marilah kita anggap bahwa Anda memiliki suatu kesulitan-sebagai contoh, salah seorang teman Anda berada dalam penjara. Ada waktu ketika Anda mengharapkan suatu tugas tertentu untuk diselesaikan dari seseorang tertentu berkaitan dengan problema ini hingga Anda dan teman Anda ada di dalamnya. Umpamanya, teman Anda memberikan sepucuk surat kepada orang lain dan mengatakan kepadanya untuk meyakinkan bahwa ia memberikan

p: 39

surat ini kepada orang tertentu—dan itu pun pada waktu tertentu.

Nyatanya kita dapat katakan bahwa surat ini ditulis untuk suatu maksud dan tujuan, namun pihak lain hanya bertanggung jawab untuk menyerahkan surat itu kepada orang yang Anda tentukan. Lain waktu, Anda sendiri ingin meraih hasil secara langsung dan, dengan demikian, tidak ada kebutuhan untuk langkah-langkah pendahuluan. Anda mengatakan kepada teman Anda bahwa Anda menghendakinya untuk membantu Anda keluar dari penjara—tetapi melalui cara-cara apa dan sarana apa yang seharusnya digunakan ini semua tidak ditentukan oleh Anda.

Orang itu sendiri harus pergi dan melihat cara terbaik apakah yang diperlukan untuk melaksanakan tugas ini.

Biasanya, jenis tanggung jawab-tanggung jawab ini terwujud ketika cara-cara untuk melaksanakan tugas ini bukan merupakan satu jenis maksudnya bahwa bentuknya beragam. Dalam satu hal, orang itu harus menggunakan cara dan metode khusus, dan pada waktu lain, ia harus menggunakan metode lain—waktu dan tempat khusus yang ia miliki dan di samping, kekhususan-kekhususan lain, mungkin berbeda. Dalam berjenis hal-hal ini, orang itu harus

p: 40

duduk, merenungkan, memikirkan, dan menemukan cara-cara sebaik mungkin untuk mendapatkan suatu hasil.

Dalam agama Islam, kita memiliki kedua jenis tanggung jawab itu. Shalat, puasa, dan segala perbuatan ibadah lainnya melahirkan bentuk tanggung jawab pertama, sedangkan hal-hal seperti jihad (pembelaan suci terhadap kaum Muslim dan teritorial Muslim) membentuk jenis tanggung jawab kedua. Dalam kaitan dengan jihad, kaum Muslim memiliki kewajiban untuk membela inti Islam dan memproteksi kemerdekaan kaum Muslim-namun dengan cara-cara apa? Apakah mereka membelanya dengan menggunakan pedang, senapan, atau sesuatu lain? Hal-hal ini tidak ditentukan dan prinsipnya, jenis dari hal-hal ini tidak dapat ditentukan dan digeneralisasikan! Di setiap zaman, kaum Muslim diwajibkan untuk memilih cara-cara dan metode-metode terbaik untuk melaksanakan tugas (pembelaan) ini:

"Siapkanlah menghadapi mereka semampu kamu dari kekuatan-kekuatan dan kuda-kuda pilihan yang kamu miliki agar dengan semua itu kamu dapat membuatgentarmusuh-musuh Allah dan musuh-musuh kamu, dan apa yang Allah ketahui maka kamu tidak mengetahuinya. Apa pun yang akan kamu belanjakan di

p: 41

jalan Allah akan dibayarkan kembali kepada kamu dan kamu tidak akan diperlakukan dengan tidak adil."(1) Demikianlah kita harus melihat-apa yang menjadi bentuk atau metode terbaik dalam hal bimbingan di setiap waktu dan masa? Masalah bimbingan dan kepemimpinan berkaitan dengan bentuk tanggung jawab kedua tersebut. Kaum Muslim bertanggung jawab untuk saling membimbing satu sama lain. Masing-masing generasi bertanggung jawab untuk membimbing generasi berikutnya-terutama orang-orang yang secara resmi dikenal sebagai pemimpin-pemimpin masyarakat mereka memiliki tugas yang jauh lebih besar.

Bagaimanapun, hasil ini-maksudnya menemukan model dan cara bimbingan—harus diwujudkan. Namun, tentang cara-cara dan metode-metode yang seharusnya digunakan untuk mencapai tujuan ini, ini semua tidak ditentukan atau diperuntukkan untuk waktu-waktu tertentu dan atau untuk selamanya.

Ayat mulia Al-Quran menyatakan:

"Wahai orang-orang beriman! Selamatkanlah diri-diri kamu dan keluarga kamu dari api neraka yang bahan bakarnya terdiri dari manusia dan batu-batu."(2)

p: 42


1- [9] QS al-Anfal (8): 60.
2- [10] QS al-Tahrim (66): 6.

Ayat ini bermakna bahwa kita harus memproteksi diri kita dan keluarga kita dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu-batu. Dengan demikian, kita lihat bahwa ada hasil yang harus kita capai, yaitu menyelamatkan diri kita dan keluarga kita, namun cara untuk mencapai hasil ini tidak ditentukan.

Dalam Islam, tidak ada metode bimbingan dan kepemimpinan yang sempurna 100% yang telah ditentukan di mana seluruh bagian-meliputi langkah-langkah pendahuluan, bentuk-bentuk, syarat-syarat, dan hal-hal yang harus dilakukan, telah disebutkan. Pada prinsipnya, hal-hal ini tidak dapat ditentukan dan dikemukakan karena hal-hal itu berbeda (sesuai dengan waktu dan tempat seseorang hidup di dalamnya).

Kepemimpinan (umum) masyarakat tidak seperti shalat yang merupakan bentuk ketaatan kepada Allah Swt atau, sebagai contoh, membaca mantra- mantra dan ucapan-ucapan di mana orang yang membacanya hanya akan menghapal apa yang ia ingin bacakan untuk memesonakan dan mengendalikan kalajengking-kalajengking atau ular-ular. Dan, di saat kapan pun kalajengking atau ular akan menyerang orang itu, ia akan membacakan apa-apa yang ia telah hapal untuk menjauhkan atau menjinakkan sang

p: 43

BUKU SAKU Bimbingan Untuk Generasi Muda predator-maksudnya bahwa tidak ada metode spesifik yang dapat digunakan dalam hal-hal ini.

Catatan:

[8] QS al-'Ankabut (29): 45.

[9] QS al-Anfal (8): 60.

[10] QS al-Tahrim (66): 6.

p: 44

BAB 2

METODE-METODE KEPEMIMPINAN BERSIFAT RELATIF DAN TEMPORER

p: 45

p: 46

Mungkin saja melalui satu hal manusia menerima bimbingan dan petunjuk pada waktu dan tempat tertentu, namun boleh jadi juga hal yang sama membawa kepada kesesatan dan tersesatkan pada waktu dan tempat lain! Mungkin saja suatu logika atau cara berpikir tertentu menyebabkan seorang wanita tua dan buta aksara menjadi seorang mukmin sejati. Akan tetapi, ketika logika atau cara berpikir yang sama digunakan oleh seorang yang cerdas dan terpelajar, maka itu mungkin menyebabkannya menjadi tersesatkan. Lebih jauh, adalah mungkin bahwa sebuah buku yang sejalan dengan pemikiran-pemikiran dari waktu tertentu dan yang sesuai dengan opini-opini dari era tertentu serta pada level pemikiran mereka, dan yang akan membawa kepada bimbingan masyarakat (pada waktu itu), sesungguhnya mungkin diklasifikasikan sebagai buku yang menyesatkan pada periode waktu lain.

Kita mempunyai buku-buku yang, pada kurun waktunya sendiri, memenuhi syarat-syarat dan tanggung jawab-tanggung jawab karena ketika buku-buku itu ditulis maka ratusan dan ribuan orang menerima bimbingan melalui buku seperti itu. Namun, buku-buku yang sama-pada zaman kita—tidak

p: 47

mampu membimbing seorang pun! Buku-buku ini dianggap terlalu sederhana dan dapat mengakibatkan kesesatan serta menyebabkan keraguan-keraguan dan kebingungan dalam pikiran manusia dan dengan demikian, dapat diklasifikasikan sebagai buku-buku yang menyesatkan-buku seperti itu yang dibeli dan dijual, dicetak dan didistribusikan tidak akan bebas dari keraguan.

Sungguh menakjubkan! Sebuah buku yang telah membimbing ribuan-bahkan ratusan ribu orang—ke jalan petunjuk yang benar pada masa lalu mungkin kini digolongkan sebagai buku yang menyesatkan? Memang demikian adanya. Dengan mengecualikan Kitabullah (Al-Quran mulia) dan kata- kata hak dari para maksum as, buku lain apa pun yang kita bicarakan memiliki pesan khusus yang ditujukan pada periode waktu tertentu dan terbatas. Apabila masa itu berakhir, maka buku itu pun tidak ada manfaatnya lagi.

Masalah ini yang baru saja saya bicarakan merupakan masalah yang sangat penting dan bersifat kemasyarakatan. Bahkan pada hari ini masih dianggap sebagai masalah yang tidak dikenal, aneh, dan tidak biasa yang harus kita selesaikan, namun masalah ini tidak pernah dibahas dan tidak pernah dikemukakan.

p: 48

Saya tidak berharap bahwa masalah ini akan dipaparkan secara lengkap dalam pertemuan kita ini, namun ia harus terus dinyatakan hingga kita harus mengakui bahwa cara-cara membimbing bersifat spesifik untuk periode-periode waktunya sendiri.

Dengan ini dikatakan, adalah penting bahwa kita kini mengemukakan dalil-dalil dari teks-teks Islam berkaitan dengan topik ini sehingga dapat diketahui bahwa apa yang kita dedah di sini merupakan pandangan yang diekspresikan dalam karya-karya Islami.

Di muka saya sudah membuka pembahasan ini dengan ayat Al-Quran yang menyatakan:

Ud'u ilâ sabîli rabbika bi al-hikmati wa al- maw'izhati al-hasanati wa jâdilhum billati hiya ahsanu “Ajaklah orang lain ke jalan Tuhanmu dengan hikmah dan nasihat yang baik, dan berargumentasilah dengan mereka dengan cara terbaik."'(1) Menurut kesepakatan pendapat dari para ahli tafsir Al-Quran, ayatini menyajikan kepada kita tiga cara berbeda untuk mengajak manusia dan menganjurkan kita tiga cara berbeda untuk membimbing manusia.

Masing-masing dari tiga cara bimbingan ini harus digunakan dalam hal-hal spesifiknya sendiri.

p: 49


1- [11] QS al-Nahl (16): 125.

Ayat ini menginformasikan kepada kita bahwa kita harus mengajak manusia ke jalan Tuhan kita.

Kata rabb merupakan istilah khusus yang bermakna "dia yang bertanggung jawab untuk mendidik dan mengasuh”. Karena level bimbingan ini merupakan level ajakan serta pendidikan dan pengasuhan, maka kata yang digunakan di sini adalah rabb. Karenanya, kita diinformasikan untuk mengajak manusia ke jalan Tuhan kita—jalan yang manusia harus diasuh dan dididik tetapi dengan cara-cara apa? Kita harus menggunakan hikmah. Hikmah bermakna berbicara persuasif dan tegas yang tidak memiliki tanda-tanda perubahan di dalamnya, ataupun tidak memunculkan keraguan-keraguan di dalamnya.

Dalam terminologi para logikawan dan filosof, hikmah adalah suatu pembicaraan yang mukadimahnya 100% berdasarkan keyakinan pasti. Kami maksudkan dengan ini bahwa manusia harus diajak ke jalan Tuhan (Rabb) dengan dalil, hikmah, dan pengetahuan yang 100% murni dan yang benar-benar tidak palsu. Para mufasir Al-Quran menyebutkan bahwa mengajak manusia dengan menggunakan bukti-bukti dan dalil- dalil logis dan intelektual terbatas pada satu kelompok khusus manusia yang memiliki kemampuan untuk menggunakan metode ini.

p: 50

Metode kedua adalah dengan nasihat yang baik. Artinya, kita harus mengajak manusia ke jalan Tuhan mereka melalui kata-kata yang baik, nasihat, dan peringatan-peringatan yang hati dan jiwa mereka cocok dengannya. Ada sebagian orang yang tidak memiliki kemampuan untuk mengekspresikan keimanan-keimanan mereka melalui penggunaan inteligensia dan dalil-dalil akademik. Seandainya masalah intelektual disuguhkan kepada mereka, serta- merta mereka menjadi bingung. Dengan demikian, cara untuk membimbing mereka adalah melalui nasihat yang baik dan peringatan-peringatan. Orang- orang seperti itu harus dibimbing melalui penggunaan cerita-cerita, narasi-narasi, dan anekdot-anekdot yang berdasarkan hikmah yang dapat melegakan dan menyenangkan hati mereka. Tanggung jawab memberi nasihat dan saran yang baik adalah untuk memengaruhi hati seseorang, sedangkan fungsi dalil- dalil intelektual dan logika berhubungan dengan otak dan kemampuan berpikir seseorang. Mayoritas manusia masih berada pada level persoalan-persoalan mendasar yang diimani hati, jiwa, dan emosi-emosi mereka serta tidak berada pada level menggunakan intelektual dan pemikiran-pemikiran mereka.

Tahap ketiga adalah tahap berargumentasi dengan manusia dalam cara sebaik mungkin. Dengan

p: 51

demikian, jika seseorang ditempatkan berhadapan muka dengan seseorang lain yang maksudnya bukan untuk sampai pada kebenaran dan yang tujuannya bukan untuk memahami fakta-fakta aktual apa yang ada—sebaliknya ia telah datang dan siap untuk berbicara, berargumen, dan mengemukakan poin- poin pendiriannya,maka orang lain juga harus berdebat dengan orang itu sebagaimana ia berdebat.

Namun, kita harus berargumentasi dengan orang seperti itu dalam cara sebaik mungkin sehingga argumen yang kita kemukakan tidak menyimpang dari jalan kebenaran dan hakikat. Karenanya, kita tidak boleh memilih jalan ketidakjujuran atau ketidakadilan dalam argumen-argumen. Kita pun tidak memilih jalan berbohong atau hal-hal serupa lainnya.

Ayatini memberi kita beberapa cara membimbing manusia yang berbeda-beda dan masing-masing cara itu telah ditempatkan sesuai dengan kondisi dan waktunya. Dengan demikian, jelas bahwa cara-cara yang dengannya kita dapat membimbing manusia adalah tidak sama semuanya, dan tidak serupa.

Catatan:

[11] QS al-Nahl (16): 125.

p: 52

BAB 3

SEBAB-SEBAB PERBEDAAN MUKJIZAT-MUKJIZAT PARA NABI

p: 53

p: 54

Ada sebuah hadis yang cukup terkenal yang mendukung klaim kami tentang adanya perbedaan- perbedaan dalam metode-metode bimbingan sebagaimana terlihat pada sebab-sebab adanya perbedaan-perbedaan di antara mukjizat-mukjizat para utusan Allah. Kendatipun hadis ini berkaitan dengan beragam mukjizat para nabi yang berbeda sifatnya seiring dengan periode-periode waktu yang berbeda, namun hadis ini masih mendukung klaim- klaim kami (berkaitan dengan metode-metode bimbingan generasi muda). Hadis ini sesungguhnya merupakan respon yang Ibnu Sikkit r.a terima dari pembimbing agama yang ditunjuk Allah, yaitu Imam Ali Al-Hadi a.s.

Ibnu Sikkit r.a terkenal di antara para ahli tata bahasa (nahwu) Arab. Namanya sangat sering disebutkan dalam kitab-kitab sintaksis Arab dan dinyatakan bahwa ia hidup sekitar zaman Imam Ali bin Muhammad Al-Hadi a.s—yakni, sekitar zaman yang sama dengan kepemimpinan politik Mutawakkil. Ibnu Sikkit r.a juga merupakan pengikut mazhab Syi'ah dan dibunuh di tangan Mutawakkil. Dikatakan bahwa alasan mengapa ia dibunuh adalah karena ia sangat mencintai Imam Ali a.s dan keluarganya a.s.

p: 55

Suatu hari Ibnu Sikkit r.a berada di hadapan Mutawakkil ketika dua putra Mutawakkil masuk ke dalam pertemuan itu. Mutawakkil, yang tentangnya telah dinyatakan secara proverbial bahwa ia adalah orang yang memiliki pedang yang selalu mencari darah, menoleh kepada Ibnu Sikkit r.a dan berkata kepadanya, "Apakah kedua putraku ini lebih baik ataukah putra-putra Ali—maksudnya al-Hasan dan al-Husain—lebih baik?" Pribadi yang berpengetahuan luasini (Ibnu Sikkit r.a) begitu terkejut pada pertanyaan Mutawakkil hingga ia serta-merta menjawabnya, "Menurut pendapatku, Qambar r.a, pelayan Ali adalah lebih baik daripada dua putramu dan ia (Qambar r.a.) bahkan lebih baik dari ayah kedua putramu." Pada saat itulah, Mutawakkil memberikan perintah kepada budak Turkinya untuk memasuki ruangan dan memotong lidah Ibnu Sikkit r.a. Dalam keadaan inilah Ibnu Sikkit wafat.

Pribadi mulia ini pernah bertanya kepada Imam Ali Al-Hadi a.s, "Wahai putra Rasulullah! Mengapa ketika Musa a.s diangkat sebagai nabi, tanda- tandanya serta cara-cara dan mukjizat-mukjizatnya yang ia pergunakan untuk mengajak manusia dan memberikan bimbingan kepada mereka adalah melalui tongkatnya yang diubah menjadi ular besar, dan dari tangannya terpancar cahaya llahi serta hal-hal

p: 56

lain seperti ini. Namun, ketika Isa a.s diangkat sebagai nabi, kita lihat bahwa metodenya dan mukjizat- mukjizat yang ia gunakan untuk mengajak manusia adalah sesuatu yang berbeda. Ia menyembuhkan orang-orang yang terlahir buta; ia menyembuhkan para penderita kusta; ia menghidupkan orang yang telah mati dan hal-hal lain seperti ini. Namun, Nabi kita Saw.—ketika diangkat sebagai nabi, bentuk mukjizatnya tidak ada yang seperti nabi-nabi tersebut-yakni mukjizatnya melalui ungkapan dan kata-kata-yaitu Al-Quran Al-Karim." Imam Al-Hadi a.s menjawabnya, “Ini disebabkan perbedaan dalam hal zaman ketika nabi-nabi ini diangkat. Pada zaman Nabi Musa a.s, manusia dipesonakan dengan sihir dan sulap. Karenanya, mukjizat-mukjizat Nabi Musa a.s menyerupai hal- hal yang dilakukan oleh orang-orang lain, tetapi perbedaannya adalah bahwa Nabi Musa a.s memiliki mukjizat dengan substansinya, sedangkan orang- orang lain memiliki ilmu sihir dan tenung.

Adapun zaman Nabi Isa a.s, eranya adalah era ketika para tabib bermunculan di mana-mana.

Mereka mampu menyembuhkan penyakit-penyakit yang paling berat dan ini menimbulkan kekaguman dan keheranan bagi masyarakat. Karenanya, Allah

p: 57

Swt. memberikan Isa as mukjizat-mukjizat yang sejalan dengan apa yang dimiliki orang-orang pada zamannya.

Adapun zaman Penutup para nabi saw., zamannya adalah zaman berbicara dan komunikasi verbal serta perhatian yang orang banyak berikan kepada kemampuan-kemampuan orasi adalah begitu tinggi. Karena alasan inilah, hingga ajaran terbesar Islam dikemukakan melalui kata-kata mulia yang berselimutkan busana sempurna berupa kefasihan lidah dan ungkapan (Al-Quran mulia)." Ibnu Sikkit r.a benar-benar memperoleh manfaat dari jawaban yang diberikan kepadanya oleh Imam Al- Hadi a.s. Sekarang, ia memahami persoalan tersebut.

Seterusnya, ia bertanya kepada Imam, “Wahai putra Rasulullah! Apa yang menjadi Hujah Allah sekarang ini?"Imama.smenjawabnya, "Akal"dan terus kepadanya lagi, "Demi Allah, ini adalah jawabannya."Dengan demikian, jelaslah bahwa sebab adanya perbedaan dalam mukjizat-mukjizat para nabi adalah bahwa dengan masing-masing mukjizat itu, mereka mampu untuk membimbing manusia pada zaman-zaman yang berbeda. Jika ini bukan persoalannya, sudah tentu dari Adam a.s hingga Muhammad Saw.-seandainya Nabi Adam a.s memiliki mukjizat-mukjizat dan jika ia

p: 58

adalah seorang nabi (karena ada sebagian orang yang mengatakan bahwa ia bukan seorang nabi)— hanya akan ada satu jenis mukjizat. Namun, kita melihat bahwa ini bukanlah persoalannya. Masing-masing nabi membawa bersama mukjizat tersendiri yang cocok untuk masa dan zamannya.

p: 59

p: 60

BAB 4

METODE PARA NABI

p: 61

p: 62

Ada sebuah hadis terkenal dari Nabi Saw. yang tertera dalam kitab al-Kâfî. Pada beberapa hari terakhir ini, melalui beberapa teman kita yang memiliki kitab- kitab Ahlu Sunnah dan telah melakukan penelitian melalui kitab-kitab ini, adalah jelas bahwa hadis ini juga tersimpan dalam kitab-kitab mereka. Nabi Saw.

bersabda, “Kami, para nabi, telah diperintahkan untuk berbicara kepada manusia sesuai dengan tingkatan akal mereka."(1) Setiap kali para nabi ingin berbicara kepada masyarakat, mereka berbicara kepadanya sesuai dengan level akal dan pemahaman masyarakat mereka dan mempertimbangkan aras kecerdasan mereka serta berbicara kepada mereka dengan cara yang paling selaras dengan akal masyarakatnya. Kita harus mencamkan bahwa intelek para nabi jauh lebih tinggi dibandingkan dengan intelek seluruh manusia lainnya dan manusia-manusia yang ada di sekitar mereka memiliki level pemahaman lebih rendah. Dengan demikian, para nabi tidak akan berbicara tinggi dan tidak akan menggunakan konsep-konsep besar pada "masyarakat awam” karena ini hanya akan membuat masyarakat awam menjadi lebih bingung. Demikian pula, para nabi tidak akan menjawab pertanyaan- pertanyaan seorang bijak dalam metode yang sama 63

p: 63


1- [12] al-Kafi, jilid 1, hal. 23

ketika mereka menjawab permasalahan seorang tua dan tidak terpelajar.

Mawlawi Rumi menyinggung konsep dalam hadis tersebut dalam syairnya yang berbunyi:

Mereka bilang tidak baik berbicara kepada orang- orang cerdas Ini bukan kelemahan, bahkan, itulah kerjanya para nabi Satu-satunya perbedaan yang ada di antara metode para nabi dan metode para filosof adalah bahwa para filosof menggunakan satu kerangka logika dan satu gaya bicara di sepanjang waktu. Para filosof hanya memiliki satu jenis barang'untuk dijual' di toko proverbial mereka. Orang-orang yang datang kepada mereka untuk 'membeli barang' hanyalah satu kelas masyarakat-dan inilah kelemahan filosof karena mereka tidak melihat maksud dan tujuan mereka dalam kehidupan kecuali untuk menyelubungi diri mereka dengan sederetan terminologi filsafat. Dengan demikian, para filosof dipaksa hanya memanfaatkan satu segmen tertentu dari masyarakat yang mengenal cara mereka bicara dan yang memahami kata-kata mereka.

Telah disebutkan bahwa di atas pintu sekolah terkenal Plato-yang sesungguhnya merupakan

p: 64

sebuah taman di luar kota Atena yang bernama "Academy" dan yang bahkan hingga hari ini, disebabkan pertemuan-pertemuan ilmiah yang terjadi di sana, masih dikenal dengan nama tersebut, Akademi-tertulis sebuah puisi yang berbunyi, "Barangsiapa yang tidak mempelajari geometri, tidak boleh memasuki sekolah ini." Di sekolah itu dan metodologi yang digunakan para nabi, semua jenis pelajar akan mampu memperoleh manfaat dari apa yang dikatakan. Di sinilah tempat segala jenis manusia dapat ditemukan.

Mulai dari yang berpendidikan tertinggi di antara mereka (secara akademis), yang bahkan orang seperti Plato, akan perlu duduk belajar di bawah, hingga yang berpendidikan terendah dari mereka, yang bahkan seorang tua dan bersahaja, akan mendapatkan manfaat apa pun dari orang seperti itu. Tidak ada satu tulisan pun dari sekolah-sekolah para nabi bahwa apabila orang-orang ingin datang dan mengambil manfaat ajaran-ajaran para nabi, mereka harus mempelajari level pengetahuan ini dan itu sebelumnya. Sebaliknya, semakin banyak yang mereka telah pelajari, semakin berbakat dan siap mereka untuk mengambil manfaat yang lebih banyak dari ajaran-ajaran para nabi.

Andaikata mereka tidak siap secara mental, maka tentunya mereka hanya akan mampu mengambil

p: 65

manfaat dari ajaran-ajaran tersebut sesuai dengan kapabilitas mereka sendiri, sebagaimana dinyatakan:

"Sesungguhnya kami, para nabi, telah diperintahkan untuk berbicara kepada manusia sesuai dengan tingkatan akal dan pemahaman mereka."(1) Catatan:

[12] al-Kafi, jilid 1, hal. 23 [13] Ibid.

p: 66


1- [13] Ibid.

BAB 5

MURID-MURID TERBAIK

p: 67

p: 68

Dari noktah ini, kita menyadari bahwa ada masalah lain yang kita mampu memahaminya, yaitu para murid terbaik dari para filosof adalah orang- orang yang hidup yang sezaman dengan mereka dan melihat mereka. Tentu hal yang berbeda ketika kita berbicara tentang para murid terbaik dari para nabi dan para wali Allah.

Para murid terbaik dari Plato, Aristoteles, atau Abu Ali Sina adalah orang-orang yang secara langsung ada dalam lingkup studi mereka. Orang yang sangat memahami pemikiran-pemikiran Ibnu Sina adalah orang-orang seperti Bahmanyar atau Abu Abid Jawzani.

Namun, siapakah yang menjadi murid-murid terbaik dari Nabi Saw., Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s atau Imam Ja'far bin Muhammad al-Shadiq a.s? Apakah murid-murid terbaik mereka hanya orang- orang yang hidup pada zaman mereka dan yang hidup bersama mereka? Tidak, tidak demikian halnya.

Ada poin yang Nabi Saw. sendiri telah singgung dalam salah satu ucapannya. Adalah mungkin bahwa orang-orang yang hidup pada masa Nabi Saw. malah tidak memahami secara benar makna sesungguhnya dari kata-kata ini (dengan pengecualian orang- orang seperti Salman r.a, Abu Dzar r.a dan Miqdad 69

p: 69

r.a, sedangkan orang-orang lain mungkin sama sekali tidak memahami kata-kata Nabi). Nabi Saw.

bersabda, “Semoga Allah menolong seorang hamba yang mendengar kata-kataku, memahaminya, dan menyampaikannya kepada orang-orang yang tidak mendapat informasi tentang kata-kataku."(1) Dalam riwayat-riwayat lain, hadis ini berbunyi sebagai berikut, “Semoga Allah menganugerahi kebaikan kepada seorang hamba yang mendengar kata-kataku...".

Nabi Saw. selanjutnya bersabda, "Adakalanya seseorang yang memiliki pengetahuan yang mendalam tentang agama bukanlah seorang fakih dan adakalanya seseorang yang menyampaikan pengetahuannya kepada orang lain, tetapi sesungguhnya orang lain itu lebih fakih daripada orang yang menyampaikan pengetahuannya itu."(2) Makna kebahasaan dari kata fiqih dalam agama Islam sesungguhnya dimaknai sebagai hakikat dan hikmah sejati dari agama yang harus dicapai melalui studi dan pemikiran mendalam. Dengan demikian, makna dalam hadis ini adalah kebenaran dan kata- kata yang manusia dengar secara langsung dari Imam a.s.

p: 70


1- [14] Al-Amali, karya Syekh Al-Mufid, bagian 23, hal. 186.
2- [15] Furu' al-Kaff, jilid 5, hal. 293.

Hadis ini menginformasikan kepada kita bahwa ada banyak orang yang mendengar kata-kata ini dan mendengar kebenaran agama secara langsung dari Imam a.s dan menghapalnya, tetapi mereka bukanlah orang-orang yang memahami dan dapat menganalisisnya. Ada juga banyak orang yang mengambil kata-kata dan kebenaran-kebenaran agama dan meneruskannya kepada orang-orang lain, namun orang-orang yang mereka teruskan pengetahuan ini adalah jauh lebih patut dan lebih baik pemahamannya pada pengetahuan ini.

Sebagai contoh, seseorang mendengar kata- kata Nabi Saw. ketika beliau bersabda, "Janganlah melakukan sesuatu yang merugikan dirimu atau orang-orang lain." Namun, orang yang mendengar kata-kata ini tidak memiliki kemampuan untuk memahami betapa dalam atau luar biasa kalimat ini. Meskipun demikian, ia menghapalnya kemudian meneruskannya kepada generasi berikutnya, dan generasi berikutnya memahami lebih baik dari pemahamannya-dan generasi ini juga meneruskannya kepada generasi selanjutnya. Adalah mungkin bahwa ini akan berlanjut terus hingga generasi ke-20 dan mereka akan memahaminya lebih baik dari generasi pertama,

p: 71

kedua, dan ketiga karena generasi ke-20 ini memiliki perangkat yang lebih baik untuk memahaminya.

Al-Quran pun demikian. Kita tidak dapat mengatakan bahwa orang-orang yang ada pada masa lalu lebih memahami Al-Quran (dibandingkan dengan orang-orang lain). Bahkan, adalah kebalikannya dari ini. Mukjizat Al-Quran terletak pada fakta bahwa Al- Quran selalu berada satu langkah mendahului tafsir- tafsir yang ditulis tentangnya. Yakni, di setiap zaman di mana Al-Quran telah dijelaskan, ketika pengetahuan dan pemahaman manusia bertambah, mereka akan tampil untuk menafsirkan ulang dan memahami kembali Al-Quran dan mereka akan melihat bahwa Al-Quran telah jauh melampaui tafsir mereka dan jauh lebih maju dibandingkan dengan apa yang telah mereka tulis.

Kita tidak perlu terlalu jauh dalam pembahasan ini. Cukup melihat Ilmu Ushul (ilmu yurisprudensi Islam). Tak syak lagi, para sahabat Nabi Saw., para sahabat Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib a.s, para sahabat Imam Ja'far bin Muhammad al-Shadiq a.s, dan bahkan sahabat-sahabat seperti Zurarah r.a, serta Hisyam bin Hakam r.a adalah orang-orang yang telah mempelajari hukum-hukum fikih baik secara langsung dari Nabi Saw. atau dari salah seorang Imam

p: 72

a.s, namun mereka tidak memahami, menganalisis, dan mengeksaminasi aturan-aturan jurisprudensi sebagaimana yang dilakukan oleh Muhaqqiq Al-Hilli (q.s.), Allamah Al-Hilli (q.s.), Syekh Murtadha (q.s.) dan Syekh Anshari (q.s.).

Karenanya, sebagaimana kami sebutkan- sehubungan dengan para filosof, murid manakah yang lebih baik memahami maksud-maksud yang disampaikan gurunya? la adalah murid yang paling merujuk (kepada gurunya). Namun, di sekolah para nabi dan para wali Allah Swt, siapakah yang lebih cerdas untuk memahami maksud-maksud dan kata- kata dari pribadi-pribadi mulia ini? Mereka adalah orang-orang yang datang di kemudian hari, memiliki pengetahuan dan pemahaman lebih. Dan, inilah salah satu mukjizat kenabian.

Dalam suatu hadis yang ditemukan pada bagian yang membahas tentang tauhid, disebutkan bahwa karena Allah Swt mengetahui bahwa di akhir zaman, manusia yang akan tampil maju adalah manusia yang memiliki pemikiran mendalam dan benar-benar mendalami suatu subjek, Dia menurunkan Surah al- Ikhlas dan beberapa ayat pertama dari Surah al-Hadid yang meliputi masalah-masalah yang sangat besar dan sangat saksama berkaitan dengan tauhid.

p: 73

Yang kami maksudkan melalui ini bahwa orang- orang pada masa Nabi Saw. tidak tepat memahami ayat-ayat tersebut. Namun, di masa selanjutnya, orang- orang seperti itu sudah tentu akan datang yang akan memahami ayat-ayat Al-Quran ini. Ayat-ayat ini adalah ayat-ayat yang akan memberikan gizi spiritual kepada orang-orang di masa selanjutnya. Tentu saja karena ayat-ayat ini mengekspresikan batas-batas paling final yang memerikan tentang konsep tauhid, maka seandainya seseorang melawan dan menentang ayat- ayat ini, ia pasti akan binasa. Inilah mukjizat kenabian dan mukjizat Al-Quran, yaitu, “Keajaiban-keajaibannya (Al-Quran) tidak pernah berakhir dan keagungan- keagungannya tidak pernah berlalu."(1) Semua yang telah kami nyatakan hingga poin ini adalah untuk tujuan ini, yakni ketika kita ingin membahas masalah tersebut dan berbicara tentang bimbingan kaum muda, kita tidak boleh memiliki seseorang yang berdiri dan berkata, “Tuan! Seolah-olah ada perbedaan di antara membimbing kaum muda dan membimbing generasi yang lebih tua?! Seolah- olah shalat yang dilaksanakan kaum muda dan shalat yang dilaksanakan orang-orang yang lebih tua itu berbeda sehingga bimbingan kepada mereka harus pula menjadi sesuatu yang berbeda? Sebagaimana di masa lalu kita melakukan berbagai hal, begitu pula

p: 74


1- [16] Nahj al-Balaghah, Khotbah 150.

kita harus lanjutkan itu dalam cara serupa pada hari ini.

Pada masa lalu, cara kita berinteraksi dengan orang- orang yang lebih tua dari kita serta para ibu dan ayah kita dan sebagaimana kita duduk bersama di dalam majelis dan peristiwa-peristiwa terkait dengan ujian- ujian dan penderitaan-penderitaan yang dihadapi Ahlul Bait serta cara-cara di mana kita mengenal Allah Swt dan menerima bimbingan, kaum muda kiwari pun harus menutup mata mereka (terhadap realitas-realitas) dan harus pergi ke tempat-tempat serupa tempat dulu kita pergi belajar dan mendapat bimbingan!" Catatan:

[14] Al-Amali, karya Syekh Al-Mufid, bagian 23, hal. 186.

[15] Furu' al-Kaff, jilid 5, hal. 293.

[16] Nahj al-Balaghah, Khotbah 150.

p: 75

p: 76

BAB 6

GENERASI MUDA ATAU POLA PIKIR KAUM MUDA?

p: 77

78

p: 78

Saya akan menyatakan poin ini di sini bahwa ketika kami menggunakan frase "generasi muda", maksud kami adalah tidak untuk mengkhususkan level atau usia dari kaum muda. Sebaliknya, maksud perkataan kami tertuju pada level atau kelompok manusia yang, disebabkan efek-efek dari studi-studi mereka sendiri dan perkenalan mereka dengan peradaban-peradaban baru, telah mengembangkan cara pemikiran dan intelektualitas spesifik. Entah orang-orang ini kebetulan berusia tua ataukah muda. Namun, kebanyakan orang-orang ini adalah dari generasi yang lebih muda dan, karena ini, kami mengartikannya sebagai "generasi muda”. Padahal kami melihat bahwa ada juga sejumlah besar "orang- orang yang lebih tua” yang memiliki cara pemikiran baru ini dan ada pula banyak "kaum muda" yang pola pikir dan keimanannya menyerupai generasi-generasi yang lebih tua, generasi-generasi masa lalu.

Betapa pun juga, tujuan pembicaraan kami menyangkut kategori orang-orang yang memiliki model pemikiran spesifik ini-sesuatu yang meningkat hari demi hari. Inilah model pemikiran yang para individu yang lebih tua dan lebih muda mulai miliki.

Di masa selanjutnya, apabila, na'udzubillâh, cara-cara dan metode-metode yang benar untuk membimbing dan menuntun generasi ini tidak dipraktikkan, maka 79

p: 79

kita akan kehilangan kendali sama sekali terhadap generasi-generasi masa depan.

Masalah ini merupakan masalah yang sangat penting di negeri kita (Iran). Bahkan di negeri-negeri Islam lainnya di mana ia masih merupakan masalah penting. Bedanya, ketika negeri-negeri ini menyadari masalah ini lebih dahulu dibandingkan dengan kita dan, karenanya, mereka mencari solusi atas masalah ini dengan sangat serius, kita malah tidak menganggap persoalan ini sangat penting.

Secara umum-dalam pandangan kita- generasi yang lebih muda semata-mata generasi manusia yang tergila-gila dengan diri mereka dan yang hanya melampiaskan hasrat-hasrat rendah mereka.

Kita mengira bahwa ketika mereka berbicara kepada kita, kita hanya dapat membuang muka pada mereka, menggunakan lelucon-lelucon sarkastis dari mimbar atau bahwa kita dapat memilih untuk mengecam mereka (karena kesalahan-kesalahan mereka) dan berbicara hal-hal buruk kepada mereka.

Kita mengira bahwa kita dapat berbicara kepada mereka dan membuat mereka mendengarkan apa yang kita bicarakan, membuat mereka tertawa pada

p: 80

apa yang kita katakan kepada mereka dan kemudian segala sesuatu menjadi beres.

Kita mengira bahwa kita dapat berseru dan berteriak kepada mereka, "Hei engkau dari sekolah (buruk) anu dan anu" dan kita mengira bahwa ini akan menyelesaikan seluruh persoalan kita. Ini semua hanya ninabobo-ninabobo yang kita katakan dan hanya membuat kita tertidur dan mencegah kita dari benar- benar berpikir tentang jalan keluar dan rute yang lebih baik untuk ditempuh. Segera, kita akan terbangun dan menyadari bahwa kini sudah terlambat untuk kembali.

p: 81

82

p: 82

BAB 7

MENJADI SEORANG ALIM UNTUK ZAMAN ANDA HIDUP

p: 83

p: 84

Ada perkataan dari Imam Ja'far bin Muhammad al-Shadiq a.s yang merupakan perkataan yang sangat tinggi nilainya. Hadis ini telah diriwayatkan dalam kitab al-Kâfî(1) yang kalimat berikut ini disebutkan dalam suatu hadis (yang panjang):

Al-'âlimu bizamânihi lê tahjumu 'alaihi allawâbisu "Orang yang benar-benar mengenal zaman di mana ia hidup, maka ia tidak akan pernah menjadi bingung (dengan hal-hal yang ada di sekitarnya).” Ini bermakna bahwa orang yang mengetahui, mengenal, dan memahami zaman di mana ia hidup tidak akan pernah menjadi korban kebingungan atau kebimbangan tentang hal-hal yang terjadi di sekitarnya.

Kata “bingung” yang digunakan dalam hadis ini biasanya digunakan dalam bahasa Persia yang bermakna serangan yang kuat yang dilancarkan terhadap orang lain. Namun, dalam bahasa Arab bermakna seseorang yang membawa sesuatu dan tiba- tiba, karena ketidakmampuan atau ketidaksadarannya, menjadi lalai terhadap lingkungan sekitarnya.

Dalam hadis ini Imam as memberitahukan kita bahwa, "Jika seseorang benar-benar menyadari lingkungan sekitarnya sendiri, maka ia tidak akan pernah menjadi mangsa atau korban kebingungan

p: 85


1- [17] Al-Kaff, jilid 1, hal. 26 dan 27

dan kebimbangan dari hal-hal yang ada di sekitarnya sehingga suatu waktu ia melihat dan melupakan bahkan tangan dan kakinya sendiri serta ia tidak mampu untuk menggunakan kekuatan dan energinya sendiri dan ia pun tidak mampu untuk menghimpun seluruh pemikirannya untuk menyelesaikan suatu persoalan." Ini sungguh perkataan yang agung.

Ada beberapa fase penting seperti itu dalam hadis ini, walaupun saya tidak menghapal semuanya, namun baris kalimat lain berbunyi:

Lâ yuflihu man lâ ya'qilu wa lâ ya'qilu man lâ ya'lam "Orang yang tidak menggunakan inteleknya tidak akan berhasil, dan orang yang tidak memiliki pengetahuan tidak akan mampu menggunakan inteleknya." Makna dari intelek ('aqadalah kekuatan atau kemampuan mendeduksi (menarik kesimpulan) dan merasionalisasikan serta mengembangkan hubungan di antara dua argumen—maksudnya menghasilkan prasyarat-prasyarat bagi suatu masalah dan kemudian sampai pada kesimpulan. Intelek mengambil sumber inspirasinya dari pengetahuan dan, dengan demikian, intelek merupakan lampu sementara minyak yang

p: 86

menyalakannya adalah pengetahuan. Hadis tersebut selanjutnya berbunyi:

Wa sawfa yanjubu man yafham "Orang yang paham ia akan memiliki kemuliaan." Ini maknanya bahwa siapapun yang memahami (sesuatu), maka hasil yang akan diperoleh adalah bahwa ia akan memiliki karakter saleh dan mulia karena hasil dari suatu barang berharga atau barang tidak berharga adalah melalui kerja yang ditampilkan. Ini bermakna bahwa kita tidak harus takut terhadap pengetahuan dan kita tidak harus memikirkan pengetahuan sebagai sesuatu yang berbahaya. Namun pada kenyataannya, eksistensi kita sepenuhnya berlawanan dengan makna dan manifestasi hadis ini yang berbunyi:

"Orang yang benar-benar mengenal zaman di mana ia hidup, maka ia tidak pernah menjadi bingung (dengan hal-hal yang ada di sekitarnya).” Dari awal hingga akhir, dari atas hingga bawah, dari pintu (Masjid) hingga Mihrab, kita semua tidak mengenal zaman di mana kita hidup. Kita hanya duduk manis, tidak mengenal lingkungan sekitar kita, dan tertidur sebentar. Suatu waktu, sebagai contoh, kita ditegur bahwa tanah ini harus dibagi dan bahwa tanah ini harus dibersihkan dan diolah (untuk memanfaatkannya). Tanpa disadari, seolah-olah

p: 87

masalah ini (berkaitan dengan pembersihan dan pengolahan tanah itu) melancarkan serangan ofensif terhadap kita karena kita sama sekali tidak mengenal zaman di mana kita hidup. Kita tidak memiliki tinjauan ke masa depan atau spekulasi tentang apa yang akan terjadi di masa akan datang dan tidak merencanakan sesuatu untuk menentukan apa yang akan menjadi tanggung jawab-tanggung jawab kita atau apa yang harus kita lakukSejatinya, kita tidak mengetahui apa yang akan terjadi di dunia ini dan apa yang sedang dilakukan di balik layar. Kita tiba-tiba menghadapi masalah hak-hak sosial kaum wanita. Di sini, kita tidak memiliki cukup waktu untuk memikirkannya dan menganalisis segala aspeknya untuk menentukan betapa pentingnya masalah ini. Apakah orang- orang yang membela hak-hak sosial kaum wanita benar-benar serius? Apakah mereka ingin menarik banyak fans mereka? Atau adakah manfaat lain yang mereka ingin peroleh dari membangkitkan persoalan- persoalan seperti itu? Bersama ini semua, akan muncul hal-hal lain yang meragukan dan tidak dikenal yang kita tidak mengetahuinya.

Sekitar enam puluh hingga seratus tahun tahun lalu di antara negeri-negeri Islam lainnya, masalah membimbing dan menuntun generasi muda sudah dikemukakan. Namun, mereka lebih sibuk

p: 88

dalam merenungkan dan membahas masalah ini dibandingkan dengan kita.

Catatan:

[17] Al-Kaff, jilid 1, hal. 26 dan 27

p: 89

p: 90

BAB 8

APA YANG HARUS DILAKUKAN?

p: 91

p: 92

Apa yang bahkan lebih penting dibandingkan dengan memetakan suatu program bagi kepemimpinan generasi ini adalah bahwa kita harus menguatkan kepercayaan dalam pikiran kita sendiri bahwa masalah kepemimpinan dan bimbingan generasi ini adalah berbeda dalam metode-metode dan teknik-tekniknya sepanjang berbagai zaman, dan berbeda menurut kelompok-kelompok atau orang- orang yang bekerja dengannya. Karenanya, kita harus menghilangkan sama sekali pemikiran tersebut dari kepala kita agar generasi baru ini mesti dibimbing dengan mengikuti metode-metode yang digunakan oleh generasi-generasi sebelumnya.

Pertama dan terutama, kita harus benar-benar memahami generasi muda ini dan mengerti jenis- jenis kepelikan dan keistimewaan-keistimewaan yang mereka miliki. Berkaitan dengan generasi ini, ada dua model pemikiran yang biasa, dan umumnya, ada dua cara yang mereka dapat gunakan.

Dari sudut pandang sebagian orang, generasi muda ini merupakan kelompok orang yang tidak peka dan kasar yang telah diperdayakan dan dirusak oleh hasrat-hasrat rendah mereka sendiri. Mereka adalah orang-orang yang memuja diri dan memiliki ribuan kelemahan (lainnya). Orang-orang ini (yang

p: 93

memikirkan generasi yang lebih muda) senantiasa mencibirkan mereka dan selalu berbicara buruk tentang generasi baru ini.

Namun, generasi muda melihat diri mereka sebagai sama sekali berlawanan dari gambaran ini. Generasi muda tidak melihat diri mereka sebagai memiliki kelemahan-kelemahan. Mereka membayangkan diri mereka sebagai gambaran inteligensi, gambaran kecerdasan, dan gambaran kualitas-kualitas yang lebih tinggi. Generasi yang lebih tua menganggap bahwa kelompok ini jatuh ke dalam kekufuran dan bahwa mereka tercebur dalam lumpur dosa, sementara generasi baru menganggap bahwa generasi yang lebih tua berpikiran sederhana dan bodoh.

Generasi yang lebih tua mengatakan kepada generasi-generasi yang lebih muda bahwa mereka telah merendahkan diri mereka menjadi pemuja diri mereka sendiri dan telah menjadi orang-orang kafir. Sementara itu, generasi muda mengatakan kepada generasi yang lebih tua bahwa mereka tidak mengetahui apa yang sedang mereka bicarakan dan bahwa mereka tidak memahaminya! Pada umumnya tentu saja, adalah mungkin bahwa satu generasi mungkin menganggap generasi sebelumnya sebagai 94

p: 94

orang-orang yang saleh, tetapi mungkin juga bahwa mereka menganggap generasi sebelumnya sebagai orang-orang yang sesat.

p: 95

p: 96

BAB 9

CONTOH DARI DUA GENERASI

p: 97

p: 98

Ada ayat dalam Surah al-Ahqaf yang dibacakan sebelum saya memulai pembahasan. Menurut pendapat saya, ayat ini sesungguhnya memotret pemandangan dari dua generasi. Satunya adalah generasi yang saleh dan lainnya adalah generasi yang telah menjadi sesat. Kita tidak dapat mengatakan bahwa tidak diragukan setiap generasi yang sedang berproses akan lebih korup (bejat) dibandingkan dengan generasi sebelumnya dan bahwa dunia semakin bejat hari demi hari. Pada waktu bersamaan, kita juga tidak dapat mengatakan bahwa generasi- generasi masa depan akan lebih sempurna dibandingkan dengan generasi-generasi sebelumnya dan tidak akan pernah jatuh ke dalam kesalahan.

Ayat-ayat yang kita ingin cermati adalah sebagai berikut.

“Dan Kami telah perintahkan kepada umat manusia untuk berbuat baik kepada kedua orang tuanya. Ibunya mengandungnya dalam kepedihan dan melahirkannya dalam kepedihan. Periode mengasuh dan menyusuinya adalah tiga puluh bulan. Kelak ketika sang anak mencapai usia balig dan mencapai usia empat puluh tahun, ia berdoa 'Ya Tuhanku! Anugerahi aku agar aku dapat mensyukuri nikmat-nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada kedua

p: 99

orang tuaku dan agar aku dapat melakukan amalan- amalan saleh sehingga Engkau meridhaiku;serta perbaikilah aku melalui keturunanku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu dan aku termasuk dari antara kaum Muslim."(1) Ayat Al-Quran ini mengenalkan kita pada salah satu cara berpikir dan pemahaman tentang generasi yang saleh. Dikatakan bahwa ayat ini diwahyukan berkaitan dengan Sayyid al-Syuhada' Imam Husain bin Ali a.s. Tentu saja, ia semata-mata merupakan kesaksian yang paling sempurna dari ayat ini, namun ayat tersebut adalah ayat yang bersifat umum.

Pada ayat ini, ada lima karakterteristik yang telah disebutkan bagi suatu generasi yang saleh.

Karakteristik pertama adalah karakteristik jiwa yang bersyukur serta menyadari pentingnya dan nilai anugerah dan karunia penciptaan:

Rabbi awji'nî an asykura ni'matakallatî...

"... Ya Tuhanku! Anugerahi aku agar aku agar aku dapat mensyukuri nikmat-nikmat yang telah Engkau berikan kepadaku..." Orang seperti itu memandang segala anugerah dan nikmat yang Allah Swt telah berikan kepada kedua orang tuanya (ibu dan ayah) serta generasi-generasi sebelumnya dan selanjutnya berdoa, “Ya Allah! Berikan

p: 100


1- [18] QS al-Ahqaf (46): 15.

aku kekuatan agar aku dapat melihat kebenaran dan mengenali nilai sejatinya. Berikan aku kekuatan agar aku dapat memanfaatkan sebaik-baiknya nikmat- nikmat yang telah Engkau limpahkan atas kami sehingga dapat meraih ridha-Mu.” Mensyukuri suatu nikmat bermakna bahwa kita memanfaatkan nikmat itu sebagaimana seharusnya digunakan.

Setelah ini, kita berdoa agar Allah Swt memberikan kita kemampuan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang Dia ridhai. Kita berdoa agar kita juga diberikan kesempatan untuk melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi diri kita, bagi orang- orang lain serta melakukan hal-hal yang dengannya kita dapat meraih ridha Allah Swt:

Wa an'a mala shâlihân tardhâhu "...dan agar aku dapat melakukan amalan- amalan saleh sehingga Engkau meridhaiku..." Doa ketiga adalah doa yang mengalihkan perhatian kita kepada generasi yang akan datang dan memohon kepada Allah Swt untuk kebaikan mereka dan agar mereka menjadi orang-orang saleh:

Wa ashlihlî fi dzurriyyatî...

"...dan perbaikilah aku melalui keturunanku..." Permintaan keempat yang dipanjatkan adalah permintaan agar kita dikabulkan untuk

p: 101

bertaubat kepada Allah Swt atas segala kesalahan, ketergelinciran, dan kelemahan kita yang kita lakukan di masa lalu:

Innî tubtu ilayka “... Sesungguhnya aku bertaubat kepada-Mu..." Doa yang kelima dan keenam pada ayat ini adalah bahwa kita meminta untuk dianugerahi kondisi ketundukan kepada Kebenaran dan hal-hal yang Allah Swt telah jelaskan bagi kita berkaitan dengan dunia alamiah dan aturan-aturan Islami. Melalui pelanggaran batas-batas yang ditetapkan oleh Allah-lah yang membawa kita menuju kehancuran dan kebinasaan:

Wa innî minal muslimîna “...dan sesungguhnya aku termasuk dari antara kaum Muslim."(1) Berkaitan dengan generasi ini yang disebutkan di atas, selanjutnya disebutkan dalam Al-Quran:

"Itulah orang-orang yang Kami akan terima perbuatan-perbuatan terbaik mereka dan mengampuni perbuatan-perbuatan jahat mereka, mereka kelak akan berada di antara para penghuni taman surga; sebuah janji yang benar yang mereka telah dijanjikan dengannya.'(2) 102

p: 102


1- [19] QS al-Ahqaf (46): 15.
2- [20] QS al-Ahqaf (46): 16.

BAB 9 Contoh dari Dua Generasi Pada bagian dari ayat tersebut, kalimatnya berubah menjadi bentuk jamak dan dengan demikian menjadi jelas bahwa itu tidak berkenaan dengan satu individu. Dalam ayat ini, dinyatakan bahwa, “Itulah orang-orang yang Kami akan terima perbuatan- perbuatan terbaik mereka dan mengampuni perbuatan-perbuatan jahat mereka: (mereka akan berada) di antara para penghuni taman surga:

sebuah janji yang benar yang mereka telah dijanjikan dengannya (dalam kehidupan ini).” Namun, ayat berikut adalah berkaitan dengan generasi yang bejat dan sesat, dan berbunyi:

«وَالَّذِی قَالَ لِوَالِدَیْهِ أُفٍّ لَکُمَا أَتَعِدَانِنِی أَنْ أُخْرَجَ وَقَدْ خَلَتِ الْقُرُونُ مِنْ قَبْلِی وَهُمَا یَسْتَغِیثَانِ اللَّهَ وَیْلَکَ آمِنْ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَیَقُولُ مَا هَذَا إِلَّا أَسَاطِیرُ الْأَوَّلِینَ »(1) “Namun (ada seseorang) yang berkata kepada orang tuanya "Celaka engkau! Apakah engkau memberikan janji kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan meskipun generasi-generasi telah berlalu sebelum aku (tanpa bangkit lagi)?' Dan keduanya (ibu dan ayah) memohon bantuan Allah (dan mencela sang anak dengan mengatakan): "Celaka engkau! Percayalah

p: 103


1- [21] QS al-Ahqaf (46): 17

bahwa janji Allah adalah benar? Tapi sang anak berkata Ini tidak lain hanyalah dongeng orang-orang dahulu!"21 Suatu generasi yang angkuh, bingung, dan terbelakang secara mental akan mempelajari beberapa hal, dan kemudian tidak akan memercayai apa pun lainnya yang mereka dengar. Dengan begitu, mereka tidak lagi akan menjadi hamba-hamba Allah Swt. Mereka akan berkata kepada ayah dan ibu mereka, "Celaka kamu!" Mereka akan mengolok-olok orang tua mereka dan menertawakan pemikiran- pemikiran dan keimanan-keimanan orang tua mereka.

Generasi seperti itu akan berkata kepada orang tua mereka:

“Apakah kamu memberikan janji kepadaku bahwa aku akan dibangkitkan?" Generasi seperti itu berseru, “Apakah kamu berharap aku untuk percaya bahwa ada alam lain setelah alam ini atau bahwa ada kehidupan lain setelah kehidupan ini padahal kami melihat bahwa generasi- generasi sebelumnya datang, hidup, mati, dan hanya itu!?" Ayah dan ibu adalah orang-orang yang taat beragama. Mereka tidak disiapkan untuk mendengar apa pun yang bertentangan dengan agama dan keimanan mereka. Akan tetapi, pada waktu

p: 104

bersamaan, mereka melihat bahwa orang-orang yang mereka cintai berbicara kepada mereka sedemikian rupa hingga membuat mereka terkejut dan memaksa mereka untuk berkata kepada anak mereka:

"Celaka engkau! Percayalah bahwa janji Allah adalah benar!" Salah satu hal yang paling memedihkan untuk dilihat oleh ayah dan ibu religius adalah anak kesayangan mereka beralih kafir dari agama, atau melihatnya mengingkari kepercayaan-kepercayaan dan bergerak kepada kekufuran.

"... dan keduanya (ibu dan ayah) meminta bantuan Allah..." Pada waktu inilah bahwa jeritan meminta tolong dapat terdengar di langit ketika ayah dan ibu memohon kepada Allah Swt. Namun, sang anak membalas permohonan-permohonan mereka dengan mengatakan bahwa:

"Ini tidak lain hanyalah dongeng orang-orang dahulu!" Ayat ini memberikan kita gambaran tentang dua generasi yang sama sekali berbeda. Satu ayat menunjukkan kepada kita suatu generasi yang taat, sementara ayat lainnya memberikan kepada kita gambaran tentang suatu generasi yang bejat. Dengan

p: 105

apa yang dikatakan ini, marilah kita melihat generasi muda kita masuk kelompok yang mana.

Catatan:

[18] QS al-Ahqaf (46): 15.

[19] QS al-Ahqaf (46): 15.

[20] QS al-Ahqaf (46): 16.

[21] QS al-Ahqaf (46): 17

p: 106

BAB 10

GENERASI MUDA HARIINI

p: 107

p: 108

Generasi muda kiwari kita memiliki kualitas- kualitas yang baik sekaligus beberapa kelemahan.

Generasi ini memiliki sederetan pemahaman dan emosi-emosi yang tidak dimiliki generasi-generasi sebelumnya dan karenanya, kita harus selalu memberikan mereka manfaat agar mereka tidak bimbang.

Pada waktu bersamaan, mereka juga memiliki pemikiran-pemikiran yang korup dan ciri-ciri etika negatif yang harus dihilangkan dari karakter mereka.

Adalah mustahil untuk menghilangkan ciri-ciri ini darinya tanpa mencamkan dan merespek kualitas- kualitas yang baik yang dimiliki generasi muda- maksudnya pemahaman-pemahaman, emosi-emosi, serta sifat-sifat, dan kualitas-kualitas mulia mereka lainnya. Dengan demikian, kita harus menunjukkan respek kepada mereka dalam hal-hal ini.

Tidak ada jalan buntu dalam kehidupan. Pada generasi-generasi sebelumnya, pemikiran-pemikiran dan pikiran-pikiran manusia tidaklah seterbuka generasi hari ini. Emosi-emosi dan kualitas-kualitas yang baik ini tidak ada pada orang-orang dahulu, dan karenanya kita harus menunjukkan respek kepada anak-anak muda karena kualitas-kualitas mulia

p: 109

mereka. Dan, Islamlah yang telah menunjukkan respek terhadap sifat-sifat ini.

Apabila kita tidak mau memedulikan masalah- masalah ini, adalah mustahil untuk menganggap bahwa kita akan mampu mengambil tanggung jawab dan menghilangkan penyimpangan-penyimpangan intelektual dan sifat-sifat etika negatif dari generasi- generasi akan datang.

Metode yang kita miliki sekarang ini yang diambil di hadapan generasi ini adalah metode mencibirkan mereka, mengecam mereka, dan memfitnah mereka.

Kita terus-menerus meneriaki mereka hingga gedung- gedung bioskop adalah seperti ini, teater-teater adalah demikian pula, rumah-rumah tamu yang eksis di antara Shamiran dan Teheran (dua kota di Iran) adalah juga seperti itu; ruang-ruang dansa adalah seperti ini, kolam-kolam renang demikian pula dan karenanya kita terus-menerus berteriak (tentang kebejatan di semua tempat ini) dan kita harus mengetahui bahwa ini bukanlah metode yang benar untuk diikuti. Kita harus kembali ke alasan asli bagi kebejatan yang ditemukan di tempat-tempat ini (dan mengapa generasi baru ini tidak seharusnya pergi ke tempat-tempat ini).

p: 110

BAB 11

KESULITAN-KESULITAN GENERASI INI HARUS DIPAHAMI

p: 111

p: 112

Fokus dan konsentrasi utama kita adalah bahwa kita pertama-tama harus mengidentifikasi letak kepedihan-kepedihan dari generasi ini. Kita harus mengidentifikasi kepedihan-kepedihan intelektual, kepedihan-kepedihan akademis-kepedihan-kepe- dihan yang akan menunjukkan mereka menyadari (tanggung jawab-tanggung jawab mereka). Yakni, hal- hal yang menyulitkan kaum muda hari ini yang tidak menyulitkan kaum muda masa lalu.

Dalam hal ini, penyair Mawlawi menyatakan:

Penyesalan mendalam dan hinaan terjadi pada waktu sakit Waktu sakit sama sekali merupakan kebangkitan (kesadaran) Semakin bangkit seseorang, semakin penuh penderitaan ia Semakin mengenal Tuhan ia, semakin pucat raut wajahnya Pada masa lalu, pintu-pintu bagi peristiwa- peristiwa (yang terjadi di seluruh dunia) tertutup bagi manusia. Ketika pintu-pintu tertutup bagi manusia, maka kehidupan itu mudah-jendela-jendela juga tertutup. Dengan demikian, tidak ada orang yang mengetahui apa yang terjadi di luar (rumah mereka sendiri). Tidak ada orang yang mengetahui apa yang

p: 113

terjadi di luar kota mereka sendiri. Mereka bahkan tidak mengetahui apa yang terjadi di negeri-negeri lain. Hari ini, pintu-pintu dan jendela-jendela ini (ke kota-kota dan negeri-negeri lain) terbuka lebar.

Hari ini, manusia dapat melihat seluruh dunia dan kemajuan-kemajuan yang dibuat dunia. Mereka melihat pengetahuan tentang dunia; mereka melihat kekuatan-kekuatan ekonomi di seluruh dunia; mereka melihat kekuatan-kekuatan politik dan militer dunia; mereka melihat persamaan hak yang terwujud di seluruh dunia; mereka melihat berbagai gerakan, pemberontakan, dan revolusi yang terjadi di dunia.

Kaum muda melihat hal-hal ini. Karenanya, emosi- emosi mereka menjadi tinggi, dan mereka berhak untuk melihat hal-hal ini, memikirkan diri mereka, dan kemudian berkata, "Mengapa kita tertinggal (di hadapan segala kemajuan ini)?" Dalam kata-kata seorang penyair:

Aku harus bicara jujur bahwa aku tak tahu untuk melihat Para musuhku hidup makmur sementara aku hanya menonton Dalam hal ini, dunia bergerak maju ke arah kemerdekaan politik, ekonomi, dan sosial serta bergerak ke arah keagungan, kemegahan, kemuliaan,

p: 114

dan kebebasan, namun kita masih tertidur atau menyaksikan gerakan ini dari jauh dan terbelalak.

Generasi-generasi sebelumnya tidak memahami semua hal ini dan tidak dapat melihatnya. Akan tetapi, generasi baru berhak mengatakan, “Mengapa Jepang yang merupakan negeri kaum musyrik, dan Iran yang merupakan negeri Islam, dalam tahun yang sama dan periode eksistensi waktu yang sama, menyadari kebutuhan serta telah membangun peradaban dan industri baru. Namun, kita melihat bahwa Jepang mampu mencapai level ketika mereka secara sangat mudah mampu bersaing dengan bangsa-bangsa Barat, sedangkan kita melihat kondisi apa Iran?!" Layla dan aku bepergian bersama dijalan cinta la mencapai apa yang ia cari, sedangkan aku belum sampai di sana Bukankah generasi baru ini memiliki hak untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti itu? Generasi-generasi sebelumnya tidak memiliki beban berat intervensi luar negeri yang menekan di atas bahu-bahu mereka yang dialami generasi sekarang ini. Inikah dosa? Tentu saja tidak! Ini bukan dosa! Sebaliknya, mengalami ini sesungguhnya merupakan pesan samawi dari Allah Swt. Jika perasaan dan pengalaman ini tidak ada di sana, maka ini akan

p: 115

menjadi isyarat bahwa kita merupakan target dari hukuman dan azab Allah Swt.

Selanjutnya, kini bahwa perasaan ini ada. Ini bermakna bahwa Allah swt berkehendak untuk menganugerahi kita keselamatan dari azab ini.

Di masa lalu, level inteligensi (kecerdasan) manusia adalah rendah dan sangat sedikit orang yang memiliki keraguan-keraguan, kebingungan, dan pertanyaan-pertanyaan (tentang agama).

Namun, model pemikiran ini sekarang telah berubah dan manusia semakin banyak yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan. Adalah wajar bahwa ketika inteligensi meningkat, maka pertanyaan-pertanyaan juga akan muncul dalam pikiran-pikiran manusia yang tidak terpikirkan sebelumnya. Keraguan-keraguan dan kebingungan-kebingungan ini harus dihilangkan dari pikiran-pikiran manusia serta pertanyaan-pertanyaan yang mereka ajukan dan kebutuhan-kebutuhan inteligensi mereka harus dijawab.

Adalah mustahil bahwa Anda dapat mengatakan kepada orang seperti itu bahwa ia harus melupakan pertanyaan-pertanyaannya dan hanya kembali kepada bagaimanakah generasi- generasi sebelumnya. Bahkan, inilah kesempatan yang sangat baik untuk mengenalkan manusia

p: 116

dengan keheranan dan ajaran-ajaran Islam. Adalah mustahil untuk menjelaskan kebenaran kepada seorang yang bodoh dan buta aksara. Oleh karena itu, menyangkut bimbingan dan kepemimpinan generasi sebelumnya yang level pemikirannya rendah, adalah penting bagi kita untuk mengekspresikan agama dan menyampaikannya kepada mereka dalam cara tertentu melalui bentuk tulisan tertentu. Namun hari ini, bentuk dakwah model lama itu dan bentuk tulisan model lama itu sama sekali tidak ada nilainya.

Kita harus, dan ini sangat penting, mereformasi diri kita dan benar-benar merestrukturisasikan bagian dari perbuatan-perbuatan ini. Kita harus benar-benar mengenal logika, pemikiran, dan bahasa zaman serta harus bekerja keras untuk membimbing dan memimpin manusia dalam cara ini.Level inteligensi dari generasi dahulu adalah begitu rendah hingga apabila dalam suatu pertemuan atau majelis, seseorang harus berbicara hal-hal yang bertentangan dengan hal-hal lain yang ia katakan (dalam pertemuan atau majelis yang sama), maka tidak ada orang yang akan memperhatikan atau melakukan komplain tentang ini. Namun hari ini, jika seorang anak muda yang berada di level ke-10 atau 12 harus pergi dan duduk di kaki mimbar dari seorang pengajar maka ia akan dapat menambah lima atau enam, bahkan

p: 117

mungkin lebih banyak soal menyangkut kuliah. Kita harus memperhatikan pemikiran-pemikiran dan inteligensi mereka. Dengan demikian, kita tidak dapat lagi mengatakan kepada mereka untuk diam dan berhenti membuang-buang waktu.

Sebagaimana Anda ketahui, bukanlah cara ini di masa lalu. Di masa lalu, seseorang dapat membaca ribuan baris puisi dalam satu kali duduk atau kata-kata pujian lain yang sama sekali bertentangan satu sama lain dan tidak ada seorang pun yang akan memahami apa yang seseorang katakan yang berlawanan dengan kata-katanya sendiri. Sebagai contoh, seseorang pertama-tama akan mengatakan bahwa tidak ada perbuatan yang dapat terjadi tanpa suatu sebab:

"Allah terlalu agung untuk menciptakan perbuatan-perbuatan kecuali perantaraan sebab-sebabnya" Seseorang akan menyatakan fakta ini dan setiap orang akan setuju dengannya. Apabila setelah mengatakan ini, ia harus berkata:

"Jika takdir tiba, mata menjadi buta." Sekali lagi, setiap orang mendukung klaim ini dan mengakui realitasnya! Ada sebuah cerita. Suatu ketika Raja Naisabur(1) datang ke Teheran. Sejumlah besar orang berkumpul

p: 118


1- [22] Sebuah kota yang berada tepat di luar kota Masyhad, Iran sekarang ini.

di sekelilingnya di kaki mimbar disebabkan suara indah yang ia miliki. Seorang pemimpin terkemuka masyarakat berkata kepadanya, “Melihat bagaimana sejumlah besar orang demikian telah berkumpul di kaki mimbar ketika Anda bicara, mengapa Anda tidak mengartikulasikan sedikit kata-kata rasional kepada mereka dan berhenti membuang-buang waktu mereka?" Raja menjawab, "Orang-orang ini tidak memiliki kemampuan untuk memahami pembicaraan yang rasional. Kata-kata rasional hanya dapat diucapkan kepada orang-orang yang memiliki inteligensi dan orang-orang ini tidak memiliki inteligensi apa pun!” Pemimpin terkemuka masyarakat setempat menimpali bahwa Raja keliru dalam sinopsisnya dan itu tidak seperti yang dikatakannya. Raja menjawab pedas bahwa sudah tepat apa yang dikatakannya dan ia akan membuktikannya kepada sang pemimpin.

Suatu hari ketika sang pemimpin setempat berada di hadapan hadirin, Raja mulai berbicara di atas mimbar tentang tragedi-tragedi yang menimpa Ahlul Bait di kota Kufah, Irak. Ia membacakan syair- syair dalam suara indah dan menyedihkan yang membuat orang-orang yang hadir menangis. Raja kemudian berkata, “Tenang, tenang, tenang.” Setelah

p: 119

semua orang tenang dan diam, ia berkata, "Aku ingin melukiskan kepada kalian suasana anak-anak Abu Abdillah a.s ketika berada di kota Kufah. Ketika Ahlul Bait a.s memasuki kota Kufah, cuaca begitu panas.

Matahari menyinari mereka dengan sangat terik hingga terasa seperti api yang diletakkan di atas kepala-kepala mereka. Anak-anak kecil Ahlul Bait semuanya merasakan dahaga dan disebabkan panas yang luar biasa, mereka merasakan sangat panas.

Mereka kemudian ditempatkan di atas unta-unta tak berpelana dan karena tanah penuh dengan es, maka unta-unta pun tergelincir di atas es. Akibatnya, anak-anak kecil itu jatuh dari unta ke tanah dan mulai menangis: 'Oh, kami haus!" Raja menyampaikan perkataan-perkataan ini secara berurutan. Masyarakat pun menangis dengan keras sambil memukuli wajah dan dada mereka.

Setelah selesai, Raja turun dari mimbarnya dan berkata kepada pemimpin setempat, “Bukankah telah saya katakan, masyarakat ini tidak punya pikiran? Saya mengatakan kepada mereka bahwa 'matahari menyinari mereka dengan sangat terik hingga terasa seperti api yang diletakkan di atas kepala-kepala mereka. Namun pada saat yang sama, saya katakan juga kepada mereka, 'tanah penuh dengan es, maka

p: 120

unta-unta pun tergelincir di atas es! Mereka tidak berpikir bagaimana mungkin udara sedemikian panas menyengat dan pada saat bersamaan tanah penuh dengan es." Catatan:

[22] Sebuah kota yang berada tepat di luar kota Masyhad, Iran sekarang ini.

p: 121

p: 122

BAB 12

SEBAB-SEBAB MENGAPA MANUSIA CONDONG KE ATEISME

p: 123

p: 124

Secara kebetulan, ada orang lain yang telah mampu mengenal hal-hal yang menyakitkan generasi ini dan telah mampu menyalahgunakan dan menyesatkan mereka. Apakah jalan yang digunakan paham materialisme-yang bahkan muncul di negeri ini (Iran)—hingga mampu menjadikan manusia mengorbankan kehidupan mereka untuk hal-hal ini dan untuk tujuan ateisme? Mereka menggunakan jalan sama (yang kita ikuti) karena mereka mengetahui bahwa generasi ini membutuhkan sesuatu. Mereka mengetahui bahwa mereka membutuhkan aliran pemikiran yang akan mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka dan karenanya mereka menyajikan ideologi pemikiran seperti itu kepada mereka. Mereka mengetahui bahwa generasi ini memiliki sederetan cita-cita dan tujuan- tujuan kemasyarakatan agung yang ingin mereka capai dan menginginkan hal-hal ini menjadi kenyataan bagi diri mereka. Karenanya, kaum materialis ini membuat hal-hal ini menjadi cita-cita dan tujuan- tujuan mereka yang sama. Dengan demikian, mereka mampu menarik banyak orang ke diri mereka. Lantas, dengan jenis pengorbanan-pengorbanan diri apakah dan dengan jenis kedekatan apakah yang ditempuh oleh mereka?

p: 125

Ketika seseorang ditemukan memiliki kebutuhan mendesak terhadap sesuatu, ia tidak sungguh- sungguh memikirkan baik dan buruk pada sesuatu itu. Ketika perut lapar terhadap makanan, ia tidak sungguh-sungguh memperhatikan jenis makanan yang ia peroleh. la akan makan apa pun yang ia temukan hanya untuk menghilangkan lapar.

Jiwa manusia juga demikian. Jika ia mencapai suatu tahap ketika ia lapar terhadap aliran pemikiran untuk diikuti dan aliran pemikiran tersebut berbicara tentang prinsip-prinsip yang ditentukan sebelumnya dan dikenalmampumenjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan serta mampu menangani segala persoalan dunia yang menjemukan dan persoalan- persoalan kemasyarakatan yang ditempatkan di hadapannya, ia tidak akan peduli apabila kepercayaan- kepercayaan tersebut didasarkan atas logika yang kuat ataukah tidak. Karenanya, kita melihat bahwa umat manusia tidak benar-benar mengikuti perkataan yang tegas dan logis. Alih-alih, ia mengikuti pemikiran terorganisasi dan dipersiapkan dengan baik yang akan mampu menjawab seluruh pertanyaan yang muncul dari hari ke hari.

Kami, para filosof, mengetahui bahwa semua perkataan ini omong kosong. Walaupun tak bermakna,

p: 126

filsafat tersebut di atas sesungguhnya merupakan urgensi yang banyak diminta, mengisi kekosongan, dan menghemat ruang untuk tempatnya, dan karenanya ia diterima.

p: 127

p: 128

BAB 13

TANDA-TANDA PERKEMBANGAN INTELEKTUAL

p: 129

p: 130

Setelah seorang anak melewati tahap menyusui serta kekuatan otaknya dan kemampuan-kemampuan penglihatan telah berkembang, kemudian ia mulai mengajukan pertanyaan-pertanyaan tentang hal- hal di sekitarnya dan kita harus siap menjawab pertanyaan-pertanyaannya sesuai dengan tingkat pemahamannya. Kita tidak harus mengatakan kepadanya, "Jangan berisik” atau “Apaan sih kamu?" atau perkataan-perkataan serupa dengannya. Anak yang mengajukan pertanyaan-pertanyaan merupakan pertanda bahwa otaknya sedang berkembang dan bahwa ia sedang berpikir. Pertanyaan-pertanyaan ini juga menunjukkan bahwa kekuatan-kekuatan spiritualnya telah berkembang dan telah memiliki tempat kokoh di dalam dirinya. Pertanyaan- pertanyaan ini merupakan pertanda yang wajar; pertanyaan-pertanyaan ini merupakan pertanda penciptaan. Penciptaan memberitahukan orang lain bahwa ia selalu membutuhkan sesuatu yang baru di dalam dirinya dan karenanya, orang-orang yang berada di sekitar anak itu harus memberinya apa yang ia minta.

Hal serupa dapat dikatakan bagi masyarakat. Jika dalam masyarakat, suatu perasaan atau pemahaman baru dimunculkan, maka ini juga merupakan pertanda perkembangan dan kemajuan masyarakat tersebut.

p: 131

Ini juga merupakan pertanda bahwa elemen-elemen di dalam masyarakat tersebut memiliki kebutuhan baru yang harus dipenuhi. Jenis hal-hal ini harus ditunjukkan sebagai hal-hal yang berbeda dari hasrat- hasrat rendah (hawa nafsu) dan kebutuhan memuja diri, dan karenanya kita tidak seharusnya menganggap bahwa pertanyaan-pertanyaan ini bagaimana pun juga merupakan bentuk mengikuti hasrat-hasrat rendah. Dengan demikian, ketika hal-hal ini terjadi, kita harus segera mencamkan ayat Al-Quran berikut:

"Jika engkau mengikuti mayoritas manusia di bumi maka mereka pasti akan menyesatkanmu dari jalan Allah."(1) Di samping itu, kita membaca:

“Dan jika engkau mengikuti hasrat-hasrat rendah mereka daripada haqq (kebenaran), maka sungguh langit dan bumi akan menjadi binasa."(2) Catatan:

[23] QS al-An'am (6): 116.

[24] QS al-Mu'minun (23): 71.

p: 132


1- [23] QS al-An'am (6): 116.
2- [24] QS al-Mu'minun (23): 71.

BAB 14

MENINGGALKAN AL-QURAN

p: 133

p: 134

Hari ini, kita mendapatkan keluhan bahwa kita harus memusatkan perhatian pada generasi ini, yaitu:

Mengapa mereka tidak mengenal Al-Quran? Mengapa mereka tidak diajarkan Al-Quran di sekolah- sekolah mereka? Meskipun kita pergi ke kampus- kampus, kita melihat bahwa mahasiswa-mahasiswa (Muslim) bahkan tidak dapat membaca Al-Quran!(1) Tentu saja disayangkan bahwa ini telah terjadi, namun kita harus menanyakan diri kita, "Langkah-langkah apa yang telah kita ambil untuk membantu mereka di jalan ini?" Apakah kita menganggap bahwa dengan pelajaran-pelajaran fikih, syariat, dan Al-Quran yang diajarkan di sekolah-sekolah Islam (madrasah- madrasah) sudah cukup bagi generasi baru guna benar-benar mengenal Al-Quran? Apa yang lebih mengherankan lagi adalah bahwa generasi-generasi sebelumnya juga terjauhkan dan telah meninggalkan Al-Quran-dan kemudian kita ingin komplain kepada generasi baru mengapa mereka tidak membangun hubungan dengan Al-Quran!? Tanpa ragu, Al-Quran sungguh telah terasingkan dari diri-diri kita dan selanjutnya kita

p: 135


1- Sudah tentu ini suatu gambaran sosial masyarat Iran pra-Revolusi Islam ketika buku ini ditulis. Karena, sejak kemenangan Revolusi Islam, pemerintahan Islam telah melakukan banyak program terkait dengan sosialisasi nilai-nilai Al-Quran-penerj.

mengharapkan generasi baru untuk berpegang pada Al-Quran? Di titik ini, kita akan membuktikan kepada para pembaca betapa kita sendiri telah mengasingkan diri kita dari Kitab Suci ini.

Apabila seseorang mempunyai pengetahuan yang banyak mengenai Al-Quran-yakni ia banyak melakukan kontemplasi terhadap kandungan- kandungan Al-Quran-dan apabila ia mengetahui interpretasi sempurna dari Al-Quran, maka berapa banyak respek akan dimiliki orang seperti itu di antara kita? Tidak ada. Akan tetapi, jika seseorang mengetahui kitab Kifayah(1) karya Akhund Mullah Kazhim Khurasani, maka ia akan dihormati dan akan dianggap sebagai orang yang memiliki integritas.

Dengan demikian, Al-Quran sungguh tidak dikenal dan telah terjauhkan dari kita dan inilah keluhan serupa yang Al-Quran sendiri akan nyatakan! Kita semua termasuk di dalam protes-protes dan keberatan-keberatan Rasulullah Saw. ketika beliau mengadu kepada Allah Swt:

"Wahai Tuhanku! Sesunggunya kaumku menjadikan Al-Quran ini sebagai sesuatu yang sepele."(2)

p: 136


1- [25] Ini merupakan salah satu kitab utama dalam bidang Ushul al- Fiqh yang harus dipelajari oleh para pelajar Hawzah Ilmiah ketika mereka berhasil dalam studi-studi mereka untuk mencapai level pengetahuan tertinggi-Ba'tsul Kharij (Penerjemah Bahasa Inggris).
2- [26] QS al-Furqan (25): 30.

Kira-kira satu bulan lalu(1), salah seorang ulama besar kita sendiri pergi ke kota-kota suci (di Irak) dan dikabarkan bahwa ia mengunjungi Ayatullah Khu'i (q.s.). Ia berkata kepada sang Ayatullah,"Mengapa Anda menghentikan pelajaran-pelajaran ilmu tafsir yang sebelumnya Anda berikan?"(2) Ayatullah menjawabnya bahwa ada beberapa rintangan dan kesulitan dalam memberikan pelajaran-pelajaran tentang tafsir Al- Quran. Ulama ini kemudian mengatakan kepada Ayatullah Khu'i (q.s.), "Allamah Thabathaba'i (q.s.) telah melanjutkan pelajaran-pelajarannya tentang tafsir Al-Quran di Qum. Dengan demikian, sebagian besar waktunya dihabiskan di bidang studi dan riset ini." Ayatullah Khu'i menjawab, "Ayatullah Thabathaba'i telah mengorbankan dirinya-ia telah menarik dirinya dari masyarakat”-dan ia benar.

Adalah mengherankan bahwa dalam masalah- masalah agama yang sangat sensitif, jika kita melihat seseorang yang mengorbankan seluruh hidupnya untuk mempelajari Al-Quran, maka ia akan jatuh ke dalam ribuan kesulitan dan persoalan dari segi makanannya, kehidupannya secara keseluruhan, karakternya (dalam masyarakat), respeknya dan ia akan kehilangan beberapa hal. Namun, jika ia menghabiskan seluruh hidupnya dalam mengkaji

p: 137


1- [27] Sejak kuliah ini diberikan pada 1963.
2- [28] Telah diriwayatkan bahwa Ayatullah Khui menyampaikan pelajaran-pelajaran tafsir Al-Quran sekitar delapan atau sembilan tahun lalu di Najaf. Sebagian dari perkuliahan tersebut telah dicetak dalam bentuk kitab.

kitab-kitab seperti Kifayah, maka ia akan layak menerima segala hal! Singkatnya, kita dapat menemukan ribuan orang yang mengetahui kitab Kifayah dengan sangat baik.

Mereka juga mengetahui jawaban-jawaban untuk masalah-masalah yang dikemukakan dalam Kifayah.

Bahkan, mereka mengetahui jawaban-jawaban untuk jawaban-jawaban yang telah diberikan. Mereka pun mengetahui jawaban-jawaban untuk jawaban- jawaban dari jawaban-jawaban Kifayah, namun kita tidak dapat menemukan bahkan dua orang yang mengetahui Al-Quran secara benar! Jika Anda bertanya kepada ulama tentang suatu ayat Al-Quran, mereka akan mengatakan bahwa mereka harus kembali dan merujuk ke tafsir Al-Quran.

Apa yang bahkan lebih mengherankan daripada ini adalah bahwa generasi yang lebih tua telah berbuat dalam hubungan dengan Al-Quran ini, namun kita memiliki ekspektasi-ekspektasi yang lebih tinggi bahwa generasi muda baru akan mampu untuk membaca Al-Quran, memahaminya, dan mempraktikkannya! Jika generasi-generasi sebelumnya tidak menyimpang dari Al-Quran, maka tidak diragukan, generasi baru ini juga tidak akan tersesatkan dari

p: 138

jalan Al-Quran. Karenanya, diri kitalah yang telah mengakibatkan kita mendapat murka dan kutukan Rasulullah Saw. dan Al-Quran.

Berkaitan dengan Al-Quran, Rasulullah Saw.

bersabda, “Sesungguhnya Al-Quran itu pemberi syafaat dan pemberian syafaatnya diterima." Yang kami maksudkan dengan ini bahwa di sisi Allah Swt, Al-Quran adalah sebagai wasilah dan wasilahnya akan diterima. Akan tetapi, sejauh menyangkut orang-orang yang mengabaikan Al- Quran, ia akan mengadu kepada Allah Swt dan komplain-komplainnya akan diterima juga.(1) Baik generasi yang lebih tua maupun generasi yang lebih muda telah melakukan kezaliman terhadap Al-Quran dalam hal ini dan terus melakukannya.

Generasi sebelumnyalah yang telah mengawali perbuatan mengabaikan Al-Quran, sedangkan generasi yang lebih barulah yang melanjutkan jejak- jejak mereka.

Sebagai kesimpulan, dalam masalah kepemimpinan kaum muda, melebihi sesuatu apa pun lainnya, ada dua hal yang kita harus lakukan:

1) Pertama-tama kita harus mengenal apa yang menyulitkan generasi ini. Begitu kita melakukan ini, maka kita dapat duduk serta berpikir tentang obat

p: 139


1- [29] Al-Kafi, jilid 2, hal. 599.

dan penyembuhan bagi problem-problem mereka.

Pasalnya, tanpa mengetahui apa yang menyulitkan mereka, kiranya mustahil untuk tampil dan mengobati penyakitnya.

2) Hal kedua adalah bahwa generasi yang lebih tua pertama-tama harus mengoreksi diri mereka.

Generasi yang lebih tua harus memohon ampunan bagi dosa terbesar yang telah mereka lakukan.

Itu disebabkan mereka telah meninggalkan dan mengabaikan Al-Quran. Kita semua harus kembali kepada Al-Quran ini dan menempatkan Al-Quran di hadapan kita dan selanjutnya bergerak maju di bawah naungan petunjuk Al-Quran sehingga kita akan mampu meraih kebahagiaan dan kesempurnaan.

Catatan:

[25] Ini merupakan salah satu kitab utama dalam bidang Ushul al- Fiqh yang harus dipelajari oleh para pelajar Hawzah Ilmiah ketika mereka berhasil dalam studi-studi mereka untuk mencapai level pengetahuan tertinggi-Ba'tsul Kharij (Penerjemah Bahasa Inggris).

[26] QS al-Furqan (25): 30.

[27] Sejak kuliah ini diberikan pada 1963.

[28] Telah diriwayatkan bahwa Ayatullah Khui menyampaikan pelajaran-pelajaran tafsir Al-Quran sekitar delapan atau sembilan tahun lalu di Najaf. Sebagian dari perkuliahan tersebut telah dicetak dalam bentuk kitab.

[29] Al-Kafi, jilid 2, hal. 599.

p: 140

BAB 15

p: 141

p: 142

15.1—Kaum Muda 1. Rasulullah Saw. bersabda, "Periode kaum muda bermula dari tahap-tahap obsesi."(1) 2. Imam Ali bin Abi Thalib a.s berkata, "Kebodohan seorang anak muda dapat dimaafkan dan pengetahuannya adalah terbatas."(2) 3. Imam Ali bin Abi Thalib a.s berkata, "Ada dua hal yang manusia tidak mengenal kebesarannya hingga mereka kehilangan dua hal itu, yaitu masa muda mereka dan kesehatan yang baik."(3) 4. Rasulullah Saw. bersabda, “Kaum mudamu yang terbaik adalah orang-orang yang menyerupai orang-orang tua kamu(4) dan orang-orang tua kamu yang terburuk adalah orang-orang yang menyerupai orang-orang muda kamu."(5) 5. Imam Ja'far bin Muhammad al-Shadiq a.s berkata, "Suatu ketika Waraqah bin Naufal mengunjungi Khadijah binti Khuwailid. Ia menasihati Khadijah seperti begini, 'Engkau harus tahu bahwa seorang anak muda yang memiliki perilaku yang baik sudah tentu menjadi kunci untuk segala kebaikan dan terjauhkan dari segala kejahatan, sedangkan anak muda yang memiliki perilaku buruk terjauhkan dari segala kebaikan dan menjadi kunci bagi segala kejahatan."(6)

p: 143


1- [30] Al-Ikhtishas, hal. 343.
2- [31] Ghurar al-Hikam, hadis 4768.
3- [32] Ghurar al-Hikam, hadis 5764
4- [33] Kalian harus tahu bahwa manusia terdiri dari dua kategori yang satu kategorinya adalah anak muda yang menjauhkan dirinya dari mengikuti hasrat-hasrat nafsu rendahnya dan terjauhkan dari kejahilan yang diiringi dengan periode masa muda. la memiliki hasrat untuk condong ke arah kebaikan dan menjauhkan dirinya dari sifat-sifat buruk. Berkenaan dengan jenis kaum muda ini, Rasulullah Saw. bersabda, “Tuhan kamu kagum melihat seorang anak muda yang menjauhkan dirinya dari mengikuti hasrat-hasrat nafsu rendahnya dan terjauhkan dari kejahilan yang diiringi dengan periode masa muda."
5- [34] Kanz al- 'Ummal, hadis 43058.
6- [35] Amali al-Thûsi, hal. 302 dan 598.

BUKU SAKU Bimbingan Untuk Generasi Muda 6. Imam Ali bin Abi Thalib a.s berkata, "Kalian harus tahu bahwa, semoga Allah merahmati kalian, sungguh kalian hidup di suatu zaman di mana orang- orang yang mengaku berada di Jalan Kebenaran sangat sedikit jumlahnya...kaum muda mereka itu keras kepala, mereka adalah para pelaku dosa, dan ulama-ulama mereka adalah kaum munafik."(1) 15.2. Penggemblengan Generasi Muda 7. Imam Ali bin Abi Thalib a.s berkata, "Sesungguhnya hati kaum muda adalah ibarat tanah yang belum diolah. Tanah seperti itu akan menerima apa pun yang kamu lempar di atasnya [dan itulah apa yang akan tumbuh darinya]."(2) 8. Imam Ja'far bin Muhammad al-Shadiq a.s berkata kepada seorang sahabatnya yang bernama Ahwal, “Apakah engkau pernah ke Bashrah?" Lelaki itu menjawab, “Ya, pernah.” Imam a.s kemudian bertanya kepadanya, “Bagaimana engkau menemukan antusiasme orang-orang berkaitan dengan masalah ini [Wilayah dan Imamah Ahlul Bait] dan penerimaan mereka terhadapnya?" Lelaki itu menjawab, “Aku bersumpah demi Allah, sesungguhnya orang-orang [yang mengikuti dan menerima ini] jumlahnya sedikit. Mereka menggelorakan ini [menyebarkan

p: 144


1- [36] Nahj al-Balaghah, khotbah 233.
2- [37] Tuhaf al- Uqul, hal. 70.

kepercayaan ini kepada orang-orang lain), meskipun mereka sedikit jumlahnya." Imam menjawabnya, “Aku nasihati engkau untuk memengaruhi kaum muda [dalam mendidik mereka atas masalah-masalah ini] karena sesungguhnya mereka lebih cepat untuk menerima segala hal yang baik."(1) 15.3—Menuntut Ilmu Sewaktu Muda 9. Rasulullah Saw. bersabda, "Orang yang menuntut ilmu sewaktu usia mudanya ibarat orang yang mengukir sesuatu di atas batu. Sedangkan orang yang menuntut ilmu sewaktu usia tuanya adalah ibarat orang yang menulis sesuatu di atas air."(2) 10. Imam Ali bin Abi Thalib a.s berkata, "Menuntut ilmu di masa muda laksana melukis sesuatu di atas batu [sebab itu akan selalu ada]"(3) 11. Rasulullah (S.a.w..) bersabda, "Jika seseorang tidak menuntut ilmu sewaktu muda, namun ia bahkan menuntutnya ketika ia telah berusia tua dan meninggal dalam keadaan ini, maka ia meninggal sebagai seorang syahid."(4) 12. Nabi Ayyub a.s berkata, "Sesungguhnya Allah menanamkan hikmah dalam hati orang muda dan orang tua. Jadi, seandainya Allah menjadikan seorang hamba-Nya sebagai seorang bijak pada masa

p: 145


1- [38] Qurb al-Isnad, hal. 128 dan 450.
2- [39] Bihar al-Anwår, jilid 1, hal. 222, hadis 6 dan hal. 224, hadis 13.
3- [40] Ibid.
4- [41] Kanz al-'Ummal, hadis 28843.

mudanya, maka ia tidak merendahkan statusnya dalam pandangan para intelektual hanya karena ia berusia muda. Karena, sungguh mereka akan melihat Cahaya Allah terpancar dari orang ini."(1) 15.4–Orang Muda dan Menahan Diri dari Menuntut Ilmu 13. Imam Musa bin Ja'far al-Kazhim a.s berkata, “Seandainya aku menemukan seorang muda di antara kaum muda Syi'ah tidak menuntut ilmu dan pemahaman yang dalam, sungguh aku akan memukulnya dengan pedang."(2) 14. Imam Muhammad bin Ali al-Baqir a.s berkata, "Seandainya aku menemukan seorang anak muda di antara kaum muda Syi'ah yang tidak berusaha untuk memperoleh ilmu dan pemahaman (agama) yang dalam, maka sungguh aku akan menegurnya."(3) 15. Imam Ja'far bin Muhammad al-Shadiq a.s berkata, "Aku tidak suka melihat anak muda di antara kalangan kalian kecuali bahwa ia melewati hidupnya dalam salah satu dari dua keadaan: apakah sebagai seorang berilmu ataukah sebagai seorang penuntut ilmu. Jika ia tidak berada dalam salah satu dari dua keadaan itu, maka ia adalah orang yang telah memboroskan (sesuatu). Sesungguhnya orang yang

p: 146


1- [42] Tanbih al-Khawathir, hal. 37.
2- [43] Fiqh al-Ridha', hal. 337.
3- [44] Al-Mahasin, jilid 1, hal. 357 dan 760.

memboroskan (sesuatu) adalah orang yang telah menyia-nyiakan sesuatu. Sesungguhnya perbuatan menyia-nyiakan sesuatu adalah dosa dan orang yang melakukan dosa akan bermukim dalam api neraka.

Aku bersumpah demi Zat yang mengutus Muhammad dengan kebenaran."(1) 15.5—Keagungan Orang Muda Yang Menyembah Allah 16. Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah Yang Mahatinggi mencintai anak muda yang bertaubat (karena dosa-dosanya)."(2) 17. Rasulullah Saw. bersabda, “Tidak ada yang lebih dicintai Allah Yang Mahatinggi daripada seorang anak muda yang bertaubat (karena dosa-dosanya); dan tidak ada yang lebih dibenci di sisi Allah Yang Mahatinggi dibandingkan dengan seorang tua yang terus-menerus bermaksiat kepada-Nya."(3) 18. Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah Yang Mahatinggi berbangga kepada para malaikat berkenaan dengan anak muda yang menjadi hamba-Nya dan Dia [Allah] berkata, 'Lihatlah hamba- Ku! la menahan diri dari mengikuti hasrat-hasrat rendahnya demi Aku."(4)

p: 147


1- [45] Amali al-Thusi, hal. 303 dan 604.
2- [46] Kanz al-Ummal, hadis 10185.
3- [47] Kanz al-Ummal, hadis 10233.
4- [48] Kanz al-Ummal, hadis 43057.

19. Rasulullah Saw. bersabda, “Keagungan penyembah Allah yang masih muda dan yang menyembah Allah sewaktu masa mudanya lebih tinggi kedudukannya di atas seorang tua yang menyembah Allah setelah ia mencapai usia tua adalah seperti keagungan para nabi dan rasul di atas seluruh makhluk Allah lainnya."(1) 20. Rasulullah Saw. bersabda, “Ada tujuh orang yang akan dinaungi di bawah naungan Arasy Allah pada hari kiamat ketika tidak ada naungan selain naungan-Nya, yaitu pemimpin yang adil...dan anak muda yang menghabiskan waktu mudanya dalam beribadah kepada Allah Yang Mahamulia dan Mahaagung."(2) 15.6—Keagungan Orang Yang Menghabiskan Masa Mudanya dalam Taat kepada Allah 21. Rasulullah Saw. bersabda, "Tidak ada seorang anak muda yang berpaling dari dunia fana dan kesenangan-kesenangannya demi meraih ridha Allah dan menghabiskan masa mudanya dalam taat kepada Allah hingga mencapai usia tuanya, kecuali bahwa Allah akan menganugerahinya ganjaran tujuh puluh dua orang shiddiq."(3)

p: 148


1- [49] Kanzul 'Ummal, hadis 43059.
2- [50] Al-Khishal, hal. 343, hadis 8.
3- [51] Makarim al-Akhlaq, jilid 2, hal. 373.

22. Rasulullah Saw. bersabda, “Sesungguhnya makhluk yang paling dicintai Allah Yang Mahamulia dan Mahaagung adalah anak muda yang berada dalam usia muda dan yang sangat tampan/cantik, namun ia menjadikan usia mudanya serta ketampanan/ kecantikannya di Jalan Allah dan dalam ketaatan kepada Allah semata. Inilah hal yang karenanya Allah Yang Maha Pengasih berbangga kepada para malaikat-Nya tentang anak muda seperti itu) dan berkata, 'Inilah hamba-Ku yang sejati."(1) 23. Rasulullah Saw. bersabda, "Sesungguhnya Allah mencintai anak muda yang menghabiskan masa mudanya dalam ketaatan kepada Allah Yang Mahatinggi."(2) 24. Diriwayatkan tentang Nabi Ibrahim a.s bahwa suatu hari beliau bangun dan melihat sehelai rambut putih di janggutnya dan berkata, "Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, yang telah menjadikan aku mencapai tahap ini dalam kehidupanku yang aku tidak bermaksiat kepada Allah sebanyak kerlipan mata."(3) 15.7—Definisi Pemuda 25. Imam Ja'far bin Muhammad al-Shadiq a.s berkata kepada Sulaiman bin Ja'far al-Hadhali, "Wahai Sulaiman, apa yang dimaksud dengan pemuda

p: 149


1- [52] Kanz al-Ummal, hadis 43103.
2- [53] Kanz al-'Ummal, hadis 43060.
3- [54] 'llal asy-Syarai', jilid 2, hal. 104, hadis 2.

BUKU SAKU Bimbingan Untuk Generasi Muda (al-fata)?" la menjawab, "Semoga aku menjadi tebusan bagimu! Menurut pendapatku, seorang pemuda adalah seorang yang berusia muda." Imam berkata kepadaku, “Namun engkau harus tahu bahwa sesungguhnya Ashabul Kahfi semuanya berusia tua, tapi Allah menganggap mereka sebagai anak-anak muda yang memiliki keimanan sejati. Wahai Sulaiman, orang yang percaya kepada Allah dan memiliki kesadaran tentang-Nya, maka ia adalah seorang pemuda."(1) 26. Imam Ja'far bin Muhammad al-Shadiq a.s berkata kepada seorang lelaki, "Apa yang dimaksud dengan pemuda menurut pendapatmu?" Lelaki itu menjawab, "Seorang yang berusia muda." Imam a. menimpalinya, "Tidak, pemuda adalah seorang mukmin sejati. Sesungguhnya Ashabul Kahfi semuanya adalah orang-orang yang berusia tua, namun Allah Swt. menyebut mereka pemuda yang beriman kepada-Nya."(2) Imam Hasan bin Ali al-Mujtaba' a.s berkata, "Sesungguhnya hari ini kalian adalah anak muda umat ini, dan besok, kalian akan menjadi pemimpin-pemimpin masyarakat, karenanya, kalian berkewajiban menuntut ilmu. Kemudian jika kalian tidak mampu untuk mengingat semua yang telah

p: 150


1- [55] Tafsir al-'Ayyasyi, jilid 2, hal. 323, hadis 11.
2- [56] Al-Kaff, jilid 8, hal. 395 dan 595.

kalian pelajari, maka kalian harus menuliskannya dan menjaganya (agar tidak hilang) sehingga kalian dapat menjadikannya sebagai referensi kelak (ketika kalian membutuhkannya).” (Bihar al-Anwâr, jilid 2, hal. 152, hadis 37).

Catatan:

[30] Al-Ikhtishas, hal. 343.

[31] Ghurar al-Hikam, hadis 4768.

[32] Ghurar al-Hikam, hadis 5764 [33] Kalian harus tahu bahwa manusia terdiri dari dua kategori yang satu kategorinya adalah anak muda yang menjauhkan dirinya dari mengikuti hasrat-hasrat nafsu rendahnya dan terjauhkan dari kejahilan yang diiringi dengan periode masa muda. la memiliki hasrat untuk condong ke arah kebaikan dan menjauhkan dirinya dari sifat-sifat buruk. Berkenaan dengan jenis kaum muda ini, Rasulullah Saw. bersabda, “Tuhan kamu kagum melihat seorang anak muda yang menjauhkan dirinya dari mengikuti hasrat-hasrat nafsu rendahnya dan terjauhkan dari kejahilan yang diiringi dengan periode masa muda." [34] Kanz al- 'Ummal, hadis 43058.

[35] Amali al-Thûsi, hal. 302 dan 598.

[36] Nahj al-Balaghah, khotbah 233.

[37] Tuhaf al- Uqul, hal. 70.

[38] Qurb al-Isnad, hal. 128 dan 450.

[39] Bihar al-Anwår, jilid 1, hal. 222, hadis 6 dan hal. 224, hadis 13.

[40] Ibid.

[41] Kanz al-'Ummal, hadis 28843.

[42] Tanbih al-Khawathir, hal. 37.

[43] Fiqh al-Ridha', hal. 337.

[44] Al-Mahasin, jilid 1, hal. 357 dan 760.

[45] Amali al-Thusi, hal. 303 dan 604.

[46] Kanz al-Ummal, hadis 10185.

[47] Kanz al-Ummal, hadis 10233.

[48] Kanz al-Ummal, hadis 43057.

[49] Kanzul 'Ummal, hadis 43059.

[50] Al-Khishal, hal. 343, hadis 8.

[51] Makarim al-Akhlaq, jilid 2, hal. 373.

p: 151

[52] Kanz al-Ummal, hadis 43103.

[53] Kanz al-'Ummal, hadis 43060.

[54] 'llal asy-Syarai', jilid 2, hal. 104, hadis 2.

[55] Tafsir al-'Ayyasyi, jilid 2, hal. 323, hadis 11.

[56] Al-Kaff, jilid 8, hal. 395 dan 595.

p: 152

INDEKS

A

Abdulkarim Ha'iri 9, 27

Abu Abid Jawzani 69

Abu Ali ibn Sina 13

Akhund Khurasani 12

al-fata 150

Ali Al-Hadi 55,56

Ali bin Muhammad Al-Hadi 55

Allamah Iqbal 5

'agl 86

Aristoteles 69

Ayatullah Hujjat Kuhkamari 9

Ayatullah Muthahhari 3, 4, 8,28

B

Behesti 20

Burujerdi 10, 12, 23

F

Fida'iyan-i Islâm 23

G

Generasi Muda 2,3, 31,77, 107, 144

H

Hasan bin Ali al-Mujtaba' 150

Hasnain Walji 6

Husainiyah Irsyad 20

I

Ibnu Sikkit 55, 56, 58

J

Ja'far bin Muhammad al- Shadiq 69, 72, 85, 143, 144, 146, 149, 150

K

Kasyani 23

kaum muda 20, 32, 74, 75, 79, 113, 139, 143, 144, 145, 146, 151

kesenjangan generasi 2

Khomeini 10, 11, 12, 17, 18, 20, 24, 25, 27, 28, 29,

p: 153

30

Khui 137, 140

M

Mahdi Bazargan 19

Mirza Mahdi Syahidi Razavi 9

Muhammad Baqir Majlisi 7

Muhammad bin Ali al-Baqir 146

Muhammad Damad 9

Muhammad Husain

Thabathaba'i 13

Muhammad Mushaddig 23

Muhammad Ridha

Gulpayagani 9

Mujtaba 26, 150

Mulla Shadra 8,12,16

Muntazhari 12

Musa bin Jaʼfar al-Kazhim 146

Mushaddiq 23

Mutawakkil 55, 56

Muthahhari v, vi, 1,3,4,7,8, 9, 10, 11, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30

N

Nashiruddin Thusi 15

P

Plato 64, 65, 69

Q

Qambar 56

quddisa sirruh 1

R

rabb 50

Rabb 50

Revolusi Islam 12,21, 25, 27,

135

Ridha Khan 8

Ruhani 17

Rumi 64

S

self-fulfiling 2

Shadruddin ash-Shadr 9

Sulaiman bin Ja'far al-Hadhali149

T

ta'abudiyât 37

Taleqani 19,24

Taqi Arani 14

Y

Yadullah Sahabi 27

p: 154

tentang Pusat

Bismillahirohmanirrohim

هَلْ یَسْتَوِی الَّذِینَ یَعْلَمُونَ وَالَّذِینَ لَا یَعْلَمُونَ

Apakah sama antara orang yang berpengetahuan dan tidak berpengetahuan?

Quran Surat Az-Zumar: 9

Selama beberapa tahun sekarang, Pusat Penelitian Komputer ghaemiyeh telah memproduksi perangkat lunak seluler, perpustakaan digital, dan menawarkannya secara gratis. Pusat ini benar-benar populer dan didukung oleh hadiah, sumpah, wakaf dan alokasi bagian yang diberkati dari Imam AS. Untuk layanan lebih lanjut, Anda juga dapat bergabung dengan orang-orang amal di pusat tersebut di mana pun Anda berada.
Tahukah Anda bahwa tidak semua uang layak dibelanjakan di jalan Ahl al-Bayt (as)?
Dan tidak setiap orang akan memiliki kesuksesan ini?
Selamat untukmu.
nomor kartu :
6104-3388-0008-7732
Nomor rekening Bank Mellat:
9586839652
Nomor rekening Sheba:
IR390120020000009586839652
Dinamakan: (Lembaga Penelitian Komputer Ghaemieh)
Setorkan jumlah hadiah Anda.

Alamat kantor pusat:

Isfahan, Jl. Abdurazak, Bozorche Hj. Muhammad Ja’far Abadei, Gg. Syahid Muhammad Hasan Tawakuli, Plat. No. 129/34- Lantai satu.

Website: www.ghbook.ir
Email: info@ghbook.ir
Nomor Telepon kantor pusat: 031-34490125
Kantor Tehran: 021-88318722
Penjualan: 09132000109
Pelayanan Pengguna: 09132000109